Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting sangat penting
dalam mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur
keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit dan asam basa dengan cara
menyaring darah yang melalui ginjal, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan
non-elektrolit, serta mengekskresi kelebihannya sebagai kemih. Fungsi primer
ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstra sel dalam
batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh
filtrasi glomerulus, reabsorbsi dan sekresi tubulus (Pranata, 2014).

Ginjal dilalui oleh sekitar 1.200 ml darah per menit, suatu volume yang
sama dengan 20 sampai 25 persen curah jantung (5.000 ml per menit). Lebih
90% darah yang masuk ke ginjal berada pada korteks, sedangkan sisanya
dialirkan ke medulla (Pranata, 2014).

Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicable


diseases) terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan
penyakit ginjal kronik, sudah menggantikan penyakit menular (communicable
diseases) sebagai masalah kesehatan masyarakat utama (Pranata, 2014).

Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler


sehingga dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum
pasien mengalami komplikasi yang lebih parah seperti stroke, penyakit
jantung koroner, gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah perifer.

Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi ginjal yang


memerlukan terapi pengganti yang membutuhkan biaya yang mahal. Penyakit
ginjal kronik biasanya desertai berbagai komplikasi seperti penyakit

1
kardiovaskuler, penyakit saluran napas, penyakit saluran cerna, kelainan di
tulang dan otot serta anemia (Nursalam, 2011).

Selama ini, pengelolaan penyakit ginjal kronik lebih mengutamakan


diagnosis dan pengobatan terhadap penyakit ginjal spesifik yang merupakan
penyebab penyakit ginjal kronik serta dialisis atau transplantasi ginjal jika
sudah terjadi gagal ginjal. Bukti ilmiah menunjukkan bahwa komplikasi
penyakit ginjal kronik, tidak bergantung pada etiologi, dapat dicegah atau
dihambat jika dilakukan penanganan secara dini. Oleh karena itu, upaya yang
harus dilaksanakan adalah diagnosis dini dan pencegahan yang efektif
terhadap penyakit ginjal kronik, dan hal ini dimungkinkan karena berbagai
faktor risiko untuk penyakit ginjal kronik dapat dikendalikan (Nursalam,
2011).

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan gagal ginjal kronik?

2. Apa yang menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronik?

3. Jelaskan patofisiologi terjadinya gagal ginjal kronik!

4. Sebutkan manifestasi klinik gagal ginjal kronik!

5. Sebutkan pemeriksaan penunjang dan diagnostik untuk gagal ginjal


kronik!

6. Jelaskan penatalaksanaan untuk pasien gagal ginjal kronik!

7. Bagaimana asuhan keperawatan untuk pasien gagal ginjal kronik!

C. Tujuan

2
1. Untuk memenuhi tugas sistem perkemihan dari dosen

2. Untuk mengetahui teori tentang gagal ginjal kronik

3. Untuk mengetahui pengaplikasian asuhan keperawatan gagal ginjal kronik


pada pasien

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi
Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
irreversibel (tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit), sehingga menyebabkan uremia (retensi
urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Muhammad, 2012).
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal dalam skala kecil. Itu
merupakan proses normal bagi setiap manusia seiring bertambahnya usia.
Namun hal ini tidak menyebabkan kelainan atau menimbulkan gejala karena
masih dalam batas-batas wajar yang dapat ditolerir ginjal dan tubuh. Tetapi
karena berbagai sebab, dapat terjadi kelainan di mana penurunan fungsi ginjal
terjadi secara progresif sehingga menimbulkan berbagai keluhan dari ringan
sampai berat. Kondisi ini disebut gagal ginjal kronik (Colvy, 2010).
National Kidney Foundation (NKF) mendefenisikan dampak dari
kerusakan ginjal adalah sebagai kondisi mikroalbuminuria/over proteinuria,
abnormalitas sedimentasi, dan abnormalitas gambaran ginjal. Oleh karena itu,

3
perlu diketahui klasifikasi dari derajat gagal ginjal kronis untuk mengetahui
tingkat prognosanya.
Stage Deskripsi GFR (ml/menit/1.73
m2)
1 Kidney damage with normal or 90
increase of GFR
2 Kidney damage with mild decrease 60-89
of GFR
3 Moderate decrease of GFR 30-59
4 Severe decrease of GFR 15-29
5 Kidney Failure < 15 (or dialysis)
Sumber: McClellan (2006), Clinical Management of Chronic Kidney
Disease (Pranata, 2014).

B. Anatomi Fisiologi Organ


1. Ginjal
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah
lumbal, di sebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak
yang tebal, di belakang peritonium, atau di luar rongga peritoneum (Black,
2014).
Ketinggian ginjal dapat diperkirakan dari belakang, mulai dari vertebra
toraks keduabelas dan lumbal ketiga. Ginjal kiri biasanya terletak sedikit
lebih tinggi dari ginjal kanan karena letak hati. Ginjal orang dewasa secara
rata-rata memiliki panjang 11 cm, 5-7,5 cm, dan ketebalan 2,5 cm. Hal yang
menahan ginjal tetap pada posisi di belakang peritonium parietal adalah
sebuah massa lemak peritonium (kapsul adiposa) dan jaringan penghubung
yang disebut fasia Gerota (subserosa). Sebuah kapsul fibrosa (kapsul renal)
membentuk pembungkus luar dan ginjal itu sendiri, kecuali bagian helium.
Ginjal dilindungi lebih jauh lagi oleh lapisan otot di punggung, pinggang
dan abdomen, selain itu juga oleh lapisan lemak, jaringan subkutan, dan
kulit (Black, 2014).
Ginjal memiliki karakter bentuk yang melengkung, dengan daerah ujung
luar yang cekung dan batas bagian tengah yang cembung. Pada bagian yang
paling dalam dari daerah yang cekung, terdapat hilus, yang mana dilewati

4
oleh arteri, dan vena renalis, getah bening, saraf dan pelvis renalis (ekstensi
bagian atas dari ureter). Sebuah kapsul fibrosa mengelilingi dan menempel
pada parenkim ginjal. Tiap ginjal dibagi tiga daerah utama: (1) korteks (2)
medulla dan (3) pelvis (Black, 2014).
Korteks ginjal berada di bawah kapsul fibrosa, dan bagian dari korteks
memanjang ke lapisang medulla untuk membentuk kolumna renalis
(kolumna bertin) atau jaringan kortikal yang memisahkan piramid. Medulla
terbagi menjadi 8-18 massa duktus koligentes/pengumpul berbentuk kerucut
yang disebut piramid renal. Dasar piramid terletak pada batas
kortikomedularis.apeks piramid memanjang ke pelviks renalis, membentuk
papila. Tiap papila memiliki 10-25 bukan pada permukaan, yang mana
dilalui oleh urin untuk menuju pelvis renalis. Delapan atau lebih kelompok
papilla terdapat pada tiap piramid, masing-masing mengosongkan isinya ke
kaliks minor dan beberapa kaliks minor bergabung membentuk kaliks
mayor. Kedua atau ketiga kaliks mayor merupakan penonjolan dari pelvis
renalis. Ruangan di pelvis renalis dilapisi oleh epitel transisional. Volume
gabungan dari pelvis dan kaliks kurang lebih 8 ml. Volume yang berlebihan
dapat merusak jaringan parenkim ginjal. Pelvis renalis menyempit ketika
mencapai hilus dan menjadi ujung proksimal dari ureter (Black, 2014).
Pada korteks terdapat nefron, bagian fungsional dari ginjal, terdiri atas
elemen vaskular dan tubular. Filtrasi dimulaipada glomerulus ginjal.
Kumpulan glomerulus yang mengandung kapiler dan awal dari sistem
tubulus, disebut kapsul bowman. Hasil filtrasi glomerulus memasuki kapsul
Bowman dan melalui kumpulan bagian tubulus yang memodifikasi hasil
filtrasi sewaktu melewati korteks dan medulla renalis, dan akhirnya
mengalir melalui kaliks renal. Jaringan kapiler kedua, kapiler peritubulus,
membawa air dan elektrolit kembali ke vena cava (Black, 2014).
Aliran Darah Ginjal dan filtrasi Glomerulus
Ginjal menerima 20-25 % dari curah jantung dalam keadaan istirahat
dengan rata-rata lebih dari 1 liter darah arteri tiap menit. Cabang arteri
renalis dari aorta abdominal setinggi lumbal kedua, memasuki ginjal, dan
secara progresif bercabang ke arteri lobaris, arteri interlobularis, arteri
arkuata, serta arteri interlobularis. Darh mengalir dari arteri interlobularis,

5
melalui arteriola aferen, dan kapiler peritubulus. Beberapa kapiler
peritubulus membawa sejumlah kecil (kurang lebih 5 % dari aliran darah
renal) ke medulla renalis di vasa rekta (pembuluh darah yang panjang dan
lurus) sebelum memasuli drainase vena. Darah meninggalkan ginjal dalam
sistem vena yang berkorespondensi dengan sistem arteri: vena
interlobularis, vena arkuata, vena interlobularis, dan vena renalis.
Kemudian, sirkulasi ginjal masuk ke vena cava inferior (Black, 2014).
Susunan dari dua jaringan kapiler secara berurutan di nefron
memungkinkan sebagian besar dari jumlah hasil filtrasi di kapiler
glomerulus di serap kembali oleh kapiler peritubulus. Kecepatan filtrasi
glomerulus yang normal adalah 125 ml/menit, tapi karena adanya
penyerapan kembali hasil filtrasi di kapiler peritubulus, hanya sekitar 1 ml
urin yang mengalir dari ginjal tiap menitnya. Jika penyerapan kembali ini
tidak terjadi, tekanan darah tidak dapat dipertahankan. Bersamaan dengan
kapiler lain di tubuh, keseimbangan antara tekanan hidrostatik dan onkotik
kapiler (hipotesis starling) menentukan pergerakan cairan transkapiler.
Selain itu juga pembuluh darah vasa rekta yang panjang dan lurus
memungkinkan pertukaran arus balik dari larutan dan memungkinkan darah
untuk melakukan perfusi ke medulla renalis yang hipertonik tanpa
mengganggu gradien konsentrasi osmotik. (Black, 2014).
Fungsi Ginjal
1) Sebagai tempat mengatur air.
2) Sebagai tempat mengatur konsentrasi garam dalam darah.
3) Sebagai tempat mengatur keseimbangan asam-basa darah.
4) Sebagai tempat ekskresi dan kelebihan garam.
5) Mengatur tekanan darah
Jumlah yang Disaring dan Dikeluarkan Glomerulus Setiap Hari
NO Bahan Disaring Dikeluarkan

1 Air 150 liter 11/2 liter


2 Garam 1.700 gram 15 gram
3 Glukosa 170 gram 0 gram
4 Urea 50 gram 30 gram
(Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala, 2012)
2. Ureter

6
Ureter membentuk cekungan di medial pelvis renalis pada hilus ginjal.
Biasanya sepanjang 25-35 cm di orang dewasa, ureter terletak di jaringan
penghubung ekstraperitoneal dan memanjang secara vertikal sepanjang otot
psoas menuju ke pelvis. Setelah masuk ke rongga pelvis, ureter memanjang
ke anterior untuk bergabung dengan kandung kemih di bagian
posterolateral. Pada setiap sudut ureterovesikal, ureter terletak secara oblik
melalui dinding kandung kemih sepanjang 1,5-2 cm sebelum masuk ke
ruangan kandung kemih (Black, 2014).
Terdapat tiga poin daerah yang mungkin mengalami obstruksi: (1)
ereteropelvis, (2) pelvis brim (tempat ureter bersilangan dengan arteri
iliaka), dan (3) sudut ureterovesikal. Pada ketiga lokasi ini, ureter jauh lebih
sempit. Susunan anatomis ini biasanya berfungsi sebagai katup yang
mencegah aliran balik dari urin (refluks) ke ginjal. Oleh karena sulit bagi
kalkuli (batu) untuk melewati saluran yang sempit ini, batu ginjal biasanya
tertahan di sudut-sudut tersebut (Black, 2014).
Tiap ureter memiliki karakter elastis dan terbuat dari tiga lapisan
jaringan:(1) mukosa bagian dalam (membran epitel transisional) melapisi
ruangan , (2) lapisan muskular dan (3) lapisan luar fibrosa. Lapisan
muskular biasanya tersusun secara longitudinal di bagian dalam dan
sirkuler di bagian luar. Namun hampir sepanjang ureter, serat otot tersusun
secara oblik dan menyatu satu dengan yang lain, membentuk jaringan
seperti kasa. Susunan otot tersebut memungkinkan urine untuk di dorong ke
bawah dengan gerakan peristalsis. Peristalsis ini dikontrol oleh sebuah pacu
otot yang terletak di dekat kaliks renalis (Black, 2014).
Darah dialirkan ke ureter melalui satu atau beberapa pembuluh darah
yang terletak secara longitudinal sepanjang saluran. Jumlah dan jenis dari
anastomosis arteri dengan pembuluh ureter berbeda pada tiap individu. Oleh
karena ureter melewati beberapa area anatomis, pembuluh darah ureter
dialiri beberapa arteri di bawah ini :
1) Renalis (sering).
2) Testikularis atau ovarian.
3) Aorta dan iliaka komunis.
4) Iliaka interna (sering).
5) Vesika.
6) Umbilikal, dan
7) Ureterus.

7
Inervasi ureter berasal dari saraf toraksis kesebelas sampai lumbal
pertama. Jaringan kerja saraf secara progresif menjadi lebih padat akhir
ujung ureter (Black, 2014).

3. Kandung Kemih
Kandung kemih (vesika urinaria-VU) berfungsi sebagai penampungan
urine. Organ ini berbentuk seperti buah pir atau kendi. Kandung kemih
terletak di dalam panggul besar, di depan isi lainnya, dan di belakang
simpisis pubis. Pada bayi letaknya lebih tinggi. Bagian bawah adalah basis
sedangkan bagian atas adalah fundus. Puncaknya mengarah ke depan bawah
dan ada di belakang simpisis (Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala, 2012).
Dinding kandung kemih terdiri atas lapisan serus sebelah luar, lapisan
berotot, lapisan submukosa, dan lapisan mukosa dari epitelium transisional.
Tiga saluran bersambung dengan kandung kemih. Dua ureter bermuara
secara oblik di sebelah basis, letak oblik menghindarkan urine mengalir
kembali ke dalam ureter. Ureter keluar dari kandung kemih sebelah depan.
Daerah segitiga antara dua lubang ureter dan uretra disebut segitiga kandung
kemih(trigonum vesika urinarius). Pada wanita, kandung kemih terletak
diantara simpisis pubis, utrus, dan vagina. Dari uterus, kandung kemih
dipisahkan oleh lipatan peritoneum ruang uterovesikal atau ruang Douglas.
(Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala, 2012).
4. Uretra
Uretra adalah sebuah saluran yang keluar dari dasar kandung kemih ke
permukaan tubuh. Uretra pada laki- laki dan perempuan memiliki perbedaan
besar (Pranata, 2014).
a. Uretra pada perempuan
Uretra perempuan memiliki panjang sekitar 4 cm dan sedikit
melengkung ke depan ketika mencapai bukaan keluar, atau meatus,
yang terletak diantara klitoris dan lubang vagina. Uretra dilapisi oleh
epitelium, yang mengandng kelenjar penyekresi mukus. Lapisan otot
longitudinal merupakan lanjutn dari lapisan otot longitudinal dari
kandung kemih. Otot ini menipis didekat meatus. Ketika uretra
melewati diafragma urogenital, serat otot sirkuler membentuk sfingter

8
eksterna. Ureter yang pendek merupakan salah satu alasan infeksi
saluran kemih lebih sering terjadi pada perempuan (Pranata, 2014).

b. Uretra pada laki-laki


Pada laki-laki, uretra merupakan saluran gabungan untuk sistem
reproduksi dan pengeluaran urin. Kelenjar prostat walaupun bukan
saluran langsung dari sistem kemih, adalah penyebab mayor dari
disfungsi kemih pada laki-laki.terletak di bawah leher kandung kemih,
prostat mengelilingi uretra secara menyeluruh. Normalnya hubungan ini
tidak menyebabkan masalah, namunjika prostat membesar, prostat
menekan uretra dan menghambat aliran keluar urine (Pranata, 2014).
Uretra pada laki-laki memiliki panjang sekitar 20 cm, dan terbagi
dalam tiga bagian utama. Uretra pars prostatika menjulur sampai 3 cm
di bawah leher kandung kemih, melalui kelenjar prostat, ke dasar
panggul. Duktus ejakulatorius pada sistem reproduksi mengosongkan
isinya pada dinding posterior uretra pars prostatika. Uretra pars
membranosa memiliki panjang sekitar 1-2 cm dan berakhir dimana
lapisan otot membentuk spingter eksterna. Bagian distal adalah
kavernosta atau penis uretra. Sepanjang sekitar 15 cm, bagian ini
melintas melalui penis ke orifisum uretra pada ujung penis.penis uretra
juga dilapisi oleh sel-sel epitel (Pranata, 2014).

C. Landasan Teoritis Penyakit


1. Etiologi
Menurut Muttaqin Arif (2011), gagal ginjal kronik merupakan suatu
keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan ireversibel dari
berbagai penyebab :
a. Infeksi : pielonefritis kronik.
b. Penyakit peradangan : glomerulonefritis.
c. Penyakit vaskular hipertensif : nefroskeloris benigna, nefrosklerosisi
maligna, stenosis arteria renalis.
d. Gangguan jaringan penyambung : lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
e. Gangguan kongenital dan herediter : penyakit ginjal polikistik dan
asidosis tubulus ginjal.
f. Penyakit metabolik : diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme dan
amiloidosis.

9
g. Nefropati toksik : penyalahgunaan analgesik dan nefropati timbal.
h. Nefropati obstruktif : saluran kemih bagian atas (kalkuli, eoplasma,
fibrosis retroperitoneal) dan saluran kemih bagian bawah (hipertrofi
prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih
dan uretra).

2. Patofisiologi
Fungsi ginjal menurun karena produk akhir metabolisme protein
tertimbun dalam darah, sehingga mengakibatkan terjadinya uremia dan
mempengaruhi seluruh sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produksi
sampah maka gejala semakin berat (Nursalam dan Batticaca, 2012).
Gangguan clearance renal terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus
yang berfungsi. Penurunan laju filtrasi glomerulus dideteksi dengan
memeriksa clearance kreatinin urine tampung 24 jam yang menunjukan
penurunan clearance kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum
(Nursalam dan Batticaca, 2012).
Retensi cairan dan natrium dapat mengakibatkan edema, CHF, dan
hipertensi. Hipotensi dapat terjadi karena aktivitas aksis renin angitensin
dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Kehilangan
garam mengakibatkan risiko hipotensi dan hipovolemia. Muntah dan diare
menyebabkan perpisahan air dan natrium sehingga status uremik
memburuk (Nursalam dan Batticaca, 2012).
Asidosis metabolik akibat ginjal tidak mampu mensekresi asam (H)
yang berlebihan. Penurunan sekresi asam akibat tubulus ginjal tidak
mampu mensekresi ammonia dan mengabsorpsi natrium bikarbonat
(HCO3). Penurunan ekskresi fosfat dan asam organik lain terjadi
(Nursalam dan Batticaca, 2012).
Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecendurungan
untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari
saluran pencernaan. Eritropoietin yang diproduksi oleh ginjal,
menstimulasi sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah, dan
produksi eritropoietin menurun sehingga mengakibatkan anemia berat
yang disertai keletihan, angina, dan sesak napas (Nursalam dan Batticaca,
2012).

10
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan
metabolisme. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan
timbal balik. Jika salah satunya meningkat, maka fungsi yang lain akan
menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, maka
meningkatkan kadar fosfat serum, dan sebaliknya, kadar serum kalsium
menurun. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathormon, sehingga kalsium ditulang menurun, menyebabkan
terjadinya perubahan tulang dan penyakit tulang. Demikian juga vitamin D
(1, 25 dihidrokolekalsiferol) yang dibentuk di ginjal menurun seiring
perkembangan gagal ginjal (Nursalam dan Batticaca, 2012).

3. Manifestasi Klinik
Menurut Pranata (2014), manifestasi klinik gagal ginjal kronik adalah
sebagai berikut :
a. Ginjal dan gastrointestinal
Sebagai akibat dari hiponatremia maka timbul hipotensi, mulut kering,
penurunan turgor kulit, kelemahan, fatigue, dan mual. Kemudian
terjadi penurunan kesadaran (samnolen) dan nyeri kepala hebat.
Dampak dari peningkatan kalium adalah peningkatan iritabilitas otot
dan akhirnya otot mengalami kelemahan. Kelebihan cairan yang tidak
terkompensasi akan mengakibatkan asidosis metabolic. Tanda paling
khas adalah terjadinya penurunan urine output dengan sedimentasi
yang tinggi.
b. Gangguan pada system gastrointestinal
1) Anoreksia, nausea, dan vomitus yang berhubungan dengan
gangguan metabolisme protein didalam usus, terbentuknya zat-zat
toksik akibat metabolisme bakteri usus seperti ammonia dan metal
gaunidin, serta sembabnya mukosa.
2) Fetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur
diubah oleh bakteri di mulut menjadi ammonia sehingga nafas
berbau ammonia.
3) Cegukan (hiccup) sebabnya karena kondisi uremia (kadar urea
dalam darah mengalami peningkatan).
b. Gangguan sistem hematologi dan kulit
1) Anemia karena kekurangan produksi eritropoetin.

11
2) Kulit pucat dan kekuningan akibat anemia dan penimbunan
urokrom.
3) Gatal-gatal akibat toksis uremik
4) Trombositopenia (penurunan kadar trombosit dalam darah).
5) Gangguan fungsi kulit (fagositosis dan kematosis berkurang).
c. Sistem saraf dan otot
1) Restless leg syndrome, klien merasa pegal pada kakinya sehingga
selalu digerakkan.
2) Burning feet syndrome, klien merasa semutan dan seperti terbakar,
terutama ditelapak kaki.
3) Ensefalopati metabolik, klien tampak lemah, tidak bisa tidur,
gangguan konsentrasi, tremor, mioklonus, kejang.
4) Miopati, klien tampak mengalami kelemahan dan hipotrofi otot-
otot terutama otot-otot ekstremitas proximal.
d. Sistem kardiovaskular
1) Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam
2) Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial,
penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini,
dan gagal jantung akibat penimbunan cairan
3) Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan
elektrolit, dan klasifikasi metastatik
4) Edema akibat penimbunan cairan

e. Sistem endokrin
1) Gangguan seksual/libido; fertilitas dan penurunan seksual pada
laki-laki serta gangguan menstruasi pada wanita.
2) Gangguan metabolisme glukosa retensi insulin dan gangguan
sekresi insun.

4. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik


Berikut ini adalah pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk
menegakkan diagnose gagal ginjal kronik (Muttaqin, 2011):
a. Pemeriksaan Laboratorium
1. Laju Endap Darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia,
dan hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah
retikulosit yang rendah.
2. Ureum dan kreatinin: Meninggi, biasanya perbandingan antara
ureum dan kreatinin kurang lebih 20:1. Perbandingan meninggi
akibat pendarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas,

12
pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini
berkurang ketika ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet rendah
protein, dan tes Klirens Kreatinin yang menurun.
3. Hiponatremi: Umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia:
biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan
menurunya dieresis
4. Hipokalemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya
sintesis vitamin D3 pada GGK.
5. Phosphate alkaline: meninggi akibat gangguan metabolisme tulang,
terutama isoenzim fosfatase lindi tulang.
6. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia: umunya disebabkan
gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
7. Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat
pada gagal ginjal (resistensi terhadap pengaruh insulin pada
jaringan perifer).
8. Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan
peninggian hormone insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
9. Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukan Ph
yang menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun,
PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam
organic pada gagal ginjal.
b. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis (misalnya voltase rendah), aritmia dan gangguan elektrolit
(hiperkalemia, hipokalsemia).
c. Ultrasonografi (USG)
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi sistem, pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari
adanya factor yang reversibel seperti obstruksi oleh karena batu atau
masa tumor, juga untuk menilai apakah proses sudah lanjut (ginjal
yang lisut). USG ini sering dipakai oleh karena non-infasif, tak
memerlukan persiapan apapun.
d. Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi
ginjal, menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau

13
obstruksi lain. Foto polos yang disertai tomogram memberi keterangan
yang lebih baik.
e. Pielografi Intra-Vena (PIV)
Pada GGK lanjut tak bermanfaat lagi oleh karena ginjal tak dapat
memerlukan kontras dan pada GGK ringan mempunyai resiko
penurunan faal ginjal lebih berat, terutama pada usia lanjut, diabetes
melitus, dan nefropati asam urat. Saat ini sudah jarang dilakukan pada
GGK. Dapat dilakukan dengan cara intravenous infusion pyelography,
untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter.
f. Pemeriksaan Pielografi Retrograd
Dilakukan bila dicurigai ada obsstruksi yang reversibel.
g. Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid
overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi pericardial. Tak jarang
ditemukan juga infeksi spesifik oleh karena imunitas tubuh yang
menurun.
h. Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama falang/jari), dan kalsifikasi metastatik.

5. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


Menurut Muttaqin (2011), Penanganan dan pengobatan penyakit gagal
ginjal kronik adalah sebagai berikut :
1. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal adalah suatu metode terapi dengan cara
mencangkokkan sebuah ginjal sehat yang diperoleh dari donor. Ginjal
yang dicangkokkan ini selanjutnya akan mengambil alih fungsi ginjal
yang sudah rusak. Orang yang menjadi donor harus memiliki
karakteristik yang sama dengan penderita. Kesamaan ini meliputi
golongan darah termasuk resus darahnya, orang yang baik menjadi
donor biasanya adalah keluarga dekat. Namun donor juga bisa
diperoleh dari orang lain yang memiliki karakteristik yang sama.
Dalam proses pencangkokkan kadang kala kedua ginjal lama, tetap
berada pada posisinya semula, tidak dibuang kecuali jika ginjal lama
ini menimbulkan komplikasi infeksi atau tekanan darah tinggi.
Namun, transplantasi ginjal tidak dapat dilakukan untuk semua kasus
penyakit ginjal kronik. Individu dengan kondisi seperti kanker, infeksi
serius, atau penyakit kardiovaskuler (pembuluh darah jantung) tidak

14
dianjurkan untuk menerima transplantasi ginjal. Hal ini dikarenakan
kemungkinan terjadinya kegagalan transplantasi yang cukup tinggi.
Transplantasi ginjal dinyatakan berhasil jika ginjal dicangkokkan
dapat bekerja sebagai penyaring darah sebagaimana layaknya ginjal
sehat dan pasien tidak lagi memerlukan terapi cuci darah.

2. Dialisis (Cuci darah)


Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode
terapi yang bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu
membuang zat-zat sisa dan kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini
dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah sangat menurun (lebih dari
90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga kelangsungan hidup
individu, maka perlu dilakukan terapi. Selama ini dikenal ada 2 jenis
dialisis :
1) Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)
Hemodialisis atau HD adalah dialisis dengan menggunakan mesin
dialiser yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada prose ini,
darah dipompa keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser.
Di dalam mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat racun
melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan
khusus untuk dialisis), lalu setelah darah selesai dibersihkan,
darah dialirkan kembali kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3
kali seminggu di rumah sakit dan setiap kalinya membutuhkan
waktu sekitar 2-4 jam.
2) Dialisis Peritoneal (cuci darah melalui perut)
Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah
dengan bantuan membran peritoneum (selaput rongga perut).
Jadi, darah tidak perlu dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan
dan disaring oleh mesin dialisis.
c. Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat
menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat
adalah jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan
darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG.
Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan

15
mengurangi intake kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian
infuse glukosa.

d. Koreksi anemia
Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan
Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat,
misal pada adanya insufisiensi koroner.
e. Koreksi asidosis.
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari.
Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral.
Hemodialisis dan dialysis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
f. Pengendalian hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan vasodilator
dilakukan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi
harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium
g. Obat-obatan
1) Diuretik adalah obat yang berfungsi untuk meningkatkan
pengeluaran urin. Obat ini membantu pengeluaran kelebihan
cairan dan elektrolit dari tubuh, serta bermanfaat membantu
munurunkan tekanan darah.
2) Obat antihipertensi untuk mempertahankan agar tekanan darah
tetap dalam batas normal dan dengan demikian akan
memperlambat proses kerusakan ginjal yang diakibatkan oleh
tingginya tekanan darah.
3) Eritropoietin
Gagal ginjal juga menyebabkan penderita mengalami anemia. Hal
ini terjadi karena salah satu fungsi ginjal yaitu menghasilkan
hormon eritropoietin (Epo) terhambat. Hormon ini bekerja
merangsang sumsum tulang untuk memproduksi sel-sel darah
merah. Kerusakan fungsi ginjal menyebabkan produksi hormon
Epo mengalami penurunan sehingga pembentukan sel darah
merah menjadi tidak normal, kondisi ini menimbulkan anemia
(kekurangan darah). Oleh karena itu, Epo perlu digunakan untuk
mengatasi anemia yang diakibatkan oleh PGK. Epo biasanyan
diberikan dengan cara injeksi 1-2 kali seminggu.
4) Zat besi

16
Anemia juga disebabkan karena tubuh kekurangan zat besi. Pada
penderita gagal ginjal konsumsi zat besi (Ferrous Sulphate)
menjadi sangat penting. Zat besi membantu mengtasi anemia.
Suplemen zat besi biasanya diberikan dalam bentuk tablet
(ditelan) atau injeksi (disuntik).
5) Suplemen kalsium dan kalsitriol
Pada penderita gagal ginjal kronik, kadar kalsium dalam darah
menjadi rendah, sebaliknya kadar fosfat dalam darah menjadi
terlalu tinggi. Untuk mengatasi ketidakseimbangan mineral ini,
diperlukan kombinasi obat/suplemen yaitu kalsitriol (vitamin D
bentuk aktif) dan kalsium.

6. Komplikasi
Menurut Pranata (2014), komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit
gagal ginjal kronik adalah:
1) Penyakit tulang
Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara langsung akan
mengakibatkan dekalsifikasi matriks tulang, sehingga tulang akan
menjadi rapuh (osteoporosis) dan jika berlangsung lama akan
menyebabkan fraktur patologis.
2) Penyakit kardiovaskular
Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik dan berdampak secara
sistemik berupa hipertensi, kelainan lipid, intoleransi glukosa, dan
kelainan kemodinamik (sering terjadi hipertropi ventrikel kiri).
3) Anemia
Selain berfungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam
rangkaian hormonal (endokrin). Sekresi eritropoetin yang mengalami
difisiensi di ginjal akan mengakibatkan penurunan hemoglobin.

4) Disfungsi seksual
Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering mengalami
penurunan dan terjadi impotensi pada pria. Pada wanita, dapat terjadi
hiperprolaktinemia.

D. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian

17
Pengkajian pada klien gagal ginjal kronis sebenarnya hampir sama
dengan klien gagal ginjal akut, namun disini pengkajian lebih penekanan
pada support system untuk mempertahankan kondisi keseimbangan dalam
tubuh (hemodinamically process). Dengan tidak optimalnya/gagalnya
fungsi ginjal, maka tubuh akan melakukan upaya kompensasi selagi dalam
batas ambang kewajaran. Tetapi, jika kondisi ini berlanjut (kronis), maka
akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis yang menandakan
gangguan sistem tersebut (Pranata, 2014). Berikut ini adalah pengkajian
keperawatan pada klien dengan gagal ginjal kronis:
a. Identitas pasien
Tidak ada spesifikasi khusus untuk kejadian gagal ginjal, namun laki-
laki sering memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan
pola hidup sehat. Gagal ginjal kronis merupakan periode lanjut dari
insiden gagal ginjal akut, sehingga tidak berdiri sendiri.
b. Riwayat kesehatan
1)Keluhan utama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder
yang menyertai. Keluhan bisa berupa urine output yang menurun
(oliguria) sampai pada anuria, penurunan kesadaran karena
komplikasi pada sistem sirkulasi-ventilasi, anoreksia, mual dan
muntah, diaphoresis, fatigue, napas berbau urea, dan pruritus.
Kondisi ini dipicu oleh karena penumpukan (akumulasi) zat sisa
metabolisme/toksin dalam tubuh karena ginjal mengalami
kegagalan filtrasi.

2)Riwayat penyakit sekarang


Pada klien dengan gagal ginjal kronis biasanya terjadi penurunan
urine output, penurunan kesadaran, perubahan pola napas karena
komplikasi dari gangguan sistem ventilasi, fatigue, perubhana
fisiologi kulit, bau urea pada napas. Selain itu, karena berdampak
pada proses metabolism (sekunder karena intoksikasi), maka akan
terjadi anoreksia, nausea dan vomit sehingga beresiko untuk
terjadinya gangguan nutrisi.
3)Riwayat penyakit dahulu
Gagal ginjal kronik dimulai dengan periode gagal ginjal akut
dengan berbagai penyebab (multikausa). Oleh karena itu, informasi

18
penyakit terdahulu akan menegaskan untuk penegakan masalah.
Kaji riwayat penyakit ISK, gagal jantung, penggunaan obat
berlebihan (overdosis) khususnya obat yang bersifat nefrotoksik,
BPH dan lain sebagainya yang mampu mempengaruhi kerja ginjal.
Selain itu, ada beberapa penyakit yang langsung
mempengaruhi/menyebabkan gagal ginjal yaitu diabetes mellitus,
hipertensi, batu saluran kemih (urolithiasis).
4) Riwayat kesehatan keluarga
Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular dan menurun, sehingga
silsilah keluargatidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun,
pencetus sekunder seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh
terhadap kejadian penyakit gagal ginjal kronis, karena penyakit
tersebut bersifat herediter. Kaji pola kesehatan keluarga yang
diterapkan jika ada anggota keluarga yang sakit, misalnya minum
jamu saat sakit.
5) Riwayat Psikososial
Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika klien memiliki koping
adaptif yang baik. Pada klien gagal ginjal kronis, biasanya
perubahan psikososial terjadi pada waktu klien mengalami
perubahan struktur fungsi tubuh dan menjalani proses dialisa. Klien
akan mengurung diri dan lebih banyak berdiam diri (murung).
Selain itu, kondisi ini juga dipicu oleh biaya yang dikeluarkan
selama proses pengobatan sehingga klien mengalami kecemasan.
6) Keadaan Umum dan Tanda- Tanda Vital
Kondisi klien gagal ginjal kronis biasanya lemah (fatigue), tingkat
kesadaran bergantung pada tingkat toksilitas. Pada pemerikaan
TTV sering didapatkan RR meningkat (tachypneu),
hipertensi/hipotensi sesuai dengan kondisi fluktuatif.
7) Sistem Pernafasan
Adanya bau urea pada bau nafas. Jika terjadi komplikasi asidosis/
alkalosis respiratorik maka kondisi pernafasan akan mengalami
patologis gangguan. Pola nafas akan semakin cepat dan dalam
sebagai bentuk kompensasi tubuh mempertahankan ventilasi
(Kussmaull).
8) Sistem Hematologi

19
Ditemukan adanya friction rub pada kondisi uremia berat. Selain
itu, biasanya terjadi TD meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik,
palpitasi jantung, chest pain, dyspneu, gangguan irama jantung dan
gangguan sirkulasi lainnya. Kondisi ini akan makin parah jika zat
sisa metabolisme semakin tinggi dalam tubuh karena tidak efektif
dalam ekskresinya. Selain itu, pada fisisologis darah sendiri sering
ada gangguan anemia karena penurunan eritropoetin.
9) Sistem neuromuskuler
Penurunan kesadaran terjadi jika telah mengalami hiperkarbic dan
sirkulasi cerebral terganggu. Oleh karena itu, penurunan kognitif
dan terjadinya disorientasi akan dialami klien gagal ginjal kronis.
10) Sistem kardiovaskuler
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kejadian gagal ginjal
kronis salah satunya adalah hipertensi. Tekanan darah yang tinggi
diatas ambang kewajaran akan mempengaruhi volume vvaskuler.
Stagnansi ini akan memicu retensi natrium dan air sehingga akan
meningkatkan beban jantung.

11) Sistem endokrin


Berhubungan dengan pola seksualitas, klien dengan gagal ginjal
kronis akan mengalami disfungsi seksualitas karena penurunan
hormon reproduksi. Selain itu, jika kondisi gagal ginjal kronis
berhubungan dengan penyakit diabetes mellitus, maka aka nada
gangguan dalam sekresi insulin yang berdampak pada proses
metabolisme.
12) Sistem perkemihan
Dengan gangguan/kegagalan fungsi ginjal secara kompleks
(filtrasi, sekresi, reabsorbsi dan ekskresi), maka manifestasi yang
paling menunjol adalah penurunan urine output < 400ml/hari
bahkan sampai pada anuria (tidak adanya urine output.
13) Sistem pencernaan
Gangguan sistem pencernaan lebih dikarenakan efek dari penyakit
(stress effect). Sering ditemukan anoreksia, nausea, vomit, dan
diare.
14) Sistem musculoskeletal

20
Dengan penurunan/kegagalan fungsi sekresi pada ginjal maka
berdampak pada proses demineralisasi tulang, sehingga resiko
terjadinya osteoporosis tinggi.

2. Diagnosa Keperawatan (NANDA)


a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi.
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme
pengaturan melemah.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
memasukkan atau mencerna nutrisi oleh karena faktor
biologis.
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
perubahan status cairan (internal).

3. Intervensi (NIC)

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi (NIC)


(NANDA) Hasil (NOC)
1. Pola nafas tidak efektif NOC: 1. Posisikan pasien
berhubungan dengan - Respiratory status untuk
hiperventilasi. memaksimalkan
No DX: 00032 :
ventilasi
Domain: 4 (Activity/Rest) Ventilation 2. Monitor vital
Class: 4 - Respiratory status sign
(Cardiovascular/pulmonar 3. Auskultasi suara
: nafas, catat
y responses)
Airway patency adanya suara
tambahan
- Vital sign Status
4. Atur intake
Setelah dilakukan untuk cairan
tindakan mengoptimalka
n
keperawatan
keseimbangan.
selama 5. Informasikan
pasien menunjukkan pada pasien dan
keluarga
keefektifan pola
tentang tehnik
nafas, dibuktikan relaksasi untuk
dengan kriteria memperbaiki

21
hasil: pola nafas.
- Mendemonstrasikan
batuk efektif dan
suara nafas yang
bersih, tidak ada
sianosis dan
dyspneu (mampu
mengeluarkan
sputum, mampu
bernafas dgn
mudah, tidakada
pursed lips)
- Menunjukkan jalan
nafas yang paten
(klien tidak merasa
tercekik, irama
nafas, frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal,
tidak ada suara
nafas abnormal)
- Tanda Tanda vital
dalam rentang
normal (tekanan
darah, nadi,
pernafasan)
2. Kelebihan volume cairan NOC: 1. Kaji lokasi dan
berhubungan dengan - Keseimbangan luas edema
mekanisme elektrolit dan asam 2. Monitor
pengaturan basa elektrolit
melemah. - Keseimbangan 3. Monitor tanda
No. DX: 00026 cairan dan gejala dari
Domain: 2 (Nutrition) - Hidrasi edema
Class: 5 (Hydration) Setelah dilakukan 4. Monitor hasil lab
tindakan yang sesuai

22
keperawatan dengan retensi
selama cairan (BUN,
Kelebihan volume Hmt,
cairan teratasi osmolalitas
dengan kriteria: urin).
- Terbebas dari 5. Pasang urin
edema, efusi, kateter jika
anaskara diperlukan
- Bunyi nafas bersih, 6. Berikan diuretik
tidak ada sesuai interuksi
dyspneu/ortopneu
- Terbebas dari
distensi vena
jugularis.
- Memelihara tekanan
vena sentral,
tekanan kapiler
paru, output
jantung dan vital
sign DBN
3. Ketidakseimbangan NOC: 1. Monitor adanya
nutrisi kurang dari a. Status nutrisi: penurunan BB
kebutuhan tubuh nutrisi adekuat. dan gula darah
berhubungan dengan b. Status nutrisi : 2. Monitor mual
ketidakmampuan intake makanan dan muntah
untuk memasukkan dan cairan. 3. Atur posisi semi
atau mencerna c. Kontrol berat fowler atau
nutrisi oleh karena badan fowler tinggi
faktor biologis. Setelah dilakukan selama makan
tindakan 4. Anjurkan
No. DX: 00002
banyak minum
Domain: 2 (Nutrition) keperawatan
selama.nutrisi 5. Informasikan
Class: 1 (Ingestion)
kurang dapat pada klien dan
teratasi dengan keluarga
indikator: tentang
- Albumin serum manfaat nutrisi
- Pre albumin 6. Kolaborasi

serum dengan ahli gizi


- Hematokrit untuk
- Hemoglobin menentukan
- Total iron binding jumlah kalori
capacity dan nutrisi yang
Jumlah limfosit

23
dibutuhkan
pasien
4. Kerusakan integritas NOC: 1. Monitor kulit
- Integritas jaringan: akan adanya
kulit berhubungan
Kulit dan membran kemerahan
dengan perubahan mukosa 2. Observasi luka :
status cairan - Penyembuhan luka: lokasi, dimensi,
primer dan kedalaman luka,
(internal).
sekunder karakteristik,war
No. DX: 00046 Setelah dilakukan na cairan,
Domain: 11 tindakan granulasi,
keperawatan jaringan
(Safety/Protection)
selama.. nekrotik, tanda-
Class: 2 (Physical kerusakan integritas tanda infeksi
Injury) kulit pasien teratasi lokal, formasi
dengan kriteria traktus
hasil: 3. Berikan posisi
- Integritas kulit yang yang
baik bisa mengurangi
dipertahankan tekanan pada
(sensasi, luka
elastisitas, 4. Anjurkan pasien
temperatur, untuk
hidrasi, menggunakan
pigmentasi) pakaian yang
- Tidak ada luka / lesi longgar
pada kulit 5. Lakukan tehnik
- Perfusi jaringan baik perawatan luka
- Menunjukkan dengan steril
pemahaman
dalam proses
perbaikan kulit dan
mencegah
terjadinya sedera
berulang
- Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit
dan perawatan
alami
- Menunjukkan

24
terjadinya proses
penyembuhan luka

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

Seorang laki-laki berusia 58 tahun datang ke IGD karena kejang-kejang dan


tidak sadarkan diri. Sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh pusing, mual,
sesak nafas dan cekukan tidak hilang-hilang. BP 180/100 mmHg. S: 36,7C. HR:
88x/m, R: 18x/m. Riwayat saat ini pengkajian: pasien tampak sesak, lemas,
memakai O2 : 2-3lt/m terpasang infuse RL: Asering setiap 6 jam (1 lt/24 jam, 14
gtt/menit). Kedua kaki udem +1, nyeri kedua kaki bila digerakkan dan disentuh
terutama dibagian paha dan kedua engkel. Terpasang kateter, urin warna kuning
jernih sebanyak 400cc ukuran urine bag. Pasien mengatakan tidak selera makan,
mual dan mau muntah. Sudah setahun yang lalu pasien dinyatakan ada
pembengkakan jantung. Pasien hanya berobat di klinik J dan tidak pernah dirawat
di rumah sakit. Menurut pengakuan keluarga kedua orang tuanya tidak memiliki
penyakit hipertensi seperti yang dialami oleh pasien sekarang ini. Pasien
bersaudara 8 orang dan tidak satupun dari saudaranya memiliki penyakit
hipertensi. Pasien mengkonsumsi Amlodipin, Cordaron (amiodaron), Prorenal, As
folat (Vit B9), Ranitidin, Cardiamin, Cefopazon, Lasik (furosemid), Bicnat drip.

25
A. Data Demografi
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Umur : 58 th
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Larompong
Agama : Islam
Suku / Kebangsaan : Luwu
Pendidikan : SMA
Stasus : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal MRS :
Tanggal pengkajian :
No. Med. Rec : 41.61.88
Diagnosa medis : Gagal Ginjal Kronik
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. N
Umur : 56 Th
Hub. Dengan Pasien : Istri
Pekerjaan : IRT
Alamat : Larompong

B. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Kejang-kejang dan tidak sadarkan diri.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh pusing, mual, sesak nafas
dan cekukan tidak hilang-hilang. BP 180/100 mmHg. S: 36,7C. HR:
88x/m, R: 18x/m. Riwayat saat ini pengkajian: pasien tampak sesak,
lemas, memakai O2 : 2-3lt/m terpasang infuse RL: Asering setiap 6 jam (1
lt/24 jam, 14 gtt/menit). Kedua kaki udem +1, nyeri kedua kaki bila
digerakkan dan disentuh terutama dibagian paha dan kedua engkel.
Terpasang kateter, urin warna kuning jernih sebanyak 400cc ukuran urine
bag. Pasien mengatakan tidak selera makan, mual dan mau muntah.
c. Riwayat Kesehatan dahulu
Sudah setahun yang lalu pasien dinyatakan ada pembengkakan jantung.
Pasien hanya berobat di klinik J dan tidak pernah dirawat di rumah sakit.
Sebelum sakit pasien memiliki pola hidup yang tidak baik yaitu
mengkonsumsi minuman beralkohol.
d. Riwayat Keluarga

26
Menurut pengakuan keluarga kedua orang tuanya tidak memiliki penyakit
hipertensi seperti yang dialami oleh pasien sekarang ini. Pasien bersaudara
8 orang dan tidak satupun dari saudaranya memiliki penyakit hipertensi.
e. Diagnosa Medis dan Terapi
Gagal ginjal kronik
Terapi:
1. Transplantasi ginjal
2. Dialisis (Cuci darah)
3. Koreksi hiperkalemi
4. Koreksi anemia
5. Koreksi asidosis.
6. Pengendalian hipertensi
f. Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)
1. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Persepsi pasien tentang penyakitnya yaitu gagal ginjal kronis adalah
penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi, pasien saat ini hanya
memikirkan keluarga dan Tuhan saja.
2. Pola Nutrisi-Metabolik
Sebelum sakit : Baik, makan 3x/hari
Saat sakit : Kurang baik, 1 x/hari porsi makan tidak
dihabiskan, tidak nafsu makan, mual dan mau muntah.
3. Pola Eliminasi
a) BAB
Sebelum sakit : 1x/hari
Saat sakit : 1 x/3 hari
b) BAK
Sebelum sakit : 5x/ hari
Saat sakit : 2x/hari
4. Pola aktivitas dan latihan
a) Aktivitas
Kemampuan 0 1 2 3 4
Perawatan Diri
Makan dan
minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah
0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain
dan alat, 4: tergantung total
b) Latihan
Sebelum sakit : Tidak ada
Saat sakit : Tidak ada

27
5. Pola Tidur dan Istirahat
Sebelum sakit : Tidak teratur, tidur malam 2 jam dan tidur di pagi
hari selama 3 jam
Saat sakit : Tidur selama 8 jam/hari
6. Pola Peran-Hubungan
Menjalin hubungan baik dengan keluarga, hubungan dengan
lingkungan sekitar tidak begitu baik.
7. Pola Seksual-Reproduksi
Sebelum sakit : 2 x/ minggu
Saat sakit : Sudah tidak melakukan hubungan seksual
8. Pola Toleransi Stress-Koping
Stres memikirkan penyakit yang dialami secara terus-menerus hanya
bisa berdoa dan berdzikir kepada Tuhan Yang Maha Kuasa
9. Pola Nilai-Kepercayaan
Yang pasien lakukan saat ini sholat, berdoa, dan dzikir.
g. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : sedang
Kesadaran : Samnolen
TTV : TD : 180/100 mmHg R : 18x/m
N : 88x/mnt S : 36,7C
2. Sistem Integumen: Pucat (+), kulit kering, pruritus
3. Kepala : Warna rambut hitam, penyebaran merata, rambut
oval & kering
4. Mata : Penglihatan normal, konjungtiva anemis (+),
sklera interik (-) edema palpera (+)
5. Telinga : Secret (+), pendengaran baik
6. Hidung : Secret (+), penciuman baik
7. Mulut & Faring : Keadaan mulut kering (+), bau mulut (+), bibir
kering dan pecah-pecah (+), stomatitis (-)
8. Ekstremitas Atas : Pada tangan bagian kiri terpasang IVFD Ringer
Laktat dan Bicnat drip.
9. Ekstremitas Bawah : Normal, edema (+1)
10. Abdomen : Benjolan (-), pembesaran hepar (-)

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Nilai Normal Tanggal Tanggal Tanggal Tanggal tanggal
Pemeriksaa
n
Darah Rutin 20/11/15 22/11/15 22/11/15 23/11/15 26/11/15
Malam
Pagi Malam
HB 14-16 g/dl 9.6 10.2 10.0

28
Leucosit 4.8-10.8 7.8 7.4
(103/l)
Hematokrit 34.0-52.0% 29 31 31
Eritrosit 4.20-6.20
J/l)
Trombosit 150-450 189 140
(103/l)
Serum
Ureum 15-39 mg/dl 279 209 181
Kreatinin 0.8-1.3 mg/dl 20.21 15.03 11.50
Elektrolit
Kalium (K) 3.6-5.5 6.0
mmol/l
Natrium 133-135
(Na) mmol/l
Klorida (Cl) 98-109 117 117 111
mmol/l
AGD
pH 7.35-7.45 7.17 7.22 7.27 7.47 7.46
PCO2 35-45 mmHg 21 27 25 26 28
PO2 80-100 121 130 115 111 112
mmHg
HCO3 22-26 mmol/l 8 11 11 19 20
CO2 23-27 mmol/l 9 12 12 20 20
SaO2 95-100% 96 96 96 97 96
BE -2.5 2.5 -17.6
Asam Urat < 7 mg/dl 13.9
mg/dl
GDS < 110 mg/dl 155
GFR 0,5-1 15
cc/KgBB/Ja
m atau 125
ml/mnt

2. Radiology
Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu
atau adanya suatu obstruksi). Dehidrasi karena proses diagnostic akan
memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak
puasa.
3. USG

29
Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung
kemih dan prostat.

D. Analisa Data
1. Klasifikasi Data
Data Subjektif Data Objektif
- Pasien mengatakan sesak nafas, TTV :
TD : 180/100 mmHg R : 18x/m
kejang-kejang
N : 88x/mnt S : 36,7C
- Pasien mengatakan mual, muntah,
-Pasien tampak sesak, lemas, memakai
pusing, lemas
O2 : 2-3lt/m
- Pasien mengatakan cekukan tidak
-Terpasang infuse RL: Asering setiap 6
hilang-hilang
jam (1 lt/24 jam, 14 gtt/menit).
- Pasien mengatakan kedua kaki
-Nampak kedua kaki udem +1
edema, nyeri kedua kaki bila -Terpasang kateter, urin warna kuning
digerakkan dan disentuh terutama jernih sebanyak 400cc ukuran urine
dibagian paha dan kedua engkel bag
- Pasien mengatakan tidak selera -Selera makan pasien menurun, pasien
makan, mual dan mau muntah nampak mual dan mau muntah.
- Pasien mengatakan kulitnya terasa -Pasien nampak menggaruk-garuk
kering dan gatal-gatal kulitnya.

2. Analisa Data
No Data Etiologi Problem
1. DS : Pasien mengatakan Gangguan reabsorbsi Ketidakefektif
sesak nafas an pola nafas
DO : pasien tampak sesak, Hipernatremia
lemas, memakai O2 : 2-
3lt/m Retensi cairan

Vol. vaskuler meningkat

Edema pulmonal

Ekspansi paru turun

30

Dyspneu

Ketidakefektifan pola nafas

2. DS: Nefron yang terserang hancur Kelebihan


Pasien mengatakan kedua
volume cairan
kaki edema, nyeri kedua
GFR
kaki bila digerakkan dan
(BUN & kreatinin)
disentuh terutama

dibagian paha dan kedua
engkel. Retensi natrium
DO:
-Nampak kedua kaki udem
Total CES
+1
-Terpasang kateter, urin
warna kuning jernih Vol Interstisial
sebanyak 400cc ukuran
urine bag. Edema

Preload

Hipertrofi Ventrikel Kiri

Aliran Darah Ginjal

Retensi Na & H2O

Kelebihan Volume Cairan
3 DS : Nefron yang terserang hancur Ketidakseimb
Pasien mengatakan tidak angan Nutrisi
selera makan, mual dan mau Kurang Dari

31
muntah GFR Kebutuhan
Do : (BUN & kreatinin) Tubuh
1. Selera makan pasien
menurun, pasien nampak
Sekresi protein terganggu
mual dan mau muntah.

Sindrom uremia

Gangguan keseimbangan
asam-basa

Produksi asam lambung
meningkat

Nausea, Vomitus

Ketidakseimbangan Nutrisi
Kurang Dari Kebutuhan
Tubuh
4. DS: Gangguan reabsorbsi Kerusakan
integritas
Pasien mengatakan
Hipernatremia kulit
kulitnya terasa kering dan

gatal-gatal
Retensi cairan
DO:

Pasien nampak Vol. vaskuler meningkat
menggaruk-garuk kulitnya.
Permeabilitas kapiler
meningkat

Edema

32
Stagnansi vena

Infiltrasi

Kulit kering, pruritus

Kerusakan integritas kulit

33

Anda mungkin juga menyukai