Anda di halaman 1dari 6

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL

4.1.1 Karateristik Subjek Penelitian

Total pasien hipertensi pada posyandu Matahari dan Strada Kenanga

yang memenuhi kriteria inklusi sebagai sampel adalah 24 orang. Data

karakteristik sampel penelitian disajikan pada tabel 4.1.1.

No. Karakteristik

1. Jumlah (n) 24
2. Jenis Kelamin laki-laki 7 (29,2)
perempuan 17 (70,8)
3. Usia (tahun) 60,25 ± 8,85
4. Berat badan posyandu bulan Juli (kg) 57,33 ± 9,88
5. Berat badan posyandu bulan Agustus (kg) 57,46 ± 9,88
6. Tekanan darah sistolik bulan Juli (mmHg) 147,29 ± 12,25
Tekanan darah sistolik bulan Agustus
7. 139,38 ± 12,71
(mmHg)
8. Tekanan darah diastolik bulan Juli (mmHg) 83,33 ± 8,68
Tekanan darah diastolik bulan Agustus
9. 79,17 ± 8,16
(mmHg)
10. Kepatuhan pengobatan bulan Juli Rutin 13 (54,2)
Tidak rutin 11 (45,8)
11. Kepatuhan pengobatan bulan Agustus Rutin 19 (79,2)
Tidak rutin 5 (20,8)
Tabel 4.1.1 Karakteristik Sampel

26
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah sampel perempuan lebih

banyak dari sampel laki-laki, dengan persentase 70,8%. Rerata usia sampel

termasuk dalam kelompok dewasa menengah (middle-aged), yaitu 60,25

tahun. Berat badan rata-rata sampel tidak berbeda jauh pada bulan Juli dan

Agustus, yakni 57,33 kg dan 57,46 kg. Rerata tekanan darah sistolik sampel

pada bulan Juli masuk dalam kategori hipertensi, yaitu 147,29 mmHg. Pada

bulan Agustus, rerata tekanan darah sistolik mengalami penurunan meskipun

kurang tepat bila dikatakan masuk dalam kategori pre-hipertensi, yaitu 139,38

mmHg. Rerata tekanan darah diastolik bulan Juli dan Agustus masing-masing

83,33 mmHg dan 79,17 mmHg. Dari 24 peserta posyandu yang masuk

kriteria inklusi, 54,2% rutin kontrol pengobatan pada pemeriksaan bulan Juli.

Pada bulan Agustus, jumlah peserta yang rutin kontrol sebanyak 19 orang

(79,2%).

4.1.2 Pengaruh konseling terhadap kepatuhan kontrol pada pasien

hipertensi

27
Tabel 4.1.2 menyajikan data kepatuhan subjek penelitian. Kepatuhan

dinilai dari kerutinan kontrol atau tidaknya subjek penelitian ke fasilitas

kesehatan terdekat.

Tabel 4.1.2 Pengaruh konseling terhadap tingkat kepatuhan

Kepatuhan Pengukuran P
Pengukuran ke-1 Pengukuran ke-2
(Sig)
Patuh 13 (54,2) 19 (79,2) 0,031
Tidak patuh 11 (45,8) 5 (20,8)

Hasil yang diperoleh pada pengukuran pertama pasien dengan kelompok

tidak rutin kontrol dan minum obat sebanyak 11 orang (45,8%) dan kelompok

yang patuh sebanyak 13 orang (54,2%). Pada pengukuran kedua terdapat

pasien dengan kelompok tidak patuh sebanyak 5 orang (20,8%) dan

kelompok yang patuh sebanyak 19 orang (79,2%). Data yang diperoleh dari

penelitian terdistribusi tidak normal, sehingga uji yang digunakan adalah uji

McNemar. Dari pengujian diperoleh hasil signifikansi nilai p 0,031 (p<0,05),

sehingga dapat diartikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap

tingkat kepatuhan pasien dalam kontrol rutin ke fasilitas kesehatan terdekat

setelah dilakukan konseling.

4.1.3 Pengaruh Konseling Terhadap Perubahan Nilai Tekanan Darah

Sistolik

Perbandingan nilai tekanan darah sistolik dianalisis menggunakan uji

Wilcoxon karena memiliki sebaran data yang tidak normal. Hasil tes

28
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai tekanan

darah sistolik sebelum dan setelah konseling, dengan nilai p 0,010 (p<0,05).

4.1.4 Pengaruh Konseling Terhadap Perubahan Nilai Tekanan Darah

Diastolik

Perbandingan nilai tekanan darah diastolik dianalisis menggunakan uji-t

berpasangan karena memiliki sebaran data yang normal. Hasil tes

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai tekanan

darah diastolik sebelum dan setelah konseling, dengan nilai p 0,008 (p<0,05).

4.2 PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh konseling terhadap

kepatuhan minum obat pasien penderita hipertensi. Hal ini sejalan dengan

penelitian sebelumnya yang menunjukkan adanya peningkatan kepatuhan pada

pasien hipertensi dalam penggunaan obat secara bermakna setelah mendapatkan

konseling di RSUD Undata Palu. Studi lain yang dilakukan oleh Grant et al.

(2015) menunjukkan bahwa dukungan sosial dan ekspektasi pasien terhadap

terapi dapat meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Dukungan

sosial dalam konteks ini dapat berarti dukungan dari keluarga dan dukungan dari

tenaga kesehatan berupa konseling.

Konseling merupakan faktor penting dalam upaya meningkatkan

kepatuhan pasien dalam kontrol rutin serta menggunakan obat. Dengan

dilakukannya konseling dan edukasi, pengetahuan pasien mengenai hipertensi

bertambah sehingga ekspektasi pasien akan terapi hipertensi juga meningkat.

Pada awalnya, pasien mungkin hanya akan mengonsumsi obat anti hipertensi

29
saat ada keluhan saja. Namun seiring meningkatnya pengetahuan, meningkat

pula kewaspadaan pasien akan komplikasi hipertensi, sehingga pasien akan lebih

sering memeriksakan tekanan darahnya. Apabila pasien telah mulai minum obat

namun tekanan darah yang diharapkan masih belum tercapai, akan ada usaha

baru untuk mencapai tekanan darah yang diinginkan, antara lain pengaturan diet

harian, olahraga, serta konsultasi dengan tenaga kesehatan/dokter mengenai hal

apa yang perlu dilakukan selanjutnya.

Pada penelitian ini, didapatkan perbedaan yang signifikan pada tekanan

darah pasien dengan hipertensi setelah dilakukan konseling. Hal ini sejalan

dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa konseling dapat

membantu menurunkan tekanan darah sistolik (Schoenthaler et al., 2015). Studi

lain yang dilakukan oleh Nolan et al. (2018) juga menunjukkan bahwa

penggunaan e-counseling selama 12 bulan memiliki manfaat terapeutik berupa

perbaikan tekanan darah sistolik, pulse pressure, dan indeks resiko absolut

Framingham 10 tahun untuk penyakit kardiovaskuler (the Framingham 10-year

absolute risk index for cardiovascular disease). Dalam penelitian ini, konseling

hanya dilakukan sekali pada saat posyandu pertama, sehingga masih adanya

peserta yang tidak patuh pengobatan pada posyandu kedua dapat dikarenakan

oleh kurangnya waktu konseling yang diberikan.

Keberhasilan pengobatan pada penderita hipertensi dengan penyakit

lainnya tidak hanya dipengaruhi oleh kepatuhan pasien akan tetapi juga oleh

kualitas pelayanan kesehatan, sikap, dan keterampilan petugas, sikap, dan pola

hidup pasien beserta keluarga. Oleh karena itu, untuk menciptakan pengetahuan

dan pemahaman pasien dalam penggunaan obat yang akan berdampak pada

30
kepatuhan dalam pengobatan serta keberhasilan proses penyembuhan, maka

perlu dilakukan adanya pelayanan informasi obat untuk pasien dan keluarga

melalui konseling .

Keterbatasan dalam penelitian ini antara lain jumlah sampel yang sedikit,

kurangnya waktu konseling yang diberikan, serta kurangnya cakupan penderita

hipertensi yang dapat dikonseling dikarenakan tidak semua pasien hipertensi

dapat menghadiri kegiatan posyandu. Beberapa alasan yang disampaikan pasien

antara lain adanya kegiatan lain yang bertepatan dengan posyandu atau tidak

adanya keluarga yang mengantar, sehingga diperlukan peran kader untuk dapat

mengajak masyarakatnya agar lebih antusias lagi menghadiri posyandu.

Pelatihan dan pembentukan kader hipertensi juga dapat membantu dalam

memenuhi kurangnya waktu konseling yang dapat diberikan oleh tenaga

kesehatan. Adanya kerjasama ini dapat meningkatkan pengetahuan tenaga

kesehatan mengenai kondisi lapangan, sehingga pada kunjungan selanjutnya

tenaga kesehatan dapat meningkatkan cakupan penderita hipertensi yang dapat

dikonseling dalam rangka meningkatkan kepatuhan berobat dan menurunkan

insiden hipertensi dalam jangka panjangnya.

31

Anda mungkin juga menyukai