Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CKD


(CHRONIC KIDNEY DISEASE)

DISUSUN OLEH :
DENNY OKTO GUNARSO
20181370

TAHUN AJARAN 2020/2021


AKADEMI KEPERAWATAN KRIDA HUSADA KUDUS
Jl. Lingkar Raya Kudus-Pati Km. Jepang Kec.Mejobo. Kudus Telp.(0291)
4248655,4248656 Fax (0291 )4248657
www.akperkridahusada.ac.id
A. Pengertian

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel dan progresif
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia. (Black & Hawk
dalam Dwy Retno Sulystianingsih, 2018).
Gagal Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) saat ini merupakan
masalah kesehatan yang penting mengingat selain insidens dan pravelensinya yang
semakin meningkat, pengobatan pengganti ginjal yang harus di jalani oleh penderita
gagal ginjal merupakan pengobatan yang sangat mahal. Dialisa adalah suatu tindakan
terapi pada perawatan penderita gagal ginjal terminal. Tindakan ini sering juga disebut
sebagai terapi pengganti karena berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal. Terapi
pengganti yang sering di lakukan adalah hemodialisis dan peritonealialisa. Diantara
kedua jenis tersebut, yang menjadi pilihan utama dan metode perawatan yang umum
untuk penderita gagal ginjal adalah hemodialysis. (Arliza dalam Nita Permanasari,
2018)
Penyakit ginjal kronik stadium awal sering tidak terdiagnosis, sementara PGK
stadium akhir yang disebut juga gagal ginjal memerlukan biaya perawatan dan penanganan
yang sangat tinggi untuk hemodialisis atau transplantasi ginjal. Penyakit ini baik pada
stadium awal maupun akhir memerlukan perhatian. Penyakit ginjal kronik juga merupakan
faktor risiko penyakit kardiovaskuler. Kematian akibat penyakit kardiovaskuler pada PGK
lebih tinggi daripada kejadian berlanjutnya PGK stadium awal menjadi stadium akhir.
(Delima, 2014).

B. Anatomi dan Fisiologi


Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua sisi kolumna
vertebralis.Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kiri karena tertekan
kebawah oleh hati.Kutub atasnya terletak setinggi iga ke 12, sedangkan kutub atas ginjal
kiri terletak setinggi iga kesebelas.

Ginjal terletak di bagian belakang abdomen atas, di belakang peritoneum, di depan dua
iga terakhir, dan tiga otot besar transversus abdominis, kuadratus lumborum, dan psoas
mayor. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang
tebal.Ginjal terlindung dengan baik dari trauma langsung, disebelah posterior (atas)
dilindungi oleh iga dan otot- otot yang meliputi iga, seangkan di anterior (bawah)
dilindungi oleh bantalan usus yang tebal.Ginjal kanan dikelilingi oleh hepar, kolon, dan
duodenum, sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas, jejunum dan
kolon.

Struktur Ginjal terdiri atas:


1. Struktur Makroskopik Ginjal. Pada orang dewasa , panjang ginjal adalah sekitar 12
sampai 13 cm (4,7 hingga 5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci),
dan beratnya sekitar 150 gram. Secara anatomik ginjal terbagi dalam dua bagian, yaitu
korteks dan medula ginjal.
Ginjal terdiri dari :
 Bagian dalam (internal) medula.
Substansia medularis terdiri dari pyramid renalis yang jumlahnya antara 18-16 buah
yang mempunyai basis sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya mengahadap ke sinus
renalis. Mengandung bagian tubulus yang lurus, ansa henle, vasa rekta dan diktus
koligens terminal.
 Bagian luar (eksternal) korteks.
Substansia kortekalis berwarna coklat merah.konsistensi lunak dan
bergranula.Substansia ini tepat dibawah tunika fibrosa, melengkung sapanjang basis
piramid yang berdekatan dengan garis sinus renalis, dan bagian dalam diantara
piramid dinamakan kolumna renalis.Mengandung glomerulus, tubulus proksimal dan
distal yang berkelok-kelok dan duktus koligens.
2. Struktur Mikroskopik Ginjal
a) Nefron
Tiap tubulus ginjal dan glomerolusnya membentuk satu kesatuan (nefron).Ukuran ginjal
terutama ditentukan oleh jumlah nefron yang membentuknya.Tiap ginjal manusia
memiliki kira-kira 1.3 juta nefron Setiap nefron bisa membentuk urin sendiri.Karena itu
fungsi satu nefron dapat menerangkan fungsi ginjal.
b)Glomerulus
Setiap nefron pada ginjal berawal dari berkas kapiler yang disebut glomerulus, yang
terletak didalam korteks, bagian terluar dari ginjal.Tekanan darah mendorong sekitar 120
ml plasma darah melalui dinding kapiler glomerular setiap menit.Plasma yang tersaring
masuk ke dalam tubulus.Sel-sel darah dan protein yang besar dalam plasma terlalu besar
untuk dapat melewati dinding dan tertinggal.
c) Tubulus kontortus proksimal
Berbentuk seperti koil longgar berfungsi menerima cairan yang telah disaring oleh
glomerulus melalui kapsula bowman.Sebagian besar dari filtrat glomerulus diserap
kembali ke dalam aliran darah melalui kapiler-kapiler sekitar tubulus kotortus
proksimal.Panjang 15 mm dan diameter 55μm.
d) Ansa henle
Berbentuk seperti penjepit rambut yang merupakan bagian dari nefron ginjal dimana,
tubulus menurun kedalam medula, bagian dalam ginjal, dan kemudian naik kembali
kebagian korteks dan membentuk ansa. Total panjang ansa henle 2-14 mm.
e) Tubulus kontortus distalis.
Merupakan tangkai yang naik dari ansa henle mengarah pada koil longgar
kedua.Penyesuaian yang sangat baik terhadap komposisi urin dibuat pada tubulus
kontortus. Hanya sekitar 15% dari filtrat glomerulus (sekitar 20 ml/menit) mencapai
tubulus distal, sisanya telah diserap kembali dalam tubulus proksimal.
f) Duktus koligen medulla
Merupakan saluran yang secara metabolik tidak aktif.Pengaturan secara halus dari ekskresi
natrium urin terjadi disini.Duktus ini memiliki kemampuan mereabsorbsi dan mensekresi
kalsium.

C. Etiologi

Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal.
Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
a. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
b. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
c. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,nefrosklerosis maligna,
stenosis arteri renalis.
d. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli arteritis
nodosa, sklerosis sistemik progresif.
e. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubuler
ginjal.
f. Penyakit metabolik,seperti DM,gout,hiperparatiroidisme, amiloidosis.
g. Nefropati toksik,misalnya Penyalahgunaan analgetik,nefropati timbale.
h. Nefropati obstruktif
1) Saluran Kemih bagianatas:Kalkuli neoplasma,fibrosis, netroperitoneal.
2) Saluran Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital pada
leher kandung kemih dan uretra.

D. Tanda dan Gejala


Menurut perjalanan klinisnya (Corwin, E (2009):
 Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat menurun hingga 25%
dari normal.
 Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami polyuria dan nokturia, GFR 10%
hingga 25% dari normal, kadar kreatinin serum dan BUN sedikit meningkat diatas normal.
 Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, letargi, anoreksia,
mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic frost,
pericarditis, kejang-kejang sampai koma), yang ditandai dengan GFR kurang dari 5-10
ml/menit, kadar serum kreatinin dan BUN meningkat tajam, dan terjadi perubahan
biokimia dan gejala yang komplek.

E. Klasifikasi

Pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure (CRF), namun
pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien
pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien datang/
merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk
menentukan derajat (stage) menggunakan terminology CCT (clearance creatinin test)
dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage.
Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal
stage bila menggunakan istilah CRF.
a. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium:
1) Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
 Kreatinin serum dan kadar BUN normal
 Asimptomatik
 Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
2) Stadium II : Insufisiensi ginjal
 Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
 Kadar kreatinin serum meningkat
 Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan) Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
1) Ringan :40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2) Sedang :15% - 40% fungsi ginjal normal
3) Kondisi berat :2% - 20% fungsi ginjal normal
4) Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
 kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
 ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
 air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
b. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan pembagian
CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) :
1) Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang
masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
2) Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -89
mL/menit/1,73 m2)
3) Stadium 3 :kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)
4) Stadium 4 :kelainan ginjal dengan LFG antara 15- 29mL/menit/1,73m2)
5) Stadium 5 :kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.

F. Manifestasi Klinis

1. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia


a) Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna, gangguan
pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum meningkat/normal, uji
comb’s negative dan jumlah retikulosit normal.

b) Defisiensi hormone eritropoetin


Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin → Depresi
sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap proses
hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.
2. Kelainan Saluran cerna
a) Mual, muntah, hicthcup
dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia (NH3) → iritasi/rangsang mukosa
lambung dan usus.
b) Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak mengandung urea
dan kurang menjaga kebersihan mulut.
c) Pankreatitis
Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.
3. Kelainan mata
4. Kardiovaskuler :

a. Hipertensi
b. Pitting edema
c. Edema periorbital
d. Pembesaran vena leher
e. Friction Rub Pericardial Kelainan kulit
 Gatal
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
a) Toksik uremia yang kurang terdialisis
b) Peningkatan kadar kalium phosphor
c) Alergi bahan-bahan dalam proses HD
 Kering bersisik karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di
bawah kulit.
a) Kulit mudah memar
b)Kulit kering dan bersisik
c) Rambut tipis dan kasar
5. Neuropsikiatri
6. Kelainan selaput serosa

7. Neurologi :
a) Kelemahan dan keletihan
b) Konfusi
c) Disorientasi
d) Kejang
e) Rasa panas pada telapak kaki
f) Perubahan Perilaku
g) Kelemahan pada tungkai
8. Kardiomegali.
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi ginjal yang serupa
yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian perubahan tersebut biasanya
menimbulkan efek berikut pada pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan
terus mendekati nol, maka pasien menderita apa yang disebut Sindrom Uremik

G. Patofisiologi
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti gangguan metabolic (DM),
infeksi (Pielonefritis), Obstruksi Traktus Urinarius, Gangguan Imunologis, Hipertensi,
Gangguan tubulus primer (nefrotoksin) dan Gangguan kongenital yang menyebabkan GFR
menurun.Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagai nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang
utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorbsi walaupun
dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron rusak. Beban bahanyang harus dilarut menjadi lebih
besar daripada yang bisa di reabsorbsi berakibat dieresis osmotic disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak timbul disertai retensi
produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal
bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian
lebih rendah itu. (Barbara C Long).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolism protein (yang normalnya diekskresikan
ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap system tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat (Smeltzer dan Bare,
2011)

H. PATHWAYS
I. Pemeriksaan Penunjang
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu pemeriksaan
penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun
Kolaborasi antara lain :
 Hematologi
(Hemoglobin, Hematokrit, Eritrosit, Leukosit, Trombosit)
 RFT (Renal Fungsi Test)
(Ureum dan Kreatinin)
 LFT (Liver Fungsi Test)
 Elektrolit
(Klorida, kalium, kalsium)
 Koagulasi studi
PTT, PTTK
 BGA
 BUN/ Kreatinin : meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi kadar kreatinin 10mg/dl
diduga tahap akhir (rendahnya yaitu 5).Hitung darah lengkap : hematokrit menurun, HB
kurang dari 7-8 g/dl.
 SDM : waktu hidup menurun pada defisiensi erritripoetin seperti azotemia.
 AGD : penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7:2) terjadi karena kehilangan
kemampuan ginjal untuk mengekskresikan hidrogen dan ammonia atau hasil akhir
katabolisme protein bikarbonat menurun PC02 menurun.
 Kalium : peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan seluler
(asidosis) atau pengeluaran jaringan hemolisis SDM pada tahap akhir perubahan EKG
tidak terjadi kalium 6,5 atau lebih besar.
 urine rutin
 urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
volume : kurang dari 400ml/jam, oliguri, anuria
warna : secara abnormal urine keruh, disebabkan bakteri, partikel, koloid dan fosfat.
Sedimen : kotor, kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin.
Berat jenis : kurang dari 1.015 (menetap pada 1,015) menunjukkan kerusakan ginjal
berat.
 ECG
 ECO
 EKG : mungkin abnormal untuk menunjukkan keseimbangan elektrolit dan asam basa.
 Endoskopi ginjal : dilakukan secara endoskopik untuk menentukkan pelvis ginjal,
pengangkatan tumor selektif.
 USG abdominal
 CT scan abdominal
 BNO/IVP, FPA
 Renogram
 RPG ( Retio Pielografi )
Untuk menunjukkan abnormalis pelvis ginjal dan ureter.

J. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan mencegah
komplikasi, yaitu sebagai berikut (Muttaqin, 2011) :
1) Dialisis
Dialisis dapat dilakukan dengan mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius, seperti
hyperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia,
menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas, menghilangkan
kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka.
Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode terpi yang bertujuan
untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan kelebihan cairan dari
tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah sangat menurun (lebih dari 90%)
sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga kelangsungan hidup individu, maka perlu dilakukan
terapi. Selama ini dikenal ada 2 jenis dialisis :
 Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)
Hemodialisis atau HD adalah jenis dialisis dengan menggunakan mesin dialiser yang
berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada proses ini, darah dipompa keluar dari tubuh, masuk
kedalam mesin dialiser. Didalam mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat racun melalui
proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan khusus untuk dialisis), lalu setelah
darah selesai di bersihkan, darah dialirkan kembali kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3
kali seminggu di rumah salit dan setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.
 Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut)
Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah dengan bantuan membrane
peritoneum (selaput rongga perut). Jadi, darah tidak perlu dikeluarkan dari tubuh untuk
dibersihkan dan disaring oleh mesin dialisis.
2) Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat menimbulkan
kematian mendadak. Hal pertama yang harus diingat adalah jangan menimbulkan hiperkalemia.
Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG.
Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium,
pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
3) Koreksi anemia
Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi, kemudian mencari
apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi.Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan
akan dapat meninggikan Hb. Tranfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat,
misalnya ada infusiensi coroner.
4) Koreksi asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari.Natrium Bikarbonat
dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi
intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal
dapat juga mengatasi asidosis.
5) Pengendalian hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilatator dilakukan.Mengurangi
intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal
disertai retensi natrium.
6) Transplantasi ginjal
Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal kronik, maka seluruh faal
ginjal diganti oleh ginjal yang baru.

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien. Kemungkinan diagnosa
keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah sebagai berikut
(Brunner&Sudart, 2013 dan SDKI, 2016):
1) Hipervolemia
2) Defisit nutrisi
3) Nausea
4) Gangguan integritas kulit/jaringan
5) Gangguan pertukaran gas
6) Intoleransi aktivitas
7) Resiko penurunan curah jantung
8) Perfusi perifer tidak efektif
9) Nyeri akut

L. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi

1. Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipervolemia


keperawatan selama 2x24
jam maka hypervolemia Observasi:
meningkat dengan kriteria
1. Periksa tanda dan gejala
hasil:
hipervolemia (edema, dispnea,
1. Asupan cairan meningkat suara napas tambahan)

2. Haluaran urin meningkat 2. Monitor intake dan output


cairan
3. Edema menurun
3. Monitor jumlah dan warna urin
4. Tekanan darah membaik
5. Turgor kulit membaik Terapeutik
4. Batasi asupan cairan dan garam
5. Tinggikan kepala tempat tidur
Edukasi
6. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan cairan
Kolaborasi
7. Kolaborasai pemberian diuretik
8. Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat deuretik
9. Kolaborasi pemberian
continuous renal replecement
therapy (CRRT), jika perlu

2. Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi


keperawatan selama 2x24
jam diharapkan pemenuhan Observasi
kebutuhan nutrisi pasien
1. Identifikasi status nutrisi
tercukupi dengan kriteria
hasil: 2. Identifikasi makanan yang
1. intake nutrisi tercukupi disukai
2. asupan makanan dan 3. Monitor asupan makanan
cairan tercukupi
4. Monitor berat badan
Terapeutik
5. Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
6. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai
7. Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
Edukasi
8. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
9. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
10. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrisi yang dibutuhkan,
jika perlu
11. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan

3. Nausea Setelah dilakukan tindakan Manajemen Mual


keperawatan selama 2x24
jam maka nausea membaik Observasi
dengan kriteria hasil:
1. Identifikasi pengalaman mual
1. Nafsu makan membaik
2. Monitor mual (mis. Frekuensi,
2. Keluhan mual menurun durasi, dan tingkat keparahan)

3. Pucat membaik
Terapeutik
4. Takikardia membaik (60-
100 kali/menit) 3. Kendalikan faktor lingkungan
penyebab (mis. Bau tak sedap,
suara, dan rangsangan visual
yang tidak menyenangkan)
4. Kurangi atau hilangkan
keadaan penyebab mual
(mis.Kecemasan,ketakutan,
kelelahan)
Edukasi
5. Anjurkan istirahat dan tidur
cukup
6. Anjurkan sering membersihkan
mulut, kecuali jika merangsang
mual
7. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk mengatasi
mual(mis.
Relaksasi, terapi musik,kupresur)
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian
antiemetik, jika perlu

4. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Perawatan integritas kulit


keperawatan selama 2x24
integritas Obsevasi
jam diharapkan integritas
kulit/jaringan kulit dapat terjaga dengan
1. Identifikasi penyebab gangguan
kriteria hasil:
integritas kulit (mis. Perubahan
1. Integritas kulit yang baik sirkulasi, perubahan status nutrisi)
bisa dipertahankan
Terapeutik
2. Perfusi jaringan baik
2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
3. Mampu melindungi kulit baring
dan mempertahankan
3. Lakukan pemijataan pada area
kelembaban kulit
tulang, jika perlu
4. Hindari produk berbahan dasar
alkohol pada kulit kering
5. Bersihkan perineal dengan air
hangat
Edukasi
6. Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. Lotion atau
serum)
7. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun secukupnya
8. Anjurkan minum air yang
cukup
9. Anjurkan menghindari terpapar
suhu ekstrem

5. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi


keperawatan selama 2x24
pertukaran gas Observasi
jam diharapkan pertukaran
gas tidak terganggu dengak
1. Monitor frekuensi, irama,
kriteria hasil:
kedalaman dan upaya napas
1. Tanda-tanda vital dalam
2. Monitor pola napas
rentang normal
3. Monitor saturasi oksigen
2. Tidak terdapat otot bantu
napas 4. Auskultasi bunyi napas
3. Memlihara kebersihan Terapeutik
paru dan bebas dari tanda-
tanda distress pernapasan 5. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
6. Bersihkan sekret pada mulut
dan hidung, jika perlu
7. Berikan oksigen tambahan, jika
perlu
8. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
9. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
10. Informasikan hasil
pemantauan
Kolaborasi
11. Kolaborasi penentuan dosis
oksigen

6. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi


keperawatan selama 2x24
Aktivitas Observasi
jam toleransi aktivitas
meningkat dengan kriteria
1. Monitor kelelahan fisik
hasil:
2. Monitor pola dan jam tidur
1. Keluhan lelah menurun
Terapeutik
2. Saturasi oksigen dalam
rentang normal (95%-100%) 3. Lakukan latihan rentang gerak
pasif/aktif
3. Frekuensi nadi dalam
rentang normal (60-100 4. Libatkan keluarga dalam
kali/menit) melakukan aktifitas, jika perlu
4. Dispnea saat beraktifitas Edukasi
dan setelah beraktifitas
menurun (16-20 kali/menit) 5. Anjurkan melakukan aktifitas
secara bertahap
6. Anjurkan keluarga untuk
memberikan penguatan positif
Kolaborasi
7. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan asupan
makanan

7. Resiko penurunan Setelah dilakukan asuhan Perawatan Jantung


keperawatan selama 2x24
curah jantung Observasi:
jam diharapkan penurunan
curah jantung meningkat
1. Identifikasi tanda dan gejala
dengan kriteria hasil:
primer penurunan curah jantung
1. Kekuatan nadi perifer (mis. Dispnea, kelelahan)
meningkat
2. Monitor tekanan darah
2. Tekanan darah membaik
3. Monitor saturasi oksigen
100-130/60-90 mmHg
Terapeutik:
3. Lelah menurun
4. Posisikan semi-fowler atau
4. Dispnea menurun dengan
fowler
frekuensi 16-24 x/menit
5. Berikan terapi oksigen
Edukasi
6. Ajarkan teknik relaksasi napas
dalam
7. Anjurkan beraktifitas fisik
sesuai toleransi
Kolaborasi

8. kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu

8. Perfusi perifer Setelah dilakukan tindakan Perawatan sirkulasi


perawatan selama 2x24 jam
tidak efektif Observasi
maka perfusi perifer
meningkat dengan kriteria
1. Periksa sirkulasi perifer (mis.
hasil:
Nadi perifer, edema, pengisian
1. denyut nadi perifer kapiler, warna, suhu)
meningkat
2. Monitor perubahan kulit
2. Warna kulit pucat
3. Monitor panas, kemerahan,
menurun nyeri atau bengkak
3. Kelemahan otot menurun 4. Identifikasi faktor risiko
gangguan sirkulasi
4. Pengisian kapiler
membaik Terapeutik
5. Akral membaik 5. Hindari pemasangan infus atau
pengambilan darah di area
6. Turgor kulit membaik keterbatasan perfusi
6. Hindari pengukuran tekanan
darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
7. Lakukan pencegahan infeksi
8. Lakukan perawatan kaki dan
kuku
Edukasi
9. Anjurkan berhenti merokok
10.Anjurkan berolahraga rutin
11.Anjurkan mengecek air mandi
untuk menghindari kulit terbakar
12.Anjurkan meminum obat
pengontrol tekanan darah secara
teratur
Kolaborasi
13.Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu

9. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri


keperawatan selama 2x24
jam maka tautan nyeri Observasi
meningkat dengan kriteria
1. Identifikasi factor pencetus dan
hasil:
pereda nyeri
1. Melaporkan nyeri
2. Monitor kualitas nyeri
erkontrol meningkat
3. Monitor lokasi dan penyebaran
2. Kemampuan mengenali
nyeri
onset nyeri meningkat
4. Monitor intensitas nyeri dengan
3. Kemampuan
menggunakan skala
menggunakan teknik
nonfarmakologis meningkat 5. Monitor durasi dan frekuensi
nyeri
4. Keluhan nyeri
penggunaan analgesik Teraupetik
menurun
5. Meringis menurun 6. Ajarkan Teknik
nonfarmakologis untuk
6. Frekuensi nadi membaik mengurangi rasa nyeri
7. Pola nafas membaik 7. Fasilitasi istirahat dan tidur
8. Tekanan darah membaik Edukasi
8. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
9. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian obat
analgetik

DAFTAR PUSTAKA
1. Muttaqin, Arif, Kumala, Sari. 2011. Askep Gangguan Sistem Perkemihan, Jakarta:

Salemba Medika

2. Nurarif & Kusum, 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa 7

NANDA NIC-NOC Jilid 2 Medaction

3. Permana, Sari, 2012. ‘Asuhan Keperawatan Pada Ny. M Dengan Chronic Kidney

Disease Di Ruang Hemodialisa Rsud Dr. Moewardi Surakarta’. [Online] Jurnal. Dari

Jurnal. http://Eprints.Ums.Ac.Id/22368/10/Naskah_Pdf (29 Desember 2018)

4. Delima, 2014, ‘Faktor Risiko Penyakit Ginjal Kronik : Studi Kasus Kontrol di Empat

Rumah Sakit di Jakarta’. [online] jurnal. Dari jurnal.

https://media.neliti.com/media/publications/74905-ID-faktor-risiko- penyakit-ginjal-

kronik-stu.pdf. (29 Desember 2018)

5. Mulia, Dewi sari dkk. 2018. Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis Yang

Menjalani Hemodialisis Di Rsud Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. [online]. Dari

jurnal. https://media.neliti.com/media/publications/258507- kualitas-hidup-pasien-gagal-

ginjal-kroni-20485f15.pdf. (23 januari 2019)

6. Smeltzer & Bare.2011. Texbook of Medical Surgical Nursing Volume 1. Philladephia:

Lippincot Williams 7 Wikins

Anda mungkin juga menyukai