DISUSUN OLEH :
DENNY OKTO GUNARSO
20181370
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel dan progresif
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia. (Black & Hawk
dalam Dwy Retno Sulystianingsih, 2018).
Gagal Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) saat ini merupakan
masalah kesehatan yang penting mengingat selain insidens dan pravelensinya yang
semakin meningkat, pengobatan pengganti ginjal yang harus di jalani oleh penderita
gagal ginjal merupakan pengobatan yang sangat mahal. Dialisa adalah suatu tindakan
terapi pada perawatan penderita gagal ginjal terminal. Tindakan ini sering juga disebut
sebagai terapi pengganti karena berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal. Terapi
pengganti yang sering di lakukan adalah hemodialisis dan peritonealialisa. Diantara
kedua jenis tersebut, yang menjadi pilihan utama dan metode perawatan yang umum
untuk penderita gagal ginjal adalah hemodialysis. (Arliza dalam Nita Permanasari,
2018)
Penyakit ginjal kronik stadium awal sering tidak terdiagnosis, sementara PGK
stadium akhir yang disebut juga gagal ginjal memerlukan biaya perawatan dan penanganan
yang sangat tinggi untuk hemodialisis atau transplantasi ginjal. Penyakit ini baik pada
stadium awal maupun akhir memerlukan perhatian. Penyakit ginjal kronik juga merupakan
faktor risiko penyakit kardiovaskuler. Kematian akibat penyakit kardiovaskuler pada PGK
lebih tinggi daripada kejadian berlanjutnya PGK stadium awal menjadi stadium akhir.
(Delima, 2014).
Ginjal terletak di bagian belakang abdomen atas, di belakang peritoneum, di depan dua
iga terakhir, dan tiga otot besar transversus abdominis, kuadratus lumborum, dan psoas
mayor. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang
tebal.Ginjal terlindung dengan baik dari trauma langsung, disebelah posterior (atas)
dilindungi oleh iga dan otot- otot yang meliputi iga, seangkan di anterior (bawah)
dilindungi oleh bantalan usus yang tebal.Ginjal kanan dikelilingi oleh hepar, kolon, dan
duodenum, sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas, jejunum dan
kolon.
C. Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal.
Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
a. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
b. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
c. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,nefrosklerosis maligna,
stenosis arteri renalis.
d. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli arteritis
nodosa, sklerosis sistemik progresif.
e. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubuler
ginjal.
f. Penyakit metabolik,seperti DM,gout,hiperparatiroidisme, amiloidosis.
g. Nefropati toksik,misalnya Penyalahgunaan analgetik,nefropati timbale.
h. Nefropati obstruktif
1) Saluran Kemih bagianatas:Kalkuli neoplasma,fibrosis, netroperitoneal.
2) Saluran Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital pada
leher kandung kemih dan uretra.
E. Klasifikasi
Pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure (CRF), namun
pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien
pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien datang/
merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk
menentukan derajat (stage) menggunakan terminology CCT (clearance creatinin test)
dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage.
Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal
stage bila menggunakan istilah CRF.
a. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium:
1) Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
Kreatinin serum dan kadar BUN normal
Asimptomatik
Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
2) Stadium II : Insufisiensi ginjal
Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
Kadar kreatinin serum meningkat
Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan) Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
1) Ringan :40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2) Sedang :15% - 40% fungsi ginjal normal
3) Kondisi berat :2% - 20% fungsi ginjal normal
4) Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
b. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan pembagian
CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) :
1) Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang
masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
2) Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -89
mL/menit/1,73 m2)
3) Stadium 3 :kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)
4) Stadium 4 :kelainan ginjal dengan LFG antara 15- 29mL/menit/1,73m2)
5) Stadium 5 :kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.
F. Manifestasi Klinis
a. Hipertensi
b. Pitting edema
c. Edema periorbital
d. Pembesaran vena leher
e. Friction Rub Pericardial Kelainan kulit
Gatal
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
a) Toksik uremia yang kurang terdialisis
b) Peningkatan kadar kalium phosphor
c) Alergi bahan-bahan dalam proses HD
Kering bersisik karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di
bawah kulit.
a) Kulit mudah memar
b)Kulit kering dan bersisik
c) Rambut tipis dan kasar
5. Neuropsikiatri
6. Kelainan selaput serosa
7. Neurologi :
a) Kelemahan dan keletihan
b) Konfusi
c) Disorientasi
d) Kejang
e) Rasa panas pada telapak kaki
f) Perubahan Perilaku
g) Kelemahan pada tungkai
8. Kardiomegali.
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi ginjal yang serupa
yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian perubahan tersebut biasanya
menimbulkan efek berikut pada pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan
terus mendekati nol, maka pasien menderita apa yang disebut Sindrom Uremik
G. Patofisiologi
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti gangguan metabolic (DM),
infeksi (Pielonefritis), Obstruksi Traktus Urinarius, Gangguan Imunologis, Hipertensi,
Gangguan tubulus primer (nefrotoksin) dan Gangguan kongenital yang menyebabkan GFR
menurun.Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagai nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang
utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorbsi walaupun
dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron rusak. Beban bahanyang harus dilarut menjadi lebih
besar daripada yang bisa di reabsorbsi berakibat dieresis osmotic disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak timbul disertai retensi
produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal
bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian
lebih rendah itu. (Barbara C Long).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolism protein (yang normalnya diekskresikan
ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap system tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat (Smeltzer dan Bare,
2011)
H. PATHWAYS
I. Pemeriksaan Penunjang
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu pemeriksaan
penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun
Kolaborasi antara lain :
Hematologi
(Hemoglobin, Hematokrit, Eritrosit, Leukosit, Trombosit)
RFT (Renal Fungsi Test)
(Ureum dan Kreatinin)
LFT (Liver Fungsi Test)
Elektrolit
(Klorida, kalium, kalsium)
Koagulasi studi
PTT, PTTK
BGA
BUN/ Kreatinin : meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi kadar kreatinin 10mg/dl
diduga tahap akhir (rendahnya yaitu 5).Hitung darah lengkap : hematokrit menurun, HB
kurang dari 7-8 g/dl.
SDM : waktu hidup menurun pada defisiensi erritripoetin seperti azotemia.
AGD : penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7:2) terjadi karena kehilangan
kemampuan ginjal untuk mengekskresikan hidrogen dan ammonia atau hasil akhir
katabolisme protein bikarbonat menurun PC02 menurun.
Kalium : peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan seluler
(asidosis) atau pengeluaran jaringan hemolisis SDM pada tahap akhir perubahan EKG
tidak terjadi kalium 6,5 atau lebih besar.
urine rutin
urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
volume : kurang dari 400ml/jam, oliguri, anuria
warna : secara abnormal urine keruh, disebabkan bakteri, partikel, koloid dan fosfat.
Sedimen : kotor, kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin.
Berat jenis : kurang dari 1.015 (menetap pada 1,015) menunjukkan kerusakan ginjal
berat.
ECG
ECO
EKG : mungkin abnormal untuk menunjukkan keseimbangan elektrolit dan asam basa.
Endoskopi ginjal : dilakukan secara endoskopik untuk menentukkan pelvis ginjal,
pengangkatan tumor selektif.
USG abdominal
CT scan abdominal
BNO/IVP, FPA
Renogram
RPG ( Retio Pielografi )
Untuk menunjukkan abnormalis pelvis ginjal dan ureter.
J. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan mencegah
komplikasi, yaitu sebagai berikut (Muttaqin, 2011) :
1) Dialisis
Dialisis dapat dilakukan dengan mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius, seperti
hyperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia,
menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas, menghilangkan
kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka.
Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode terpi yang bertujuan
untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan kelebihan cairan dari
tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah sangat menurun (lebih dari 90%)
sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga kelangsungan hidup individu, maka perlu dilakukan
terapi. Selama ini dikenal ada 2 jenis dialisis :
Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)
Hemodialisis atau HD adalah jenis dialisis dengan menggunakan mesin dialiser yang
berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada proses ini, darah dipompa keluar dari tubuh, masuk
kedalam mesin dialiser. Didalam mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat racun melalui
proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan khusus untuk dialisis), lalu setelah
darah selesai di bersihkan, darah dialirkan kembali kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3
kali seminggu di rumah salit dan setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.
Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut)
Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah dengan bantuan membrane
peritoneum (selaput rongga perut). Jadi, darah tidak perlu dikeluarkan dari tubuh untuk
dibersihkan dan disaring oleh mesin dialisis.
2) Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat menimbulkan
kematian mendadak. Hal pertama yang harus diingat adalah jangan menimbulkan hiperkalemia.
Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG.
Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium,
pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
3) Koreksi anemia
Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi, kemudian mencari
apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi.Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan
akan dapat meninggikan Hb. Tranfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat,
misalnya ada infusiensi coroner.
4) Koreksi asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari.Natrium Bikarbonat
dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi
intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal
dapat juga mengatasi asidosis.
5) Pengendalian hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilatator dilakukan.Mengurangi
intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal
disertai retensi natrium.
6) Transplantasi ginjal
Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal kronik, maka seluruh faal
ginjal diganti oleh ginjal yang baru.
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien. Kemungkinan diagnosa
keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah sebagai berikut
(Brunner&Sudart, 2013 dan SDKI, 2016):
1) Hipervolemia
2) Defisit nutrisi
3) Nausea
4) Gangguan integritas kulit/jaringan
5) Gangguan pertukaran gas
6) Intoleransi aktivitas
7) Resiko penurunan curah jantung
8) Perfusi perifer tidak efektif
9) Nyeri akut
L. Intervensi Keperawatan
3. Pucat membaik
Terapeutik
4. Takikardia membaik (60-
100 kali/menit) 3. Kendalikan faktor lingkungan
penyebab (mis. Bau tak sedap,
suara, dan rangsangan visual
yang tidak menyenangkan)
4. Kurangi atau hilangkan
keadaan penyebab mual
(mis.Kecemasan,ketakutan,
kelelahan)
Edukasi
5. Anjurkan istirahat dan tidur
cukup
6. Anjurkan sering membersihkan
mulut, kecuali jika merangsang
mual
7. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk mengatasi
mual(mis.
Relaksasi, terapi musik,kupresur)
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian
antiemetik, jika perlu
8. kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
1. Muttaqin, Arif, Kumala, Sari. 2011. Askep Gangguan Sistem Perkemihan, Jakarta:
Salemba Medika
3. Permana, Sari, 2012. ‘Asuhan Keperawatan Pada Ny. M Dengan Chronic Kidney
Disease Di Ruang Hemodialisa Rsud Dr. Moewardi Surakarta’. [Online] Jurnal. Dari
4. Delima, 2014, ‘Faktor Risiko Penyakit Ginjal Kronik : Studi Kasus Kontrol di Empat
https://media.neliti.com/media/publications/74905-ID-faktor-risiko- penyakit-ginjal-
5. Mulia, Dewi sari dkk. 2018. Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis Yang
Menjalani Hemodialisis Di Rsud Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. [online]. Dari