Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN MASALAH CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK.I R. SAID SUKANTO

Jl. Raya Jakarta-Bogor, Kramat Jati, Kec. Kramat Jati, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota
Jakarta

Dosen Pembimbing: Ns. Mareta Dea Rosaline, M.Kep

Disusun Oleh :

Nama : Davita Aprilia Pratiwi

NIM : 2010721046

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
2020/2021

A. DEFINISI
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan salah satu penyakit yang menyerang
organ ginjal dimana keadaan organ ginjal menurun secara progresif, kronik, maupun
metetap dan berlangsung. Kriteria yang terdapat pada penyakit ginjal kronik ini adalah
timbulnya kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan dengan kata lain terjadinya kelainan
structural maupun fungsional (Faradilla, 2009). Adapun tanda dan gejala penyakit
Chronic Kidney Disease (CKD) antara lain terjadinya kelainan pada urin terdapat dalam
protein, sel darah putih/lekosit, darah/eritrosit, bakteri, creatine darah naik, hemoglobin
turun, protein yang selalu positif. Penyakit CKD ini dapat menyerang siapapun dari mulai
balita hingga usia lanjut. Seiring pertumbuhannya penduduk juga salah satu faktor
timbulnya penyakit CKD ini.

B. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal.
Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli
arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif 
a. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital
pada leher kandung kemih dan uretra.

C. ANATOMI FISIOLOGI
1. Anatomi Ginjal
Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium
(retroperitoneal), didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus
abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Di
bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjaradrenal (juga disebut kelenjar
suprarenal). Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada
orang dewasa  berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, kira-kira
sebesar kepalan tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat
seluruh tubuh atau kurang lebih beratnya antara 120-150 gram.

1
Ginjal Bentuknya seperti biji kacang, dengan lekukan yang menghadap ke dalam.
Jumlahnya ada 2 buah yaitu kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan
dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari pada ginjal wanita. Ginjal
kanan biasanya terletak sedikit ke bawah dibandingkan  ginjal kiri untuk memberi
tempat  lobus hepatis dexter yang besar.  Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut
oleh bantalan lemak yang tebal. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak
(lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam guncangan. Setiap
ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat cortex
renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan medulla renalis di bagian
dalam yang berwarna coklat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla
berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap
kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis. Hilum adalah
pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah,
pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima
urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga kaliks renalis majores yang
masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga kaliks renalis minores. Medulla
terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut piramid. Piramid-piramid tersebut
dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-segmen tubulus dan duktus
pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid membentuk duktus papilaris
bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal dari banyak duktus pengumpul
(Price,1995 : 773).
Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2 juta buah
pada tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri dari
kapsula bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung
henle dan tubulus kontortus distal, yang mengosongkan diri keduktus pengumpul.
(Price, 1995) Unit nephron dimulai dari pembuluh darah halus / kapiler, bersifat
sebagai saringan disebut Glomerulus, darah melewati glomerulus/ kapiler tersebut
dan disaring sehingga terbentuk filtrat (urin yang masih encer) yang berjumlah kira-
kira 170 liter per hari, kemudian dialirkan melalui pipa/saluran yang disebut Tubulus.
Urin ini dialirkan keluar ke saluran Ureter, kandung kencing, kemudian ke luar

2
melalui Uretra. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama
elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan
dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan
dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme
pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan
disebut urin.

Vaskularisasi ginjal
Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra
lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kavainferior yang terletak
disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk kedalam hilus, arteri tersebut
bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya
membentuk arteri arkuata kemudian membentuk arteriola interlobularis yang tersusun
paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen
pada glomerulus (Price, 1995). Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang
kemudian bercabang membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan
disebut kapiler peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini akan
dialirkan kedalam jalinan vena selanjutnya menuju vena interlobularis, vena arkuarta,
vena interlobaris, dan vena renalis untuk akhirnya mencapai vena cava inferior.
Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 ml darah permenit suatu volume yang sama dengan
20-25% curah jantung (5000 ml/menit) lebih dari 90% darah yang masuk keginjal
berada pada korteks sedangkan sisanya dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran
darah ginjal adalah otoregulasi aliran darah melalui ginjal arteiol afferen mempunyai
kapasitas intrinsik yang dapat merubah resistensinya sebagai respon terhadap
perubahan tekanan darah arteri dengan demikian mempertahankan aliran darah ginjal
dan filtrasi glomerulus tetap konstan ( Price, 1995).

Persarafan Pada Ginjal


Menurut Price (1995) “Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis (vasomotor),
saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk kedalam ginjal, saraf ini
berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal”.

2. Fisiologi Ginjal
Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak
(sangat vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah “menyaring /
membersihkan” darah . Aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit atau 1.700
liter/hari, darah tersebut disaring menjadi cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit (170
liter/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini diproses dalam Tubulus sehingga akhirnya
keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari.

3
Fungsi Ginjal
Fungsi ginjal adalah
a. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun,
b. mempertahankan  keseimbangan cairan tubuh,
c. mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan
d. mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan
amoniak.
e. Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang.
f. Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah.
g. Produksi Hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah merah.
Tahap

Pembentukan Urine
Filtrasi Glomerular
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti
kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel terhadap
protein plasma yang besar dan cukup permabel terhadap air dan larutan yang lebih
kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal
(RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200
ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui
glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR =
Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowman’s disebut filtrat.
Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler
glomerulus dan kapsula bowman’s, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler
glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik
filtrat dalam kapsula bowman’s serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi
glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga
oleh permeabilitas dinding kapiler.

4
Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit,
elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat
tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.

Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah
melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara
alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi
dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen. Pada tubulus
distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam sekresi hidrogen
dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium
keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan
tubular “perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi,
hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya. Pilihan kation yang akan
disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini
(hidrogen dan kalium). Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis
ini membantu kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan
lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat
menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan
kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik

D. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak. Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan
memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam
keadaan penurunan GFR/ daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi
lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul
disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi
lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal
telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah ( Barbara C Long, 2000).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin
berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialysis.

5
Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
1. Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal
dan penderita asimptomatik.
2. Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75 % jaringan telah rusak, Blood
Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
3. Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.

Pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG :


1. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG
yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
2. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89
mL/menit/1,73 m2
3. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
4. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
5. Stadium5 :kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
terminal

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan lab.darah
- Hematologi
Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit
- RFT ( renal fungsi test )
ureum dan kreatinin
- LFT (liver fungsi test )
- Elektrolit
Klorida, kalium, kalsium
- Koagulasi studi
PTT, PTTK
- BGA

2. Urine
- Urine rutin
- Urin khusus : benda keton, analisa kristal batu

3. Pemeriksaan kardiovaskuler
- ECG
- ECO
4. Radidiagnostik
- USG abdominal
- CT scan abdominal
- BNO/IVP, FPA
- Renogram
- RPG ( retio pielografi )

6
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
1. Konservatif
a. Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
b. Observasi balance cairan
c. Observasi adanya odema
d. Batasi cairan yang masuk

2. Dialysis
a. Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan dialysis yang bisa
dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD ( Continues
Ambulatori Peritonial Dialysis )
b. Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah
femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
1) AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
2) Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )

3. Operasi
a. Pengambilan batu
b. Transplantasi ginjal

G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga
yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal
seperti  proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat
terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting
sebagai pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri
yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum /
mengandung banyak senyawa/ zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
b. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo
nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan
traktus urinarius  bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
c. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam
kurun waktu 6  bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi
dan air naik atau turun.
d. Pola eliminasi

7
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah  penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan
suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
e. Pengkajian fisik
1) Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien
dari compos mentis sampai coma.  
2) Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat
dan reguler.
3) Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau
terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
4) Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga,
hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan
pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
5) Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
6) Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot
bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada
paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan
pada  jantung.
7) Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
8) Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat
ulkus.
9) Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang,
dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.  j.
10) Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat /
uremia, dan terjadi perikarditis.
 
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut:
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit volume cairan tidak seimbang oleh
karena retensi Na dan H2O
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah
d. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi
melalui alkalosis respiratorik
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis

8
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1 Penurunan curah Penurunan curah jantung 1. Auskultasi bunyi jantung dan paru
jantung berhubungan tidak terjadi dengan kriteria 2. Kaji adanya hipertensi
dengan beban jantung hasil : 3. Selidiki keluhan nyeri dada,
yang meningkat Mempertahankan curah perhatikanlokasi, rediasi, beratnya
jantung dengan bukti tekanan (skala 0-10)
darah dan frekuensi jantung 4. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap
dalam batas normal, nadi aktivitas
perifer kuat dan sama dengan
waktu pengisian kapiler
2 Gangguan Mempertahankan berat tubuh 1. Kaji status cairan dengan menimbang
keseimbangan cairan ideal tanpa kelebihan cairan BB perhari, keseimbangan masukan
dan elektrolit volume dengan kriteria dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda
cairan tidak seimbang hasil: tidak ada edema, vital
oleh karena retensi Na keseimbangan antara input 2. Batasi masukan cairan
dan H2O dan output 3. Jelaskan pada pasien dan keluarga
tentang pembatasan cairan
4. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk
mencatat penggunaan cairan terutama
pemasukan dan haluaran
3 Perubahan nutrisi Mempertahankan masukan 1. Awasi konsumsi makanan / cairan
kurang dari kebutuhan nutrisi yang adekuat dengan 2. Perhatikan adanya mual dan muntah
berhubungan dengan kriteria hasil: 3. Berikan makanan sedikit tapi sering
anoreksia, mual, menunjukan BB stabil 4. Tingkatkan kunjungan oleh orang
muntah terdekat selama makan
5. Berikan perawatan mulut sering
4 Perubahan pola nafas Pola nafas kembali normal / 1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya
berhubungan dengan stabil crakles
hiperventilasi 2. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas
sekunder: kompensasi dalam
melalui alkalosis 3. Atur posisi senyaman mungkin
respiratorik 4. Batasi untuk beraktivitas
5 Kerusakan integritas Integritas kulit dapat terjaga 1. Inspeksi kulit terhadap perubahan
kulit berhubungan dengan kriteria hasil : warna, turgor, vaskuler, perhatikan
dengan pruritis 1. Mempertahankan kadanya kemerahan
kulit utuh 2. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit
2. Menunjukan dan membran mukosa
perilaku / teknik 3. Inspeksi area tergantung terhadap udem
untuk mencegah 4. Ubah posisi sesering mungkin
kerusakan kulit 5. Berikan perawatan kulit
6. Pertahankan linen kering
7. Anjurkan pasien menggunakan
kompres lembab dan dingin untuk
memberikan tekanan pada area pruritis

9
DAFTAR PUSTAKA

Fadilla, Ivan, dkk. 2018. Klasifikasi Penyakit Chronic Kidney Disease (CKD) Dengan
Menggunakan Metode Extreme Learning Machine (ELM). e-ISSN: 2548-964X, Vol. 2,
No. 10
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
RSMB. 2015. Anatomi Fisiologi Ginjal. http://www.rsmb.co.id/p2652/ diakses pada
tanggal 17 Juni 2019
Bulechek, M.G dkk.2013. Nursing Interventions Classification (NIC), 6th Indonesian
edition. Indonesia: Mocomedia.
Herdman, H.T. 2012. Diagnosis Keperawatan: Defenisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC.
Moorhead Sue, dkk.2013. Nursing Outcomes Classification (NOC), 5th Indonesian
edition. Indonesia: Mocomedia.

10

Anda mungkin juga menyukai