Oleh
Marisa Alfianty
03011178
Pembimbing
Dr. Asep Syaiful, Sp. PD
Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS Budhi Asih Jakarta
Periode 10 Agustus 17 Oktober 2015
DAFTAR ISI
Pendahuluan
iii
Anatomi Ginjal
Fisiologi Ginjal
12
Epidemiologi
13
Etiologi
14
Patofisiologi
15
Diagnosis
19
Kriteria
21
Penataksanaan
24
Prognosis
29
Kesimpulan
30
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1.
Anatomi Ginjal
Makroskopis
Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium
(retroperitoneal), didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus
abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Di
bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar
suprarenal). Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada
orang dewasa berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, kirakira sebesar kepalan tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1%
berat seluruh tubuh atau kurang lebih beratnya antara 120-150 gram.
Ginjal
kanan
biasanya
ginjal kiri
memberi
tempat
Kedua
ginjal
pararenal)
membantu
yang
meredam
guncangan.
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa,
terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan medulla
renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang dibandingkan cortex.
Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak
kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut
papilla renalis.
Hilus adalah pinggir medial
ginjal
berbentuk
sebagai
pintu
pembuluh
limfe,
Terdapat
berbentuk
masuknya
darah,
ureter
konkaf
pembuluh
dan
Pelvis
corong
nervus.
Renalis
yang
Vaskularisasi Ginjal
Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi
vertebra lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena
kavainferior yang terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis
masuk kedalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri interlobaris
yang berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk arteri arkuata
kemudian membentuk arteriola interlobularis yang tersusun paralel dalam
korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen pada
glomerulus.
Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian
bercabang membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan
disebut kapiler peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini
akan dialirkan kedalam jalinan vena selanjutnya menuju vena interlobularis,
vena arkuarta, vena interlobaris, dan vena renalis untuk akhirnya mencapai
vena cava inferior.1
1.2.
Fisiologi Ginjal
Fungsi ginjal :1,2
1. Mempertahankan keseimbangan H2O di dalam tubuh
3
Kapiler glomerulus disusun oleh tiga lapisan yaitu endotel, membrane basalis,
dan lapisan epithelial. Pada endotel kapiler terdapat banyak rongga-rongga
yang disebut fenestrae. Membran basalis yang terdiri dari kolagen dan fibril
proteoglikan yang memiliki rongga yang cukup besar untuk dilalui air dan
molekul kecil. Lapisan terakhir dari glomerulus adalah lapisan epitelium. Pada
lapisan ini terdapat sel yang disebut podositsel yang berbentuk seperti
gurita dengan kaki-kakinya menempel pada permukaan kapiler glomerulus.
Kaki-kaki podosit akan membentuk slit pores yang akan dilalui oleh hasil
filtrasi glomerulus serta mencegah ikut keluarnya protein plasma.
Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) ditentukan oleh (1) penjumlahan tekanan
hidrostatik dan osmotic koloid yang akan menghasilkan tekanan filtrasi akhir.
(2) Koefisien LGF (Kf) Sehingga, secara matematis dapat
dinyatakan sebagai
LFG = Kf x tekanan
filtrasi
akhir
(net
filtration
pressure)
Sedangkan tekanan filtrasi akhir mempunyai perhitungan
sbb ;
NFR = Tek hidrostatik glomerulus tek kapsula bowman tek
onkotik glomerulus
(10 mmHg)
(60 mmHg)
(18 mmHg)
(32 mmHg)
Reabsorpsi
Tidak seperti filtrasi glomerulus yang tidak selektif dalam filtrasinya, pada
proses reabsorpsi merupakan proses yang sangat selektif. Beberapa
substansi seperti gukosa dan asam amino kembali diserap ulang sehingga
substansi tersebut hampir tidak ditemukan di urin. Beberapa produk
buangan seperti urea dan kreatinin umumnya hanya sedikit diresorpsi dan
lebih banyak dikeluarkan.
Proses reabsorbsi di tubulus menggunakan dua macam mekanisme yaitu2
Transpor aktif
Pada sistem ini, reabsorbsi membutuhkan sumber energy yaitu ATP
pump
Sodium, air, dan substansi lainnya diserap dari intratubular lumen
ke pembuluh darah peritubular dengan cara ultrafiltrasi yang
dipengaruhi perbedaan tekanan hidrostatik dan osmotic koloid.
10
terjadi
adalah
substansi
Sedangkan
pada
secondary
active
transport,
yang
akan
Misalnya
pada
sodium,
dalam
bersamaan
melewati
11
Sekresi
Bagian yang berfungsi utama dalam hal ini adalah
tubulus distal. Bagian paling awal dari tubulus
distal
membentuk
kompleks
12
terhadap air dan urea. Bagian akhir atau setengah akhir dari tubulus distal
berfungsi untuk mensekresi potasium dan ion hidrongen serta reabsorpsi
bikarbonat. Pada bagian ini, permeabilitasnnya dipengaruhi oleh hormon
ADH, jika terdapat hormon ADH, maka dinding tubulus distal akan sangat
permeabel terhadap air.
Duktus Kolektivus
Pada tempat ini akan terjadi reabsorpsi kembali 10% air dan sodium, dan
merupakan tempat akhir dari proses pembentukan urin. Tempat ini
berperan penting dalam penentuan output air dan substasnsi urin.
Permeabilitan tubulus ini terhadap air juga dipengaruhi oleh hormon ADH,
permeabel terhadap urea dan mampu mensekresi ion hidrogen dalam
jumlah besar sehingga berperan penting dalam keseimbangan asam basa.2
13
Penurunan GFR
14
15
Etiologi
Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes melitus tipe 1
dan tipe 2 (44%) dan hipertensi (27%). Diabetes melitus adalah suatu keadaan
dimana terjadi peningkatan kadar glukosa dalam darah sehingga menyebabkan
kerusakan pada organ-organ vital tubuh seperti ginjal dan jantung serta pembuluh
darah, saraf dan mata. Sedangkan hipertensi merupakan keadaan dimana terjadi
peningkatan tekanan darah yang jika tidak terkontrol akan menyebabkan serangan
jantung, stroke, dan penyakit ginjal kronik. Gagal ginjal kronik juga dapat
menyebabkan hipertensi. Kondisi lain yang dapat menyebabkan gangguan pada
ginjal antara lain :
tubulus.
Malformasi yang didapatkan oleh bayi pada saat berada di dalam rahim si
ibu. Contohnya, penyempitan aliran urin normal sehingga terjadi aliran
balik urin ke ginjal. Hal ini menyebabkan infeksi dan kerusakan pada
ginjal.
Lupus dan penyakit lain yang memiliki efek pada sistem imun (2%)
Penyakit ginjal obstruktif seperti batu saluran kemih, tumor, pembesaran
renalis
Penyebab lainnya adalah infeksi HIV, penyakit sickle cell, penyalahgunaan
heroin, amyloidosis, gout, hiperparatiroidisme dan kanker.
16
Patofisiologi PGK
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasari, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi
kurang lebih sama. Pada gagal ginjal kronik terjadi pengurangan massa ginjal
mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa. Hal
ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan
kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat,
akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih
tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang
progresif. Perubahan fungsi neuron yang tersisa setelah kerusakan ginjal
menyebabkan pembentukan jaringan ikat, sedangkan nefron yang masih utuh akan
mengalami peningkatan beban eksresi sehingga terjadi lingkaran setan
hiperfiltrasi dan peningkatan aliran darah glomerulus. Demikian seterusnya,
keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan Gagal Ginjal
Terminal (GGT) atau End Stage Renal Disease (ESRD). Adanya peningkatan
aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, hipertensi sistemik,
nefrotoksindan hipoperfusi ginjal, proteinuria, hiperlipidemia ikut memberikan
kontribusiterhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut.
Dengan adanya penurunan LFG maka akan terjadi
Anemia
Gangguan pembentukan eritropoietin di ginjal menyebabkan
penurunanproduksi eritropoietin sehingga tidak terjadi proses
pembentukan eritrosit menimbulkan anemia ditandai dengan
penurunan jumlah eritrosit, penurunan kadar Hb dan diikuti dengan
penurunan kadar hematokrit darah. Selain itu GGK dapat
menyebabkan gangguan mukosa lambung (gastripati uremikum)
yang sering menyebabkan perdarahan saluran cerna. Adanya toksik
uremik pada GGK akan mempengaruhi masa paruh dari sel darah
merah menjadipendek, pada keadaan normal 120 hari menjadi 70
80 hari dan toksik uremik ini dapat mempunya efek inhibisi
eritropoiesis
17
Asidosis
Pada gagal ginjal kronik, asidosis metabolik dapat terjadi akibat
penurunankemampuan ginjal untuk mengeksresikan ion H+disertai
dengan penurunan kadar bikarbonat (HCO3) dan pH plasma.
Patogenesis asidosis metabolik padagagal ginjal kronik meliputi
penurunan eksresi amonia karena kehilangan sejumlah nefron,
penurunan eksresi fosfat, kehilangan sejumlah bikarbonat melalui
urin. Derajat asidosis ditentukan oleh penurunan pH darah.
Apabilapenurunan pH darah kurang dari 7,35 dapat dikatakan
asidosis metabolik. Asidosis metabolik dpaat menyebabkan gejala
saluran cerna seperti mual,muntah, anoreksia dan lelah. Salah satu
gejala khas akibat asidosis metabolik adalah pernapasan kussmaul
yang timbul karena kebutuhan untuk meningkatkan eksresi karbon
di
aparatus
juxtaglomerulus
sehingga
mengubah
tekanan darah.
Hiperlipidemia
Penurunan GFR menyebabkan penurunan pemecahan asam lemak
Hiponatremia
Peningkatan eksresi natrium dapat disebabkan oleh pengeluaran
hormon peptida natriuretik yang dapat menghambat reabsorpsi
18
dengan
penurunan
jumlahnefron,
natriuresis
akan
akan
menyebabkan
dilusi
natrium
di
cairan
dengan
hipokalsemia
adalah
hiperfosfatemia,
19
Namun
karena
terjadi
penurunan
kalsitriol,
maka
filtrasi.
Pada
keadaan
proteinuria
berat
akan
sindrom nefrotik
Uremia
Kadar urea yang tinggi dalam darah disebut uremia. Penyebab dari
uremia pada GGK adalah akibat gangguan fungsi filtrasi pada
ginjal sehingga dapatterjadi akumulasi ureum dalam darah. Urea
dalam urin dapat berdifusi kealiran darah dan menyebabkan
20
Gejala Klinis
Pada gagal ginjal kronik, gejala gejalanya berkembang secara perlahan.
Pada awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya
dapat
diketahui
dari
pemeriksaan
laboratorium.
Sejalan
dengan
fetor uremik
Kelainan kulit : urea frost dan gatal di kulit
Kelainan neuromuskular : tungkai lemah, parastesi, kram otot,
edema
Gangguan kelamin: libido menurun, nokturia, oligouria
Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal, pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah
meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan
fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea
dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60 % pasien masih belum
merasakan keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea
dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30 % mulai terjadi keluhan
pada seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan
21
22
Kriteria
Durasi > 3 bulan, berdasarkan riwayat
dokumentasi atau tindakan
GFR < 60 ml/min/1.73m2
(GFR categories G3a-G5)
Kesan
Durasi dibutuhkan untuk membedakan CKD dengan AKI. Evaluasi secara klinis
biasanya dapat menunjukkan adanya dokumentasi dari durasi
GFR merupakan indeks terbaik untuk melihat fungsi dan kelainan pada ginjal
GFR normal untuk dewasa muda sekitar 125 ml/min/1.73m2, GFR < 15
didefinisikan sebagai gagal ginjal
Penurunan GFR dapat dilihat dari perhitungan Serum Creatinin atau Cystatin
C, namun tidak dengan Serum Creatinin atau Cystatin C saja
Penurunan GFR dapat dikonfirmasi dengan mengkur GFR, jika dibutuhkan
Albuminuria merupakan tanda dari kerusakan ginjal (kenaikan permeabilitas
glomerulus) AER >30mg/24 jam kurang lebih sama dengan ACR > 30mg/g
(>3mg/mmol)
Normal ACR urine orang dewasa sehat adalah < 10mg/g
Sedimen urin dapat menandakan adanya kelainan ginjal
Microhematuria dengan adanya kelainan morfologi sel darah merah
(anisositosis) pada kelainan GBM
Silider sel darah merah pada glomerulonephritis poliferatif
Silinder sel darah putih pada pyelonephritis atau interstisial nephritis
Oval fat bodies atau silinder lemak pada penyakit dengan proteinuria
Silinder granular dan sel tubulus ginjal pada banyak penyakit parenkim ginjal
Kelainan Tubulus Ginjal
Renal tubular acidosis
Nephrogenic diabetes incipidus
23
Fanconi syndrome
Renal potassium wasting
Renal sodium wasting
Non-albumin proteinuria
Cystinuria
Kelainan Patologis yang dideteksi dengan pemeriksaan histologi atau pemeriksaan
lainnya
Penyakit glomerular (diabetes, autoimun disease, systemic infections, drugs,
neoplasia)
Penyakit vaskular (atherosclerosis, hypertension, ischemia, vasculitis,
thrombotic microangiopathy)
Penyakit tubulointerstitial (urinary tract infections, stones, obstruction, drug
toxicity)
Cystic and congenital diseases
Kelainan structural yang menandakan kerusakan ginjal dengan pencitraan
Polycystic kidney
Dyplastic kidney
Hydronephrosis karena obstruksi
Kerusakan kortikal yang disebabkan oleh infarct, pyelonephritis, atau
vesicourethral reflux
Massa ginjal atau pembesaran ginjal karena penyakit infiltrative
Renal artery stenosis
Ginjal kecil dan hipoechoic
Riwayat Transplantasi Ginjal
24
Kesan
Normal atau tinggi
Sedikit menurun*
Penurunan sedikit sampai sedang
Penurunan sedang sampai berat
Penurunan berat
Gagal Ginjal
Kategori Albuminuria
Kategori
AER
(mg/24h
ACR
(mg/g)
Kesan
(mg/mm
ol)
)
A1
A2
A3
<30
30-300
>300
<3
3-30
>30
<30
30-300
>300
Kenaikan sedang
Kenaikan berat
25
Rumus CKD-EPI
Scr k : 0.7 untuk perempuan dan 0.9 untuk laki-laki
Pemeriksaan Penunjang
Gambaran Radiologi
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :
o Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio opak
o Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya
pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami
kerusakan
o Pielografi antegrad atau retrograd sesuai indikasi
o Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang
mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal,
kista, massa, kalsifikasi
o Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi
Komplikasi
Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan berbagai komplikasi sebagai berikut :
- Hiperkalemia
- Asidosis metabolik
- Komplikasi kardiovaskuler ( hipertensi dan CHF )
- Kelainan hematologi (anemia)
- Osteodistrofi renal
26
0,8/kg/hari
< 10 g
5-25
0,8/kg/hari
<9g
< 60 (sind. Nefrotik)
o Terapi farmakologi
27
(ACE
inhibitor)
disamping
bermanfaat
untuk
kalsium,
dapat
28
paratiroid.
Pembatasan cairan dan elektrolit
Pembatasan asupan cairan untuk mencegah terjadinya edema dan
kompikasi kardiovaskular sangat perlu dilakukan. Maka air yang
masuk dianjurkan 500 800 ml ditambah jumlah urin. Elektrolit
yang harus diawasi asuapannya adalah kalium dan natrium.
Pembatasan
kalium
dilakukan
karena
hiperkalemia
dapat
29
Prognosis
UmumnyaPenyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka
panjangnya buruk, kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang
dilakukan sekarang ini, bertujuan hanya untuk mencegah progresifitas dari GGK
itu sendiri. Selain itu, biasanya GGK sering terjadi tanpa disadari sampai
mencapai tingkat lanjut dan menimbulkan gejala sehingga penanganannya
seringkali terlambat. Menurut KDIGO predikisi prognosis pada CKD bisa dilihat
dengan menggunakan GFR dan albuminuria yang terjadi pada pasien seperti pada
tabel di bawah ;
Tabel yang terarsir dengan warna hijau memiliki kemungkinan yang lebih rendah
untuk jatuh menjadi kegagalan ginjal, sedangkan yang berwarna merah memiliki
resiko lebih tinggi untuk menjadi gagal ginjal.3
30
BAB III
KESIMPULAN
Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi
ginjal. Dan ditandai dengan adanya uremia (retensi urea dan sampah nitrogen
lainnya dalam darah)
Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes melitus tipe
1 dan tipe 2 (44%) dan hipertensi (27%). Kondisi lain yang dapat menyebabkan
gangguan pada ginjal antara lain penyakit peradangan seperti glomerulonefritis
(10%) merupakan penyakit ketiga tersering penyebab gagal ginjal kronik.
Pada gagal ginjal kronik, gejala gejalanya berkembang secara perlahan. Pada
awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui
dari pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya penyakit, maka
lama kelamaan akan terjadi peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi
(uremia). Pada stadium ini, penderita menunjukkan gejala gejala fisik yang
melibatkan kelainan berbagai organ seperti kelainan saluran cerna (nafsu makan
menurun, mual, muntah dan fetor uremik), kelainan kulit (urea frost dan gatal di
kulit), kelainan neuromuskular (tungkai lemah, parastesi, kram otot, daya
konsentrasi menurun, insomnia, gelisah), kelainan kardiovaskular (hipertensi,
sesak nafas, nyeri dada, edema), kangguan kelamin (libido menurun, nokturia,
oligouria)
Diagnosis gagal ginjal kronik dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang
diperoleh melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan radiologis, serta pemeriksaan biopsi dan histopatologi ginjal
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi terapi spesifik terhadap
penyakit dasarnya, pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid,
memperlambat perburukan fungsi ginjal, pencegahan dan terapi terhadap penyakit
kardiovaskular, pencegahan dan terapi terhadap penyakit komplikasi, terapi
pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood, Lauralee. Sistem Kemih. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG ; 2006. p. 463 503.
2. Arthur C. Guyton, M.D. Textbook of Medical Physiology Eleventh edition.
Elsevier publisher : New York ; 2006. pg. 1368-1375
3. Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of Chronic
Kidney Disease. KDIGO 2012. January 2013 ; 3:1
4. Sudoyo, A. W dkk. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid II. Edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FK UI ; 2009. p. 1035 1040
5. Clinical practice guidelines for chronic kidney disease: evaluation,
classification and stratification, New York National Kidney Foundation, 2002.
6. Silbernagl, S dan Lang, F. Gagal Ginjal kronis. Teks & Atlas Berwarna
Patofisiologi. Cetakan I. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2007. p.
110 115.
32