Anda di halaman 1dari 50

Case Report

Chronic Kidney Disease

Oleh :

Cita Laelika Novialianti Putri, S.Ked

(19360047)

Pembimbing :

dr. Silman Hadori, Sp. Rad., M.H.Kes

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN BANDAR LAMPUNG
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Case Report :

Chronic Kidney Disease

Diajukan sebagai salah satu syarat memenuhi tugas


Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Radiologi di Rumah Sakit Pertamina

Bintang Amin

Penyaji, Pembimbing,

Cita Laelika N P, S.Ked dr. Silman Hadori, Sp. Rad, M.H.Kes

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN BANDAR LAMPUNG
2021

2
DAFTAR ISI

Bab I. Pendahuluan .................................................................................... 1

Bab II. Tinjauan Pustaka.............................................................................. 4

Bab III. Laporan Kasus.................................................................................. 18

Bab IV. Analisa Kasus................................................................................... 36

Bab V. Kesimpulan...................................................................................... 42

Daftar Pustaka................................................................................................ 43
BAB I

PENDAHULUAN

Ginjal adalah salah satu organ utama sistem kemih atau uriner (tractus

urinarius) yang berfungsi menyaring dan membuang cairan sampah metabolisme

dari dalam tubuh. Fungsi ginjal secara umum antara lain yaitu sebagai ultrafiltrasi

yaitu proses ginjal dalam menghasilkan urine, keseimbangan elektrolit,

pemeliharaan keseimbangan asam basa, eritropoiesis yaitu fungsi ginjal dalam

produksi eritrosit, regulasi kalsium dan fosfor atau mengatur kalsium serum dan

fosfor, regulasi tekanan darah, ekresi sisa metabolik dan toksin

(Baradewo,Wilfriad & Yakobus, 2009).

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan

etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif,

dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Penyakit ginjal kronik (Chronic

Kidney Disease) terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu mempertahankan

lingkungan dalam yang cocok untuk kelangsungan hidup. Kerusakan pada kedua

ginjal bersifat ireversibel. Dikatakan penyakit ginjal kronik apabila kerusakan

ginjal terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional,

dengan atau tanpa penurunan laju fultrasi glomerulus, dengan manifestasi:

kelainan patologis, terdapat tanda kelainan ginjal misalnya pada saat pencitraan

(imaging) atau laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m2.

Penyakit ginjal kronik disebabkan oleh berbagai penyakit. Penyebab CKD

antara lain penyakit infeksi, penyakit peradangan, penyakit vaskular hipertensif,

1
gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan hederiter, penyakit metabolik,

nefropati toksik, nefropati obstruktif (Price dan Wilson, 2006).

Saat ini jumlah CKD sudah bertambah banyak dari tahun ke tahun.

Menurut (WHO, 2002) dan Burden of Disease, penyakit ginjal dan saluran kemih

telah menyebabkan kematian sebesar 850.000 orang setiap tahunnya. Hal ini

menunjukkan bahwa penyakit ini menduduki peringkat ke-12 tertinggi angka

kematian. Jumlah kejadian CKD didunia tahun 2009 menurut USRDS terutama di

Amerika rata-rata prevalensinya 10-13% atau sekitar 25 juta orang yang terkena

PGK. Sedangkan di Indonesia tahun 2009 prevalensinya 12,5% atau 18 juta orang

dewasa yang terkena PGK (Thata, Mohani, Widodo, 2009)

Di masa depan penderita Penyakit Ginjal Kronik digambarkan akan

meningkat jumlah penderitanya. Hal ini disebabkan prediksi akan terjadi suatu

peningkatan luar biasa dari diabetes mellitus dan hipertensi di dunia ini karena

meningkatnya kemakmuran akan disertai dengan bertambahnya umur manusia,

obesitas dan penyakit degeneratif (Roesma, 2008).

Enam negara dunia dengan penduduk melebihi 50% penduduk dunia

adalah Cina, India, USA, Indonesia, Brazil dan Rusia, tiga negara terakhir

termasuk negara berkembang dimana penyakit ginjal kronik tentunya ada tapi

tidak dapat ditanggulangi secara baik karena terbatasnya daya dan data. Prediksi

menyebutkan bahwa pada tahun 2015 tiga juta penduduk dunia perlu menjalani

pengobatan pengganti untuk gagal ginjal terminal atau End Stage Renal Disease

(ESRD) dengan perkiraan peningkatan 5% per tahunnya(Roesma, 2008).

2
Mempelajari data ESRD dunia mengesankan adanya peningkatan yang

signifikan setiap tahun dari kejadian ESRD mulai dari tahun 2000 dan seterusnya,

baik negara berkembang maupun negara maju. Di Asia, Jepang tercatat

mempunyai populasi ESRD tertinggi 1800 per juta penduduk dengan 220 kasus

baru per tahun, suatu peningkatan 4.7 % dari tahun sebelunya. Negara

berkembang di Asia Tenggara pencatatannya belum meyakinkan, kecuali

Singapura dan Thailand (Roesma, 2008).

Penyakit ginjal kronis dapat menyebabkan timbulnya berbagai manifestasi

yang komplek, diantaranya, penumpukan cairan, edema paru, edema perifer,

kelebihan toksik uremik bertanggung jawab terhadap perikarditis dan iritasi,

sepanjang saluran gastrointestinal dari mulut sampai anus. gangguan

keseimbangan biokimia (hiperkalemia, hiponatremi, asidosis metabolik),

gangguan keseimbangan kalsium dan fosfat lama kelamaan mengakibatkan

demineralisasi tulang neuropati perifer, pruritus, pernafasan dangkal, anoreksia,

mual dan muntah, kelemahan dan keletihan. Berbagai macam manifestasi lain bisa

muncul akibat penyakit ginjal kronis ini. Atas dasar inilah penulis tertarik untuk

lebih mengetahui gambaran penyakit ginjal kronis dengan secara langsung

mendapati manifestasi yang muncul pada real patient yang sedang menderita

penyakit tersebut.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Sebelum tahun 2002, istilah insufisiensi renal kronis (chronic renal

insufficiency) dipakai untuk pasien dengan penurunan fungsi ginjal

progresif, yang didefinisikan sebagai laju filtrasi glomerular (glomerular

filtration rate) kurang dari 75 ml/mnt/1,73 m2 luas permukaan tubuh.

Istilah baru, yaitu CKD, diperkenalkan oleh NKF-K/DOQI untuk pasien

yang memiliki salah satu kriteria berikut:

1. kerusakan ginjal ≥3 bulan, dimana terdapat abnormalitas struktur atau

fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan GFR yang dimanifestasikan

oleh satu atau beberapa gejala berikut:

- abnormalitas komposisi darah atau urin

- abnormalitas pemeriksaan pencitraan

- abnormalitas biopsy ginjal

2. GFR <60 ml/mnt/1,73 m2 luas permukaan tubuh selama ≥3 bulan

dengan atau tanpa tanda kerusakan ginjal lainnya.

2.2. Epidemiologi

Telah diperkirakan bahwa lebih dari 50 juta penduduk dunia

mengalami PGK dan 1 juta dari mereka membutuhkan terapi pengganti

4
ginjal. Penyakit Ginjal Kronik lebih banyak terjadi pada orang tua..

Diperkirakan sedikitnya 6% pada kumpulan populasi dewasa di Amerika

Serikat telah menderita gagal ginjal kronik dengan LFG > 60 ml/mnt per

1,73 m2 (derajat 1 dan 2). Selain itu, 4,5% dari populasi Amerika Serikat

telah berada pada derajat 3 dan 4. Data pada tahun 1995-1999, menyatakan

bahwa di Amerika Serikat insiden penyakit ginjal kronik diperkirakan 100

kasus/juta penduduk/ tahun dan angka ini meningkat 8% setiap tahun. Di

Malaysia dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru

gagal ginjal per tahun. Di negara-negara berkembang lainnya, insiden ini

diperkirakan sekitar 40-60 juta/tahun.

2.3. Etiologi

Penyakit gagal ginjal kronik dapat dibagi dua, yaitu:

1. kelainan parenkim ginjal

- penyakit ginjal primer

 glomerulonephritis

 pielonefritis

 ginjal polikistik

 TBC ginjal

- penyakit ginjal sekunder

 nefritis lupus

 nefropati analgesic

 amyloidosis ginjal

5
2. penyakit ginjal obstruktif

- pembesaran prostat

- batu saluran kencing

Kondisi-kondisi yang meningkatkan risiko terjadinya CKD


  Riwayat penyakit ginjal polikistik atau penyakit ginjal genetik

lainnya di keluarga
  Bayi dengan berat badan lahir rendah
  Anak-anak dengan riwayat gagal ginjal akut akibat hipoksia perinatal

atau serangan akut lainnya pada ginjal


  Hipoplasia atau displasia ginjal
  Gangguan urologis, terutama uropati obstruktif
  Refluks vesikoureter yang berhubungan dengan infeksi saluran kemih

berulang dan parut di ginjal


  Riwayat menderita sindrom nefrotik dan nefritis akut
  Riwayat menderita sindrom uremik hemolitik
  Riwayat menderita purpura Henoch-Schőnlein
  Diabetes Melitus
  Lupus Eritermatosus Sistemik
  Riwayat menderita hipertensi
  Penggunaan jangka panjang obat anti inflamasi non steroid

2.4. Klasifikasi
Klasifikasi menurut NICE 2008
1. Memeriksa adanya proteinuria saat menentukan stadium dari GGK
2. Proteinuria
a. Urin ACR (albumin clearance ratio) 30 mg/mmol atau lebih
b. Urin PCR 50 mg/mmol atau lebih
3. Stadium 3 dari GGK harus dibagi menjadi 2 subkategori:
a. LFG 45-59 ml/min/1,73 m2 (stadium 3 A)
b. LFG 30-44 ml/min/1,73 m2 (stadium 3 B)
4. Penanganan pada GGK tidak boleh dipengaruhi usia

6
Stadium GFR (ml/mnt/1,73 m2) DESKRIPSI
Kerusakan ginjal dengan GFR
1 ≥90
normal/meningkat
Kerusakan ginjal dengan
2 60-89
penuruna GFR ringan
Kerusakan ginjal dengan
3 30-59
penurunan GFR sedang
Kerusakan ginjal dengan
4 15-29
penurunan GFR berat
5 <15 Gagal ginjal

LFG dihitung berdasarkan rumus Kockkroft-Gault:

LFG ml/min/1,73 m2:

Ket: wanita x 0,742

Creatinine Clearance Test (ml/mnt) =

(Ket: wanita x 0,85)

Kriteria Penyakit ginjal kronik atas dasar diagnosis etiologi


Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular (penyakit
autoimun, infeksi sistemik, obat)
Penyakit vascular (penyakit pembuluh
darah besar, hipertensi,
mikroangiopati)
Penyakit tubulointersisial
(pielonefritis kronik, batuk, obstruksi,
keracunan obat)

7
Penyakit kistik (Ginjal Polikistik)
Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik
Keracunan obat
(sikloporin/takrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy

2.5. Pathogenesis
Patofisiologi dari penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung

pada penyakit awal yang mendasarinya, tetapi dalam perkembangan

selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa

ginjal menyebabkan hipertrofi struktur dan fungsi dari nefron yang sehat.

Kompensasi hipertrofi ini diperantarai oleh molekul vasoaktif sitokin dan

growth factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti

oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses

adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maldaptasi

berupa sclerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti oleh

penurunan fungsi nefron yang progrsif, walaupun penyakit dasarnya sudah

tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-

aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya

hiperfiltrasi sclerosis dan progrsifisitas peyakit tersebut.

Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin aldosterone,

sebagian diperantarai oleh Growth Factor seperti Transforming Growth

Factor ß (TGF-ß). Beberapa hal yang juga dianggap berperan erhadap

progresivitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi,

8
hiperglikemia dan dyslipidemia. Terdapat variabilitas interindividual

untuk terjadinya sclerosis dan fibrosis glomerulus maupun

tubulointersisial. Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi

kehilangan daya cadang ginjal, pada keadaan dimana basal LFG masih

normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan

terjadi penurunan funsi nefron yang progesif, yang ditandai dengan

peningkatan kadar urea an kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar

60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimptomatik), tetapi sudah

terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG

sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan

lemah, mual, nafsu makan berkurang, dan penurunan berat badan. Sampai

pada LFG di bawah 30%, tekanan darah, gangguan metabolism fosfor dan

kalsium, pruritus, mual, muntah dan sebagainya. Pasien juga mudah

terkena infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi

saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo

atau hypervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit, antara lain Na+ dan

K+. Pada LFG di bawah 15%, akan terjadi gejala dan komplikasi yang

lebih serius, dan dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal

(Renal Replacement Therapy) antara lain dialysis atau transplantasi ginjal.

Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.

Azotemia adalah retensi dari produk sisa nitrogen sebagai

perkembangan insufisiensi ginjal. Uremia adalah tahap yang lebih berat

dari progresifitas insufisiensi ginjal dimana berbagai system organ telah

9
terganggu. Meskipun urmia bukan penyebab utama, urea dapat

menimbulkan gejala klinis seperti anoreksia, malaise, muntah dan sakit

kepala. Produk nitrogen lainnya seperti komponen guanido, urat dan

hipurat, hasil akhir metabolism asam nukleat, poliamin, mioinositol, fenol,

benzoate dan indol dapat tertahan di dalam tubuh pada penyakit ginjal

kronik dalam hal ini dipercaya dapat meningkatkan angka kematian pada

uremia. Uremia tidak hanya mempengaruhi kegagalan ekskrsi renal saja

tetapi dapat juga menyebabkan gangguan pada fungsi metabolic dan

endokrin yang dapat menyebabkan anemia malnutrisi, gangguan

metabolism karbohidrat, lemak, protein, gangguan penggunaan energy,

dan penyakit tulang metabolic. Lebih jauh lagi kadar plasma berbagai

hormone polipeptida seperti hormone paratiroid (PTH), insulin, glucagon,

luteinizing hormone dan prolactin akan meningkat pada gagal ginjal,

bukan hanya karena gangguan katabolisme ginjal tetapi juga karena

meningkatkan sekresi endokrin yang menimbulkan konsekuensi sekunder

dari ekskresi primer atau gangguan sintetik renal. Di lain sisi, produksi

eritropoetin (EPO) dan 1,25-dihidroksikolekalsiferol ginjal terganggu. Jadi

patofisiologi dari sindroma uremia dapat dibagi menjadi dua bagian. Yang

pertama merupakan akumulasi dari produk metabolism protein, yang

kedua merupakan akibat dari kehilangan dari fungsi ginjal seperti

keseimbangan cairan dan elektrolit, kelainan hormone.

2.6. Manifestasi Klinis

10
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul

pada pasien CKD adalah :

1. Fatigue dan lemah

Fatigue dan lemah akibat anemia dan akumulasi dari produk sisa

metabolism.

2. Loss of appetite, nausea & vomiting

Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien

gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual

dan muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan

dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah

yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus

halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau

hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.

3. Edema

4. Gatal, mear, kulit pucat

Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan

diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan

gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit

biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal

urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost.

5. Sakit kepala, peripheral neurophaty, gangguan tidur, gangguan status

mental (encephalopaty karena uremia)

6. Kelainan Mata

11
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil

pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah

beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat,

misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala

nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati)

mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai

pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam

kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat

iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada

beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme

sekunder atau tersier.

7. Hipertensi

8. Edema pulmonal sehingga timbul sesak nafas

9. Nyeri sendi, tulang dan fraktur

10. Disfungsi seksual

2.7. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto Rontgen

 Foto polos abdomen, bisa tampak radio-opaque

• Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa

melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran pasien

terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah

mengalami kerusakkan

12
• Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi, biasanya

digunakan untuk mendeteksi batu ginjal

• USG ginjal memperlihatkan gambaran proses kronik yang ditandai

ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya

hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi

• CT scan untuk melihat massa ginjal dan kista lebih baik daripada

dengan menggunakan USG, dan lebih sensitive untuk melihat batu

ginjal

 MRI untuk penderita yang tidak dapat menerima kontras dalam

intravena , baik untuk diagnose thrombosis vena renalis.

2. Gambar radiologi

 Foto Polos

Terdapat gambaran batu radioopak

 Foto IVP

Gambar ginjal normal Batu ginjal

13
 USG

Gambaran Batu ginjal

14
Struktur hiperekoik , batu > 3mm menimbulkan bayangan akustik , batu < 5 mm

masuk ke dalam ureter

Gambaran Ginjal Normal

15
Ukuran ginjal normal, ekogenisitas korteks menurun, batas corticomedular regular

Gambaran Stage III CKD , ukuran ginjal mengecil , batas corticomedular iregular

16
Ukuran ginjal mengecil, batas corticomedula sudah tidak terlihat. Gambaran CKD

stage V

 CT- Scan

Tampak gambaran batu ginjal

A. Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal

dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal,

dimana diagnosis secara noninvasif tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan

17
histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, terapi, prognosis, dan

mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Kontraindikasi dilakukan biopsy

ginjal pada keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil (contracted

kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik,

gangguan pembekuan darah, gagal nafas, dan obesitas.

2.8 Diagnosis Banding

Efusi Pleura

Efusi pleura adalah akumulasi cairan yang abdormal pada ruang pleura.
Efusi pleura menunjukkan suatu proses patologis yang mungkin secara primer
berasal dari paru itu sendiri ataupun terkait dengan sistem organ lain dan kadang-
kadang bisa merupakan manifestasi dari beberapa penyakit sistemik.
Sesak nafas adalah gejala klinis yang disebabkan oleh kurangnya O2 yang
mencapai jaringan. Ini dapat disebabkan oleh beberapa hal; mulai dari
terganggunya jalan nafas (sumbatan karena trauma, aspirasi, penyempitan karena
asma atau bronkitis), terisinya tempat pertukaran gas oleh sesuatu (eksudat pada
pneumonia, darah pada kontusio paru, transudate pada edema paru, sel pada
keganasan,dlsb) ataupun terganggunya transportasi maupun utilisasi O2 yang
sudah masuk kedalam darah (kekurangan Hb, hipotensi, hipovolemi, keracunan
sianida/CO, dlsb). Pada pasien ini, sesak nafas yang ia alami berlangsung setelah
menjalani hemodialisa, disertai dengan lemas dan mual. Dari keterangan ini,
kemungkinan diagnosa dengan probabilitas tersering pada demografi Indonesia
adalah Efusi pleura.
Efusi pleura adalah masalah umum pada pasien dengan insufisiensi ginjal kronis.
Ada beberapa alasan mengapa penyakit pleural sering terjadi pada pasien dengan
penyakit ginjal kronis, yaitu gagal jantung kongestif, kelebihan cairan,
peningkatan risiko infeksi (terutama tuberkulosis), adanya penyakit yang terkait

18
dengan manifestasi ginjal dan pleura (mis. Lupus erythematosus sistemik),
perikarditis uremik, peningkatan risiko keganasan tertentu dan emboli paru.
Efusi pleura dapat dijumpai sebagai efusi transudatif ataupun eksudatif. Efusi
eksudatif jarang ditemui dibandingkan efusi transudatif pada pasien dengan
penyakit ginjal kronis Pada pasien GGK yang menjalani hemodialisa rutin hanya
beberapa kondisi yang pada umumnya dapat menyebabkan efusi pleura
transudatif, yaitu gagal jantung, kelebihan cairan, sindrom nefrotik, dan dialisis
peritoneum. Kehadiran efusi masif eksudatif yang terbatas pada sisi kanan
membuat gagal jantung, kelebihan cairan, dan kelainan hipoalbuminemik lebih
kecil kemungkinannya sebagai penyebab. Selain itu, tidak ada bukti klinis lain
tentang gagal jantung pada pasien ini.
Efusi pleura eksudatif hadir dalam berbagai kondisi patologis dalam praktik klinis
dan sebagian besar terkait dengan keganasan dan TB. Pada kasus ini tidak
didapatkan adanya riwayat keganasan pada pasien.

2.9. Tatalaksana
 Terapi konservatif

Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal

ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi

toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan

memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.

 Peranan diet

Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk

mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka

lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif

nitrogen.

19
 Kebutuhan jumlah kalori

Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus

adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan

keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan

memelihara status gizi.

 Kebutuhan cairan

Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat

supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.

 Kebutuhan elektrolit dan mineral

Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual

tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal

disease).

 Terapi simtomatik

 Asidosis metabolik

Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan

serum kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati

asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali

(sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH ≤

7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.

 Anemia

Transfusi darah misalnya Packed Red Cell (PRC) merupakan

salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi

20
pemberian transfusi darah harus hati-hati karena dapat

menyebabkan kematian mendadak.

 Keluhan gastrointestinal

Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan

yang sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini

merupakan keluhan utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan

gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut

sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi

dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.

 Kelainan kulit

Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis

keluhan kulit.

 Kelainan neuromuskular

Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi

hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi

subtotal paratiroidektomi.

 Hipertensi

Pemberian obat-obatan anti hipertensi.

 Kelainan sistem kardiovaskular

Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan

kardiovaskular yang diderita.

 Terapi pengganti ginjal

21
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium

5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat

berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal.

 Hemodialisis

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah

gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak

boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan

memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis,

yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk

dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati

azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak

responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten,

dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10

mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m²,

mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat.

Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan

sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan.

Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen

darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow

fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan

panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala

yang ada adalah biaya yang mahal.

 Dialisis peritoneal (DP)

22
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory

Peritoneal Dialysis(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di

Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang

tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita

penyakit sistem kardiovaskular, pasienpasien yang cenderung akan

mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan

pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal

ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien

nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi

non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi

untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari

pusat ginjal.

 Transplantasi ginjal

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal

(anatomi dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal,

yaitu:

 Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih

seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya

mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah

 Kualitas hidup normal kembali

 Masa hidup (survival rate) lebih lama

23
 Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama

berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah

reaksi penolakan

2.10 Pencegahan

Berdasarkan National Kidney Foundation pada tahun 2009 upaya

pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai

dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya

pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit

ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi (makin rendah

tekanan darah makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian

gula darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan

aktivitas fisik dan pengendalian berat badan.

2.11 Prognosis

Prognosis penyakit ginjal kronis angka kematian meningkat sejalan

dengan memburuknya fungsi ginjal. Penyebab kematian utama adalah

penyakit kardiovaskular. Terapi penggantian ginjal meningkatkan angka

harapan hidup.

24
BAB III

LAPORAN KASUS

A. IDENTIFIKASI PASIEN

9Nama : Ny. A

MR : 08.15.40

Jenis kelamin : Perempuan

Tanggal Lahir : 12 September 1982

25
Usia : 59 tahun

Alamat : Jl. Bumi Manti Gg M Umar Kampung Baru –

Labuhan Ratu – Bandar Lampung

Status Perkawinan : Kawin

Agama : Islam

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan : SMA

Masuk IGD RSPBA : Sabtu, 06 Maret 2021, pukul : 14.09 WIB

Masuk Rawat Inap : Sabtu, 06 Maret 2021, pukul : 18.30 WIB

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama

Sesak napas +/- 1 hari yang lalu, sesak dirasakan semakin memberat

Keluhan Tambahan

Lemas (+) Mual (+)

Riwayat Perjalanan Penyakit

Os datang ke IGD RSPBA dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari yang

lalu. Keluhan mulai muncul setelah pasien cuci darah dalam 1 hari terakhir.

Sesak napas dirasakan os semakin memberat saat beraktivitas dan tidak

berkurang saat istirahat. Sejak 1 bulan terakhir pasien terbatas dalam

melakukan aktivitas sehari-hari karena badan terasa lemas. Pasien juga

mengeluh mual namun tidak disertai muntah, nafsu makan pasien menurun.

Sejak 1 bulan terakhir pasien terbatas dalam melakukan aktivitas sehari –

26
hari karena badan terasa lemas. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Pasien

tidak sulit BAB maupun BAK. BAK warna kuning pekat. Pasien

mempunyai tekanan darah tinggi dan rutin datang ke dokter keluarga dan

poli penyakit dalam karena mempunyai riwayat kencing manis.

Riwayat Penyakit Dahulu

Os memiliki riwayat penyakit hipertensi dan DM.

Riwayat Penyakit Keluarga

Os mengaku tidak ada keluarga yang mengalami hal serupa. Riwayat darah

tinggi (+), riwayat kencing manis (+), sakit jantung pada keluarga disangkal

oleh pasien.

Riwayat Pengobatan

Os sedang mengkonsumsi amlodipin.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

GCS : E4V5M6

Berat Badan : Tidak diketahui pasti, sekitar 50 kg

Tinggi badan (cm) : Tidak diketahui pasti

IMT : Tidak diketahui pasti

27
Tekanan darah : 180/80 mmHg

Nadi : 95 x/menit, reguler

Suhu : 36,0⁰C

Pernapasan : 28x/menit, reguler

Aspek Kejiwaan

Tingkah laku : Wajar/gelisah/tenang/hipoaktif/hiperaktif

Alam perasaan : Biasa/sedih/gembira/cemas/takut/marah

Proses pikir : Wajar/cepat/gangguan waham/fobia/obsesi

Status Generalisata

 Kulit

Warna kulit sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), turgor kulit cukup,

capillary refill time < 2 detik, dan teraba hangat.

 Kepala

- Mata : Konjuntiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), RCL

(+/+), RCTL (+/+), pupil isokor (+/+), penurunan

visus (-), peningkatan tekanan bola mata (-)

- Hidung : Deformitas (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), deviasi

septum (-), sekret (-), pernafasan cuping hidung (-)

- Telinga : Normotia (+/+), nyeri tekan (-/-), sekret (-/-),

perdarahan (-)

28
- Mulut : Kering (-), sianosis (-), asimetris (+)

- Tenggorokan : Trismus (-), arcus faring simetris, hiperemis (-),

uvula di tengah

 Leher

Tekanan vena jugularis : Normal, tidak ada peningkatan JVP

Kelenjar tiroid : Normal, tidak ada pembesaran

Kelenjar limfe : Normal, tidak ada pembesaran

 Kelenjar getah bening

Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening di submandibular,

supraklavikula, dan leher.

 Thorax

Bentuk : Simetris

 Paru Depan Belakang

Inspeksi : Bentuk simetris

Palpasi : Massa (-), krepitasi (-), suara fremitus taktil kanan = suara

fremitus taktil kiri (menurun di basal paru)

Perkusi : Sonor (+/+)

Redup (+/+) di basal paru

Batas paru hepar : Setinggi vertebra thorakal VII

Batas paru belakang kanan :Setinggi vertebra thorakal IX

Batas paru belakang kiri : Setinggi vertebra thorakal X

Auskultasi : Kanan : Rhonki (-), Wheezing (-)

Kiri : Vesikuler (+/+) Rhonki (-), Wheezing (-)

29
 Jantung

Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak

Palpasi : Iktus cordis teraba

Perkusi : Batas jantung atas : ICS II linea parasternalis sinistra

Batas jantung kiri : ICS V linea midklavikula sinistra

Batas jantung kanan : ICS IV linea parasternalis dekstra

Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 normal, Heart rate 120 x/menit,

reguler. Murmur (-), Gallop (-)

 Abdomen

Inspeksi : Bentuk cembung, venektasi (-), caput medusa (-), ikterik (-)

Palpasi : Nyeri tekan regio abdomen tidak ada, Hati dan Limpa tidak

teraba, Nyeri ketok CVA tidak ada, Ballotement ginjal (-)

Perkusi : Shifting dullnes (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

 Ekstremitas

Ekstremitas superior dextra dan sinistra : Oedem (-) Deformitas (-)

Bengkak (-) Sianosis (-)

Nyeri sendi (-) Ptekie (-)

Ekstremitas inferior dextra dan sinistra : Oedem (-) Deformitas (-)

Bengkak (-) Sianosis (-)

Nyeri sendi (-) Bengkak (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

30
Pemeriksaan Laboratorium, 06 Maret 2021

a. Hematologi

HEMATOLOGI

PEMERIKSAAN HASIL NORMAL


Lk: 14-18 gr%
Hemoglobin 11,3 gr%
Wn: 12-16 gr%
Leukosit 4.700 ul 4500-10.700 ul
Hitung jenis leukosit
§ Basofil 0% 0-1 %
§ Eosinofil 0% 1-3%
§ Batang 1% 2-6 %
§ Segmen 73 % 50-70 %
§ Limposit 21 % 20-40 %
§ Monosit 6% 2-8 %
Lk: 4,6- 6,2 x 106ul
Eritrosit 3,9 x 106ul
Wn: 4,2- 5,4 x 106 ul
Lk: 40-54 %
Hematokrit 33 %
Wn: 38-47 %

Trombosit 253.000 ul 159.000-400.000 ul


MCV 87 fl 80-96 fl
MCH 28 pg 27-31 pg
MCHC 32 g/dl 32-36 g/dl
ALC 987
ALR 3,52

b. Kimia Darah

31
Gula Darah Sewaktu 137 <200
Urea 40 10-50
Kreatinin 5,2 Lk 0,6-1,1 Wn 0,5-0,9

Pemeriksaan Creatinine Clearance Test

Creatinine Clearance Test (ml/mnt) =

(Ket: wanita x 0,85)

Creatinine Clearance Test (ml/mnt) = = 9,19 ( grade V)

c. Imunologi

Pemeriksaan Hasil Normal


SARS-CoV-2 IgG Non Reaktif (-) Non Reaktif (-)
SARS-CoV-2 IgM Non Reaktif (-) Non Reaktif (-)

Pemeriksaan Radiografi Thorax PA, 06 Maret 2021

32
Telah Dilakukan pemeriksaan radiografi Thorax proyeksi AP, dengan hasil

sebagai berikut :

 Posisi trakea masih di tengah

 Mediastinum superior tidak melebar

 Jantung tampak membesar ke lateral kanan dan kiri dengan apex tertanam

pada diafragma, pinggang jantung mendatar (CTR > 50%)

 Kalsifikasi aorta

 Sinus costophrenicus kanan tertutup perselubungan, kiri tumpul

 Sinus cardiophrenicus kanan tertutup perselubungan, kiri tertutup bayangan

jantung

 Diafragma kanan tertutup perselubungan, kiri tertutup bayangan jantung

 Pulmo :

- Hilus kanan kabur, kiri normal

- Corakan bronkovaskuler bertambah

33
- Tampak perselubungan opak homogen di hemithorax kanan atas sampai

bawah lateral, meniscus sign (+)

- Tampak bayangan opak homogeny minimal yang mengisi sinus

costophrenicus kiri

- Kranialisasi (+)

 Skeletal : Scoliosis vertebra thoracalis

KESAN :

 Kardiomegali (all chamber) disertai bendungan paru

 Atherosclerosis aorta

 Efusi pleura bilateral terutama kanan

 Scoliosis vertebra thoracalis

E. RESUME

Os datang ke IGD RSPBA dengan keluhan sesak napas sejak 1

hari yang lalu. Keluhan mulai muncul setelah pasien cuci darah dalam 1

hari terakhir. Sesak napas dirasakan os semakin memberat saat beraktivitas

dan tidak berkurang saat istirahat. Sejak 1 bulan terakhir pasien terbatas

dalam melakukan aktivitas sehari-hari karena badan terasa lemas. Pasien

juga mengeluh mual namun tidak disertai muntah, nafsu makan pasien

menurun. Sejak 1 bulan terakhir pasien terbatas dalam melakukan aktivitas

sehari – hari karena badan terasa lemas. BAK dan BAB tidak ada keluhan.

Pasien tidak sulit BAB maupun BAK. BAK warna kuning pekat. Pasien

34
mempunyai tekanan darah tinggi dan rutin datang ke dokter keluarga dan

poli penyakit dalam karena mempunyai riwayat kencing manis.

Pemeriksaan fisik didapatkan TD 180/80 mmHg, N : 95 x/menit,

RR 28 x/menit, suhu 36,0° C. Konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik,

palpebra normal, dada simetris, jantung paru dalam batas normal.

Pada pemeriksaan penunjang, dilakukan pemeriksaan

laboratorium, dan Radiografi Thorax AP. Hasil laboratorium didapatkan

kreatinin meningkat. Dengan penghitungan GFR 9,19 ml/ mnt/1,73m2

Hasil Radiografi Thorax AP menunjukkan kesan kardiomegali (all

chamber) disertai bendungan paru, atherosclerosis aorta, dan efusi pleura

bilateral terutama kanan.

F. DIAGNOSIS KERJA

CKD grade V

G. DIAGNOSIS BANDING

- CKD

- CHF

H. PENATALAKSANAAN

Non Farmakologi

- Tirah baring dengan menaikkan kaki 45̊

- Diet rendah protein

35
Farmakologi

- Inj. Furosemide 2 amp / 12 jam

- Inj. Omeprazole 1 amp / 12 jam

- Inj. Ondansentron 1 amp /8 jam

- Bicnat 3x1 tab

- Sucralfat syr 3 x 1

- As. Folat 3x1 tab

- CaCO3 3x1 tab

I. FOLLOW UP

Tgl S O A P
06/03/ Os KU : TSS.  Inj. Furosemide 2 amp /
2021 mengatakan KES CM 12 jam
sesak nafas TD : 180/90 mmHg  Inj. Omeprazole 1 amp /
HR : 85x / mnt 12 jam
RR : 26x / mnt  Inj. Ondansentron 1 amp
S : 36,ºC CKD on HD /8 jam
 Bicnat 3x1 tab
 Sucralfat syr 3 x 1
 As. Folat 3x1 tab
 CaCO3 3x1 tab
07/03/ Os KU:TSS. KES CM  Inj. Furosemide 2 amp /
2021 mengatakan TD : 190/100 12 jam
sesak nafas mmHg  Inj. Omeprazole 1 amp /
berkurang HR : 82x / mnt 12 jam
RR : 22x / mnt  Inj. Ondansentron 1 amp
S : 36,4ºC CKD on HD
/8 jam
 Bicnat 3x1 tab
 Sucralfat syr 3 x 1
 As. Folat 3x1 tab
 CaCO3 3x1 tab
8/03/ Os KU:TSS. KES CM CKD on HD  Inj. Furosemide 2 amp /
2021 mengatakan TD : 170/90 mmHg 12 jam
sesak nafas HR : 80x / mnt  Inj. Omeprazole 1 amp /
berkurang RR : 26x / mnt 12 jam
S : 36,2ºC  Inj. Ondansentron 1 amp

36
/8 jam
 Bicnat 3x1 tab
 Sucralfat syr 3 x 1
 As. Folat 3x1 tab
 CaCO3 3x1 tab
8/03/ Os KU : Baik KES CM  BLPL
2021 mengatakan TD : 110/80 mmHg  Inj. Furosemide 2 amp /
sesak nafas Hr : 84 x/ mnt 12 jam
sudah RR : 24 x/mnt  Inj. Omeprazole 1 amp /
berkurang S : 26,4o C 12 jam
CKD on HD  Inj. Ondansentron 1 amp
/8 jam
 Bicnat 3x1 tab
 Sucralfat syr 3 x 1
 As. Folat 3x1 tab
 CaCO3 3x1 tab

J. PROGNOSIS

- Quo ad vitam : dubia ad

malam

- Quo ad functionam : dubia ad

malam

- Quo ad sanationam : dubia ad

malam

37
BAB IV

ANALISA KASUS

Chronic kidney diseases adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih

dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti

proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik

ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/ menit/1,73m².

Pada kasus ini pasien didiagnosa Chronic Kidney Disease Stage V berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Bagaimana Penegakan Diagnosis Klinis Pada Pasien Ini?

Os datang ke IGD RSPBA dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari yang

lalu. Keluhan mulai muncul setelah pasien cuci darah dalam 1 hari terakhir. Sesak

napas dirasakan os semakin memberat saat beraktivitas dan tidak

berkurang saat istirahat. Sejak 1 bulan terakhir pasien terbatas dalam

melakukan aktivitas sehari-hari karena badan terasa lemas. Pasien juga mengeluh

mual namun tidak disertai muntah, nafsu makan pasien menurun. Sejak 1 bulan

terakhir pasien terbatas dalam melakukan aktivitas sehari – hari karena badan

terasa lemas. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Pasien tidak sulit BAB maupun

BAK. BAK warna kuning pekat. Pasien mempunyai tekanan darah tinggi dan

38
rutin datang ke dokter keluarga dan poli penyakit dalam karena mempunyai

riwayat kencing manis.

Pemeriksaan fisik didapatkan TD 180/80 mmHg, N : 95 x/menit, RR 28

x/menit, suhu 36,0° C. Konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, palpebra

normal, dada simetris, jantung paru dalam batas normal.

Pada pemeriksaan penunjang, dilakukan pemeriksaan laboratorium, dan

Radiografi Thorax AP. Hasil laboratorium didapatkan kreatinin meningkat

dikarenakan fungsi ginjal sudah terganggu sehingga kreatinin tidak dapat di saring

dengan baik dan menyebabkan peningkatan kreatinin dalam darah.

Hasil Radiografi Thorax AP menunjukkan kesan kardiomegali (all

chamber) disertai bendungan paru, atherosclerosis aorta, dan efusi pleura

bilateral terutama kanantif.

Gambaran klinis yang terdapat pada pasien ini adalah sesak napas yang

dirasakan semakin memberat, disertai lemas dan mual (+). Pada CKD gejala khas

yang sering adalah sindrom uremia, yang terdiri dari lemah letargi, anoreksia,

mual,muntah, nokturia, kelebihan volume cairan ( volume overload ), neuropati

perifer, uremic frost, perikarditis, kejang kejang sampai koma.

Pasien juga memiliki riwayat diabetes sejak 10 tahun dan riwayat

hipertensi sejak 12 tahun. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko utama

terjadinya penyakit ginjal kronik pada pasien. Penelitian mencatat bahwa 35%

hingga 65% dari penderita hipertensi esensial berkembang menjadi proteinuria,

dengan satu pertiganya berkembang menjadi insufisiensi ginjal dan 6 hingga 10%

meninggal akibat uremia. Diabetic Kidney Disease (DKD) akan terjadi pada 30-

39
40% penderita diabetes, dan sepertiga dari penderita tersebut akan berkembang

menjadi gagal ginjal.

Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit ginjal.

Sebaliknya, CKD merupakan penyebab tersering terjadinya hipertensi

sekunder.1,6,10 Prevalensi CKD dikarakteristikan lebih baik sejak National

Kidney Foundation mengeluarkan klasifikasi standar berdasarkan tingkat

Glomerular Filtration Rate (GFR) dan ada atau tidaknya bukti renal injury. Pasien

dengan stage 1 dan 2 memerlukan bukti adanya kerusakan ginjal (e.g.,

proteinuria), dan GFR masing-masing ≥ 90 dan 60–89 mL/menit. Stage 3, 4, dan 5

dengan GFR masing-masing 30–59, 15–29, dan <15 mL/menit tanpa

memerhatikan adanya bukti kerusakan ginjal.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,

diagnosis klinis yang ditetapkan sudah sesuai dengan teori, yaitu Chronic Kidney

Disease dengan Efusi Pleura.

Bagaimana Gambaran Radiologi Pada Pasien Ini?

40
Keterangan :

A : Perselubungan opak homogen pada hemithorax kanan atas sampai bawah

lateral yang menutupi sinus costophrenicus

B: Meniscus sign (+)

C : Tampak bayangan opak homogen minimal yang mengisi sinus costophrenicus

kiri

D : Hilus kanan kabur, kiri normal

E : Kranialisasi (+)

F : Jantung tampak membesar ke lateral kanan dan kiri dengan apex tertanam

pada diafragma, pinggang jantung mendatar (CTR > 50 %)

Bagaimana Hubungan Gambaran Klinis dengan Gambaran Radiologi Pada

Pasien Ini?

Gambaran Klinis Gambaran Radiologis Keterangan

41
Sesak napas disertai Perselubungan opak Sesuai
lemas, mual (+) homogen, meniscus sign (+)
Perselubungan opak yang Sesuai
CKD menutupi sinus
costophrenicus
Efusi Pleura Meniscus sign (+) Sesuai
Kardiomegali, dilatasi / Tidak sesuai
CHF
hipertrofi jantung

Dalam kasus ini terdapat kardiomegali, dapat dikarenakan penyulit

yang terjadi pada CKD menyebabkan perubahan struktur jantung yang

berawal dari mekanisme kompensasi. Tekanan dan volume berlebih pada

ventrikel kiri menimbulkan kompensasi hingga akhirnya terjadi

dekompensasi, berupa hipertrofi atau dilatasi dari ventrikel kiri. Kondisi

tersebut diperberat oleh akumulasi toksin uremia yang dapat menyebabkan

kematian sel jantung dan fibrosis. Komplikasi yang terjadi terus-menerus

ini akan menimbulkan peningkatan kerja jantung kiri, kongesti vena

pulmonalis, dan kongesti paru yang berdampak pada peningkatan beban

kerja jantung kanan.

Kerusakan ginjal akan menyebabkan komplikasi seperti hipertensi

renal, anemia kronik, dan sindroma uremia yang meningkatkan beban

kerja jantung hingga akhirnya terjadi perubahan struktur jantung.

Apakah Terapi Pada Kasus Ini Sudah Benar ?

Terapi yang dikerjakan pada kasus ini

Obat Golongan Manfaat Kasus


Furosemide Diuretik Mengeluarkan Hipertensi
kelebihan cairan

42
dari dalam tubuh
melalui urine
Ondansentron Antiemetik Mencegah serta Dyspepsia
mengobati mual dan
muntah yang bisa
disebabkan oleh
efek samping
kemoterapi,
radioterapi, atau
operasi
Bicnat Elektrolit pengubah Menetralisir asam CKD
PH urine darah berlebih,
(alkalinizing agent) menetralisir urine
dan antasida yang terlalu asam,
dan menetralisir
asam lambung
berlebih.
Omeprazole proton pump Menurunkan Maag
inhibito produksi asam
lambung yang
berlebihan
Sucralfat Antiulcerant Mengobati tukak Gastritis
lambung, ulkus
duodenum, gastritis
kronis, dan
mencegah
perdarahan saluran
cerna
As. Folat Suplemen vitamin Meningkatkan Anemia
anemia
CaCO3 Antasida Mengatasi asam CKD
lambung berlebih

43
BAB V

KESIMPULAN

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis mengakibatkan

penurunan fungsi ginjal yang progresif dan berakhir pada gagal ginjal atau End

Stage Renal Disease (ESRD). Penyakit ini terutama disebabkan oleh nefropati

diabetic dan hipertensi. Manifestasi klinis yang sering terjadi berupa sindrom

uremia (lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume

cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang sampai, gejala

komplikasi (hipertensi, anemia, osteodistorfi renal, payah jantung, asidosis

metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida).

Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis berupa pemeriksaan

laboratorium dengan melihat peningkatan kadar ureum kreatinin serum,

penurunan Hb, peningkatan kadar asam urat, hiper/hipokalemia, hiponatremia,

44
hiper/hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolic,

proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, isostenuria. Pemeriksaan radiologis

dengan foto polos abdomen, USG, CT-scan, MRI, pielografi antegrad dan

retograd, pielografi intravena dimana pemeriksaan ini semua sesuai dengan

indikasi.

Pemeriksaan radiologi yang paling baik untuk penyakit ginjal kronis

adalah dengan USG. Sedangkan pemeriksaan lain dapat dideteksi dengan adanya

batu ginjal. Dilakukan biopsi pada ginjal. Terapi dapat dilakukan sesuai dengan

derajatnya, terapi spesifik, terapi pencegahan terhadap kondisi komorbid, dan

terapi untuk menghambat perburukan fungsi ginjal.

Komplikasi dari penyakit ginjal kronis dapat berupa anemia, gangguan

keseimbangan asam basa, cairan, dan elektrolit, dan osteodistrofi renal.

Prognosis penyakit ginjal kronis angka kematian meningkat sejalan

dengan memburuknya fungsi ginjal. Penyebab kematian utama adalah penyakit

kardiovaskular. Terapi penggantian ginjal meningkatkan angka harapan hidup.

Kemungkinan penyebab efusi pleura pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani hemodialisa rutin. Adanya efusi pleura menunjukan diagnosis selain

gagal jantung atau hipoalbunimek karena gagal ginjal. Risiko infeksi seperti

tuberculosis harus dipertimbangkan sebagai penyebab pada efusi pasien CKD

yang menjalani hemodialisa.

45
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Siti S. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. 4th ed. Jilid 1 Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.

2. Sjahriar Rasad. Radiologi Diagnostik.2nd ed. Jakarta : Balai penerbit

FKUI; 2005.

3. dr. H. Sidharta. Atlas Ultrasonografi . 3rd ed. Jakarta: Balai penerbit FKUI;

2006.

4. Badan eksekutif mahasiswa FK Undip. Radiologi (Seri Buku Catatan

Kuliah).Semarang : 2005.

5. Richard L drake, A wayne Vogl, Adam W.M Mitchell. Gray Dasar-dasar

Anatomi.Surabaya

6. Ronald G. Grainger, David J. Allison. Diagnostic Radiology An Anglo

American Textbook. 2nd ed.Churchill Livingstone

7. Renal-ultrasound-in-acute-kidney-injury-pdf. Omics E-booksGroup.

46
47

Anda mungkin juga menyukai