Anda di halaman 1dari 54

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)


PADA ANAK BALITA USIA 1-5 TAHUN DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS
TANJUNG KOTA SUNGAI
PENUH TAHUN
2022

PROPOSAL SKRIPSI

ELFINA YUNARA

NIM. 201000414201087

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI
INSTITUT KESEHATAN
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Judul skripsi : Faktor –Faaktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Infeksi Saluran Pernafasan (ISPA) Pada Anak Balita Usia
1-5 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Kota
Sungai Penuh Tahun 2022

Nama : ELFINA YUNARA


NIM : 201000414201087

Proposal Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji

sebagai bahan persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana

Keperawatan pada Program Studi Sarjana Keperawatan Fakultas Keperawatan

Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi.

Bukit Tinggi, 2022

Menyetujui,
Koordinator Skripsi, Pembimbing

(Ns.Dwi Apriadi,M.Kep) (Ns.Vera Kurnia,S.Kep)

Mengetahui,
Ketua Prodi Sarjana Keperawatan

(Ns.Vera Kurnia,M.Kep)

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-

Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi penelitian yang berjudul “Faktor-

Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut

(ISPA) Pada Anak Balita Usia 1 -5 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung

Kota Sungai Penuh Tahun 2022” yang dibuat sebagai salah satu syarat pemenuhan

untuk mendapat gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan

Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi. Dalam penyusunan skripsi penelitian ini

peneliti banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak terutama kepada

Ibu Ns.Vera Kurnia,M.Kep selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan

pengarahan kepada peneliti dalam pembuatan skripsi ini. Selanjutnya perkenankanlah

peneliti menyampaikan ucapan terimakasih kepada yang terhormat :

1. Ibu Dr.Hj. Evi Susanti,S.ST, M.Biomed selaku Rektor IKes Prima Nusantara

Bukittinggi.

2. Ibu Ayu Nurdian, S.ST, M.Keb selaku Wakil Rektor I IKes Prima Nusantara

Bukittinggi.

3. Bapak Yuhendri Putra,S.Si, M.Biomed selaku Wakil Rektor II IKes Prima

Nusantara Bukittinggi.

4. Ibu Ayu Nurdian,M.Kep dan Bapak Asrul Fahmi,SKM,M.Kep selaku tim penguji.

5. Bapak/ Ibu Staf dan Dosen pengajar yang telah banyak memberikan ilmu kepada

peneliti selama perkuliahan.

6. Keluarga Besar IKes Prima Nusantara Bukittinggi.

7. Ayah dan Ibu yang telah memberikan semangat dan dorongan baik moril maupun

materil serta do’a yang telah mengiringi langkah peneliti hingga saat ini.

i
8. Seluruh teman-teman yang telah membantu, memberikan informasi, masukan dan

saran hingga saat ini.

Selaku hamba Allah, Peneliti sadar bahwa terdapat keterbatasan yang dimiliki,

sehingga menjadikan Proposal Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,

peneliti menerima kritikan dan saran yang dapat menyempurnakan skripsi penelitian ini.

Bukittinggi, Juni 2022

Elfina Yunara

ii
DAFTAR ISI

LEMBARAN HALAMAN JUDUL LUAR


LEMBARAN HALAMAN JUDUL DALAM
LEMBARAN PERSETUJUAN PROPOSAL
KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................... iv
DAFTAR BAGAN ................................................................................................... v

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1


1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 5
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................................... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 8


2.1 Balita ................................................................................................................ 8
2.2 Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita ..................................... 8
2.2.1 Pengertian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita............. 8
2.2.2 Etiologi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita ................. 9
2.2.3 Jenis-Jenis Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita ............ 10
2.2.4 Tanda dan Gejala Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita.. 11
2.2.5 Patofisiologi ISPA pada Balita ................................................................. 13
2.2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyakit ISPA pada Balita ............. 13
2.2.7 Pencegahan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita........... 20
2.2.8 Faktor resiko Status Gizi Dengan Kejadian ISPA Pada Balita ................. 20
2.2.9 Faktor Resiko Kelengkapan Imunisasi dengan Kejadian ISPA Pada Balita
.................................................................................................................. 23
2.2.10 Faktor Resiko Kebiasaan Merokok dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) pada Balita .................................................................................... 29

BAB III. KERANGKA KONSEPTUAL ................................................................ 31


3.1 Kerangka Konsep ............................................................................................. 31
3.2 Hipotesis........................................................................................................... 31
3.3 Definisi Operasional......................................................................................... 33

BAB IV. METODE PENELITIAN ........................................................................ 37


4.1 Desain Penelitian .............................................................................................. 37
4.2 Populasi dan Sampel ........................................................................................ 37
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................................... 37
4.4 Etika penelitian................................................................................................. 39
4.5 Alat Pengumpulan data .................................................................................... 40
4.6 Pengolahan dan Analisa Data........................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA

iii
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Defenisi Operasional ........................................................................ 36

iv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori ..................................................................................33
Bagan 3.1 Kerangka Konsep ...............................................................................34

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan bagian yang sangat penting bagi suatu kehidupan.

ISPA merupakan masalah kesehatan yang harus menjadi fokus perhatian kita

sebagai tenaga kesehatan, karena ISPA masih sering menjadi penyebab kematian

bayi dan balita. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan singkatan

dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut, istilah ini diadaptasi dari istilah dalam

bahasa inggris Acute Respiratory Infection (ARI). Penyakit infeksi akut yang

menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung

(saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya

seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Penyakit ISPA merupakan

penyakit yang sering terjadi pada anak dibawah lima tahun (balita), karena

sistem pertahanan tubuh anak masih rendah. Kejadian penyakit batuk pilek

pada balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali pertahun, yang berarti

seorang balita rata- ratamendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6

kali setahun (Aini, Nur, D., Arifianto, & Sapitri. 2019).

ISPA masih merupakan penyakit utama penyebab kematian terutama

pada balita di Indonesia. Dari beberapa hasil survey kesehatan rumah tangga

(SKRT) diketahui bahwa 80 sampai 90% dari seluruh kasus kematian ISPA.

Penyakit ISPA di Indonesia cukup tinggi diatas (40%) kematian balita. ISPA

merupakan salah satu penyebab kunjungan pasien pada sarana kesehatan.

Sebanyak 40%- 60% kunjungan berobat dipuskesmas dan 15%-30%

kunjungan berobat di rawat jalan dan rawat inap dibuktikan dengan tingginya

1
angka kunjungan pasien ke puskesmas di seluruh Indonesia untuk penyakit

ISPAterutama pada usia anak balita (Kemenkes RI, 2014). Lima provinsi

dengan ISPA tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%),

Aceh(30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%) dan Jawa Timur (28,3%)

(Riskesdas, 2018). Sementara itu, kejadian ISPA pada Provinsi Jambi yaitu

3,15% dan menduduki peringkat 18 penyakit terbanyak di Provinsi Jambi.

Banyak faktor yang mempengaruhi tingginya kejadian ISPA pada anak

bayi dan balita yakni faktor intrinsik (umur, status gizi, status imunisasi, jenis

kelamin) dan faktor ekstrinsik (perumahan, sosial ekonomi, pendidikan).

Risiko akan berlipat pada anak usia dibawah dua tahun yang daya tahan

tubuhnya belum sempurna. ISPA pada anak dibawah dua tahun harus

diwaspadai oleh orang tua, karena dapat menyebabkan kematian.

Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat

kesehatan dan kesejahteraan manusia. Gizi adalah suatu proses organisme

menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses

digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran

zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan

dan fungsi normal dari organ-organ, serta energi. Kecukupan gizi balita dapat

dilihat dari status gizinya (Dean Hess, Neil R. MacIntyre, William F. Galvin ·

2020).

Untuk mengatasi tingginya kejadian ISPA, pemerintah Indonesia yang

dalam hal ini adalah Departemen Kesehatan Indonesia telah melakukan

program imunisasi yang bertujuan sebagai pencegahan primer terhadap

penyakit penyebab ISPA. Secara teori, dengan pemberian imunisasi dasar

dengan lengkap dan teratur, maka tubuh bayi atau anak-anak akan memiliki

2
kekebalan sehingga mampu melawan penyakit-penyakit berbahaya. Adanya

daya tahan tubuh yang meningkat tidak hanya terhadap penyakit-penyakit

yang diimunisasi, kekebalan pun muncul terhadap penyebab penyakit ISPA.

Respon primer yang pertama kali muncul setelah vaksin di berikan adalah

terbentuknya imunoglobulin M (IgM).

Rokok, sebagai salah satu resiko timbulnya ISPA merupakan pembunuh

nomor tiga setelah jantung koroner dan kanker, satu batang rokok membuat

umur memendek 12 menit, 10.000 perhari orang di dunia mati karena

merokok, 57.000 orang pertahun mati di Indonesia karena merokok, kenaikan

konsumsi rokok Indonesia tertinggi di dunia yaitu 44%. Di Indonesia

prevalensi merokok dari tahun 1995 sampai 2001 di kalangan orang dewasa

meningkat menjadi 31,5% dari 26,9% (Depkes, 2018).

Sementara itu orang yang berada di sekitar seorang perokok atau

perokok pasif justru mempunyai resiko kesehatan yang lebih tinggi

dibandingkan perokok aktif. Mereka menjadi mudah menderita kanker,

penyakit jantung, paru dan penyakit lainnya yang mematikan. Mereka yang

dikelilingi oleh asap rokok akan lebih cepat meninggal dibanding mereka

yang hidup dengan udara bersih. Dan angka kematiannya meningkat 15%

lebih tinggi.

Berdasarkan penelitian Almira, Fahdi, & Budiharto (2017) terdapat

hubungan antara status gizi terhadap ISPA. Status gizi mempengaruhi daya

tahan tubuh, dimana semakin rendah status gizi seorang balita maka semakin

rendah pula daya tahan tubuh balita tersebut, maka balita semakin rentan

untuk terinfeksi..

Imunisasi merupakan salah satu cara untuk memberikan kekebalan

3
seseorang secara aktif terhadap penyakit menular,. Imunisasi ini merupakan

sistem imun yang spesifik. Imunisasi terdiri dari beberapa jenis, yakni:

imunisasi BCG, imunisasi DPT/HB, imunisasi polio, imunisasi campak, dan

imunisasi Hb-0.Hasil penelitian yang berhubungan dengan status imunisasi

menunjukkan bahwa ada kaitan antara penderita Pneumonia yang

mendapatkan Imunisasi tidak lengkap dan lengkap, dan bermakna secara

statistis.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Sungai Penuh (2022), pada

tahun 2019 angka kejadian ISPA pada Balita dari beberapa Puskesmas di Kota

Sungai Penuh yaitu Desa Gedang (2.567 orang), Rawang (575 Orang), Sungai

Penuh (486 Orang) dan Tanjung (61 orang). Pada tahun 2021 jumlah kejadian

ISPA dari 3 teratas yaitu Desa Gedang (525 Orang), Rawang (277 Orang),

Kumun (159 orang) dan Tanjung (70 Orang). Pada tahun 2022 sampai dengan

bulan Juli jumlah angka kejadian ISPA yaitu Desa Gedang (113 Orang),

Rawang (40 Orang) dan Tanjung (55 Orang). Jumlah kejadian ISPA di

Kotobaru pada tahun 2022 meningkat ke urutan 3 dimana 55 orang dari

jumlah balita 336 orang.

Ketidakpatuhan imunisasi berhubungan dengan peningkatan penderita

ISPA. Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan

mendapat kekebalan alami terhadap pnemonia sebagai komplikasi campak.

Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari

penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusi, campak,

maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya

pemberatasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas

ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status

4
imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat diharapkan perkembangan

penyakitnya tidak akan menjadi berat . Dari studi pendahuluan yang dilakukan

oleh peneliti pada bulan 17 Juli 2022 di Puskesmas Tanjung pada 10 orang

balita terjadi sebanyak 8 orang balita mengalami ISPA dan 2 tidak mengalami

ISPA. Sebanyak 7 orang dengan masalah gizi kurang dan 3 orang status gizi

baik. Sebanyak 4 orang imunisasi tidak lengkap dan 6 orang imunisasi

lengkap. Sebanyak 8 orang balita dengan lingkungan tidak baik dan 2 orang

balita dengan lingkungan sekitar baik. Berdasarkan fenomena di atas, maka

peneliti tertarik untuk meneliti faktor- faktor yang berhubungan dengan

kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada anak balita di wilayah

kerja puskesmas Tanjung Tahun 2022.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah pada

penelitian ini adalah apakah faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) balita di wilayah kerja puskesmas

Tanjung Tahun 2022.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dengan adanya penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui analisa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada anak balita 1-5 Tahun di

Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Kota Sungai Penuh Tahun 2022.

5
2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi frekuensi status gizi anak balita 1-5 Tahun di

Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Kota Sungai Penuh Tahun 2022..

b. Mengetahui distribusi frekuensi kelengkapan imunisai anak balita 1-5

Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Kota Sungai Penuh Tahun

2022..

c. Mengetahui distribusi frekuensi kebiasaan merokok anggota keluarga

anak balita 1-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Kota

Sungai Penuh Tahun 2022.

d. Mengetahui distribusi frekuensi Kejadian ISPA anak balita 1-5

Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Kota Sungai Penuh Tahun

2022.

e. Mengetahui hubungan status gizi dengan kejadian infeksi saluran

pernapasan akut (ISPA) pada anak balita 1-5 Tahun di Wilayah Kerja

Puskesmas Tanjung Kota Sungai Penuh Tahun 2022.

f. Mengetahui hubungan kelengkapan imunisasi dengan kejadian

infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada anak balita 1-5 Tahun di

Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Kota Sungai Penuh Tahun 2022.

g. Mengetahui hubungan kebiasaan merokok anggota keluarga dengan

kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada anak balita 1-5

Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Kota Sungai Penuh

Tahun 2022.

6
1.4 Manfaat Penelitian

A. Peneliti
Melalui penelitian ini, peneliti dapat menambah pengalaman,

pengetahuan dan wawasan ilmu serat mengaplikasikan ilmu metodologi

penelitian serta menambah wawasan tentang faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)

balita di wilayah kerja puskesmas Tanjung Tahun 2022.

B. Intitut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi


Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber ataupun bahan

bacaan dan bahan informasi untuk penelitian selanjutnya terutama

mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian infeksi

saluran pernapasan akut (ISPA) balita di wilayah kerja puskesmas

Tanjung Tahun 2022.

C. Puskesmas Tanjung
Sebagai informasi dan bahan masukan kepada pihak Puskesmas Tanjung
Kota Sungai Penuh dalam pengendalian dan pencegahan ISPA pada
balita di wilayah kerja, serta meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
masyarakat terhadap penyakit ISPA dan penyakit lainnya yang
menyebabkan angka kesakitanpada balita.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Balita
Balita adalah anak berusia dibawah umur lima tahun yang sedang
mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Balita adalah anak
yang berumur 0-59 bulan, pada masa ini ditandai dengan proses pertumbuhan dan
perkembangan yang sangat pesat dan disertai dengan perubahan yang
memerlukan zat-zat gizi yang jumlahnya lebih banyak dengan kualitas yang tinggi
(Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2020).
Pertumbuhan perkembangan balita dipengaruhi kesehatan yang baik,
status gizi yang baik, lingkungan yang sehat, serta keluarga (termasuk pengasuh)
yang baik merawat balita (Depkes RI, 2021). Anak usia di bawah lima tahun
(balita) merupakan kelompok usia yang rentan terhadap gizi dan kesehatan. Pada
masa ini daya tahan tubuh anak masih belum kuat, sehingga risiko anak menderita
penyakit infeksi lebih tinggi. Penyakit infeksi yang sering terjadi pada anak balita
diantaranya adalah penyakit infeksi saluran pernafasan akut atau ISPA.
Selain itu, anak juga sering mempunyai kebiasaan makan yang buruk yaitu
anak sering tidak mau makan atau nafsu makan menurun, sehingga menyebabkan
status gizinya menurun dan pada akhirnya anak rentan terhadap suatu penyakit
infeksi

B. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita

1. Pengertian ISPA
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan istilah yang
diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections
(ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni, infeksi, saluran pernapasan dan
akut, dengan pengertian sebagai berikut:
a. Infeksi adalah masuknya, tumbuh dan berkembangbiaknya kuman atau
mikroorganisme ke dalam tubuh manusia

8
b. Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta
organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
ISPA secara anatomis mencakup saluran pernapasan bagian atas, saluran
pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru). Dengan batasan
ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernapasan (respiratory tract).
c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari.
Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk
beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat
berlangsung lebih dari 14 hari

2. Etiologi ISPA pada Balita

Infeksi saluran pernapasan akut merupakan kelompok penyakit yang

komplek dan heterogen, yang disebabkan oleh berbagai etiologi. Etiologi ISPA

terdiri dari 300 lebih jenis virus, bakteridan rickettsia serta jamur. Virus

penyebab ISPA antara lain golongan Miksovirus (termasuk didalamnya virus

influenza, virus para-influensa), Adenovirus, Koronavirus, Pikonavirus,

Mikoplasma, Herpesvirus. Bakteri penyebab ISPA antara lain Streptokokus

hemolitikus, stafilokokus, Pneumokokus, Hemofilus influenza, Bordetella

pertusis, Korinebakterium diffteria. Ricketsia penyebab ISPA adalah Koksiela

burnetti. Jamur penyebab ISPA adalah Kokiodoides imitis, Histoplasma

kapsulatum, Blastomises dermatitidis, Aspergilus, Fikomesetes. angka kejadian

ISPA pada balita semakin bertambah, seperti karakteristik individu yang

meliputi usia balita, jenis kelamin, pemberian asi eksklusif, berat badan lahir,

status gizi dan imunisasi balita serta keadaan lingkungan rumah yang buruk

seperti ventilasi, kepadatan hunian rumah, pemakaian obat nyamuk bakar,

penggunaan kayu bakar,dan keberadaan perokok dalam rumah (GINA, Global

Initiative for Asthma 2020).

9
3. Jenis - Jenis ISPA

Dalam penentuan klasifikasi penyakit dibedakan atas 2 kelompok yaitu

kelompok untuk umur 2 bulan - < 5 tahun dan kelompok umur < 2 bulan.

Untuk kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun klasifikasi dibagi atas:

a. Pneumonia berat

1). Umur 2 bulan - < 5 tahun

Didasarkan adanya batuk atau kesukaran bernapas disertai nafas sesak

atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing)

2). Umur < 2 bulan

Didasarkan adanya nafas cepat (fast breathing) yaitu frekuensi

pernapasan 60 kali per menit atau lebih, adanya tarikan yang kuat pada

dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing).

b. Pneumonia

Untuk klasifikasi pneumonia adalah sebagai berikut:

1). Umur 2 bulan - < 1 tahun

Didasarkan pada adanya batuk atau kesukaran bernapas disertai adanya

frekuensi napas dengan napas cepat (fast breathing 50 kali per menit).

2). Umur 1 - < 5 tahun

Didasarkan pada adanya batuk atau kesulitan bernapas disertai frekuensi

napas dengan batas napas cepat (fast breathing 40 kali per menit).

c. Bukan pneumonia

Klasifikasi bukan pneumonia mencakup kelompok penderita bayi dan

balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi

10
napas dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah

kedalam. Dengan demikian klasifikasi bukan pneumonia mencakup penyakit-

penyakit ISPA lain diluar Pneumonia seperti batuk pilek bukan pneumonia

(common cold, pharyngitis, tonsillitis, otitis). Pola tatalaksana ISPA hanya

dimaksudkan untuk tatalaksana penderita Pneumonia berat, Pneumonia dan

batuk bukan Pneumonia. Sedangkan penyakit ISPA lain seperti

nasopharyngitis, sinusitis, dan otitis sesuai standar operasional program

yang berlaku disarana kesehatan ( Nasution, dkk 2019)

4. Tanda dan gejala ISPA pada Balita

Tanda dan gejala penyakit infeksi saluran pernafasan dapat berupa batuk,

kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek, demam dan sakit kepala. Sebagian

besar dari gejala saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk,

kesulitan bernapas, sakit tenggorokan, pilek, demam dan sakit kepala tidak

memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Namun sebagian anak yang

menderita radang paru (pneumonia), bila infeksi paru ini tidak diobati dengan

anti biotik akan menyebabkan kematian ( Nasution, dkk 2019).

Seorang anak yang menderita ISPA biasa menunjukkan bermacam- macam tanda

dan gejala seperti batuk, bersin, serak, sakit tenggorokan, sakit telinga, keluar cairan

dari telinga, sesak nafas, pernapasan yang cepat, nafasyang berbunyi, penarikan dada ke

dalam, bias mual, muntah, tak mau makan,badan lemah dan sebagainya. Berikut adalah

tanda gejala ISPA berdasarkanderajat penyakit :

1) Tanda dan gejala ISPA ringan

ISPA ringan dapat ditandai dengan gejala seperti batuk,

serak yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara

11
(misalnya pada waktu berbicara atau menangis), pilek yaitu

mengeluarkan lender/ingus dari hidung, panas atau demam, suhu

badan lebih dari 37˚ C jika dahi anak diraba dengan punggung

tangan terasa panas

2) Tanda dan gejala ISPA sedang

ISPA sedang ditandai dengan gejala pernapasan lebih dari

50 kali permenit pada anak yang ber umur kurang dari 1 tahun

atau lebih dari 40 kali permenit pada anak yang berumur 1 tahun

atau lebih, Suhu lebih dari 39˚ C (diukur dengan thermometer),

tenggorokan berwarna merah, timbul bercak-bercak pada kulit

menyerupai bercak campak, telingga sakit atau mengeluarkan

nanah dari lubang telinga, pernapasan berbunyi seperti

mengorok (mendengkur), dan pernapasan berbunyi menciut-ciut.

Dari gejala-gejala ISPA sedang perlu hati-hati karena jika

menderita ISPA ringan sedangkan ia mengami Panas badanya

lebih dari 39˚ C, mengalami Gizi kurang, umurnya 4 bulan atau

kurang. Maka anaktersebut tergolong dalam ISPA sedang.

3) Tanda dan gejala ISPA berat

Jika dijumpai gejala –gejala ISPA ringan atau sedang

disertai satu atau lebih gejala-gejala berikut ini seperti bibir atau

kulit membiru, lubang hidung kembang kempis (dengan cukup

lebar) pada waktu bernafas, anak tidak sadar atau kesadaran

menurun, nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak

teraba , sela iga tertarik kedalam pada waktu benafasdan

12
tenggorokan berwarna merah berarti balita mengalami gejala

ISPA berat.

5. Patofisiologi ISPA pada Balita

Terjadinya infeksi antara bakteri dan flora normal di saluran nafas.

Infeksi oleh bakteri, virus dan jamur dapat merubah pola kolonisasi bakteri.

Timbul mekanisme pertahanan pada jalan nafas seperti filtrasi udara

inspirasi di rongga hidung, refleksi batuk, refleksi epiglotis, pembersihan

mukosilier dan fagositosis. Karena menurunnya daya tahan tubuh penderita

maka bakteri pathogen dapat melewati mekanisme sistem pertahanan

tersebut akibatnya terjadi invasi di daerahdaerah saluran pernafasan atas

maupun bawah ( Nasution, dkk 2019).

6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyakit ISPA pada Balita

Untuk dapat memahami masalah penyakit yang sedang dihadapi, termasuk

riwayat kejadian penyakit, maka hasil interaksi antar individu, penyebab

penyakit dan lingkungan perlu mendapatkan perhatian, mengingat dengan

menelusuri ketiga unsur tersebut secara seksama, akan diperoleh informasi

penyakit yang secara sistematis dapat menunjukkan gambaran penyakit yang

bersangkutan sehingga penanggulangan dan pembrantasan penyakit dapat

diupayakan secara sistematis (WHO , 2020).

a. Faktor Individu Anak (Host)

Faktor individu sangat bereran aktif didalam perkembangbiakan penyakit

infeksi terrutama pada anak umur dibawah lima tahun, faktor ini sangat

13
menentukan daya tahan/imunitas anak, faktor host yang berkaitan dengan

terjadinya penyakit ISPA berupa umur anak, jenis kelamin, berat badan

lahir, status gizi dan kelengkapan imunisasi.

1) . Umur anak

Umur mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk terjadinya ISPA

terutama pada bayi dan anak-anak. Sejumlah studi yang besar

menunjukkan bahwa insiden penyakit pernapasan oleh virus melonjak pada

bayi dan usia dini anak-anak dan tetap menurun terhadap usia. Oleh sebab

itu kejadian ISPA pada bayi dan anak balita akan lebih tinggi jika

dibandingkan dengan orang dewasa. Kejadian ISPA pada bayi dan balita

akan memberikan gambaran klinik yang lebih besar , hal ini disebabkan

karena ISPA pada bayi dan balita umumnya merupakan kejadian infeksi

pertama serta belum terbentuknya secara optimal proses kekebalan secara

alamiah. Hasil analisis faktor resiko membuktikan faktor usia merupakan

salah satu faktor resiko untuk terjadinya kematian karena pneumonia pada

balita yang sedang menderita pneumonia. Semakin tua usia balita yang

sedang menderita pneumonia, semakin kecil resiko meninggal akibat

pneumonia dibandingkan balita berusia muda.

2) Jenis Kelamin

Berdasarkan Pedoman Rencana Kerja Jangka Menengah Nasional

Penanggulangan Pneumonia Balita \menunjukkan bahwa anak laki-laki

memiliki risiko lebih tinggi daripada anak perempuan untuk terkena ISPA,

3) Berat Badan Lahir

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ditetapkan sebagai suatu berat lahir yang

14
kurang dari 2.500 gram. Berat bayi lahir menentukan pertumbuhan dan

perkembangan fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan berat lahir

rendah (BBLR) mempunyai risiko kematian yang lebih besar

dibandingkan dengan bayi berat lahir normal serta memiliki resiko lebih

besar untuk terjadinya resiko terkena penyakit infeksi , terutama

pneumonia dan infeksi pernapasan lainnya, terutama pada bulan-bulan

pertama kel ahiran karena pembentukan zat anti kekebalan kurang

sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi.

Berdasarkan pada pedoman rencana kerja jangka menengah Nasional

(RPJMN) Penanggulangan Pneumonia balita tahun 2020-2024 , bayi yang

memiliki berat badan lahir rendah lebih beresiko terkena penyakit ISPA,

tidak ada atau tidak memberikan ASI dan imunisasi yang tidak adekwat

memperburuk derajat kesehatan.

4) Status Gizi

Balita dengan gizi kurang akan lebih mudah terserang ISPA

dibandingkan dengan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan

tubuh yang kurang. Dalam keadaan gizi yang baik, tubuh mempunyai

cukup kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap infeksi. Jika

keadaan gizi menjadi buruk maka reaksi kekebalan tubuh akan menurun

yang berarti kemampuan tubuh mempertahankan diri terhadap serangan

infeksi menjadi menurun. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan

balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi.

Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang ISPA lebih berat

bahkan serangannya lebih lama.

15
5) Status Imunisasi

Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan atau

memasukan kekebalan (imunisasi) pada bayi atau anak sehingga terhindar

dari penyakit. Anak yang diimunisasi berarti diberikan kekebalan terhadap

suatu penyakit tertentu. Dalam imunologi, kuman atau racun kuman

(toksin) disebut antigen. ISPA dapat di cegah dengan melakukan imunisasi

seperti difteri, pertusis, campak, maka peningkatan cakupan imunisasi

akan berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk

menghindari faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan

imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi

lengkap bila menderita ISPA dapat di harapkan perkembangan

penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat. Cara yang terbukti paling

efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi campak dan pertusis

(DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif sekitar 11% kematian

pneumonia balita dapat dicegah dan dengan imunisasi DPT 6% kematian

pneumonia dapat di cegah.

b. Faktor Agent (Bibit Penyakit )

Timbulnya infeksi saluran pernapasan akut disebabkan oleh beberapa

mikroorganisme yang merupakan penyebab utama kejadian ISPA terdiri

lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Menurut Sariana Kelompok

virus umumnya menyerang saluran pernapasan bagian atas dengan kata

lain, ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh virus, sedangkan ISPA

bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan mycoplasma. ISPA

bagian bawah yang disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai

16
manifestasi klinis yang berat sehingga menimbulkan beberapa masalah

dalam penanganannya

c. Faktor Lingkungan

Hubungan kondisi faktor lingkungan dengan kejadian ISPA pada balita

sangat berkaita terutama lingkungan fisik didalam rumah, faktor

lingkungan rumah yang dapat memicu kejadian ISPA pada balita antara

lain adalah pencemaran udara dalam rumah, ventilasi rumah yang tidak

memadahi dan kepadatan rumah hunian.

1) Pencemaran Udara Dalam Rumah

Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak

dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru

sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada

rumah yang keadaan ventilasinya kurang. Hasil penelitian diperoleh

adanya hubungan antara ISPA dan polusi udara, diantaranya ada

peningkatan resiko bronchitis, pneumonia pada anakanak yang tinggal

didaerah lebih terpolusi, dimana efek ini terjadi pada kelompok umur 9

bulan dan 6 – 10 tahun.

a) .Ventilasi Rumah

Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau

dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. fungsi dari

ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut :

1) Mensuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar oksigen yang

optimum bagi pernapasan.

2) Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu dan zat-

17
zat pencemar lain dengan cara pengenceran udara.

3) Mensuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang.

4) Mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan.

5) Mengeluakan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi tubuh,

kondisi, evaporasi ataupun keadaan eksternal.

6) Mendisfungsikan suhu udara secara merata. Sirkulasi udara dalam rumah

akan baik dan mendapatkan suhu yang optimum harus mempunyai

ventilasi minimal 10% dari luas lantai. Faktor lingkungan rumah seperti

ventilasi juga berperan dalam penularan ISPA, dimana ventilasi dapat

memelihara kondisi udara yang sehat bagi manusia.

b) Kepadatan Hunian Rumah


Kepadatan di dalam kamar terutama dikamar Balita yang tidak sesuai
2
dengan standart akan menimbulkan ruangan penuh sesak sehinga O

berkurang dan CO2 meningkat,kepadatan hunian dapat mempengarui

kualitas udara di dalam rumah, dimana semakin banyak jumlah penghuni

maka maka akan semakin cepat udara didalam rumah mengalami

pencemaran, menurut peraturan rumah sehat luas rumah yang sehat

minimal 9 m2 untuk perorang,sementara untuk anak usia<5 tahun ukuran

ruang tidur 4,5m3 dan luas lantai minimal 3,5 m2.

Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktorpolusi

dalam rumah yang telah ada. Penelitian menunjukkan ada hubungan

bermakna antara kepadatan dan kematian daribronkopneumonia pada bayi,

tetapi disebutkan bahwa polusi udara, tingkat sosial, dan pendidikan

memberi korelasi yang tinggi pada faktor ini.

18
7. Pencegahan ISPA

ISPA merupakan penyakit yang mudah menular. Penularan ISPA

terutama melalui udara saat penderita batuk atau bersin. Penularan ISPA juga

dapat terjadi melalui kontak langsung (menyentuh penderita secara langsung)

dengan penderita maupun kontak tidak langsung yaitu menyentuh benda yang

terkontaminasi droplet infeksius.

Pencegahan ISPA sangat erat kaitannya dengan sistem kekebalan tubuh

yang dimiliki oleh seseorang. Seseorang dengan sistem kekebalan tubuh yang

lemah akan sangat rentan terhadap serangan , sehingga pengobatan ISPA

biasanya difokuskan kepada mereka yang memiliki sistem kekebalan tubuh

yang rendah.

Tindakan pencegahan dan pengendalian penularan ISPA, dapat melakukan

hal berikut ini :

a) Menjaga keadaan gizi keluarga agar tetap baik. Memberikan

ASIeksklusif pada bayi sampai batas usia 2 tahun.

b) Menjaga pola hidup bersih, sehat, istirahat yang cukup dan olah

ragateratur

c) Gunakan fasilitas kebersihan tangan seperti sabun dan air bersih

yangmengalir, antiseptik berbasis alkohol dan handuk sekali pakai

d) Ajarkan pada anak untuk rajin cuci tangan untuk mencegah ISPA dan

e) penyakit infeksi lainnya.

f) Melakukan imunisasi pada anak. Imunisasi yang dapat mencegah

ISPAdiantaranya imunisasi influenza dan imunisasi DPT-HB .

19
g) Hindari kontak yang terlalu dekat dengan penderita ISPA.

h) Hindari menyentuh mulut atau hidung setelah kontak dengan flu. Segera

cuci tangan dengan air dan sabun atau hand sanitizer setelah kontak

denganpenderita ISPA.

i) Apabila sakit, gunakanlah masker dan rajin cuci tangan agar tidak

menulari anak anda atau anggota keluarga lainnya.

j) Mencegah anak berhubungan terlalu dekat dengan anggota keluarga

lainnya yang sedang sakit ISPA. Tindakan semi isolasi mungkin dapat

dilakukan seperti anak yang sehat tidur terpisah dengan anggota

keluarga lain yang sedang sakit ISPA.

k) Upayakan ventilasi yang cukup dalam ruangan / rumah.

l) Susun rencana untuk pemeriksaan dan penanganan pasien yang


diketahui atau suspek terinfeksi ISPA yang dapat menimbulkan
kekhawatiran, seperti penyaringan cepat (pembuatan sistemtriase
pasien) dan pelaksanaan segera tindakan pencegahan dan pengendalian
infeksi.

8. Faktor resiko Status Gizi Dengan Kejadian ISPA Pada Balita

Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan

manusia. Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang

dikonsumsi secara normal untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan,

pemeliharaan dan perbaikan jaringan tubuh dan fungsi normaldari organ serta

menghasilkan energi.

Penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang paling sering

menyebabkan kematian pada bayi dan anak balita adalah pneumonia. Dimana

20
pneumonia merupakan bagian atau tahap lanjut dari penyakit infeksi saluran

pernapasan akut (ISPA) yang disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang

membuat tubuh menjadi rentan terhadap infeksi. Anak dibawah lima tahun adalah

kelompok umur yang sangat rentan terhadap berbagai penyakit infeksi dan

membutuhkan zat gizi yang relatif lebih tinggi dibandingkan kelompok umur yang

la.ini yang menyebabkan balita mudah terkena penyakit infeksi saluran

pernapasan akut (ISPA).

1. Penilaian Status Gizi Pada Balita

Penilaian status gizi adalah interpretasi dari data yang didapatkan dengan

menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi atau individu

yang beresiko atau dengan status gizi buruk, dan Status gizi merupakan

keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi.

Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik, dan lebi. Standar acuan

status gizi balita adalah berat badan menurut umur (BB/U), berat badan

menurut tinggi badan (BB/TB), dan tinggi badan menurut umur (TB/U).

Sementara klasifikasinya adalah normal, underweight (kurus), dan gemuk.

Untuk acuan yang menggunakan tinggi badan, jika kondisinya kurang baik

disebut stunted (pendek). Pedoman yang digunakan adalah standart

berdasarkan tabel WHO-NCHS, bila berat badannya kurang, maka status

gizinya kurang.

2. Metode Penilaian Status Gizi

Pada dasarnya penilaian status gizi dapat dibagi menjadi dua yaitu secara

langsung dan tidak langsung. Pada penilaian status gizi balita penilaian yang

digunakan adalah penilaian secara langsung berdasarkan penilaian

21
Antropometri.

3. Antropometri

Antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Apabila ditinjau dari sudut

pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam

pengukuran dimensi tubuh dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan

protein danenergi.

Indikator antropometri atau indeks antropometri yang umum di

pergunakan untuk menilai status gizi balita adalah BB/U, TB/U, BB/TB ,

cukup dengan nilai tunggal saja karna antara anak berumur 1 – 5 tahun

perbedaannya relatif kecil.

4. Indikator BB/U

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran

massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahanperubahan yang

mendadak, misalnya karena terserang infeksi, penurunan nafsu makan, atau

menurunkan jumlah makanan yang dikonsumsi. Kelebihan indikator ini

adalah sensitif untuk melihat perubahan status gizi dalam jangka waktu

pendek, juga dapat digunakan untuk mendeteksi kegemukan

Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral

pada tulang. Dalam keadaan normal dan keadaan kesehatan baik,

keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin maka berat

badan berkembang mengikuti bertambahnya umur. Dalam keadaan abnormal

ada dua kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu berkembang cepat

atau lebih lambat dari keadaan normal.

22
5. Indikator TB/U

Indikator TB/U dapat memberikan gambaran riwayat keadaan gizi masa

lampau dan dapat dijadikan indicator keadaan social ekonomi penduduk.

Indikator TB/U ini tidak dapat menggambarkan keadaan gizi saat ini dan sering

mengalami kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang pada kelompok

usia balita di negara berkembang.

6. Indikator BB/TB

Pada tahun 1978, WHO lebih menganjurkan penggunaan BB/TB karena

dapat menghilangkan faktor umur yang menurut pengalaman sulit didapatkan

secara benar, dan lebih menggambarkan keadaan kurang gizi akut pada waktu

sekarang, walaupun tidak dapat menggambarkan keadaan gizi pada waktu

lampau. Namun Indikator BB/TB ini dapat menggambarkan status gizi saat ini

dengan lebih sensitif dan spesifik, terutama apabila data umur yang akurat

sulit diperoleh.

9. Faktor Resiko Kelengkapan Imunisasi dengan Kejadian ISPA Pada Balita

Pemberian imunisasi dasar dengan lengkap dan teratur menyebabkan tubuh

bayi atau anak-anak akan memiliki kekebalan sehingga mampu melawan penyakit-

penyakit berbahaya. Adanya daya tahan tubuh yang meningkat tidak hanya terhadap

penyakit-penyakit yang diimunisasi, kekebalan pun muncul terhadap penyebab

penyakit ISPA. Respon primer yang pertama kali muncul setelah vaksin di berikan

adalah terbentuknya imunoglobulin M (IgM) dan imunoglobulin G (IgG).

Imunisasi merupakan salah satu cara yang efektif untuk mencegah

penularan penyakit dan upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian pada

23
bayi dan balita (Mardianti & Farida, 2020). Imunisasi merupakan upaya kesehatan

masyarakat paling efektif dan efisien dalam mencegah beberapa penyakit

berbahaya (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020).

Perbedaan persepsi yang ada di masyarakat menyebabkan hambatan

terlaksananya imunisasi. Masalah lain dalam pelaksanakan imunisasi dasar lengkap

yaitu karena takut anaknya demam, sering sakit, keluarga tidak mengizinkan, tempat

imunisasi jauh, tidak tahu tempat imunisasi, serta sibuk/ repot. Petugas kesehatan

juga memiliki peran penting terhadap pemberian imunisasi pada balita. Peran petugas

sangat penting dalam meningkatkan cakupan imunisasi juga memberikan informasi

dan sosialisasi tentang manfaat imunisasi dan penyakit dapat dicegah dengan

imunisasi. Untuk mencegah kesakitan dan kematian, petugas imunisasi dapat

berperan aktif dalam pemberian imunisasi (Falawati, 2020).

Imunisasi merupakan investasi kesehatan untuk masa depan karena dapat

memberikan perlindungan terhadap penyakit infeksi, dengan adanya imunisasi dapat

memberikan perlindunga kepada indivudu dan mencegah seseorang jatuh sakit dan

membutuhkan biaya yang lebih mahal.

1. Imunisasi Dasar

Imunisasi merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk mencegah

terjadinya suatu penyakit dengan cara memberikan mikroorganisme bibit

penyakit berbahaya yang telah dilemahkan dalam bentuk vaksin kedalam

tubuh sehingga merangsang sistem kekebalan tubuh terhadap jenis antigen.

Imunisasi dasar lengkap memberikan upaya imunitas pada bayi berusia 0-12

bulan agar terhindar dari berbagai penyakit , imunisasi ini meliputi Polio, HB,

DPT, BCG, dan Campak (Depkes RI 2020).

24
2. Imunisasi Hepatitis B

Hepatitis B memberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan

oleh virus Hepatitis B. Imunisasi dapat diberikan Apabila status HbsAg-B

ibupositif, dalam waktu 12 jam setelah lahir dengan syarat kondisi bayi stabil,

tidak ada gangguan paru-paru dan jantung dapat diberikan HBlg 0,5 ml. Atau

apabila semula status HbsAg ibu tidak diketahui dan ternyata dalam

perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg positif maka masih dapat

diberikan HBlg 0,5 ml sebelum bayi berumur <7 hari. Cara pemberian :

Vaksin di suntikan dengan dosis 0,5 ml atau 1 buah HB. Pemberian suntikan

secara intra muskuler ,sebaiknya pada canterolateral paha.Tanda keberhasilan

berupa nyeri pada tempat penyuntikan atau demam ringan namun akan

menghilang dalam 2 hari.

3. Imunisasi BCG ( Bacillus Calmette – Guerin )

Imunisasi BCG adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan

kekebalan aktif terhadap penyakit TBC. Pemberian imunisasi BCG dan usia

pemberian, frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah 1 kali dan tidak perlu

di ulang (boster). Cara pemberian imunisasi BCG adalah melalui intradermal

dengan lokasi penyuntikan pada lengan kanan atas (sesuai anjuran WHO) atau

penyuntikan pada paha.Tanda keberhasilan, adalah timbulnya indurasi

(benjolan) kecil dan eritema (merah) di daerah bekas suntikan , setelah 1 atau

2 minggu kemudian yang berubah menjadi pustula, kemudian pecah menjadi

ulkus (luka). Tidak menimbulkan nyeri dan panas. Luka ini akan sembuh

sendiri dan meninggalkan tanda parut.

25
4. Imunisasi DPT/HB

ImunisasiDPT/HB adalah imunisasi yang diberikan untuk mencegah

terjadinya penyakit difteri, pertusis, dan tetanus. Serta penyakit hepatitis,

Pemberian imunisasi dan usia pemberian, imunisasi DPT/HB diberikan

sebanyak 3 kali yaitu pada usia 2 bulan untuk dosis pertama ,dosis selanjutnya

dengan interval minimal 4 minggu. Sehingga pada bulan ke 3 dan bulan ke 4,

cara pemberian: disuntikan melalui intamuskuler (IM). Efek samping

Imunisasi ini: biasanya hanya demam dan rewel selama 1-2 hari, kemerahan,

pembengkakan, agak nyeri atau pegal-pegal pada daerah penyuntikan yang

akan hilang sendiri dalam beberapa hari. Bila demam dapat diberikan penurun

panas.Kontraindikasi imunisasi DPT/HB tidak dapat diberikan pada bayi yang

sedang demam, mudah kejang, dan menderita infeksi otak.

5. Imunisasi Polio

Imunisasi polio adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan

kekebalan terhadap penyakit poliomielitis, yaitu penyakit radang yang

menyerang saraf dan dapat mengakibatkan kelumpuhan. Waktu pemberian

adalah pada bayi usia 0-11 bulan, namun biasanya pemberian vaksin di

berikan pada bulan 1-4 bulan bersama dengan imunisasi BCG di bulan

pertama dan imunisasi DPT/HB di bulan selanjutnya (2,3,4). Cara pemberian

imunisasi polio melalui oral/mulut 1 dosis adalah sebanyak 2 tetes sebanyak 4

kali (dosis) dengan interval setiap dosis minimal 4 minggu.

6. Imunisasi Campak

Imunisasi Campak adalah imunisasi yang diberikan untuk mencegah

penyakit campak pada anak karena penyakit ini sangat menular pemberian

26
imunisasi dan usia pemberian, frekuensi pemberian imunisasi campak adalah 1

kali dan diberikan pada usia bayi 9 bulan. Dan di berikan ulangan (booster)

pada usia 6-7 tahun, Cara pemberian, adalah melalui suntikan subkutan, efek

samping imunisasi, jarang terjadi reaksi akibat imunisasi, namun kadang

terjadi demam ringan dan efek kemerahan/ bercak merah pada pipi dibawah

telinga pada hari ke 7-8 setelah penyuntikan. Kontraindikasi imunisasi

campak, adalah infeksi akut yang disertai demam dan kekurangan gizi berat.

7. Jadwal Imunisasi Balita

Imunisasi merupakan suatu tindakan dasar untuk memberikan

perlindungan atau kekebalan di dalam tubuh bayi dan balita, serta untuk

mencegah terpaparnya anak dari berbagai penyakit yang berpotensi

mengganggu tumbuh kembang anak bahkan juga dari penyakit yang bisa

menyebabkan kematian. Berikut adalah jadwal imunisasi Nasional :

1. Hepatitis B-0 diberikan 1 kali (di berikan 0-7 hari setelah kelahiran)

2. BCG diberikan 1 kali (pada usia 1 bulan)

3. DPT/HB diberikan 3 kali (pada usia 2,3,4 bulan)

4. Polio diberikan 4 kali (pada usia 1,2,3,4 bulan)

5. Campak diberikan 1 kali (pada usia 9 bulan)

Bayi dikatakan telah mendapatkan imunisasi lengkap jika bayi telah

mendapatkan imunisasi yang meliputi imunisasi BCG (Bacillus

ClameteGuerin), imunisasi DPT (difteri, pertusis, tetanus), imunisasi polio,

imunisasi campak, dan imunisasi Hepatitis B.

27
10 Faktor Resiko Kebiasaan Merokok Dengan Kejadian ISPA Pada Balita

Salah satu faktor resiko terjadinya ISPA dilihat dari faktor lingkungan adalah

perilaku merokok. Perilaku merokok anggota keluarga akan berdampak kepada

anggota keluarga lain khususnya balita, dimana balita menyerap nikotin dua kali

lebih banyak dibandingkan orang dewasa. dan balita juga memiliki sistem

kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit (Darmawan et al,

2016). Balita yang tinggal dalam rumah yang terdapat anggota keluarga yang

merokok, maka balita tersebut termasuk perokok pasif yang akan menerima

semua akibat buruk dari asap rokok.

Rokok merupakan gulungan tembakau yang dibungkus dengan kertas atau

daun yang mengeluarkan lebih 4.000 bahan kimia beracun yang membahayakan.

Bahan berbahaya dalam rokok tidak hanya mengakibatkan gangguan kesehatan

pada orang yang merokok, namun juga mengakibatkan gangguan kesehatan pada

orang disekitar perokok. Asap rokok yg keluar langsung dari pembakaran rokok

(sidestream) akan lebih berbahaya daripada yang keluar dari mulut perokok

(mainstream), karena sidestream belum mengalami penyaringan, sedangkan

mainstream sudah mengalami penyaringan melalui pernapasan perokok dan rokok

itu sendiri.Dalam jumlah tertentu asap rokok sangat mengganggu kesehatan

seperti gangguan pada saluran pernapasan.

Asap rokok merupakan bahan pencemar udara, berupa campuran kompleks

yang dihasilkan oleh pembakaran tembakau dan adiktif. Asap mengandung zat-zat

berbahaya yang menyebabkan penyakit paru-paru, jantung, emphysema serta

penyakit-penyakit berbahaya lain. Salah satu zat berbahaya dalam rokok adalah

tar yang mengandung senyawa polinuklir hidrokarbon aromatik yang bersifat

28
karsinogenik menyebabkan paralise silia yang ada disaluran PERNAPASAN dan

menyebabkan penyakit paru lainnya seperti emphysema, bronkhitis kronik dan

kanker paru. Tar akan melekat pada rambut-rambut kecil di paru-paru. Rambut-

rambut kecil ini melindungi paru-paru dari kotoran dan infeksi, tapi ketika

tertutup tar organ ini tidak dapat melakukan fungsinya.

Keberadaan perokok aktif di dalam rumah akan menyebabkan pencemaran

udara di dalam ruangan. Manusia bernapas kira-kira 20 kali dalam satu menit,

sekali tarikan napas maka ±500 ml udara terhirup, udara yang masuk kedalam

tubuh sudah terkena kontaminasi asap rokok akan merusak mekanisme

pertahanan paru sehingga memudahkan terjadinya ISPA.

29
Kerangka Teori

Faktor resiko ISPA

Individu Lingkungan Perilaku


Anak
-pencemaran -perilaku
- Umur anak udara dan pencegahan
- BBL perilaku dan
-Status Gizi merokok pengendalian
-Vitamin A -Ventilasi ISPA
Rumah (Mayunani,
-Status -Kepadatan 2010)
Imunisasi hunian rumah
(Maryunani,
2010)

Kejadian ISPA

Bagan 3.1 Kerangka Teori

30
BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini adalah ingin melihat pengaruh dua

intervensi terhadap suatu variabel. Variabel Independen yaitu faktor-faktor

yang berhubungan kejadian ISPA, sedangkan variabel dependen adalah

variabel terikat yang dapat dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel

dependen adalah Kejadian ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Kota

Sungai Penuh tahun 2021 dengan kerangka konsep sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel


Dependen
Status Gizi
Kelengkapan Imunisasi Kejadian ISPA
Kebiasaan Merokok
Bagan 3.1
Kerangka
Konsep

B. Hipotesa

Berdasarkan rumusan masalah, landasan teoritis dan kerangka konseptual

Ha : Ada hubungan Status Gizi dengan kejadian ISPA pada balita

diWilayah Kerja Puskesmas Tanjung Kota Sungai Penuh Tahun

2022.

Ha : Ada hubungan kelengkapan Imunisasi dengan kejadian ISPA

pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Kota Sungai

Penuh Tahun 2022.

31
Ha : Ada Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Kejadian ISPA pada

balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Kota Sungai Penuh

Tahun 2022.

Ho : Tidak ada Hubungan Status gizi dengan Kejadian ISPA pada

balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Kota Sungai Penuh

Tahun 2022

Ho : Tidak ada hubungan Kelengkapan Imunisasi dengan Kejadian

ISPA pada balita di Wilayah Kerja Tanjung Kota Sungai Penuh

Tahun 2022

Ho : Tidak ada Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian

ISPA pada balita di Wilayaj Kerja Puskesmas Tanjung Kota

Sungai Penuh tahun 2022

32
C. Definisi Operasional

Tabel 3.1
Definisi Operasional

NO Variabel Defenisi Operasioal Cara Hasil ukur Skala


Ukur Ukur
Dependen
1. Infeksi Keadaan dimana terjadinya Mengis 1. Tidak ISPA, Apabila Nominal
Saluran infeksi saluran pernapasan akut i lembar terdiagnosa selain ISPA.
Pernap atas atau infeksi saluran ceklist 2. ISPA, Apabila
asan pernapasan akut bawah pada terdiagnosa ISPA pada
Akut anak balita (12-59 bulan) laporan Posyandu
(ISPA) dengan tanda klinis (batuk,
pilek, demam, sakit saat
menelan, sakit tenggokan, serta
kesulitan bernapas) dalam
kurun waktu 14 hari serta
terdapat hasil diagnosa kejadian
ISPA dari tenaga kesehatan.
Independen
2 Status Status gizi padabalita adalah Penguku 1. Gizi Kurang jika -3 Ordinal
. gizi penampilan fisik dari tubuh ran SD sampai dengan <
yang dapat diketahui dengan langsung -2 SD
mengukur beratbadan dan pada 2. Gizi Normal jika -2
tinggi badananak. anak SD sampai dengan
+2 SD

3 Kele Kelengkapan Imunisasi anak Meng 1. Tidak lengkap Nominal


. ngka balita diperoleh dari KMS isi :apabila balita tidak
pan (Kartu Menuju Sehat) Kuesi mendapatkan
Imun 1. Hepatitis B diberikan 1 oner imunisasi yang
isasi kali ( di berikan 0-7 hari ) seharusnya
2. BCG di berikan 1 kali diperolehnya sesuai
(pada usia 1 bulan) umur dan tepat waktu.
3. DPT/HB di berikan 3 kali ( 2. Lengkap : apabila
pada usia 2,3,4 bulan ) balita sudah
4. Polio di berikan 4 kali mendapatkan
(pada usia 1,2,3,4 bulan ) imunisasi yang harus
5. Campak di berikan 1 kali diperolehnya sesuai
(pada usia 9 bulan) dengan batas usianya
(meliputi imunisasi
hepatititis B-0, BCG,
DPT/HB,Polio, campak)(Sumber: Keputusan
1059/Menkes/SK/IX/200
4)
4 Kebiasaan Mengkonsumsi rokok pada Mengisi Tidak merokok, apabila Nominal
Merokok ayah, ibu atau keluarga lain kuesione tidak Mengkonsumsi rokok
r pada ayah, ibu rokok
Merokok, apabila
mengkonsumsi rokok
(Kemenkes,2013)

33
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian Survei analitik dengan

rancangan Cross Sectional. Penelitian cross-sectional hanya mengobservasi

sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap variabel subjek pada saat

penelitian. (Notoatmojo, 2010). Penelitian ini untuk mengetahui faktor yang

berhubungan dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) balita

usia 1-5 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Kota Sungai Penuh tahun

2022.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Kota

Sungai Penuh.. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni – Agustus 2022.

C. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia; klien)

yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2011).

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh Balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Kota Sungai Penuh sebanyak 232

orang ibu yang memiliki anak balita sampai bulan Mei 2022.

b. Sampel

37
Sampel adalah terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling. Sedangkan

sampling adalah proses penyeleksi porsi dari populasi yang dapat

mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2011). Sampel penelitian

diambil dengan metode teknik accidental sampling dan rumus

pengambilan sampel yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel

minimal dalam penelitian ini adalah (Gazpert, 1991) :

n = 232 x (1,96)2 x 0,5 (1-0,5)/ 930 x (0,1)2 + (1,96)2 x 0,5 (1-0,5)

n = 232 x 3,8 x 0,25 / 232 x (0,01)

+2,21n = 220,4/ 4,53

n = 48,6  49 orang

Dengan keterangan :

n= jumlah sampel

N= jumlah populasi

G= galat pendugaan (0,1)

P=proporsi dari populasi yang di tetapkan =

0,5Z=tingkat keandalan pendugaan =95%

(1,96)

Berdasarkan penggunaan rumus diatas maka diperoleh besar sampel

48,6 sample dan dibulatkan menjadi 49 ibu yang memiliki anak balita yang

akan dijadikan sample penelitian. Sampel penelitian diambil dengan

menggunakan dan mempertimbangkan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria

38
inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian mewakili sampel

penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel .

Kriteria inklusi dalam penelitian ini yakni sebagai berikut:

1. Ibu yang memilki anak balita (12-59 bulan) yang datang berkunjung dan

terdaftar (memiliki Faskes) di Puskesmas Tanjung

2. Memiliki KMS (Kartu Menuju Sehat)

3. Yang bertempat tinggal di wilayah kerja Tanjung

4. Bersedia menjadi responden penelitian

5. Memahami bahasa Indonesia

Sedangkan kriteria eksklusi adalah dimana subjek penelitian tidak dapat

diambil sebagai sampel , Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :

1. Tidak bersedia menjadi responden

D. Etika Penelitian

Prinsip etik berdasarkan pedoman etik penelitian kesehatan yang

dikeluarkan oleh Komisi Nasional Etik Kesehatan. Etika penelitian keperawatan

yang sangat penting karena penelitian ini berhubungan langsung dengan manusia

sehingga perlu diperhatikan hal-hal berikut:

1. Benefit (Berbuat baik)

Peneliti melindungi responden agar terhindar dari bahaya atau

ketidaknyamanan fisik dan mental dengan menjelaskan hal ini sebelum

responden menandatangani kesediaan sebagai responden. Resiko penelitian

harus wajar ( reasonable). Dibanding manfaat yang diharapkan, menjaga

kesejahteraan responden dan tidak merugikan responden.

2. Justice (keadilan)

39
Responden / subjek untuk mendapatkan perlakuan adil, jadi tidak setiap

perawat pelaksana di tempat penelitian mempunyai hak yang sama untuk

mengikutsertakan dalam hal penelitian ini dan mereka mendapatkan

keleluasaan pribadi sebelum, selama dan sesudah berpartisipasi dalam

penelitian.

3. Self determination (Prinsip menghargai martabat manusia)

Responden/ subjek mempunyai hak untuk memutuskan secara sukarela

apakah dia ingin berpartisipasi dalam penelitian ini atau tidak, tanpa resiko

untuk dihukum, dipaksa atau diperlakukan dengan tidak adil.

4. Confidentiality (Kerahasiaan)

Confidentiality merupakan masalah-masalah responden yang harus

dirahasiakan dalam penelitian. Kerahasian informasi yang telah

dikumpulkan akan dijamin kerahasian oleh peneliti, hanya kelompok data

tertentu yang akan dilaporkan dalam hasil penelitian.

5. Informed Consent (Format persetujuan)

Informent consent akan diberikan sebelum melakukan penelitian.

Informent consent ini berupa lembar persetujuan untuk menjadi responden.

Lembar persetujuan ini akan diberikan agar responden mengetahui maksud

dan tujuan penelitian. Jika responden bersedia diteliti, responden harus

menandatangani persetujuan tersebut, jika responden tidak bersedia maka

peneliti harus menghormati hak responden

40
E. Alat Pengumpulan Data

Menurut Waluya (2007) cara yang digunakan untuk pengumpulan

dataterdiri dari dua yaitu:

1. Data Primer

Data primer yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data

yang diperoleh dari pengisian kuesioner yang diberikan oleh peneliti

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah keterangan yang akan diperoleh dari pihak

kedua, baik berupa orang maupun catatan, seperti buku catatan petugas

danjuga buku KMS milik anak balita.

3. Prosedur Pengumpulan Data

Adapun langkah-langkah pengumpulan data yang akan dilakukan yaitu:

a. Peneliti melakukan koordinasi dengan petugas posyandu dalam

menentukan sampel yang akan digunakan

b. Setelah mendapatkan sampel penelitian, peneliti meminta izin kepada

orang tua atau wali dari anak untuk dijadikan sampel, dan menjelaskan

tentang penelitian, apabila disetujui dapat menandatangani informed

consent.

c. Setelah mendapatkan persetuan peneliti dapat melakukan penelitian

dengan mengisi lembar ceklist hasil pemeriksaan

d. Dalam melakukan penelitian, peneliti mengikuti proses program posyandu

yang dalam sehari posyandu sesuai jadwal bisa mencapai 25 anak, hal

inisesuai dengan daerah tujuan posyandu dilakukan dan paling sedikit

jumlahsampel hanya 7 orang balita.

e. Peneliti juga ikut dalam posyandu di puskesmas yang diadakan sebulan

41
sekali pada tanggal 27.

F. Pengolahan dan Analisis Data

Menurut Notoatmodjo (2012), pengolahan data dilakukan setelah

pengumpulan data selesai dilakukan. Terdapat beberapa langkah yang akan

digunakan dalam pengolahan dengan menggunakan komputer yaitu :

1. Editing

Hasil wawancara dan observasi di lapangan lalu dilakukan

penyuntingan (editing) terlebih dahulu.

2. Coding

Setelah semua kuesioner diedit atau disunting. Selanjutnya peneliti

melakukan pengkodean atau coding, yakni mengubah bentuk kalimat atau

huruf menjadi data atau angka bilangan.

3. Entry Data

Data, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang

masuk dalam bentuk kode (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam

program atau software komputer ini bermacam-macam, masing-masing

mempunyai kelebihan dan kekurangan. Salah satu paket yang paling sering

di gunakan untuk entry data penelitian adalah paket program SPSS for

Windows

4. Cleaning
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai

dimasukkan, perlu di cek kembali untuk melihat kemungkinan-

kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode. Ketidaklengkapan dan

sebagainya, kemudian akan dilakukan pembetulan atau koreksi. Proses ini

42
disebut pembersihan data.

5. Tabulating

Tabulasi merupakan penyajian data dalam bentuk tabel yang terdiri dari

beberapa baris dan beberapa kolom. Tabel ini digunakan untuk

memaparkan sekaligus beberapa variabel hasil observasi, survei atau

penelitian sehingga data mudah dibaca dan dimengerti (Chandra, 2008).

Menurut Notoatmodjo (2012), data yang telah diolah baik pengolahan

maupun menggunakan komputer, tidak ada maknanya tanpa dianalisa.

Menganalisa data tidak sekedar mendeskripsikan dan menginterprestasikan

data yang telah diolah.

1. Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan dengan cara mencari ditribusi

frekuensi setiap variabel penelitian untuk mengetahui proporsi atau

gambaran dari variabel independen maupun variabel dependen. Pada

umumnya analisis ini hanya menghasilkan distribusi dari persentase dari

tiap variabel, sehingga di ketahui variasi dari masing-masing tabel.

2. Analisa Bivariat

Analisis Bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara

variabel independen dengan variabel dependen, sehingga dapat

diketahui hubungan antara status gizi, kelengkapan imunisasi dan faktor

lingkungan dengan kejadian ISPA.

Analisa yang digunakan adalah hasil tabulasi silang. Untuk

menguji hipotesa dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji data

kategori Chi- Square Test pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05),

sehingga apabila ditemukan hasil analisis statistik p < 0,05 maka

43
variabel tersebut dinyatakan berhubungan secara signifikan dan data

yang diperoleh dengan menggunakan SPSS (Statistical Product and

Service Solution).

44
DAFTAR PUSTAKA

Aini, Nur, D., Arifianto, & Sapitri. (2019). Pengaruh pemberian posisi terhadap
respiratory rate pasien TB Paru di ruang Flamboyan RSUD. Soewondo Kendal . 1,
1–9. Junal Ilmu Keperawatan.
Andani, E. . (2018). Posisi High Fowler (90o) Dan Semi Fowler (45o) Dengan
Kombinasi Pursed Lips Breathing Terhadap Peningkatan Saturasi
Repository.Stikes-Bhm.Ac.
Anwar, 2019. Pentingnya Gizi bagi Manusia. Available at: www.digilib.
unila.ac.id/178/3/ [Accessed August 15, 2019]
Asrun, 2018. Kasus Kematian Pada Anak. Available at: http://depkes.go.id/ [Accessed
August 10, 2018]Black joyce. M & Jane Hokanse Hawks. 2014. Medical
Surgical Nursing vol 2. Jakarta: Salemba Medika.
BPS (Badan Pusat Statistik). 2018. Kabupaten Kerinci Dalam Rangka Regency in Figures
2018. Badan Pusat Statistik Kabupaten Kerinci. Dikutip dari
file:///C:/Users/SRKOMP~1/AppData/Local/Temp/68079076Kerinci%20Da
lam%20Angka%202018.pdf pada tanggal 20 April 2021.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS
2019). Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 2019.
Behreman Richard E, RE Kliegman, AM Arvin. 2010. Ilmu Kesehatan Anak Nealson.
Terjemahan Oleh: A. Samrik Wahab, EGC, Jakarta, Indonesia.
Depkes. 2018. Tembakau dan Prevalensi Konsumsi di Indonesia. Jakarta : Depkes.

Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2020. Jakarta: Depkes RI. 2020
Dean Hess, Neil R. MacIntyre, William F. Galvin · 2020. Respiratory Care: Principles
and Practice. Fourth edition. Jones & barlet: America. Dikutip Dari https ://www
.google. co. id/ books /edition /Respiratory _Care/ pada tanggal 3 Mei 2020
GINA (Global Initiative for Asthma). 2020. Pocket Guide for Asthma Management And
Prevention (for Adults and Children Older than 5 Years). Dikutip dari
https://ginasthma.org.pdf pada tanggal 25 April 2020.
Hammond, BB & Zimmermann PG. 2017. Sheeshy’s Emergency and Disaster Nursing-
1st Indonesian Edition. Elsevier: Singapura.

45
Hassan R, Alatas H. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Jakarta,
Indonesia. 2018. halaman 550 - 556.
Marhamah. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Balita di Desa
Bontongan Kabupaten Enrekang Makassar. Skripsi pada jurusan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar yang tidak
dipublikasikan. 2019.
Nasution, dkk. Infeksi Saluran Napas Akut pada Balita di Daerah Urban Jakarta. Sari
Pediatri, Vol. 11, No. 4, Desember 2019.
Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar). 2018. Hasil Utama Riskesdas 2018. Kemenkes: Badan
Penelitian dan Pengembangan. Dikutip dari
https://kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/files/Hasil -
riskesdas-2018_1274.pdf pada tanggal 25 April 2020. Smeltzer, S.C & Bare. 2015.
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
WHO (World Health Organzation). 2020. Asthma. Dikutip dari
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/ asthma pada tanggal 20 April
2020.

46
Lampiran 1.

PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Setelah membaca dan memahami isi penjelasan pada lembaran pertama

(Lembaran Permohonan Responden), saya menyatakan bersedia turut

berpartisipasi sebagai responden pada penelitian tanpa ada unsur paksaan yang

dilakukan mahasiswa Institut Prima Nusantara Bukittinggi yang bernama Elfina

Yunara dengan judul “Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian

infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Anak Balita Usia 1-5 Tahun Di

Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Kota Sungai Penuh Tahun 2022”.

Saya memahami bahwa penelitian ini tidak akan berakibat negative pada

saya, oleh karena itu saya bersedia menjadi responden pada penelitian ini.

47
Lampiran 2.

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN


(INFORMED CONSENT)
Kepada Yth
Bapak/Ibu responden
Di tempat

Dengan hormat

Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswi Stikes Syeadza Saintika
Padang.

Nama : ELFINA YUNARA


Nim : 201000414201087
Alamat : Desa Koto Baru,kecamatan Koto Baru , Kota Sungai Penuh

Akan Mengadakan penelitian dengan judul “Faktor –Faktor yang

Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada

Anak Balita Usia 1-5 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Kota Sungai

Penuh Tahun 2022”.Penelitian ini tidak menimbulkan kerugian bagi Bapak/Ibu

sebagai responden, Kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga dan

hanya digunakan untuk kepentingan peneliti.

Apabila Bapak/Ibu menyetujui, Maka saya mohon kesediaannya untuk

menandatangani surat persetujuan dan menjawab pernyataan saya bersama surat

ini. Atas perhatian Bapak/Ibu sebagai responden, saya ucapkan terima kasih.

Sungai Penuh, Juni 2022

Peneliti

ELFINA YUNAR

48
KUESIONER PENELITIAN

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian (Infeksi Saluran


Pernafasan Akut) ISPA pada balita 1-5 tahun diWilayah Kerja
Puskesmas Tanjung Kota Sungai Penuh 2022.

Inisial Nama : An.


Alamat :
Usia : bulan/ tahun
Diagnosa :

A. Status Gizi Anak

Berat Badan (BB) Tinggi Badan (TB)

INDIKATOR INTERPRETASI Skala


Berat badan menurut panjang Gizi Kurang -3 SD sampai dengan <
badan atau tinggi badan ( BB / TB -2 SD
) anak usia 0-60 bulan
(Peraturan Menteri Kesehatan
nomor 2 tahun 2020 Standar Gizi Normal -2 SD sampai dengan
Antropometri Anak) +2 SD

49
Petunjuk pengisian:
Isilah tanda ceklist (√) yang sesuai jawaban atau pemeriksaan balita. No. Kode
: .................................
B. Kelengkapan imunisasi:

Vaksin Usia
Imunisasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Hepatitis
B
BCG
POLIO
DPT
HiB
CAMPAK

C. Faktor Lingkungan  Kosumsi Rokok :


Berapa jumlah angggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah anda ?

Anggota Keluarga Merokok Tidak Merokok


Ayah
Ibu
Anggota Keluarga Lain

Anggota Keluarga Lain

Anggota Keluarga Lain

Anggota Keluarga Lain

Anggota Keluarga Lain

Anggota Keluarga Lain

50

Anda mungkin juga menyukai