Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

TUMOR GINJAL

Oleh :
Dhimas Praswanto
NIM : 150070200011138

Pembimbing :
dr. Besut Daryanto, Sp. B, Sp. U (K)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA


RUMAH SAKIT DR. SAIFUL ANWAR
MALANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Keganasan ginjal yang tersering adalah Renal Cell Carcinoma (RCC) mencakup
sekitar 85% kasus. Jenis kanker sel transisional sekitar 12% dan jenis lainnya 2% (NCCN,
2011).
Tumor ginjal merupakan tumor urogenitalia nomor tiga terbanyak setelah tumor
prostat dan tumor kandung kemih. Semakin meluasnya penggunaan ultrasonografi abdomen
sebagai salah satu pemeriksaan screening (penyaring) di klinik-klinik rawat jalan,
makin banyak diketemukan kasus-kasus tumor ginjal yang masih dalam stadium awal
sehingga mengurangi angka mortalitas.
Karsinoma sel renal adalah jenis kanker ginjal yang banyak ditemukan pada orang
dewasa. Wilms tumor atau nephroblastoma adalah jenis tumor yang sering terjadi pada anak-
anak di bawah umur 10 tahun, jarang ditemukan pada orang dewasa. Kira-kira 500 kasus
terdiagnosa tiap tahun di Amerika Serikat. 75% ditemukan pada anak-anak yang normal ;
25% nya terjadi dengan kelainan pertumbuhan pada anak (Cooper, 2005).
Insidensi Kanker ginjal sekitar 208.500 (2%) dari semua kasus keganasan di seluruh
dunia (NCCN, 2011). Di Amerika Serikat (AS) insidensi Kanker ginjal pada tahun 2006
sebesar 38.890 kasus, sebanyak 12.840 kasus meninggal karenanya (Lipworth et al, 2006).
Pada tahun 2010 diperkirakan 58.240 terdiagnosis penyakit ini dan 13.040 meninggal
karenanya (NCCN, 2011).
Kanker ginjal terjadi 2 kali lebih banyak pada pria dibanding wanita, usia rerata
adalah 60 tahun. Secara statistik insidensi Kanker ginjal meningkat di AS dan Eropa selama 3
dekade terakhir. Peningkatan insidensi ini terutama terjadi pada wanita dan ras kulit hitam.
Di Indonesia belum ada data lengkap mengenai Kanker ginjal, menurut Globocan
2008, insidensi Kanker ginjal di Indonesia mencapai 3/100.000 penduduk. Di RSCM dan
RSKD selama periode Januari 1995-Desember 2008 terdapat 81 kasus RCC, dengan median
usia 52 tahun dan rasio pria dibanding wanita 3.2:1 (Hamiseno, 2012).
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
2.1.1 Anatomi Ginjal

Ginjal merupakan organ yang berbentuk  seperti kacang, terdapat sepasang (masing-
masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan
terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan
adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11
(vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12.
Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari
krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari
batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah dibandingkan
ginjal kiri (Netter, 2006).

Ginjal terbungkus oleh 3 lapisan yaitu perirenal fat, renal fascia dan pararenal fat.
Batas ginjal kanan dibagian superior berupa glandula suprarenal, ¾ bagian anterior
merupakan bagian dari lobus dekstra hepar, bagian medialnya berupa duodenum pars
desenden, bagian inferolateral adalah fleksura kolon dekstra, dan bagian inferomedial adalah
intestinum tenue. Pada ginjal kiri, batas superior berupa glandula suprarenal, batas
anterolateral merupaka limpa, batas anteromedial adalah lambung, batas anterior adalah
korpus pankreas dan pembuluh darah splanika, batas inferolateral adalah fleksura kolik
sinistra dan batas inferomedial adalah jejenum (Putz, 2006).

Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:

 Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus


renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan
tubulus kontortus distalis.
 Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus
rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
 Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
 Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah
korteks
 Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf
atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
 Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul
dan calix minor.
 Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
 Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
 Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan
antara calix major dan ureter.
 Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.

Gambar 2.1 Anatomi Ginjal (ADAM, 2005)

Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus renalis/ Malpighi
(yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle,
tubulus kontortus distal yang bermuara pada tubulus pengumpul. Di sekeliling tubulus ginjal
tersebut terdapat pembuluh kapiler,yaitu arteriol (yang membawa darah dari dan menuju
glomerulus) serta kapiler peritubulus (yang memperdarahi jaringan ginjal) Berdasarkan
letakya nefron dapat dibagi menjadi: (1) nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus
renalisnya terletak di korteks yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian
lengkung Henle yang terbenam pada medula, dan (2) nefron juxta medula, yaitu nefron di
mana korpus renalisnya terletak di tepi medula, memiliki lengkung Henle yang terbenam jauh
ke dalam medula dan pembuluh-pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa
rekta (Scanlon, 2007).
Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan dari aorta
abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava inferior. Setelah memasuki
ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri sublobaris yang akan
memperdarahi segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior, anterior-superior,
anterior-inferior, inferior serta posterior.

Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan simpatis


ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus imus
dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan
persarafan simpatis melalui n.vagus (Graaf, 2001).

2.2 Fisiologi
2.2.1 Fisiologi GInjal

Fungsi ginjal adalah a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat


toksis atau racun, b) mempertahankan suasana keseimbangan cairan, c)
mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan d)
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari ureum, kreatinin, asam urat, dan
amoniak. Tahap pembentukan urin adalah:

1. Proses Filtrasi
Di glomerulus terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian darah
selain protein. Darah yang tersaring ditampung oleh kapsula bowman yang
terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dan lain-lain.
Sedangkan protein seperti albumin, globulin, eritrosit dikembalikan menuju
sirkulasi. Filtrat darah tadi diteruskan ke tubulus ginjal (Scanlon, 2007).

2. Proses Reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa,
sodium, klorida, fosfat, dan ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif
(obligator reabsorbsi) di tubulus proksimal, sedangkan pada tubulus distal
terjadi penyerapan kembali sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh.
Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan
pada papila renalis (Scanlon, 2007).

3. Proses Sekresi
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papila
renalis yang selanjutnya diteruskan ke ureter dan vesika urinaria (Scanlon,
2007).

2.2 Definisi

Tumor ginjal adalah pertumbuhan sel yang tidak normal dari sel jaringan ginjal.
Kanker adalah pertumbuhan sel yang tidak normal sangat cepat dan mendesak sel-sel
disekitarnya.
Tumor Ginjal atau nephroblastoma adalah jenis tumor yang sering terjadi pada anak-
anak di bawah umur 10 tahun, jarang ditemukan pada orang dewasa.Sebagian besar tumor
ginjal yang solid (padat) adalah kanker, sedangkan kista (ronggaberisi cairan) atau
tumor biasanya jinak. Seperti organ tubuh lainnya, ginjal kadang bisamengalami kanker. Pada
dewasa, jenis kanker ginjal yang paling sering ditemukanadalah karsinoma sel ginjal
(adenokarsinoma renalis, hipernefroma), yang berasal darisel-sel yang melapisi tubulus
renalis (Jonasch et al, 2014).).
Karsinoma sel renal adalah jenis kanker ginjal yang banyak ditemukan pada orang
dewasa yang berasal dari sel tubulus kontortus proksimal sebagai adenokarsinoma. Wilms
tumor atau nephroblastoma adalah jenis tumor yang sering terjadi pada anak-anak di bawah
umur 10 tahun, jarang ditemukan pada orang dewasa dimana secara definisi patologis
memiliki bentukan blastema, mesenkim, dan epitelium. Kira-kira 500 kasus terdiagnosa tiap
tahun di Amerika Serikat. 75% ditemukan pada anak-anak yang normal ; 25% nya terjadi
dengan kelainan pertumbuhan pada anak. Tumor ini responsive dalam terapinya, 90% pasien
bertahan hidup hingga 5 tahun (Guargana et al, 2010).

2.3 Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Gejala trias nyeri pinggang, gross hematuria dan teraba massa di abdomen jarang
ditemukan (6-10%). Sindroma paraneoplastik ditemukan pada sekitar 30% penderita RCC
(Renal Cell Carcinoma) simptomatik. Gejala paraneoplastik yang sering timbul adalah
hipertensi, penurunan berat badan, demam, neuro-miopati, amiloidosis, peningkatan laju
endap darah, anemia, gangguan fungsi hati, hiperkalsemia, polisitemia, dan lain-lain. Gejala
yang disebabkan metastasis berupa nyeri tulang atau batuk yang menetap (Ljungberg et al,
2015).
Pemeriksaan fisik memiliki peranan terbatas dalam mendiagnosis RCC, walaupun
demikian hal ini penting untuk evaluasi klinis. Penemuan massa abdomen yang dapat
terpalpasi, limfadenopati leher yang dapat terpalpasi, varikokel non reduksi khususnya
sebelah kanan dan edema kedua tungkai menunjukan adanya keterlibatan vena (Ljungberg et
al, 2015; IAUI, 2012).

2.4 Pemeriksaan laboratorium


Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah urinalisis, kadar hemoglobin, laju
endap darah, fosfatase alkali, kalsium serum, LDH, fungsi ginjal, fungsi hati dan fungsi
koagulasi. Split Glomerular Filtration Rate (GFR) sebaiknya diperiksa pada kasus ginjal
soliter atau tumor ginjal bilateral bila fasilitas tersedia (Novick et al, 2007; Ljungberg et al,
2015). Bila ditemukan keluhan hematuri, maka work-up hematuria seperti sitologi sebaiknya
dilakukan (Ljungberg et al, 2015).

2.5 Pemeriksaan Radiologis


Deteksi dan penilaian karakteristik tumor ginjal menggunakan ultrasonografi, CT
scan atau Magnetic Resonance Imaging (MRI). Adanya peningkatan penyangatan pada
pemeriksaan USG, CT maupun MRI merupakan tanda adanya massa padat. Untuk menilai
trombus tumor dapat juga digunakan ultrasonografi Doppler. Umumnya tumor ginjal dapat
didiagnosis secara akurat dengan pencitraan. Pencitraan dapat membedakan tumor padat atau
kistik (NCCN, 2011; Ljungberg et al, 2015).
Pemeriksaan Retrograde Pyelography (RPG) direkomendasikan dalam NCCN
guidelines Asia Consensus Statement Kidney Cancer mengingat tidak semua RS memiliki
fasilitas CT Scan. Dengan demikian, spesialis urologi dapat melakukan pemeriksaan RPG
untuk diagnosis tumor upper tract apabila pemeriksaan BNO-IVP tidak jelas. Untuk menilai
tumor kistik ginjal direkomendasikan memakai klasifikasi Bosniak (NCCN, 2011; (Jonasch
et al, 2014).).
Pemeriksaan foto toraks atau CT toraks digunakan untuk menilai adanya metastasis,
Apabila hasil CT scan tidak jelas maka dianjurkan MRI untuk mendapatkan informasi
tambahan berkaitan dengan pertumbuhan lokal, adanya trombus vena cava dan penyangatan
pada massa.12 Pada indikasi tertentu dapat dilakukan pemeriksaan MRI kepala dan Bone
scan / bone survey (NCCN, 2011; Ljungberg et al, 2015).

2.6 Biopsi ginjal


Biopsi ginjal bertujuan untuk menentukan adanya keganasan, jenis dan derajat tumor
ginjal yang sedang dinilai. Biopsi perkutan tidak direkomendasikan pada tumor ginjal yang
akan dinefrektomi. Nilai prediksi positif dari pencitraan sangat tinggi sehingga hasil biopsi
yang negatif tidak akan merubah tindakan. Biopsi diindikasikan pada penderita metastatik
RCC sebelum memulai terapi sistemik, walaupun tidak bisa sepenuhnya memastikan subtipe
tumor (Novick, et al, 2016).

2.7 Rekomendasi langkah diagnostik

Pada penderita dengan satu atau lebih temuan laboratorium atau klinis, kemungkinan adanya
RCC harus dicurigai
Penilaian paru cukup menggunakan foto toraks pada penderita risiko rendah, tetapi CT
toraks lebih baik. CT abdomen direkomendasikan untuk work-up penderita dengan RCC dan
merupakan pencitraan yang paling cocok untuk klasifikasi TNM sebelum terapi operatif
Pada penderita risiko tinggi untuk terjadinya metastasis tulang (peningkatan alkali fosfatase
atau nyeri tulang), pemeriksaan lebih lanjut menggunakan sidik tulang sebaiknya dilakukan
Direkomendasikan untuk memeriksa fungsi ginjal
Biopsi perkutan selalu diindikasikan sebelum terapi sistemik bila belum ada pemeriksaan
histopatologi sebelumnya
(Ljungberg et al, 2015).

2.8 Diagnosis Banding


Dalam menentukan diferensiasi pada temuan massa, perlu dibedakan:
1. Apakah benjolan padat atau kistik
2. Apakah benjolan memiliki konsistensi seperti lemak
3. Eksklusi keadaan seperti tumor seperti hematoma ginjal atau pielonefritis atau
hidronefrosis
4. Eksklusi penyakit metastasis (Reinhard et al, 2016).
Pada pemeriksaan CT Scan atau MRI, perlu dibedakan jenis gambaran yang ada.
Bentukan seperti bola menunjukan antara RCC atau onkositoma. Pada gambaran bentukan
seperti kacang, kemungkinan berupa karsinoma sel transisional atau infeksi berupa abses atau
hematoma (Reinhard et al, 2016). Pada hasil CT Scan dengan menggunakan kontras dapat
pula dibedakan berdasarkan karakteristik massa pada gambar berikut:
2.9 Terapi pembedahan
Pembedahan pada kasus RCC memiliki beberapa tujuan yaitu kuratif, paliatif dan
reseksi lesi metastasis. Nefrektomi radikal merupakan terapi “baku emas” pada pasien dengan
penyakit terlokalisir (Ljungberg et al, 2015).

Stadium Terapi primer


T1a: sebaiknya dilakukan nefrektomi parsial atau nefrektomi radikal, atau
I active surveillance
T1b: Nefrektomi parsial atau nefrektomi radikal
II
Nefrektomi radikal
III
Stadium Kondisi Terapi primer
Metastasis soliter yang masih resektabel Nefrektomi+metastasektomi
Nefrektomi sitoreduktif yang diikuti
IV Metastasis multipel
dengan terapi sistemik
Tidak resektabel Terapi sistemik

Nefrektomi radikal adalah pengangkatan perifasial ginjal dan lemak perirenal. Diseksi
KGB bukan bersifat terapetik tetapi lebih bersifat prognostik. Diseksi KGB
direkomendasikan bila KGB teraba atau tampak membesar pada CT scan. Adrenalektomi
ipsilateral dikerjakan pada kasus tumor di kutub atas ginjal dan tampak tidak normal pada CT
scan, atau ditemukan adanya invasi secara makroskopik (Novick, et al, 2016).
Parsial nefrektomi (nephron-sparing surgery) diindikasikan pada T1, ginjal soliter,
gangguan fungsi ginjal kontralateral, RCC sinkronus bilateral dan sindroma VHL . Nefrektomi
sitoreduktif pada kasus metastasis memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan penderita
yang hanya diberikan terapi sistemik. Pembedahan diikuti oleh terapi sistemik dikerjakan bila
keadaan umum penderita baik (skor Karnofsky >70) dan tidak ada metastasis otak (Novick,
et al, 2016).

2.10 Rekomendasi pembedahan

Hanya terapi bedah yang merupakan pendekatan terapi yang kuratif pada pasien RCC. Pada
tumor T1, nephron-sparing surgery sebaiknya dilakukan jika memungkinkan.
Limfadenektomi yang diperluas tidak memperpanjang harapan hidup dan dibatasi
penggunaannya hanya untuk tujuan staging.
Adrenelektomi (bersamaan dengan nefrektomi) tidak diperlukan pada kebanyakan pasien,
kecuali jika ada tumor pada pole atas yang besar dan mungkin terjadi invasi langsung ke
kelenjar adrenal tidak dapat disingkirkan kelenjear adrenal berada dalam batas normal
Jika secara tehnik memungkinkan, nephron-sparing surgery adalah terapi standard untuk
tumor ginjal soliter sampai diameter 7cm
Batas bebas tumor yang minimal pada reseksi parsial RCC cukup untuk mencegah terjadinya
rekurensi lokal
Tedapat peningkatan risiko rekurensi intrarenal pada tumor ukuran lebih besar ( >7cm) yang
dilakukan nephron-sparing surgery, atau jika ada batas bebas tumor yang positif. Follow-up
sebaiknya diintensifkan pada pasien ini
(IAUI, 2012).

2.11 Terapi sistemik

Indikasi terapi sistemik adalah penderita relaps setelah terapi nefrektomi radikal,
stadium IV pasca nefrektomi sitoreduktif atau tidak resektabel (Novick, et al, 2016).
Berdasarkan risiko penyakit dan terapi sebelumnya, direkomendasikan pada clear cell
sebagai berikut:

Terapi Risiko (kriteria MSKCC) atau terapi Rekomendasi


sebelumnya
Sunitinib
Risiko rendah atau sedang Bevacizumab+IFN alfa
Lini pertama
Pazopanib
Risiko tinggi Temsirolimus
Sorafenib
Pernah mendapat terapi sitokin
Pazopanib
Lini kedua
Pernah mendapat terapi VEGFR/TKI Everolimus
Pernah mendapat terapi mTOR Uji klinis
Diadaptasi dari (Ljungberg et al, 2015).
Keterangan: VEGFR= vascular endothelial growth factor receptor, TKI=tyrosine kinase
inhibitor, mTOR=mamalian target of rapamycin

Pilihan terapi pada non clear-cell


Terapi Rekomendasi
Temsirolimus
Sorafenib
Sunitinib
Terapi khemo: Gemcitabine, 5 FU, Doxorubicin dan terapi
suportif
Diadaptasi dari NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology. Kidney Cancer v2.2011

Menurut cara kerja obat, dibagi 2 kelompok:


a. Tyrosine Kinase Inhibitor: Sorafenib, Sunitinib, Bevacizumab, Pazopanib.
b. Mamalian Target of Rapamycin (mTor): Temsirolimus, Everolimus (Jonasch et al,
2014).

2.12 Rekomendasi terapi sistemik

Sunitinib atau Bevacizumab + IFN alfa atau Pazopanib direkomendasikan sebagai obat lini
pertama pada risiko rendah dan sedang
Temsirolimus direkomendasikan sebagai obat lini pertama pada pasien dengan risiko tinggi
Everolimus dapat direkomendasikan sebagai obat lini kedua setelah kegagalan terapi TKIs
Sorafenib direkomendasikan sebagai terapi lini kedua pada mRCC setelah gagal dengan
sitokin
(Ljungberg et al, 2015).

2.13 Tumor Wilms

2.13.1 Langkah diagnostik


Lebih dari 90% penderita ditemukan massa abdomen. Nyeri perut, hematuria dan demam
jarang ditemukan. Rupturnya tumor dengan perdarahan intraabdomen menyebabkan keadaan
acute abdomen. Ekstensi tumor ke dalam vena renalis akan menyebabkan varicocele,
hepatomegali karena obstruksi vena hepatika, asites dan kadang gagal jantung. Hipertensi
sering ditemukan karena peninggian kadar renin. Pada pemeriksaan fisik sangat penting
dicari tanda yang berkaitan dengan sindroma tumor Wilm yaitu aniridia, hemihipertrofi dan
anomali genitourinari (Ljungberg et al, 2015).
Pemeriksaan CT scan dan MRI merupakan modalitas pencitraan yang biasa dipakai
untuk diagnosis adanya massa ginjal. CT scan dan MRI digunakan untuk melihat ekstensi
tumor dan trombus. Apabila fasilitas CT Scan tidak ada maka pemeriksaan penggantinya
adalah ultrasonografi dan BNO-IVP (Ljungberg et al, 2015).

2.13.2 Klasifikasi Stadium


a. Stadium I (mengenai 43% penderita), kriterianya:
- Tumor terbatas diginjal dan dapat diangkat seluruhnya
- Kapsul ginjal utuh
- Tumor tidak pecah atau belum dibiopsi sebelum pembedahan
- Tidak melibatkan pembuluh darah sinus ginjal
- Sayatan bebas tumor
b. Stadium II (mengenai 20% penderita)
Tumor dapat diangkat sempurna dan tepi sayatan bebas tumor. Tumor meluas
didalam ginjal dengan salah satu kriteria dibawah ini:
- Perluasan regional tumor (penetrasi ke kapsul sinus ginjal, invasi luas jaringan
lunak sinus ginjal)
- Pembuluh darah pada spesimen nefrektomi, diluar parenkim ginjal.

c. Stadium III (mengenai 21% penderita)


Terdapat residu tumor non hematogen setelah pembedahan yang terbatas dalam
rongga abdomen. Salah satu kriteria dibawah ini:
- Kelenjar getah bening (KGB) di abdomen atau pelvis (limfadenopati di toraks
dan ekstra abdominal termasuk kriteria stadium IV)
- Tumor menembus peritoneum
- Terdapat sisa tumor secara mikroskopik maupun gross
- Tumor tidak lengkap terangkat karena infiltrasi lokal ke jaringan vital.
- Tumor spillage terjadi sebelum atau selama pembedahan
- Tumor telah dikemoterapi dan biopsi sebelum diangkat
- Tumor terangkat lebih dari beberapa potongan
d. Stadium IV (mengenai 11% penderita)
- Metastasis hematogen ke paru, liver, tulang, otak atau KGB diluar abdomen dan
pelvis.
- Tumor mengenai adrenal tidak diinterpretasikan sebagai metastasis.
e. Stadium V (mengenai 5% penderita)
- Tumor mengenai kedua ginjal (NCCN, 2011).

2.13.3 Penanganan
Terapi baku Wilms Tumor berdasarkan stadium (IAUI, 2012).

Stadium Jenis histologi Terapi


FH <24 bulan Nefrektomi
I FH >24 bulan Nefrektomi diikuti khemo EE-4A
DA Nefrektomi diikuti khemo EE-4A dan XRT
FH Nefrektomi diikuti khemo EE-4A
II FA Nefrektomi diikuti XRT abdomen dan khemo DD-4A
DA Nefrektomi diikuti XRT abdomen dan khemo I
FH Nefrektomi diikuti XRT abdomen dan khemo DD-4A
FA Nefrektomi diikuti XRT abdomen dan khemo DD-4A, atau
III neoadjuvant khemo
DA Neoadjuvant khemo I diikuti Nefrektomi dan XRT
abdomen, atau adjuvant khemo
FH/FA Nefrektomi diikuti XRT abdomen, XRT paru bilateral dan
khemo DD-4A
IV
DA Nefrektomi diikuti XRT abdomen, XRT paru bilateral dan
khemo I atau neoadjuvant khemo
FH Biopsi ginjal dan staging bilateral diikuti neoadjuvant
khemo EE-4A (bila kedua ginjal ≤ stadium II) atau khemo
DD-4A (bila kedua ginjal > stage II), dilanjutkan dengan
operasi second-look dan bila memungkinkan khemo
V
tambahan dan/atau XRT
FA/DA Biopsi ginjal dan staging bilateral diikuti neoadjuvant
khemo I dilanjutkan dengan operasi second-look dan bila
memungkinkan khemo tambahan dan/atau XRT

AH = anaplastic histology; DA = diffuse anaplastic; FA = focal anaplastic; FH = favorable


histology; XRT = terapi radiasi, XRT paru dikerjakan bila terbukti ada metastasis

Nama regimen Deskripsi regimen


EE-4A Vincristine, dactinomycin 18 minggu
DD-4A Vincristine, dactinomycin, doxorubicin 24 minggu
I Vincristine, doxorubicin, cyclophosphamide, etoposide 24 minggu

Pengangkatan tumor haruslah lengkap untuk menghindari ruptur tumor. Pendekatan


operasi yang dianjurkan adalah insisi transabdominal atau torakoabdominal, insisi lumbotomi
tidak dianjurkan karena keterbatasan exposure. Pada kasus yang resektabel, biopsi praoperasi
atau intraoperasi tidak dianjurkan. Bila dari pemeriksaan pencitraan jelas tidak ada
keterlibatan sisi kontralateral maka eksplorasi sisi kontralateral tidak diperlukan (Jonasch et
al, 2014).
Nefrektomi parsial tidak direkomendasikan kecuali pada kasus tumor bilateral, ginjal
soliter, ginjal tapak kuda, sindroma Denys-Drash atau Frasier dengan maksud menunda untuk
dialysis (Jonasch et al, 2014; Ljungberg et al, 2015). Pengambilan KGB hilar, periaortik,
iliaka dan seliaka harus dikerjakan walaupun pada penampakan seperti normal. Batas reseksi,
tumor residu atau KGB yang dicurigai sebaiknya diberi tanda dengan klip titanium (Jonasch
et al, 2014; Ljungberg et al, 2015).

Khemoterapi neoadjuvant diindikasikan pada keadaan sebagai berikut:


 Tumor metachronous bilateral
 Ginjal soliter
 Ekstensi thrombus tumor diatas batas vena hepatica
 Tumor mengenai jaringan sekitar (lien, pancreas, kolon)
 Fungsi paru-paru yang compromise karena metastasis
 Ruptur retroperitoneal dengan cairan bebas di Fasia Gerota

Bayi dibawah 12 bulan, dosis yang diberikan 50% dibandingkan pada anak yang lebih
besar untuk mencegah efek toksik. Dactinomycin tidak boleh diberikan bersamaan dengan
terapi radiasi. Pada keadaan gagal ginjal obat vincristine dan doxorubicin dapat tetap
diberikan dosis penuh (Jonasch et al, 2014; Ljungberg et al, 2015).

2.14. Tumor Jinak Ginjal


 
2.14.1 Hamartoma Ginjal
Hamartoma atau angiomiolipoma ginjal adalah tumor ginjal yang terdiri atas komponen
lemak, pembuluh darah dan otot polos. Tumor jinak ini biasanya bulat atau lonjong dan
menyebabkan terangkatnya segmen ginjal. Kadang tumor ini ditemukan juga pada lokasi
ektrarenal karena pertumbuhan yang multisentrik . Lima puluh persen dari hamartoma ginjal
adalah pasien Tuberous sklerosis atau penyakit Bournville yaitu suatu kelainan bawaan yang
ditandai dengan retardasi mental,epilepsi, adenoma seseum dan terdapat hamartoma di retina,
hepar, tulang, pankreasdan ginjal. Tumor ini lebih banyak menyerang wanita daripada pria
dengan perbandingan 4 : 1. Hamartoma ginjal sering tanpa menunjukkan gejala dan kadang-
kadangdidapatkan secara kebetulan pada saat pemeriksaan rutin dengan ultrasonografi
abdomen.Gejala klinis yang mungkin dikeluhkan adalah : nyeri pinggang, hematuria, gejala
obstruksi saluran kemih bagian atas dan kadang kala terdapatgejala perdarahan rongga
retroperitonial (Woo, et al, 2015).

2.14.2 Fibroma Renalis


Tumor jinak ginjal yang paling sering ditemukan ialah fibroma renalis atau tumor sel
interstisial reno-medulari. Tumor ini biasanya ditemukan secara tidak sengaja sewaktu
melakukan autopsi, tanpa adanya tanda ataupun gejala klinis yangsignifikan. Fibroma renalis
berupa benjolan massa yang kenyal keras, dengandiameter kurang dari 10 mm yang terletak
dalam medula atau papilla. Tumortersusun atas sel spindel dengan kecenderungan
mengelilingi tubulus di dekatnya (Jonasch et al, 2014).
 
2.14.3 Adenoma Korteks Benigna
Adenoma koreteks benigna merupakan tumor berbentuk nodulus berwarnakuning kelabu
dengan diameter biasanya kurang dari 20 mm, yang terletak dalamkorteks ginjal. Tumor ini
jarang ditemukan, pada autopsi didapat sekitar 20% dariseluruh autopsi yang dilakukan.
Secara histologis tidak jelas perbedaannya dengankarsinoma tubulus renalis ; keduanya
tersusun atas sel besar jernih dengan inti kecil.Perbedaannya ditentukan hanya berdasarkan
ukurannya ; tumor yang berdiameterkurang dari 30 mm ditentukan sebagai tumor jinak.
Perbedaan ini sepenuhnya tidak dapat dipegang sebab karsinoma stadium awal juga
mempunyai diameter kurangdari 30 mm. Proses ganas dapat terjadi pada adenoma korteks
(Woo, et al, 2015).

BAB III

KESIMPULAN
Tumor ginjal merupakan salah satu dari diagnosis banding dari adanya massa pada

ginjal. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti dapat mengarahkan kepada kecurigaan

tumor pada ginjal. Diagnosis dan pengenalan dini dapat mencegah terjadinya perburukan

akibat kanker ginjal. Terapi berupa pembedahan dan pemberian kemoterapi meningkatkan

angka ketahanan pasien dengan adanya kanker ginjal.

DAFTAR PUSTAKA

Lipworth L, Tarone RE, McLaughlin JK. The Epidemiology of Renal Cell Carcinoma. J Urol
2006;176:2353-2358.

NCCN Asia Consensus Statement. Kidney Cancer v2.2011.

NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology. Kidney Cancer v2. NCCN.org. 2011

Cooper CS, Snyder III HM. 2005. Pediatric Genitourinary Cancer,


dalam Nachtsheim D. Editor. Vademecum Urological Oncology.Texas: Landes Bioscience.
117-123

Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.

Putz, R., Alat Pernafasan, Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Jilid 1, Edisi 21, EGC, 2006

Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5 th ed. US: FA Davis
Company; 2007.

Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill Companies; 2001.
Umbas R, Hardjowijoto S, Safriadi F, Mochtar CA et al. Panduan Penanganan Kanker Ginjal
(Guidelines on Renal Malignant Tumour). Ikatan Ahli Urologi Indonesia. 2012. Jakarta.

Ljungberg B., Bensalah K., Bex A., Canfield S., Dabestani S, et al. 2015. EAU Guidelines on
Renal Cell Carcinoma. European Association of Urology.

Novick AC, Bukowski RM, Campbell SC. Renal tumours. In: Wein AJ, Kavoussi LR,
Novick AC, Partin AV, Peters CA (eds). Campbell-Walsh Urology. Philadelphia: WB
Saunders, 2016: pp. 1565-638.

NCCN Asia Consensus Statement. Kidney Cancer v2.2011.

Warren KS, McFarlane J. The Bosniak classification of renal cystic masses. BJU Int
2005;95:939942

Jonasch E, Gao J, Rathmell WK. Renal Cell Carcinoma. BMJ. 2014;349: g4797.

Woo S, Cho JY. Imaging Findings of Common Benign Renal Tumors in the Era of Small
Renal Masses: Differential Diagnosis from Small Renal Cell Carcinoma: Current Status and
Future Perspectives. Korean J Radiol. 2015: 16(1):99-113.

Reinhard R, Zon-Conijn M, Smithuis R. Kidney-Solid Masses. Radiology Assistant. 2016.


http://www.radiologyassistant.nl/en/p571eea20ec282/kidney-solid-masses.html. diakses
tanggal 9 Mei 2018.

Hamiseno D, Budisantoso RR, Mochtar CA, Umbas R. Tingkat kesintasan dan faktor
prognostik pasien Karsinoma sel ginjal di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan Rumah
Sakit Kanker Dharmais. Indonesian Journal of Cancer. (in press 2012)

Guaragna, Mara Sanches; Soardi, Fernanda Caroline; Assumpção, Juliana Godoy; Zambaldi,
Lílian de Jesus Girotto; Cardinalli, Izilda Aparecida; Yunes, José Andrés; De Mello,
Maricilda Palandi; Brandalise, Silvia Regina; Aguiar, Simone dos Santos (2010). "The Novel
WT1 Gene Mutation p.H377N Associated to Denys-Drash Syndrome". Journal of Pediatric
Hematology/Oncology

Anda mungkin juga menyukai