Anda di halaman 1dari 36

TUTORIAL II

Bengkak pada Wajah dan Perut

KELOMPOK 7

1. Maria Paskahayu Wulandari 1808010001


2. Sarah G. N. W. E. Saudale 1808010085
3. Tiara Dirgantini 1808010008
4. Anna S.M Dapa Taka 1808010014
5. Januario Sebastiano Sega 1808010009
6. Ivan Mahendra Haan 1808010081
7. Michel Soeputra Mailsa Beti 1708010041
8. Dania E. M. Seran 1808010048
9. Putri Amelinda Lubalu 1808010023
10. Gregorius Kenang W. 1808010083
11. Aulia Rahmah Wea 1808010066
12. Kasius K. De Paus 1808010004

Fakultas Kedokteran
Universitas Nusa Cendana Kupang
2020
Kata Kunci :

 Anak laki- laki

 12 tahun

 wajah dan perut bengkak

 sejak 3 minggu yang lalu

 tidak ada demam

 Tidak ada tanda- tanda infeksi lain

Pertanyaan :

1. Aspek biomedik : anatomi ,fisio dan histo dr organ terkait .

2. Hubungan usia dan jenis kelamin terkait dengan keluhan pasien

3. Etiologi dari perut dan wajah yang membengkak

4. Patomekanisme wajah bengkak

5. Mengapa bengkak tidak di sertai dengan tanda tanda infeksi

6. Bagaimana langkah langkah diagnosis

7. DD

Brainstorming :
1. Anatomi : ginjal, ureter, vesika urinaria

Fisiologi : filtrasi, reabsorbi dan sekresi

Histo : jawaban panjang


2. Ya, ada hubungan

3. Penyebab : adanya kongesti, obstruksi limfatik, permeabilitas kapiler bertambah, hipoproteinemia,

- infeksi sinus dan abses gigi, wajah yang terbakar matahari


- peningkatan tekanan vena
- penggunaan obat obatan

4. Jawaban panjang
5. Teori underfill dan overfill

- penurunan konsentrasi protein plasma


- peningkatan permeabilitas dinding kapiler

6. Anamnesis, pemfis, pemeriksaan penunjang.

7. Jawaban panjang

Jawaban :

1. Anatomi, fisiologi dan histologi yang berkaitan dengan skenario ?

Anatomi

Terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium (retroperitoneal),


didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus abdominis, kuadratus
lumborum dan  psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Di bagian atas ( superior  ) ginjal
terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal ). Kedua ginjal terletak di sekitar
vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada orang dewasa berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm,
tebal 2,3-3 cm, kira-kira sebesar kepalan tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal
kurang dari 1% berat seluruh tubuh atau kurang lebih beratnya antara 120-150 gram.

Ginjal
Bentuknya seperti biji kacang, dengan lekukan yang menghadap ke dalam. Jumlahnya ada 2 buah yaitu kiri
dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari
pada ginjal wanita. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit ke bawah dibandingkan ginjal kiri untuk memberi
tempat lobus hepatis dexter yang besar. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak
yang tebal. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang
membantu meredam guncangan.

Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian
luar, yang berwarna coklat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang
dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut
tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang- lubang kecil disebut papilla renalis.

Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh
limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal.
Terbagi menjadi dua atau tiga kaliks renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua
atau tiga kaliks renalis minores. Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut piramid. Piramid-
piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-segmen tubulus dan duktus
pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk
dari kesatuan bagian terminal dari banyak duktus pengumpul (Price,1995 : 773).

Vaskularisasi ginjal

Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra lumbalis II. Vena renalis
menyalurkan darah kedalam vena kavainferior yang terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri
renalis masuk kedalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara
piramid selanjutnya membentuk arteri arkuata kemudian membentuk arteriola interlobularis yang
tersusun paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen pada
glomerulus (Price, 1995).

Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian bercabang membentuk sistem portal kapiler
yang mengelilingi tubulus dan disebut kapiler peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini
akan dialirkan kedalam jalinan vena selanjutnya menuju vena interlobularis, vena arkuarta, vena
interlobaris, dan vena renalis untuk akhirnya mencapai vena cava inferior. Ginjal dilalui oleh sekitar 1200
ml darah permenit suatu volume yang sama dengan 20-25% curah jantung (5000 ml/menit) lebih dari 90%
darah yang masuk keginjal berada pada korteks sedangkan sisanya dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran
darah ginjal adalah otoregulasi aliran darah melalui ginjal arteiol afferen mempunyai kapasitas intrinsik
yang dapat merubah resistensinya sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah arteri dengan demikian
mempertahankan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus tetap konstan ( Price, 1995).

Persarafan

Kandung kemih mendapat persarafan utama dari nervus pelvikus, yang berhubungan dengan medula
spinalis melalui pleksus sakralis, terutama dengan segmen S-2 dan S-3 medula spinalis. Dalam nervus pelvikus
terdapat dua jenis saraf yaitu serat saraf sensorik dan serat saraf motorik.
Serat sensorik mendeteksi derajat regangan dalam dinding kandung kemih. Sinyal-sinyal regangan
khususnya dari uretra posterior merupakan sinyal yang kuat dan terutama berperan untuk memicu refleks
pengosongan kandung kemih. Persarafan motorik yang dibawa dalam nervus pelvikus merupakan serat
parasimpatis. Saraf ini berakhir di sel ganglion yang terletak di dalam dinding kandung kemih. Kemudian
sarafsaraf postganglionik yang pendek akan mempersarafi otot detrusor. Selain saraf pelvis, terdapat dua jenis
persarafan lain yang penting untuk mengatur fungsi kandung kemih. Saraf yang paling penting adalah serat
motorik skeletal yang dibawa melalui nervus pudendus ke sfingter eksterna kandung kemih. Saraf ini merupakan
serat saraf somatik yang mempersarafi dan mengatur otot rangka volunter sfingter tersebut.
Kandung kemih juga mendapatkan persarafan simpatis dari rangkaian simpatis melalui nervus
hipogastrik, yang terutama berhubungan dengan segmen L-2 medula spinalis. Serat simpatis ini terutama
merangsang pembuluh darah dan memberi sedikit efek terhadap proses kontraksi kandung kemih. Beberapa serat
saraf sensorik juga berjalan melalui persarafan simpatis dan mungkin penting untuk \ sensasi rasa penuh dan
nyeri, pada beberapa kasus.

Fisiologi Ginjal

Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak (sangat vaskuler) tugasnya
memang pada dasarnya adalah “menyaring/membersihkan” darah. Aliran darah ke ginjal adalah 1,2
liter/menit atau 1.700 liter/hari, darah tersebut disaring menjadi cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit
(170 liter/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini diproses dalam Tubulus sehingga akhirnya keluar dari ke-
2 ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari.

Fungsi ginjal adalah

a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun,


b) mempertahankan keseimbangan cairan tubuh,
c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan
d) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.
e) Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang.
f) Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah.
g) Produksi Hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah merah.

Tahap Pembentukan Urine :

1. Filtrasi

Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya,
kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan
cukup permabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa,
dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah
jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit
dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR
= Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowman’s disebut filtrat.

Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan
kapsula bowman’s, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan
kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman’s serta tekanan osmotik
koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun
juga oleh permeabilitas dinding kapiler.
2. Reabsorpsi

Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit, elektrolit dan air. Setelah
filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah
difiltrasi.
3. Sekresi

Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah melalui tubulus
kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya
penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta
ion-ion hidrogen.
Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam sekresi
hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium
keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular
“perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium
harus disekresi dan sebaliknya.
Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES)
dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium).
Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami
beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti
mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat
terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik.

Histologi Ginjal
Sistem urinarius terdiri dari sepasang ginjal, sepasang ureter, vesika urinaria dan uretra. Sistem ini membantu
mempertahankan homeostasis melalui berbagai proses yang bersifat kompleks meliputi filtrasi (penyaringan)
sisa buangan sel dari darah, reabsorpsi (penyerapan kembali) selektif air dan metabolitnya, dan ekskresi
(pengeluaran) sisa buangan dan keluar dalam bentuk urin.
Permukaan ginjal ditutupi oleh kapsul dari jaringan ikat atau penyambung, terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan
luar (fibroblast dan serat kolagen) dan lapisan dalam (myofibroblast). Kontraktilitas myofibroblast berperan
dalam volume sisa dan variasi tekanan ginjal sehingga mempengaruhi fungsi ginjal. Fungsi spesifik kapsul ini
tidak jelas. Kapsul masuk ke hilum dan membentuk jaringan penyambung yang menutupi sinus yang akan
berlanjut membentuk dinding kaliks dan pelvis ginjal.
Bila ginjal dibelah sejajar dengan permukaan maka akan membagi dua ginjal sama tebal dan tampaklah 2 bagian
ginjal yaitu korteks dan medulla ginjal.
Korteks ginjal berwarna merah gelap dan bergranula, menutupi seluruh medula dan meluas kedalam medula
membentuk "kolumna renalis Bertini" yang berjalan diantara ginjal. Korteks mengandung tubulus kontortus
proksimal dan distal, glomeruli dan medullary ray atau radius medullaris. Disini terdapat arteri interlobularis dan
vena interlobularis.
Medula ginjal, memiliki tebal sekitar 2 kali korteks, terdiri dari bagian seperti kerucut yang lebih pucat dari
korteks disebut "piramid ginjal" yang dipisahkan oleh kolumna renalis Bertini. Dasar piramid ginjal berbatasan
dengan korteks, bagian apikalnya berupa "papila renalis" menonjol menuju kaliks minor yang berbentuk seperti
cerobong, tiap kaliks minor menerima 1-4 papila renalis. Piramid ginjal terdapat dalam lobus yang membagi
ginjal, terdapat sekitar 5-11 lobus. Terdapat garis radier yang berjalan dari dasar piramid ke papila, urine keluar
dari ginjal melalui papila renalis yang mempunyai lubang-lubang kecil sekitar 250 lubang yang merupakan
lubang dari duktus koligentes, daerah berlubang pada papila renalis ini disebut "area kribrosa".
Unit fungsional ginjal disebut "tubulus uriniferus", jumlahnya lebih dari satu juta pada tiap ginjal, tubulus
uriniferus menyusun parenkim ginjal dan tersusun padat, hanya dipisahkan oleh jaringan ikat intertisiel
(mengandung serat kolagen) yang berisi pembuluh darah, pembuluh limfe dan serat saraf. Tiap tubulus
uriniferus terdiri dari nefron dan duktus koligentes. Nefron terdiri dari korpuskel renalis, tubulus proksimalis dan
distalis serta ansa henle. Korpuskel ginjal merupakan bagian pertama dari nefron, yang menyebabkan korteks
renalis tampak granular pada ginjal. Korpuskel renalis memiliki dua kutub, yaitu kutub urinarius atau tubular
yang berhubungan langsung dengan tubulus proksimalis, dan kutub vaskuler, sebagai tempat masuknya arteriol
afferent dan keluarnya arteriol efferent. Selain itu, korpuskel renalis memiliki dua bagian, yaitu lapisan luar
disebut kapsula Bowman yang disebut lapisan parietalis, sedangkan bagian dalamnya adalah glomerulus, yaitu
kumparan yang terdiri dari kapiler-kapiler yang berasal dari arteriol afferent dan keluar menjadi arteriol efferent.
Glomerulus terdiri dari sel yang disebut podosit yang mengandung inti dan sitoplasma di sekeliling inti terdapat
retikulum endoplasma kasar dan apparatus golgi yang berkembang dengan baik. Pada sitoplasma terdapat
juluran sitoplasma pertama sehingga disebut juluran sitoplasma primer. Juluran primer ini memiliki juluran
kedua yang disebut juluran sitoplasma sekunder yang disebut sebagai pedikel yang berhubungan erat dengan
pori-pori kapiler darah yang disebut celah filtrasi.
Dalam melakukan fungsinya sebagai homeostasis, glomerulus berfungsi sebagai barrier filtrasi, yang dilakukan
oleh tiga komponen yaitu sel endotel kapiler glomeruli, lamina basalis glomeruli dan sel podosit. Barrier ini
berfungsi menahan elemen-elemen darah dan molekul-molekul yang lebih besar, sedangkan molekul-molekul
kecil dan air dapat lewat. Sel endotel kapiler glomeruli memiliki banyak aquaporin-1 (AQP-1) water channel
yang melewatkan air secara cepat melalui epitel. Molekul yang memiliki berat molekul lebih besar dari 70.000
dalton, seperti albumin atau hemoglobin difiltrasi oleh lamina basalis glomerulus. Lamina basalis glomerulus ini
merupakan komponen terpenting barrier filtrasi. Celah filtrasi melewatkan ultrafiltrat dari darah memasuki
ruangan Bowman. Pedikel pada sel podosit memiliki filamen aktin yang berfungsi untuk mengatur ukuran celah
filtrasi tersebut. Beberapa gram protein dapat melewati sawar filtrasi ini, namun protein ini kemudian
direabsorpsi pada tubulus kontortus proksimal secara endositosis.
Tubulus proksimalis terdiri dari 2 segmen yaitu segmen yang jalan berkelok-kelok kontorta) dan segmen yang
jalan lurus merupakan bagian akhir tubulus proksimalis dan juga akan melanjutan diri membentuk segmen awal
dari lengkungan Henle. Semua segmen kontorta terdapat pada korteks ginjal, dalam perjalanannya akan
membentuk beberapa gulungan dekat dengan korpuskel ginjal lalu melanjutan diri ke bagian lurus. Mikroskopis
tubulus proksimalis adalah terdiri dari dua jenis epitel, epitel selapis kubis rendah dan selapis kubis tinggi,
bersifat asidofil, inti bulat di tengah, setiap tubulus dibentuk oleh 3-5 sel, terdapat brush border, memiliki proses
interdigitasi, sitoplasma mengandung lisosom yang besar, vakuola banyak pada apikal sel, mitokondria pada
basal dan tegak lurus membrane basalis, apparatus golgi ada sekitar inti.
Mikroskopis Ansa Henle adalah dibentuk oleh epitel selapis kubis dekat korteks dan selapis gepeng lebih kearah
medulla, inti sel gepeng, memiliki sitoplasma menonjol ke lumen dengan proses interdigitasi lateral sel, zonula
okluden pada apikal sel, sitoplasma mengandung sedikit organel.
Tubulus distalis terdiri dari 3 bagian yaitu bagian lurus, merupakan lanjutan dari pars ascending ansa Henle,
makula densa, dan bagian kontorta, bagian berkelok-kelok. Mikroskopik bagian lurus tubulus distalis adalah sel
kubis rendah, sitoplasma asidofil, mitokondria tersusun vertikal, aparatus Golgi apical inti dan retikulum
endoplasma kasar / halus disekitar inti. Makula Densa merupakan lempeng selular memanjang yang dibentuk
oleh sel-sel tubulus distalis pada tempat peralihan dari bagian yang berjalan lurus ke bagian yang berjalan
berkelok-kelok, berdekatan dengan daerah mesangium disebelah luar glomeruli pada daerah pola vaskuler
diantara vas aferen dan eferen. Sel-sel dinding tubulus pada daerah ini melekat dengan daerah mesangial
ekstraglomerular, makula densa ini bersama-sama dengan sel jukstaglomerular dan jaringan mesangial disebut
sebagai "aparatus juksta glomerular".
Dinding ureter terdiri dari 3 (tiga) lapisan yaitu ;
1. Tunika Mukosa :
- Epitel transisional (peralihan), mulainya tipis hanya terdiri dari 2 - 3 lapis sel pada kaliks
minor dan terus bertambah tebal sehingga pada ureter sudah mencapai 5 lapis sel dan akan
menjadi 7 - 8 lapis sel pada kandung kemih. Bagian basal epitel ini terdiri dari sel kolumnair
atau kubis, pada bagian tengah sel-selnya berbentuk polihedral dan pada lapisan superfisial
terdiri dari sel bulat besar dengan permukaan cembung ke lumen dengan inti bulat oval yang
dikenal sebagai “sel payung”. Sebagian besar sel superfisial ini berinti dua atau lebih. Jika
organ ini teregang maka sel ini menjadi gepeng terutama sel paling luar. Permukaan sel ini
dengan E.M terlihat ada lapisan ektoplasmik yang berasal dari filamen sitoplasma yang
terdapat langsung dibawah membran sel yang menghadap lumen, sel berdekatan dihubungkan
melalui zonula okludens dan proses interdigitasi pada lateral sel. Epitel transisional ini tidak
permiabel jadi urine disini tidak berubah komposisinya.
- Lamina propria : terdiri dari jaringan ikat jarang yang mengandung serat-serat kolagen
2. Tunika Muskularis :
Pada duapertiga bagian atas tunika muskularis ureter terdiri dari dualapis otot polos, yaitu bagian
dalam berjalan longitudinal dan bagian luar berjalan sirkuler, pada sepertiga bagian bawah lapisan
otot menjadi 3 lapis yaitu dalam longitudinal, tengah sirkuler dan luar longitudinal ke semua lapisan
ini tidak jelas batasnya.
3. Tunika Adventisia :
Lapisan paling luar dari ureter ini terdiri dari jaringan fibroelastis, dijumpai pembuluh darah,
pembuluh limfe dan serat saraf

Vesika Urinaria
Vesika Urinaria merupakan tempat penampungan dari urine yang dihasilkan ginjal, kapasitasnya sekitar 500 ml,
dalam keadaan kosong bentuknya seperti piramid dengan apeks pada bagian basal. Vesika urinaria menerima
urin dari kedua ureter dan menyimpannya hingga terdapat stimulasi neural yang menyebabkan kontraksi vesika
urinaria dan mengeluarkan urin.
Dinding kandung kemih terdiri dari 3 lapisan :
1. Tunika Mukosa :
- Epitel transisional :
Terdiri dari 7 - 8 lapis sel, bila kosong tampak mukosa ini berlipat-lipat dan bila penuh
lipatanya akan menghilang sehingga sifatnya ini seperti akordion. Pada mukosa ini tidak
terjadi proses absobsi oleh karena adanya "krusta" yang menyebabkan mukosa tidak
permiabel, sifat lain epitel disini sama seperti epitel transisional ureter seperti adanya sel
payung dll. Pada basis kandung kemih terlihat bentuk segitiga dimana disini tidak terdapat
lipatan mukosa, lamina proprianya terdiri dari jaringan ikat jarang yang mengikuti sifat
akordion epitel.
2. Tunika Muskularis :
Ada 3 (tiga) lapisan otot polos yaitu :
- Bagian luar berjalan longitudinal
- Bagian tengah berjalan sirkuler
- Bagian dalam berjalan longitudinal
Ketiga lapisan otot ini tidak mempunyai batas jelas dan terlihat seolah-olah mereka bersatu, pada
dasar trigonum lapisan otot polos ini akan membentuk "sfinter vesika" terutama dari otot
longitudinal bagian dalam, sedangkan otot sirkuler ditengan akan berakhir disini dan otot
longitudinal bagian luar akan melanjutkan diri ke otot urethra sampai ke ujung prostat pada pria
sedang pada wanita sampai ke meatus urethrae eksternum.
3. Tunika adventisia :
Jaringan ikat jarang yang dilapisi oleh peritoneum disebelah luarnya.
Urethra merupakan saluran fibromuskular berbentuk tabung yang membawa urine dari kandung
kemih keluar tubuh melalui orifisium uretral eksterna. Ukuran, struktur dan fungsi urethra wanita
berbeda dengan pria.
Urethra Wanita
Epitel mukosa urethra wanita bervariasi, epitel berlapis gepeng pada bagian distal dekat pulpa, bagian tengah
epitel bertingkat dan bagian atas dekat kandung kemih epitel transisional, lumennya berbentuk bulan sabit dan
pada potongan melintang mukosa terlihat adanya lipatan longitudinal, sering ditemui kelenjar intraepitelial yang
bersifat mukous dan kadang-kadang membentuk kantong dalam lamina propria, kelenjar ini adalah “kelenjar
Littre”.
Urethra Pria
Urethra pria ini lebih panjang dari urethra wanita dan secara anatomis dibagi atas :
1. Urethra Pars Prostatika, bagian urethra dekat dengan kandung kemih dan berjalan melalui kelenjar
prostat disini ia menerima saluran prostat, mukosa urethra pars prostatius ini dibatasi oleh epitel
transisional, lamina propria terdiri dari jaringan ikat jarang dengan banyak kapiler darah, lapisan
muskularisnya dibentuk oleh otot polos yang merupakan lanjutan dari lapisan longitudinal luar otot
polos kandung kemih.
2. Urethra Pars Membranasea, merupakan bagian urethra yang terbentang dari prostat sampai bulbus
penis dan saluran ini menembus membran perinealis, panjang urethra pars membranasea ini sekitar 1
cm, mukosanya dilapisi oleh sel kolumnair atau epitel bertingkat, lapisan ototnya dibentuk oleh otot
skelet dan pada daerah membran perinealis otot skelet ini akan membentuk sfingter urethra eksternum
yang dibawah kesadaran, sedangkan sfingter urethra internum terbentuk oleh lapisan sirkuleer otot
polos pada urethra pars prostatika yang tidak dibawah kemauan.
3. Urethra Pars Spongiosa, terbagi dua yaitu urethra pars bulbaris dan urethra pars pendulosa, kedua
bagian urethra ini berjalan sepanjang korpus spongiosa penis. Mukosa urethra pars spongiosa ini
dilapisi oleh epitel bertingkat atau kolumnair sampai fossa avikularis dan pada fossa ini mukosa
dilapisi oleh epitel berlapis gepeng yang akan berhubungan langsung dengan jaringan epitel
dipermukaan luar, sepanjang urethra pars spongiosa ini terdapat kelenjar Littre yang merupakan
kelenjar intraepitelial yang bersifat mukous, kelenjar ini paling banyak terdapat pada pars pendulosa
urethra.

2. Hubungan usia dan jenis kelamin terkait keluhan pasien :


JK :
- Terlalu lama duduk
- TD tinggi
- Adanya kadar estrogenia
- Mengonsumsi NSAID
Usia
- Ada tetapi gejala tidak terlalu khas tetapi sebaliknya kepada orang dewasa ada gejala yang khas sehingga
mudah untuk di deteksi dan pada orang dewasa juga fungsi ginjal menurun.

3. Etiologi terjadinya edema pada wajah?

Infeksi sinus yang parah


Jika lapisan sinus Anda meradang atau terinfeksi, ia bisa tersumbat oleh lendir. Hal itu menyebabkan sakit di
sekitar mata, keluarnya cairan berwarna kuning kehijauan dari hidung, sakit kepala yang berdenyut, hingga
wajah yang bengkak.
Bila sinusitis yang dialami cukup berat dan sedang dalam fase akut, maka biasanya akan menyebabkan wajah
bengkak dan kemerahan di sekitar kulit wajah, terutama di daerah sinus wajah yang terkait, yaitu daerah dahi
atau pipi.

Abses gigi
Abses gigi adalah terbentuknya kantung atau benjolan berisi nanah pada gigi yang disebabkan oleh infeksi
bakteri. Bila abses gigi dibiarkan, maka dapat meluas ke tulang rahang dan jaringan lunak, sehingga
menyebabkan pembengkakan yang cukup besar.

Kulit wajah terbakar sinar matahari


Paparan sinar ultraviolet tak hanya menyebabkan kulit kemerahan, tetapi juga wajah bengkak pada beberapa
kasus. Meski terasa nyeri, tapi sebagian sunburn tidak berbahaya dan akan menghilang secara spontan setelah
4 hari hingga beberapa minggu, bergantung pada derajat luka bakarnya.

Selulitis
Selulitis adalah infeksi umum pada kulit dan jaringan lunak di bawah kulit. Selulitis pada wajah dapat
menyebabkan lima tanda radang, yaitu merah, nyeri, hangat, bengkak, dan gangguan fungsi organ yang
terkena.

Gangguan kesehatan pada tiroid


Kelenjar tiroid bertugas mengatur metabolisme dan suhu tubuh. Jika kekurangan tiroid, maka akan ada
perubahan metabolik yang dapat menyebabkan jaringan subkutan Anda menjadi lebih besar. Kondisi ini bisa
berdampak pada kesehatan.

4. Bagaimana patomekanisme wajah edema ?


Edema (oedema) atau sembab adalah meningkatnya volume cairan ekstraseluler dan ekstravaskuler (cairan
interstitium) yang disertai dengan penimbunan cairan abnormal dalam sela-sela jaringan dan rongga serosa
(jaringan ikat longgar dan rongga-rongga badan). Edema dapat bersifat setempat (lokal) dan umum
(general).

Edema yang bersifat lokal seperti terjadi hanya di dalam rongga perut (hydroperitoneum atau ascites),
rongga dada (hydrothorax), di bawah kulit (edema subkutis atau hidops anasarca), pericardium jantung
(hydropericardium) atau di dalam paru-paru (edema pulmonum). Sedangkan edema yang ditandai dengan
terjadinya pengumpulan cairan edema di banyak tempat dinamakan edema umum (general edema).

Cairan edema diberi istilah transudat, memiliki berat jenis dan kadar protein rendah, jernih tidak
berwarna atau jernih kekuningan dan merupakan cairan yang encer atau mirip gelatin bila
mengandung di dalamnya sejumlah fibrinogen plasma.

Penyebab (causa) edema adalah adanya kongesti, obstruksi limfatik, permeabilitas kapiler yang bertambah,
hipoproteinemia, tekanan osmotic koloid dan retensi natrium dan air.
Mekanisme:

1. Adanya kongesti
Pada kondisi vena yang terbendung (kongesti), terjadi peningkatan tekanan hidrostatik intra vaskula
(tekanan yang mendorong darah mengalir di dalam vaskula oleh kerja pompa
 jantung) menimbulkan perembesan cairan plasma ke dalam ruang interstitium. Cairan
plasma ini akan mengisi pada sela-sela jaringan ikat longgar dan rongga badan (terjadi edema).

2. Obstruksi limfatik
Apabila terjadi gangguan aliran limfe pada suatu daerah (obstruksi/penyumbatan), maka cairan tubuh yang
berasal dari plasma darah dan hasil metabolisme yang masuk ke dalam saluran limfe akan tertimbun
(limfedema). Limfedema ini sering terjadi akibat mastek-tomi radikal untuk mengeluarkan tumor ganas
pada payudara atau akibat tumor ganas menginfiltrasi kelenjar dan saluran limfe. Selain itu, saluran dan
kelenjar inguinal yang meradang akibat infestasi filaria dapat juga menyebabkan edema pada scrotum dan
tungkai (penyakit filariasis atau kaki gajah/elephantiasis).

3. Permeabilitas kapiler yang bertambah


Endotel kapiler merupakan suatu membran semi permeabel yang dapat dilalui oleh air dan elektrolit secara
bebas, sedangkan protein plasma hanya dapat melaluinya sedikit atau terbatas. Tekanan osmotic darah
lebih besar dari pada limfe.

Daya permeabilitas ini bergantung kepada substansi yang mengikat sel-sel endotel tersebut. Pada keadaan
tertentu, misalnya akibat pengaruh toksin yang bekerja terhadap endotel, permeabilitas kapiler dapat
bertambah. Akibatnya ialah protein plasma keluar kapiler, sehingga tekanan osmotic koloid darah menurun
dan sebaliknya tekanan osmotic cairan interstitium bertambah. Hal ini mengakibatkan makin banyak cairan
yang meninggalkan kapiler dan menimbulkan edema. Bertambahnya permeabilitas kapiler dapat terjadi
pada kondisi infeksi berat dan reaksi anafilaktik.

4. Hipoproteinemia
Menurunnya jumlah protein darah (hipoproteinemia) menimbulkan rendahnya daya ikat air protein plasma
yang tersisa, sehingga cairan plasma merembes keluar vaskula sebagai cairan edema. Kondisi
hipoproteinemia dapat diakibatkan kehilangan darah secara kronis oleh cacing Haemonchus contortus yang
menghisap darah di dalam mukosa lambung kelenjar (abomasum) dan akibat kerusakan pada ginjal yang
menimbulkan gejala albuminuria (proteinuria, protein darah albumin keluar bersama urin) berkepanjangan.
Hipoproteinemia ini biasanya mengakibatkan edema umum.

5. Tekanan osmotic koloid


Tekanan osmotic koloid dalam jaringan biasanya hanya kecil sekali, sehingga tidak dapat melawan tekanan
osmotic yang terdapat dalam darah. Tetapi pada keadaan tertentu jumlah protein dalam jaringan dapat
meninggi, misalnya jika permeabilitas kapiler bertambah. Dalam hal ini maka tekanan osmotic jaringan
dapat menyebabkan edema.

Filtrasi cairan plasma juga mendapat perlawanan dari tekanan jaringan (tissue tension). Tekanan ini
berbeda-beda pada berbagai jaringan. Pada jaringan subcutis yang renggang seperti kelopak mata, tekanan
sangat rendah, oleh karena itu pada tempat tersebut mudah timbul edema.

6. Retensi natrium dan air


Retensi natrium terjadi bila eksresi natrium dalam kemih lebih kecil dari pada yang masuk
(intake). Karena konsentrasi natrium meninggi maka akan terjadi hipertoni. Hipertoni menyebabkan air
ditahan, sehingga jumlah cairan ekstraseluler dan ekstravaskuler (cairan interstitium) bertambah.
Akibatnya terjadi edema.
Retensi natrium dan air dapat diakibatkan oleh factor hormonal (penigkatan aldosteron pada
cirrhosis hepatis dan sindrom nefrotik dan pada penderita yang mendapat pengobatan dengan ACTH,
testosteron, progesteron atau estrogen)
5. Kenapa tidak ada demam dan tanda-tanda infeksi?

Kemungkinan yang mungkin terjadi :


Pernah ada demam, tapi pasien telah konsumsi obat.
Belum adanya tanda-tanda infeksi sekunder.

6. Bagaimana langkah-langkah diagnosis pada skenario ini?

I .  Anamnesis

 Apa Keluhan utama? bengkak pada perut dan wajah

 Anamnesis terpimpin:

- Sejak kapan?

- Bagaimana terjadinya bengkak?

- Bagaimana sifat bengkaknya?

- Apa faktor yang memperberat bengkak?

- Gejala yang menyertai?

 Riwayat penyakit terdahulu?

 Riwayat penyakit keluarga?

 Riwayat pengobatan?

II. Pemeriksaan fisis

 Inspeksi : inspeksi daerah pinggang, apakah ada pembesaran atau tidak?

 Palpasi : dilakukan bimanual palpasi dengan memakai kedua tangan

 Perkusi : pemeriksaan ketok ginjal pada sudut costovertebral.a

 Auskultasi : pada daerah epigastrium atau abdomen untuk mendengar suara bruit yang
disertai aneurysme arteri renalis.

 Pemeriksaan buli-buli : perhatikan adanya benjolan atau massa atau jaringan parut bekas operasi
di supra symphisis
 Pemeriksaan skrotum dan isisnya : apakah ada pembesaran? Nyeri saat diraba? Atau ada hipoplasi
kulit skrotum pada kriptorkismus, pemeriksaan trasiluminasi atau penerawangan pada isi skrotum

III. Pemeriksaan penunjang

 Urinalisis : proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai hematuria.

 Kimia darah : hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl), hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang
meningkat, rasio albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal
kecuali ada penurunan fungsi ginjal.
 Radiologi : Thorax foto :pleural effusion, USG renal
 Biopsi ginjal
7. Differential diagnosis
Sindroma Nefrotik

Sindrom Nefrotik (SN) ialah sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuri massif (>50mg/kgBB/24jam),
hipoalbuminemia (<2,5gram/100ml) yang disertai atau tidak dengan edema dan hiperkolesterolemia.

Secara klinis SN terdiri dari :

1) Edema massif
2) Proteinuria
3) Hipoalbuminemia

4) Hiperkolesterolemia atau normo kolesterolemia

Pada anak kausa SN tidak jelas sehingga disebut Sindrom Nefrotik Idiopatik (SNI). Kelainan histologis SNI
menunjukkan kelainan-kelainan yang tidak jelas atau sangat sedikit perubahan yang terjadi sehingga disebut
Minimal Change Nephritic Syndrome atau Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM). Sarjana lain
menyebut NIL (Nothing in Light microscopy)  disease.

Epidemiologi

Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar(74%) dijumpai pada usia 2-7 tahun. Rasio laki-
laki : perempuan = 2 : 1, sedangkan pada masa remaja dan dewasa rasio ini berkisar 1 : 1

Etiologi

Berdasarkan etiologinya, sindrom nefrotik dibagi menjadi tiga, yaitu kongenital, primer atau idiopatik, dan
sekunder.

1. Kongenital

Penyebab dari sindrom nefrotik kongenital atau genetik adalah


Finnish-type congenital nephrotic syndrome (NPHS1, nephrin)

Denys-Drash syndrome (WT1)

Frasier syndrome (WT1)

Diffuse mesangial sclerosis (WT1, PLCE1)

Autosomal recessive, familial FSGS (NPHS2, podocin)

Autosomal dominant, familial FSGS (ACTN4, α-actinin-4; TRPC6)

Nail-patella syndrome (LMX1B)

Pierson syndrome (LAMB2)

Schimke immuno-osseous dysplasia (SMARCAL1) 8

Galloway-Mowat syndrome

Oculocerebrorenal (Lowe) syndrome 2)


2. Primer

Berdasarkan gambaran patologi anatomi, sindrom nefrotik primer atau idiopatik adalah sebagai berikut :
Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM)

Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)

Mesangial Proliferative Difuse (MPD)

Glomerulonefritis Membranoproliferatif (GNMP)

Nefropati Membranosa (GNM) 3)

3. Sekunder

Sindrom nefrotik sekunder mengikuti penyakit sistemik, antara lain sebagai berikut :
Lupus erimatosus sistemik (LES)

keganasan, seperti limfoma dan leukemia

vaskulitis, seperti granulomatosis Wegener (granulomatosis dengan poliangitis), sindrom Churg-Strauss


(granulomatosis eosinofilik dengan poliangitis), poliartritis nodosa, poliangitis mikroskopik, purpura Henoch
Schonlein

Immune complex mediated, seperti post streptococcal (postinfectious) glomerulonephritis

Patofisiologi

1) Edema

Edema merupakan gejala utama, bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka) dan merupakan
gejala satu-satunya yang nampak. Edema mula-mula nampak pada kelopak mata terutama pada waktu
bangun tidur. Edema yang hebat atau anasarka sering disertai edema pada genitalia eksterna. Selain itu
juga edema anasarka ini dapat menimbulkan diare atau hilangnya nafsu makan karena edema mukosa
usus. Akibat anoreksia dan proteinuria masif, anak dapat menderita PEM. Hernia umbilikalis, dilatasi
vena, prolaps rektum dan sesak napas dapat pula terjadi akibat edema anasarka ini.

2) Proteinuria

Ada 2 penyebab yang menimbulkan proteiuria:

1. Permeabilitas kapiler glomerulus yang meningkat akibat kelainan atau kerusakan mbg
2. Reabsorpsi protein di tubulus berkurang.

Pada SN, proteinuria umumnya bersifat masif yang berarti ekskresi protein

>50mg/kgBB/hari atau > 40mg/m2/jam, atau secara kualitatif proteinuria +++ sampai

++++. Oleh karena proteinuria paralel dengan kerusakan mbg, maka proteinuria dapat dipakai sebagai
petunjuk sederhana untuk menentukan derajat kerusakan glomerulus. Jadi yang diukur adalah index
Selectivity of Proteinuria (ISP). ISP dapat ditentukan dengan cara mengukur rasio antara Clearance
IgG dan Clearance transferin :

Cleranse IgG

ISP = Clearance transferin


Bila ISP< 0,2 berarti ISP meninggi (Highly selective proteinuria ) yang secara klinis menunjukkan :

a. Kerusakan Glomerulus ringan

b. Respons terhadap kortikosteroid baik

Bila ISP >0,2 berarti ISP menurun (Poorly Selective Proteiuria) yang secara klinik menunjukkan :
a. Kerusakan glomerulus berat

b. tidak respons terhadap kortikosteroid

3) Hipoproteinemia / hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia ialah kadar albumin dalam darah <> 1.
proteinuria
2. katabolisme protein yang berlebihan 3.
Nutrional deficiency
Pada SN ternyata katabolisme protein meningkat akibat katabolisme protein yang terjadi di tubuli
ginjal. Peningkatan katabolisme ini merupakan faktor tambahan terjadinya hipoalbuminemia selain dari
proteinuria. Pada SN sering pula dijumpai anoreksia akibat edema mukosa usus halus sehingga intake
berkurang yang pada gilirannya dapat menimbulkan hipoproteinemia. Pada umumnya edema anasarka
terjadi bila kadar albumin <2 gram/100ml, dan syok hipovolemia terjadi biasanya pada kadar <>

4) Hiperkolesterolemia
Disebut kolesterolemia bila kadar kolesterol >250 mg/100 ml. Akhir-akhir ini disebut

 juga sebagai hiperlipidemia oleh karena bukan hanya kolesterol saja yang meningkat namun
beberpa konstituen lemak meninggi dalam darah. Konstituen lemak itu adalah:
a) Kolestel
b) LDL
c) VLDL

d) Trigliserida

Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk membuat albumin sebanyak- banyaknya.
Bersamaan dengan sintesis albumin ini, sel-sel hepar juga akan membuat VLDL. Dalam keadaan
normal VLDL akan diubah oleh lipoprotein lipase menjadi LDL. Tetapi pada SN, aktifitas enzim ini
terhambat oleh adanya hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak bebas. Disamping
menurunnya aktifitas lipoprotein lipase ini disebabkan pula oleh rendahnya kadar apolipoprotein
plasma sebagai akibat keluarnya protein ke dalam urin. Jadi hiperkolesterolemia ini tidak hanya
disebabkan oleh produksi yang berlebihan, tetapi juga akibat gangguan katabolisme fosfolipid.

Gejala Klinik

Pada umumnya tipe SNKM mempunyai gejala-gejala klinik yang disebut di atas tanpa gejala- gejala lain,
oleh karena itu secara klinik SNKM ini dapat dibedakan dari SN dengan kelainan histologis tipe lain yaitu
pada SNKM dijumpai hal-hal sebagai berikut pada umumnya:
a) Anak berumur 1-6 tahun
b) Tidak ada hipertensi
c) Tidak ada hematuria makroskopis atau mikroskopis d)
Fungsi ginjal normal
e) Titer komplemen C3 normal
f) Respons terhadap pengobatan kortikosteroid

Oleh karena itulah bila dijumpai kasus SN dengan gejala-gejaladiatas dan mengingat bahwa SNKM
terdapat pada 70-80% kasus, maka pada beberapa center tidak dilakukan biopsi ginjal.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah:

1) Urin

a) Albumin

 Kualitatif : ++ sampai ++++


 Kuantitatif : > 50 mg/kgBB/hari ( diperiksa menggunkan reagen ESBACH)
b) Sedimen : oval fat bodies: epitel sel yang mengandung butir-butir lemak, kadang- kadang-kadang
dijumpai eritrosit, leukosit, toraks hialin, dan toraks eritrosit

2) Darah
Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai:
a) Protein total menurun
b) Albumin menurun
c) β globulin normal
d) α1 globulin normal
e) α2 globulin meninggi
f) γ globulin normal
g) Rasio albumin/globulin
h) Komplemen C3 rendah/normal
i)Ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal

Komplikasi
Komplikasi yang sering menyertai penderita SN antara lain:
1) Infeksi sekunder
Terjadi akibat kadar imunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia
2) Syok
Terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1gm/100ml)>
3) Trombosis vaskuler
Mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi peninggian fibrinogen plasma atau faktor
V, VII, VIII, dan X. Trombus lebih sering terjadi di sistem vena apalagi bila disertai pengobatan
kortikosteroid
4) Komplikasi lain yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal

Penatalaksanaan Sindrom Nefrotik Idiopatik

Penatalaksanaan dibagi atas 2 bagian utama yaitu:

1) Pengobatan umum

1) Diet harus mengandung banyak protein dengan nilai biologik tinggi dan tinggi nilai kalori.
Protein 3-5gram/kgBB/hari, bila ureum dan kreatinin meningkat diberikan protein 1-2
gr/kgBB/hari. Kalori rata-rata: 100/kgBB/hari. Garam dibatasi bila edema hebat. Bila tanpa
edema diberi 1-2 gram/hari. Pembatasan cairan bila tidak terdapat gejala-gejala gagal ginjal.
2) Aktifitas: tirah baring dianjurkan bila edema hebat atau ada komplikasi. Bila edema sudah
berkurang atau tidak ada komplikasi maka anak dapat beraktifitas seperti biasa. Bila tidak
melakukan aktifitas fisik dalam jangka waktu yang cukup lama akan mempengaruhi kejiwaan
anak.
3) Antibiotik : hanya diberikan bila ada tanda-tanda infeksi sekunder

4) Diuretik : pemberian diuretik untuk mengurangi edema terbatas pada anak dengan edema berat,
gangguan pernapasan, gangguan gastrointestinal, atau obstruksi urethra yang diakibatkan oleh
edema yang hebat ini. Pada beberapa kasus SNKM yang disertai dengan anasarka, dengan
pengobatan kortikosteroid saja tanpa diuretik dapat menghilangkan edema. Diuretik yang
dipakai merupakan diuretik
 jangka pendek yaitu furosemid atau asam etakrinat. Pemakaian diuretik yang berlangsung lama
dapat menyebabkan:

 Hipovolemia

 Hipokalemia

 Alkalosis

 Hiperuricemia

II)Pengobatan dengan kortikosteroid

Pengobatan dengan menggnakan kortikosteroid terutama diberikan pada pasien dengan


SNKM.protokol cara pemberian yang digunakan adalah Protokol International Collaborative Study of
Kidney Disease in Children (ISKDC)
1) Serangan I
Prednison 2mg/kgBB/hari (maksimal 60-80mg/kgBB/m2/hr) selama 4 minggu (CD), bila tercapai
remisi pada akhir minggu ke-4 diteruskan prednison dengan dosis 2/3 dosis selam CD selama 4
minggu dengan cara pemberian selang seling sehari atau dengan pemberian 3 hari berturut-turut
selama seminggu. Bila tetap remisi sampai minggu ke-8 dosis, prednison diturunkan perlahan-
lahan selama 1 -2 minggu
2) Relaps

Cara pemberian sama seperti serangan I, namun CD diberikan hingga timbul remisi

3) Nonresponder
Tidak ada respons setelah pemberian prednison selama 8 minggu. Bila tidak berhasil maka
pengobatan digabung dengan imunosupresan yang lain
4) Frequent relapser

Respon terhadap pengobatan kortikosteroid namun telah relaps 2x dalam waktu 6 bulan pertama.
Diberikan kombinasi pengobatan imnuosupresan lain dan prednison 0,2 mg/kgBB/ hari dengan cara
CD

Prognosis

Prognosis SN tergantung dari kelainan histopatologiknya. Umumnya SN dengan kelainan minimal


(SNKM) yang sensitif dengan kortikosteroid mempunyai prognosis yang baik, sedangkan SN dengan
kelainan histopatologik lain seperi bentuk Focal Glomerulosclerosis, Membranopoliferatif
glomerulonephritis mempunyai prognosis kurang baik karena sering mengalami kegagalan ginjal. Dengan
berkembangnya dialisis peritoneal, hemodialisis dan transplantasi ginjal, maka penderita-penderita
penyakit ginjal dengan gagal ginjal mempunyai harapan hidup yang lebih panjang dan lebih baik
GNAPS
Glomerulonefritis Akut Paska Streptokokus

Glomerulonefritis akut paska-streptokokus (GNAPS) adalah suatu proses radang non- supuratif yang
mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik
di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anak-anak.

Prevalensi

GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering pada golongan umur 5- 15 tahun, dan
jarang terjadi pada bayi. Referensi lain menyebutkan paling sering ditemukan pada anak usia 6-10 tahun.
Penyakit ini dapat terjadi pada laki laki dan perempuan, namun laki laki dua kali lebih sering dari pada
perempuan. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Diduga ada faktor resiko yang
berhubungan dengan umur dan jenis kelamin. Suku atau ras tidak berhubungan dengan prevelansi penyakit
ini, tapi kemungkinan prevalensi meningkat pada orang yang sosial ekonominya rendah, sehingga
lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat

Etiologi

Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi saluran
pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3,
4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi
streptokokus, timbul gejala-gejala klinis. Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai
resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%.

Patofisiologi

Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga terdapat suatu antibodi
yang ditujukan terhadap suatu antigen khsus yang merupakan unsur membran plasma sterptokokal spesifik.
Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks
tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.selanjutnya komplomen akan terfiksasi
mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju
tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis
glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbu proliferasi sel-sel endotel yang
diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel- sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler
gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk
oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi
inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular
dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak
membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.

Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari reaksi
hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi) mengendap di
membran basalis glomerulus. Aktivasi komplemen yang menyebabkan destruksi pada membran
basalis glomerulus.
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan mediator utama pada cedera.
Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir
pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis dan terperangkap
pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis
dengan komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan
endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik paa mesangium, subendotel, dan epimembranosa.
Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi
seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat
diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang
dapat diidentifikasi.

Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh Streptokokus, merubah IgG
menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut.
Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.

Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya GNAPS. Sreptokinase
mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan
sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen.

Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang dideposit. Bila
terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik berupa
ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara sel-sel endotel dan membran basalis,serta
menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel, maka
respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus
penimbunan kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata,
dan membran basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke
dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.

Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks imun dalam
glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari kompleks tampaknya
merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus simpai kapiler,
mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler do bawah epitel, sementara kompleks-
kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke
mesangium. Komplkes juga dapat berlokalisasi pada tempat-tempat lain.

Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen bakteri dapat
dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian,
deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan danberlangsung
singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.

Hasil penyelidikan klinis  – imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya kemungkinan
proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis glomerulus dan
kemudian merusaknya.
2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan
autoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang
sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis ginjal.

Gejala Klinis

 Sembab preorbita pada pagi hari (75%)

 Malaise, sakit kepala, muntah, panas dan anoreksia

 Asites (kadang-kadang)

 Takikardia, takipnea, rales pada paru, dan cairan dalam rongga pleura

 Hipertensi (tekanan darah > 95 persentil menurut umur) pada > 50% penderita

 Air kemih merah seperti air daging, oliguria, kadang-kadang anuria

 Pada pemeriksaan radiologik didapatkan tanda bendungan pembuluh darah paru, cairan dalam
rongga pleura, dan kardiomegali

Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi tidak jarang anak datang
dengan gejala berat.. Kerusakan pada rumbai kapiler gromelurus mengakibatkan hematuria/kencing
berwarna merah daging dan albuminuria, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Urine mungkin
tampak kemerah-merahan atau seperti kopi Kadang-kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar
mata atau di seluruh tubuh. Umumnya edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung.
Edema yang terjadi berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang
mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan
azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering
terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggotaGFR
biasanya menurun (meskipun aliran plasma ginja biasanya normal) akibatnya, ekskresi air, natrium, zat-zat
nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga
berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem
periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah tubuh ketika menjelang siang. Derajat
edema biasanya tergantung pada berat peradangan gelmurulus, apakah disertai dengan payah jantung
kongestif, dan seberapa cepat dilakukan pembatasan garam.

Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian pada akhir minggu
pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap
tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis. Suhu
badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap
ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah,
tidak nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA.
Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya sedang. Hipertensi terjadi
akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat vasospasme masih belum diketahui dengna jelas.

Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria makroskopik ditemukan hampir
pada 50% penderita, kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet,
granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain. Kadang-kadang kadar ureum dan
kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan
hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik.
Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment ) dan C3 rendah pada hampir semua
pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin
menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.

Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus dengan kadar antara
20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan C3 tidak berhubungan dengann parahnya penyakit
dan kesembuhan. Kadar komplomen akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu.
Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan
penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung lebih lama.

Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan kulit. Biakan
mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen
sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antisterptozim, ASTO,
antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu
mengukur antibodi terhadap beberapa antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin O mungkin
meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa starin
sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu antigen
sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya
infeksi sterptokokus. Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi antihialuronidase atau antibodi
yang lain terhadap antigen sterptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi
sterptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali
berarti adanya infeksi.

Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3. kompleks imun bersirkulasi juga
ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai nilai diagnostik dan tidak perlu dilakukan secara rutin pada
tatalaksana pasien.

Gambaran patologi

Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik perdarahan pada korteks.
Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena, sehingga dapat disebut glomerulonefritis difusa.

Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen kapiler dan
ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul, infiltrasi sel
polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop elektron akan tampak membrana basalis
menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang mungkin dibentuk oleh
globulin-gama, komplemen dan antigen Streptococcus.

. Histopatologi gelomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 20× Keterangan


gambar :
Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop cahaya (hematosylin dan eosin dengan pembesaran 25×).
Gambar menunjukkan pembearan glomerular yang membuat pembesaran ruang urinary dan hiperselluler.
Hiperselluler terjadi karnea proliferasi dari sel endogen dan infiltasi lekosit PMN

. Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 40×

Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop elektron


. Histopatologi glomerulonefritis dengan immunofluoresensi
keterangan gambar :
gambar diambil dengan menggunakan mikroskop immunofluoresensi dengan pembesaran 25×.
Gambar menunjukkan adanya deposit immunoglobulin G (IgG) sepanjang membran basalis dan
mesangium dengan gambaran ” starry sky appearence” 

Diagnosis

Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien dengan gejalan klinis berupa
hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi streptokokus. Tanda
glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi streptokokus secara laboratoris dan
rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa keadaan
lain dapat menyerupai glomerulonefritis akut pascastreptokok pada awal penyakit, yaitu nefropati-IgA dan
glomerulonefritis kronik. Anak dengan nefropati-IgA sering menunjukkan gejala hematuria nyata
mendadak segera setelah infeksi saluran napas atas seperti glomerulonefritis akut pascastreptokok, tetapi
hematuria makroskopik pada nefropati-IgA terjadi bersamaan pada saat faringitas (synpharyngetic
hematuria), sementara pada glomerulonefritis akut pascastreptokok hematuria timbul 10 hari setelah
faringitas; sedangkan hipertensi dan sembab jarang tampak pada nefropati-IgA.1,2,7,12

Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran klinis berupa hematuria makroskopis akut,
sembab, hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa glomerulonefritis kronik yang menunjukkan gejala
tersebut adalah glomerulonefritis membranoproliferatif, nefritis lupus, dan glomerulonefritis proliferatif
kresentik. Perbedaan dengan glomerulonefritis akut pascastreptokok sulit diketahui pada awal sakit.

Pada glomerulonefritis akut pascastreptokok perjalanan penyakitnya cepat membaik (hipertensi, sembab dan
gagal ginjal akan cepat pulih) sindrom nefrotik dan proteinuria masih lebih jarang terlihat pada
glomerulonefritis akut pascastreptokok dibandingkan pada glomerulonefritis kronik. Pola kadar komplemen
C3 serum selama tindak lanjut merupakan tanda (marker) yang penting untuk membedakan
glomerulonefritis akut pascastreptokok dengan glomerulonefritis kronik yang lain. Kadar komplemen C3
serum kembali normal dalam waktu 6-8 minggu pada glomerulonefritis akut pascastreptokok sedangkan
pada glomerulonefritis yang lain jauh lebih lama.kadar awal C3 <50 mg/dl sedangkan kadar ASTO
> 100 kesatuan Todd.
Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis kronik akibat infeksi karena
streptokok dari strain non-nefritogenik lain, terutama pada glomerulonefritis membranoproliferatif.
Pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok tidak perlu dilakukan biopsi ginjal untuk menegakkan
diagnosis; tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal dan terdapat tanda sindrom nefrotik yang
menetap atau memburuk, biopsi merupakan indikasi.

Penatalaksanaan

Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus.

1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu untuk
memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan
bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat
buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya
glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin
masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian
profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan
karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan
kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat
dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap
golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1
g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu
telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa
10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan
bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang
diberikan harus dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk
menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala
serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07
mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya
reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat
parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah dengan
beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan usus (tindakan ini
kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan
teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.
6. diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini pemberian
furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk
pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (Repetto dkk, 1972).
7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen. 1,4,11

Komplikasi
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat berkurangnya
filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia,
hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak,
namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala
berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme
pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran

 jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah,
melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan
terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.

4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang menurun.

Prognosis

Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami perjalanan penyakit yang
memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada epitel glomerulus. Diuresis akan menjadi normal
kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan menghilangnya sembab dan secara bertahap
tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan
menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Komplemen serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu.
Tetapi kelainan sedimen urin akan tetap terlihat selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada
sebagian besar pasien.

Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok yang terbukti dari biopsi,
diikuti selama 9,5 tahun. Prognosis untuk menjadi sembuh sempurna sangat baik. Hipertensi ditemukan
pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami proteinuria ringan yang persisten. Sebaliknya prognosis
glomerulonefritis akut pascastreptokok pada dewasa kurang baik.

Potter dkk menemukan kelainan sedimen urin yang menetap (proteinuria dan hematuria) pada 3,5% dari
534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad. Prevalensi hipertensi tidak berbeda dengan kontrol.
Kesimpulannya adalah prognosis jangka panjang glomerulonefritis akut pascastreptokok baik. Beberapa
penelitian lain menunjukkan adanya perubahan histologis penyakit ginjal yang secara cepat terjadi pada
orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih dan hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien
hendaknya diikuti secara seksama oleh karena masih ada kemungkinan terjadinya pembentukan
glomerulosklerosis kresentik ekstra-kapiler dan gagal ginjal kronik.
KWARSHIORKOR

Kwashiorkor merupakan sindroma klinis akibat dari defisiensi protein berat dan masukan
kalori tidak cukup. Dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang berlebihan atau kenaikan angka
metabolic yang disebabkan oleh infeksi kronik, akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat turut
menimbulkan tanda-tanda dan gejala-gejala tersebut. Bentuk malnutrisi yantg paling serius dan paling
menonjol di dunia saat ini berada di daerah industry belum berkembang. Kwashiorkor nerarti “anak
tersingkirkan”, yaitu anak yang tidak lagi mengisap; dapat menjadi jelas pada masa bayi awal samapi
sekitar usia 5 tahun, biasanya sesudah menyapih dari ASI. Walaupun penambahn tinggi dan berat
dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini tidak pernah sama dengan tinggi dan berat anak yang secara tetap
bergizi baik.

Etiologi

Walaupun defisiensi kalori dan nutrient lain mempersulit gambaran klinik dan kimia, gejala utama
malnutrisi protein disebabkan karena masukan protein tidak cukup bernilai biologic yang baik. Dapat juga
karena penyerapan protein terganggu, seperti pada diare kronik, kehilangan protein abnormal pada
proteinuria (nefrosis), infeksi, perdarahan atau luka bakar, dan gagal mensintesis protein, seperti pada
penyakit hati kronik.

Patofisiologi

Sebenarnya malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor. Faktor-
faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri (host), agent (kuman
penyebab), environment (lingkungan). Memang factor diet (makanan) memegang peranan penting
tetapi faktor lain ikut menentukan.

Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat berlebih, karena
persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya. Kelainan yang mencolok adalah
gangguan metabolik dan perubahan sel yang menyebabkan edema dan perlemakan hati. Karena kekurangan
protein dalam diet, akanterjadi kekurangan berbagai asam amino esensial dalam serum yang diperlukan
untuk sintesis dan metabolisme. Selama diet mengandung cukup KH, maka produksi insulin akan
meningkat dan sebagian asam amino dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan
ke jaringan otot. Makin berkurangnya asam amino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi
albumin hepar, yang berakibat timbulnya edema. Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan
beta -lipoprotein, sehingga transport lemak dari hati ke depot terganggu, dengan akibat terjadinya
penimbunan lemak di hati.

Manifestasi Klinis

1) Secara umum anak tampak sembab, letargik, cengeng, dan mudah terangsang. Pada tahap lanjut
anak menjadi apatik, sopor atau koma.
2) Gejala terpenting adalah pertumbuhan yang terhambat, berat dan tinggi badan lebih rendah
dibandingkan dengan BB baku. Penurunana BB ini tidak mencolok atau mungkin tersamar bila
dijumpai edema anasarka.
3) Sebagian besar kasus menunjukkan adanya edema, baik derajat ringan maupun berat. Edema ini
muncul dini, pertama kali terjadi pada alat dalam, kemudian muka, lengan, tungkai, rongga tubuh,
dan pada stadium lanjut mungkin edema anasarka.
4) Jaringan otot mengecil dengan tonusnya yang menurun, jaringan subkutan tipis dan lembek.
5) Kelainan gastrointestinal yang mencolok adalah anoreksia dan diare. Diare terdapat pada sebagian
besar penderita, yang selain infeksipenyebabnya mungkin karena gangguan fungsi hati, pankreas,
atau usus (atrofi). Intoleransi laktosa juga bisa terjadi.
6) Rambut berwarna pirang, berstruktur kasar dan kaku, serta mudah dicabut. Pada taho lanjut, terlihat
lebih kusam, jarang, kering, halus, dan berwarna pucat atau putih,
juga dikenal signo de bandero.

Secara umum, kwashiorkor memberikan gejala-gejala yang terkhusus pada suatu sistem organ, yaitu :

Wujud umum:

1. Pucat, kurus atrofi extremitas superior + bokong

2. Edema (pedis / pretibial) + ascites

3. Moon face

Retardasi pertumbuhan:

1. Tidak khas

2. BB kurang atau menurun

Perubahan mental + motorik:

1. Mental: cengeng, kesadaran menurun, pasif.

2. Motorik : gangguan fungsi-fungsi statis

Edema:

1. Pedis, pretibial, ascites, anasarka

2. Bersifat pitting

3. Koreksi edema :

-Laten + pedis + pretibial : 10 - 15 %

-Ascites ringan : 15 - 20 %

-Ascites berat : 20 - 25 %

Penyebab edema :
-Hipoalbuminemia

-Gangguan dinding kapiler

-Hormonal (gangguan eliminasi ADH)

-Fe bebas dalam serum katalisis reaksi peroxidasi membrane

-Endotel rusak

Kelainan rambut

-Kelainan bentuk : mudah dicabut, lurus, kering, halus, rapuh

-Kelainan warna : hipopigmentasi, depigmentasi, flag sign

-Bulumata : panjang, lentik

Kelainan kulit dan mukosa

1. Kulit :

-Crazy-pavement dermatosis :

1. Gejala spesifik / patognomonik

2. Pada kwashiorkor dgn edema berat

3. Pada bagian dengan tekanan BB

4. Penyembuhan cepat dengan protein

-Hipopigmentasi, hiperpigmentasi

-Deskuamasi, mosaic skin, pellagra-like

-Purpura, sianosis

 Mukosa

-Akibat def. B2 yg sertai kwashiorkor 1.


Kelainan Gigi + Tulang
Tulang : dekalsifikasi, osteoporosis, hambatan pertumbuhan Gigi : karies

 Kelainan hati:

1. Fisik : hepatomegali

2. PA : perlemakan, nekrosis, fibrosis

3. Fungsi :

- Hipoproteinemia ringan sampai berat (<>normal atau meningkat.

Penyebab
Perlemakan akibat defisiensi faktor lipotropik

 Kelainan darah + sumsum tulang

- Anemia (selala ada): ringan sampai berat Etiologi


ganda:
1. defisiensi protein

2. defisiensi mineral, terutama Fe

3. defisiensi vitamin B kompleks (B12, folat, B6)

4. infestasi parasit (ankilostomiasis, amoebiasis)

5. infeksi berulang

Darah perifer

Lekosit :

- Normal

- Lekositosis + shift to the left

- Lekopeni

- Vakuolisasi + granulasi toksik pada PMN

- Kolesterol menurun

- Hipoglikemi & hipoalbuminemia

- Respon imunologik

 Defek imunitas seluler

 Gangguan sistim komplemen

 Defek IgA terutama sIgA

o Kelainan pankreas + kelenjar lain

- Pankreas :

- Perlemakan, fibrosis, atrofi

- Lipase, tripsin, amilase menurun

- Parotis, lakrimal, saliva, usus halus :

- Perlemakan + hipoplasia

o Kelainan Jantung:

 Miodegenerasi jantung

 Gangguan fungsi jantung karena hipokalemia + hipomagnesemia


 Penyakit jantung anemia: perlu pemeriksaan foto toraks, EKG dan
elektrolit serum
o Kelainan Gl

- Diare berulang :

- Infeksi / infestasi usus

- Intoleransi laktose (def. laktase)

- Malabsorpsi lemak :

- Defisiensi lipase pankreas

- Defisiensi garam empedu konjugasi hati

- Atrofi villi mukosa usus halus

Hasil Laboratorium

Penurunan kadar albumin serum merupakan perubahan yang paling khas. Ketonuria sering ada
pada stadium awal kekurangan makan tetapi sering sekali menghilang pada waktu akhir. Harga glukosa
darah rendah tetapi kurve toleransi glukosa dapat bertipe diabetic. Ekskresi hidroksiprolin urin yang
berhubungan dengan kreatinin dapat turun. Angka asam amino esensial plasma dapat turun relative
terhadap angka asam amino non- esensial, dan dapat menambah aminoasiduria. Defisiensi kalium dan
magnesium sering ada. Kadar kolesterol serum rendah, tetapi kadar ini kembali ke normal sesuadah
beberapa hari pengobatan. Angka amylase, esterase, kolinesterase, transaminase, lipase, alkaline fosfatase
serum turun. Ada penurunan aktivitas enzim pancreas dan santhin oksidase, tetapi angka kembali normal
segera sesudah mulai pengobatan. Anemia dapat normositik, mikrositik atau makrositik. Tanda-tanda
defisiensi vitamin dan mineral biasanya jelas. Pertumbuhan tulang biasanya terlambat. Sekresi hormone
pertumbuhan mungkin bertambah.

Pengobatan

Penatalaksanaan segera tiap masalah akut seperti masalah diare berat, gagal ginjal, dan syok dan
akhirnya penggantian nutrient yang hilang sangat penting. Dehidrasi sedang atau berat, infeksi nampak atau
dugaan, tanda-tanda mata dari defisiensi vitamin A, anemia berat, hipoglikemia, diare terus-menerus atau
berulang, lesi kulit dan membrane mukosa, anoreksia dan hipotermia semua harus diobati. Untuk dehidrasi
ringan sampai sedang, cairan diberikan oral atau dengan pipa nasogastik. Sedangkan dehidrasi berat, cairan
intravena diperlukan. Jika cairan intravena tidak dapat diberikan, infuse intraosseus (sum- sum tulang
belakang) atau intraperitoneal 70 mL/kg larutan Ringer Laktatsetengah kuat untuk menyelamatkan jiwa.
Antibiotik efektif harus diberikan parenteral selama 10 hari.

Bila dehidrasi terkoreksi, makanan peroral mulai dengan makanan susu encer sedikit sering;
kekentalan dan volume sedikit demi sedikit ditambah dan frekuensi dikurangi selama 5 hari berikutnya.
Pada hari 6-8, anak harus mendapat 150 mL/kg/24 jam dalam 6 kali makan. Susu sai atau yogurt untuk
anak intoleran laktosa harus dibuat dengan 50 gr gula/L. Pada masa penyembuhan, makanan energy tinggi
terbuat dari susu, minyak dan gula yang diperlukan. Susu skim, hidrolisat casein atau campuran asam
amino sintetik sapat digunakan untuk menambah cairan dasar dan regimen nutrisi.

Bila diet kalori tinggi dan protein tinggi diberikan terlalu awal atau cepat, hati dapat menjadi
besar, abdomen menjadi sangat kembung dan anak membaiknya lebih lambat. Lemak sayur dapat diserap
lebih baik daripada lemak susu sapi. Toleransi glukosa yang terganggu dapat diperbaiki pada beberapa anak
yang terkena dengan pemberian 250 µg kromium klorida. Vitamin dan mineral, terutama vitamin A, kalium
dan magnesium diperlukan sejak permulaan pengobatan. Besi dan asam folat biasanya memperbaiki
anemia.
Infeksi bakteri harus diobati bersamaan dengan terapi diet, sedang pengobatan infestasi parasit,
jika tidak berat, dapat ditunda samapi penyembuhan mulai berlangsung.
Sesudah pengobatan dimulai, penderita dapat kehilangan berat badannya selama beberapa minggu
karena menghilangnya udem yang tampak dan tidak tampak. Enzim serum dan usus kembali ke normal,
penyerapan lemak dan usus kembali membaik. Jika pertumbuhan dan perkembangan secara luas terganggu,
retardasi mental dan fisik dapat permanen. Makin muda bayi pada saat kekurangan, makin rusak pengaruh
jangka lamanya. Defisit dalam kemampuan pengertian dan abstrak terutama berakhir lama.

Pencegahan

Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kulitas biologiknya baik.
Karena kwashiorkor tidak hanya mengalami perjalanan serius dan sering mematikan tetapi sering
menimbulkan pengaruh dikemudian hari yang permanen dan merusak pada anak yang sembuh dan
keturuananya, petunjuk diet dan distribusi makanan yang cukup sangat segera dibutuhkan di daerah
endemic.

Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang baik untuk pelayanan
kesehatan dan penyuluhan gizi.
1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang paling baik untuk
bayi.
2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur 6 tahun ke atas.
3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan kebersihan
perorangan.
4. Pemberian imunisasi.

5. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.

6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan usaha pencegahan
jangka panjang.
7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis kurang gizi, dengan
cara penimbangan berat badan tiap bulan.
Gejala GNAPS Sindroma Nefrotik Kwarsiorkor

Laki laki + + +

12 tahun + + -

Wajah dan perut


+ + +
bengkak

Pembengkakan
+ + +/-
sejak 3 minggu

Tidak ada demam


- + -
dan tanda infeksi

Anda mungkin juga menyukai