Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

Hemoptisis pada Tuberkulosis Paru


Diajukan sebagai Salah Satu Syarat dalam Menjalankan

Program Internsip Dokter Indonesia

Disusun Oleh :

dr. Nurul Aliyah

Pembimbing : Pendamping :

dr. Rizki, Sp.P dr. Falila Meutiya

PROGRAM DOKTER INTERNSIP INDONESIA


RSUD SULTAN ABDUL AZIS SYAH
ACEH TIMUR
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul ”Hemoptisis Pada Pasien Tuberkulosis Paru”. Shalawat beriring salam
penulis sanjungkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari
alam kebodohan ke alam yang penuh ilmu pengetahuan.
Laporan kasus ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan dan memenuhi
syarat-syarat dalam menjalankan Internsip pada IGD rumah sakit Sultan Abdul Azis
Syah Peureulak.
Dalam penulisan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih dan
penghargaan yang tak terhingga kepada dr. Rizki, Sp.P sebagai pembimbing dan juga
kepada dr. Falila sebagai pendamping yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk
memberikan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penulisan ini. Harapan penulis semoga
laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca sekalian.

Langsa, Januari 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Hemoptisis adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan batuk darah, atau
sputum yang berdarah, sputum mungkin bercampur dengan darah atau mungkin juga
seluruh cairan yang dikeluarkan paru-paru berupa darah dengan jumlah darah yang
minimal sampai masif. Proses Perdarahan pada hemoptisis bersumber dari sirkulasi
bronkial dan sirkulasi pulmoner. Etiologi hemoptisis baik itu infeksi, neoplasma,
penyakit kardiovaskuler memiliki angka kejadian berbeda disetiap negara. Penyebab
hemoptisis paling banyak diseluruh dunia adalah tuberkulosis paru (65%).1
Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksi menular yang di sebabkan
oleh Mycobacterium tuberkulosis yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan
penting di dunia. Tuberkulosis merupakan kasus infeksi menular yang memiliki angka
kejadian yang sangat besar diseluruh dunia khususnya dinegara berkembang.
Tuberkulosis termasuk 10 penyebab kematian karna infeksi tertinggi di dunia. Menurut
Survei terbaru yang dilakukan World Health Organization (WHO) Pada tahun 2019, 10
juta orang menderita Tb diseluruh dunia dan sekitar 1,4 juta orang meninggal akibat Tb.
Negara dengan insidensi Tb terbanyak setiap tahun dari seluruh dunia ialah India dan
Indonesia.2
Di Indonesia, total insidensi Tb diperkirakan sebanyak 845.000 dari total 271 juta
polpulasi penduduk Indonesia pada tahun 2019, dan sebanyak 543,874 kasus Tb baru
yang dilaporkan. Jumlah kematian akibat Tb di Indonesia pada tahun 2019 sebanyak
98.000 jiwa.3 Pada tahun 2018, menurut hasil survey Kemenkes RI, provinsi tertinggi
angka kejadian Tb ditemukan di Jawa Barat yaitu sebanyak 99,398 kasus.4
Berdasarkan laporan Dinkes Aceh, diketahui bahwa presentase orang terduga Tb
dan mendapatkan pelayanan Tb sesuai standart di Aceh hanya sebesar 49% dengan
jumlah terduga tuberkulosis sebanyak 41,871 kasus. Jumlah kasus tuberculosis pada
tahun 2019 ditemukan sebanyak 8,647 kasus, yang meningkat jika dibandingkan dengan
tahun 2018 yang hanya mencapai 8,471 kasus. Jumlah kasus tertnggi dilaporkan terdapat
di kota Banda Aceh sebesar 12%.5
Tanda dan gejala klinis Tb paru dapat dibagi menjadi gejala respiratorik dan
gejala sistemik. Gejala respiratorik TB paru berupa batuk berdahak lebih dari 3 minggu
bisa disertai darah atau tidak, sesak nafas, dan nyeri dada. Gejala respiratorik sangat
bervariasi, mulai dari tidak ada gejala sampai munculnya gejala yang berat, tergantung
dari luas lesi. Gejala sistemik TB paru berupa demam, malaise, anoreksia, dan
penurunan berat badan. Berdasar gejala klinis tersebut diagnosis TB paru dapat mudah
atau sangat sulit untuk ditentukan. Perlu dilakukan pemeriksaaan penunjang untuk
membantu menentukan diagnosis pasti. Pemeriksaan penunjang yang paling akurat
adalah ditemukan kuman Mycobacterium tuberculosis pada biakan kuman.6
Jika tidak ditangani secara tepat, mortalitas penyakit ini terus meningkat, tetapi
dengan pengobatan yang dini dan adekuat mortalitas dapat di tekan. WHO
memperkirakan sekitar 60 juta nyawa telah diselamatkan melalui diagnosis dan
pengobatan Tb yang tepat antara tahun 2000-2019.2 Karena itu sangat penting untuk
mengenal, mendiagnosa secara dini dan melakukan pengobatan yang adekuat terhadap
penderita TB paru. Diharapkan dengan pengetahuan yang lebih mendalam tentang
penyakit ini, komplikasi dan angka kematian dapat ditekan.
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 DATA PASIEN


Nama : Tn. F
Berat Badan : 46 kg
Tinggi Badan : 154 cm
Riwayat Pendididikan : Tamat SMA
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 58 Tahun
Status : Janda
Suku : Aceh
Agama : Islam
Alamat : Kemuning
No. CM : 05-64-30
Tanggal masuk : 22-12-2020
Tanggal pemeriksaan : 22-12-2020

2.2 ANAMNESIS PENYAKIT


Keluhan utama : Batuk berdarah
Keluhan tambahan : Lemas, nafsu makan menurun, BB menurun, nyeri dada
dan sesak sesekali.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan batuk sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit,
dan batuk berdarah baru 1 jam SMRS. Darah yang dibatukkan berwarna merah dan
encer. Jumlah darah yang keluar saat batuk kurang lebih 120cc. Pasien mengeluhkan
nyeri dada, dan sedikit sesak. Pasien juga mengeluh adanya riwayat demam yang hilang
timbul sejak 1 bulan yang lalu. Pasien juga mengalami riwayat penurunan berat badan
yang dirasakan pasien sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengalami
penurunan nafsu makan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah mengalami gejala ini sebelumnya. Pasien memiliki riwayat
sakit DM sudah sejak 4 tahun
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada dari keluarga pasien yang mengalami gejala yang sama.
Riwayat Pemakaian Obat :
Metformin sebelum makan 3x1
Riwayat Kebiasaan Sosial :
Pasien tinggal bersama anaknya, sehari-hari pasien bertani disawah.

2.3 PEMERIKSAAN TANDA VITAL


Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 160/90 mmHg
Frekuensi nadi : 98 kali/menit, regular, kuat angkat, isi cukup
Frekuensi nafas : 20 kali/menit, regular
Suhu : 36,9 oC di axilla

2.4 PEMERIKSAAN FISIK


• Kulit : Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-).
• Kepala : Rambut hitam keputihan, distribusi merata, sukar dicabut.
• Wajah : Simetris, edema (-), deformitas (-)
• Mata : Konjungtiva palpebra inferiorpucat (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret (-/-),
refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+).
• Telinga : Normotia, sekret (-/-), serumen (-/-)
• Hidung : Sekret (-/-), cavumnasi hiperemis (-), napas cuping hidung (-)
• Mulut : Mukosa bibir lembab (+), sianosis (-), lidah tremor (-),faring hiperemis
(-), tonsil hiperemis (-). Ukuran tonsil (T1/T1)
• Leher : Benjolan (-), Retraksi suprasternal (-), Pembesaran KGB (-), kaku
kuduk (-).
• Thoraks anterior
Inspeksi
Statis : Simetris, bentuk normochest, jejas (-)
Dinamis : Simetris, pernafasan abdominotorakal, retraksi interkostal (-/-)
Palpasi : Pergerakan dinding dada semetris, fremitus taktil menurun pada
apikal paru, nyeri tekan (-), krepitasi (-/-)
Perkusi : redup pada bagian apical paru.
Auskultasi :vesikuler menurun, rhonki (+/+), wheezing (-/-)
• Thoraks posterior
Inspeksi
Statis : simetris
Dinamis : simetris, jejas (-)
Palpasi : fremitus taktil menurun pada apikal paru, nyeri tekan (-/-), krepitasi
(-/-)
Perkusi : kesan redup pada apical paru kiri
Auskultasi :vesikuler melemah, rhonki (+/+), wheezing (-/-)
• Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba, thrill (-)
Perkusi : Batas-batas jantung
Atas : Sela iga II linea midclaviculasinistra
Kiri : dua jari medial linea mid-clavicula sinistra
Kanan : ICS IV linea parasternal dextra
Auskultasi : BJ I > BJ II , reguler (+), bising (-)
• Abdomen
Inspeksi : simetris, distensi (-), vena kolateral (-)
Palpasi : Pembesaran organ (-), nyeri tekan (-), defans muskular (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : peristaltik kesan normal
• Ekstremitas : sianosis (-), clubbing finger (-), edema ekstremitas (-)

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


2.5.1 Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 2.1 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan
Laboratorium 22-12-2020
Darah Rutin
Hb (gr/dl) 10,1
Ht (%) 28
Leukosit (103 /mm3) 8,2
Eritrosit (106 /µL) 3,93
Trombosit (103/
381
mm3)
MCV (fl) 71
MCH (pg) 25,8
MCHC (%) 36,3
RDW 12,3
KGDS 424

2.5.2 Foto Thorax PA


Foto thorax PA tanggal : 22 desember 2020
Kesimpulan Interpretasi:
 Cor : dalam batas normal
 Pulmo : Susp. TB paru aktif dan gambaran bronchitis kronis, sugestif
PPOK

2.6 DIAGNOSIS
2.6.1 Diagnosis Banding
Hemoptisis ec. Pneumonia
Hemoptisis ec. Tuberkulosis Paru
Hemoptisis ec. Kanker Paru

2.6.2 Diagnosis Kerja


Hemoptisis ec. TB paru
2.7 PENATALAKSANAAN
• Bed rest
• IVFD RL 1 gtt/i
• Inj. Vosmisin 1gr/12j
• Inj. Ranitidin amp/12j
• Inj. Furosemid amp/12j
• Inj. Transamin amp/8j
• Nebul Pulmicord resp /12j
• Codein 3x10mg
• Lansoprazole 1x1
• Citirizin 1x1
• Metformin 3x1
• Glimipirid 1x1

2.8 Follow Up
Tanggal S O A P
23/12/202 Batuk, 140/90 Susp. TB paru Inj. Vosmisin 1gr/12j
0 Sakit 76x/i + PPOK Inj. Ranitidin amp/12j
kepala 20x/i eksaserbasi Inj. Furosemid amp/12j
36,3˚C akut Inj. Transamin amp/8j
Nebul Pulmicord resp /12j
Codein 3x10mg
Lansoprazole 1x1
Citirizin 1x1
Metformin 3x1
Glimipirid 1x1
24/12/202 Batuk, 130/80 Susp. TB paru tetap
0 nyeri 80x/i + PPOK
dada 22x/i eksaserbasi
36,5C akut
25/12/202 Batuk, 120/80 Susp. TB paru tetap
0 nyeri 80x/i + PPOK
dada 20x/i eksaserbasi
36C akut
26/12/202 Batuk 120/80 Susp. TB paru tetap
0 berdahak 80x/i + PPOK
20x/i eksaserbasi
36,5C akut
27/12/202 Batuk 100/70 Susp. TB paru tetap
0 berdahak 80x/i + PPOK
20x/i eksaserbasi
36,5C akut
28/12/202 Batuk 110/70 Hempotisis ec. Cefadroxil 2x1
0 berdahak 77x/i Tb paru Retaphil 2x1
36,7C Lansoprazole 2x1
23x/i Codein 3x10mg
4FDC
Transamin 2x1

2.9 PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Hemoptisis
3.1.1 Definisi
Hemoptisis adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan batuk darah, atau
sputum yang berdarah. Setiap proses yang mengakibatkan terganggunya kontinuitas
aliran pembuluh darah paru-paru dapat mengakibatkan perdarahan. Batuk darah
merupakan suatu gejala yang serius sehingga perlu tatalaksana secara tepat.7
Perlu diketahui perbedaan antara hemoptisis dan hematemesis yang diketahui
dengan memperhatikan tanda-tanda sebagai berikut:
Tabel 3.1 Tanda-tanda hemoptisis dan hematemesis
Hemoptisis Hematemesis
1. Darah yang dibatukkan 1. Darah yang dimuntahkan.
2. Didahului perasaan ingin batuk. 2. Didahului rasa mual dan muntah.
3. Biasanya merah muda. 3. Biasanya berwarna hitam
4. pH alkalis. 4. pH asam.
5. Dapat berbusa 5. Tidak pernah berbusa
6. Penyebabnya : kelainan paru 6. Penyebabnya: sirosis hati, gastritis

3.1.2 Klasifikasi7
Klasifikasi didasarkan pada perkiraan jumlah darah yang dibatukkan.
1. Bercak (Streaking) : <15-20 ml/24 jam
Yang sering terjadi darah bercampur dengan sputum. Umumnya pada bronkitis.
2. Hemoptisis: 20-600 ml/24 jam
Hal ini berarti perdarahan pada pembuluh darah yang lebih besar. Biasanya pada
kanker paru, pneumonia, TB, atau emboli paru.
3. Hemoptisis massif : >600 ml/24 jam
Biasanya pada kanker paru, kavitas pada TB, atau bronkiektasis.

4. Pseudohemoptisis
Merupakan batuk darah dari struktur saluran napas bagian atas (di atas laring)
atau dari saluran cerna atas atau hal ini dapat berupa perdarahan buatan (factitious).7
Klasifikasi menurut Pusel  :
+ : batuk dengan perdarahan yang hanya dalam bentuk garis-garis dalam sputum
++ : batuk dengan perdarahan 1 – 30 ml
+++ : batuk dengan perdarahan 30 – 150 ml
++++ : batuk dengan perdarahan > 150 ml
Positif satu dan dua dikatakan masih ringan, positif tiga hemoptisis sedang,
positif empat termasuk di dalam kriteria hemoptisis masif.7

3.1.3 Etiologi
Penyebab dari batuk darah (hemoptisis) dapat dibagi atas : 1
1. Infeksi, terutama tuberkulosis, abses paru, pneumonia, dan kaverne oleh karena
jamur dan sebagainya.
2. Kardiovaskuler, stenosis mitralis dan aneurisma aorta.
3. Neoplasma, terutama karsinoma bronkogenik dan poliposis bronkus.
4. Gangguan pada pembekuan darah (sistemik).
5. Benda asing di saluran pernapasan.

3.1.4 Patofisiologi hemoptisis


Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi dari
cabang-cabang arteri bronkialis yang berperan untuk memberikan nutrisi pada jaringan
paru bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk
pertukaran gas. Terdapatnya aneurisma Rasmussen pada kaverna tuberkulosis yang
merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe masih diragukan. Teori terjadinya
perdarahan akibat pecahnya aneurisma dari Ramussen ini telah lama dianut, akan tetapi
beberapa laporan autopsi membuktikan bahwa terdapatnya hipervaskularisasi bronkus
yang merupakan percabangan dari arteri bronkialis lebih banyak merupakan asal dari
perdarahan pada hemoptoe.7
Mekanisme terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut :7
1. Radang mukosa
Pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh darah menjadi
rapuh, sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah cukup untuk menimbulkan
batuk darah.
2. Infark paru
Biasanya disebabkan oleh emboli paru atau invasi mikroorganisme pada pembuluh
darah, seperti infeksi coccus, virus, dan infeksi oleh jamur.
3. Pecahnya pembuluh darah vena atau kapileristensi pembuluh darah akibat kenaikan
tekanan darah intraluminar seperti pada dekompensasi cordis kiri akut dan mitral
stenosis.
4. Kelainan membran alveolokapiler
Akibat adanya reaksi antibodi terhadap membran, seperti pada Goodpasture’s
syndrome.
5. Perdarahan kavitas tuberkulosa
Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal dengan
aneurisma Rasmussen; pemekaran pembuluh darah ini berasal dari cabang
pembuluh darah bronkial. Perdarahan pada bronkiektasis disebabkan pemekaran
pembuluh darah cabang bronkial. Diduga hal ini terjadi disebabkan adanya
anastomosis pembuluh darah bronkial dan pulmonal. Pecahnya pembuluh darah
pulmonal dapat menimbulkan hemoptisis masif.
6. Invasi tumor ganas
7. Cedera dada
Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami transudasi ke
dalam alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk darah.

3.2 Tuberkulosis
3.2.1 Definisi
Tuberculosis (Tb) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies
Mycobacterium, antara lain: M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. Leprae dsb.
Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Tuberkulosis paru adalah
tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru).6

3.2.2 Etiologi
Tuberculosis disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis yang merupakan
suatu bakteri berbentuk basil yang berbentuk lurus atau sedikit melengkung non spora.
Bakteri ini berukuran lebar 0,3–0,6µm dan panjang 1–4µm dan bersifat tahan asam.
Dinding sel Mycobacterium Tuberculosis tersusun oleh struktur yang sangat kompleks
yang terdiri dari asam mikolik, asam lemak rantai panjang dan beberapa unsur lemak
lainnya. Asam mikolik tersebut terikat dalam struktur arabinogalaktan dan peptidoglikan
yang menyebabkan permeabilitas dinding sel bakteri sangat rapat sehingga menurunkan
kerja antibiotik. Mycobacteriun tuberculosis biasanya ditemukan di udara, tanah, bahkan
air. Mycobacterium tuberculosis tumbuh lambat dan berkembang biak dalam 18-24 jam.
Mycobacteriun tuberculosis biasanya akan tampak membentuk koloni dalam agar sekitar
2-5 minggu.8
Secara umum sifat kuman TB (Mycobacterium tuberculosis) antara lain adalah
sebagai berikut:8
 Berbentuk batang dengan panjang 1 -10 mikron, lebar 0,2 – 0,6 mikron.
 Bersifat tahan asam dalam pewarnaan dengan metode Ziehl Neelsen.
 Memerlukan media khusus untuk biakan, antara lain Lowenstein Jensen, Ogawa.
 Kuman nampak berbentuk batang berwarna merah dalam pemeriksaan mikroskopik.
 Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka waktu
lama pada suhu antara 40C sampai -700C.
 Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahari, dan sinar ultraviolet.
 Papran langsung terhadap sinar ultraviolet, sebagian besar kuman akan mati dalam
waktu beberapa menit.
 Dalam dahak pada suhu antara 30 – 370C akan mati dalam waktu lebih kurang 1
minggu.
 Kuman dapat bersifat dorman.
3.2.3 Epidemiologi
Tuberkulosis merupakan satu dari 10 penyebab kematian dan penyebab utama agen
infeksius. Pada tahun 2019 1,4 juta orang meninggal akibat Tb, dimana terdapat 10 juta
orang terserang Tb didunia, 5,6 juta terjadi pada laki-laki, 3,2 juta pada perempuan, dan
1,2 juta terjadi pada anak.2
Secara Geografis pada tahun 2019, Asia Tenggara menyumbang 44%, Afrika 25%,
Pasifik barat 18%, Mediterania Timur 8,2%, Amerika 2,9% dan Eropa sebanyak 2,5%.
Dimana 30 negara dengan beban Tb tertinggi yang menyumbnag 87% kasus baru, dua
per tiga dari total global yaitu India 26%, Indonesia 8,5%, Cina 8,4%, Filipina 6%,
Pakistan 5,7%, Nigeria 4,4%, Bangladesh 3,6% dan afrika selatan 3,6%. 22 negara dari
30 negara lainya menyumbang 21% dari total global.2
Di Indonesia, total insidensi Tb diperkirakan sebanyak 845.000 dari total 271 juta
populasi penduduk pada tahun 2019, dengan 543,874 kasus Tb yang ternotifikasi, dengan
jumlah kematian akibat Tb di Indonesia pada tahun 2019 sebanyak 98.000 jiwa. 3 Hasil
survey Kemenkes pada tahun 2018 menemukan bahwa provinsi Jawa Barat merupakan
provinsi penyumbang angka kejadian tertinggi di Indonesia sebanyak 99,398 kasus.4
Menurut laporan Dinas Kesehatan Aceh, jumlah Tb yang terjadi di Aceh pada
tahun 2019 sebanyak 8.647 kasus. Angka ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun
2018 yang mencapai 8.471 kasus. Kasus tertinggi terjadi di Banda Aceh sebanyak 12%
diikuti Bireun dan Aceh Utara sebanyak 10%.5

3.2.4 Patogenesis
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernapasan, saluran
pencernaan, dan luka terbuka. Saluran pernapasan merupakan port d’entrée dengan
persentase terbesar yakni sekitar 98% kasus infeksi TB. Kuman TB dapat ditularkan dari
percik renik (droplet nuclei) yang mengandung kuman TB. Kuman TB biasanya dapat
mencapai alveolus karena ukurannya yang kecil dan dalam jumlah suatu unit yang terdiri
dari 1 sampai 3 basil, sementara itu basil yang yang terdiri dari gumpalan yang lebih
besar cendrung bertahan di saluran hidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan
penyakit. 8
Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non
spesifik. Sel efektor yang berperan dalah makrofag dan limposit (biasanya sel T) adalah
imunoresponsif. Respon imun yang bekerja biasanya biasanya bersifat lokal. Basil
Kuman TB yang sampai ke alveolus akan memicu reaksi peradangan. Leukosit
polimorfonuklear tampak pada tempat peradangan tersebut dan memfagosit bakteri
namun tidak membunuh bakteri tersebut. Setelah kurang lebih 24 jam setelah masuknya
kuman TB leukosit digantikan oleh makrofag. Alveoli yang diserang oleh kuman TB
akan mengalami konsolidasi, dan timbul pneumonia akut. Pneumonia akut ini dapat
sembuh dengan sendirinya, atau proses fagosit berjalan terus dan bakteri berkembang
biak di dalam sel makrofag. Kuman TB dalam makrofag terus berkembang biak,
akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Sel makrofag yang mengadakan
infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian membentuk sel tuberkel epiteloid yang
dikelilingi oleh limposit.Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus
Primer GOHN.8
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limferegional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus
primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis)
dan dikelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus paru
bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus,
sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar
paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara focus primer kelenjar limfe
regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).8
Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :8
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution adintegrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran dihilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh adalah
epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat penekanan bronkus,
biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga
menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat
atelektasis. Kuman tuberculosis akan menjalar sepanjang bronkus yang
tersumbat ini ke lobus yang atelectasis dan menimbulkan peradangan pada
lobus yang atelectasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik diparu bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke dalamusus
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini sangat
bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil. Sarang
yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat
imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat
seperti tuberkulosis milier, meningitistuberkulosa, typhobacillosis Landouzy.
Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya,
misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan
penyebaran ini mungkin berakhir dengan :
 Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang
pada anak setelah mendapat ensefalo meningitis, tuberkuloma) atau
 Meninggal.
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleksprimer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda
dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan
sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya
berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam
masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah
yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler. Selama berminggu-minggu awal
proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang
awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas.
Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah
terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu timbulnya responspositif terhadap uji tuberculin. Selama masa
inkubasi, uji tuberculin masih negative.8
Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah
terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, begitu
sistem imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil
kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus
primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk
fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar
limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya
biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup
dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.8
Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya
oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant. Fokus ini umumnya
tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi focuser
aktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahun-tahun
kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, focus TB ini dapat mengalami
reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan
lain-lain.8

3.2.5 Klasifikasi
TB Paru dapat diklasifikasikan beberapa macam, diantaranya:9
1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
Berdasar hasil pemeriksaan dahak TB paru dibagi dalam:
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif
 Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberculosis aktif
 Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif.
b. Tuberkulosis Paru BTA(-)
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik
dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak respons
dengan pemberian antibiotik spectrum luas
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
M.tuberculosis positif.
2. Berdasarkan Tipe Penderita9
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe penderita yaitu:
a. Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan
positif.
c. Kasus pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan
kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut harus
membawa surat rujukan/pindah
d. Kasus lalai berobat
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2
minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita
tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
e. Kasus Gagal
 Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan)
 Adalah penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif
menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran
radiologik ulang hasilnya perburukan.
f. Kasus kronik
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setelah
selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik.
g. Kasus bekas TB
 Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas) negatif dan
gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih gambaran
radiologik serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat
pengobatan OAT yang adekuat akan lebih mendukung
 Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB aktif, namun
setelah mendapat pengobatan OAT selama 2bulan ternyata tidak ada
perubahan gambaran radiologic

3.2.6 Diagnosis
Penemuan pasien TB bertujuan untuk mendapatkan pasien TB melalui
serangkaian kegiatan mulai dari penjaringan terhadap terduga pasien TB, pemeriksaan
fisik dan laboratorium, menentukan diagnosis, menentukan klasifikasi penyakit serta tipe
pasien TB, sehingga dapat dilakukan pengobatan agar sembuh sehingga tidak
menularkan penyakit kepada orang lain. Penentuan secara aktif dapat dilakukan
terhadap:9
1. Kelompok khusus yang rentan atau berisiko tinggi sakit TB seperti pasien
dengan HIV, Diabetes melitus, dan malnutrisi.
2. Kelompok yang retan karena berada di lingkungan yang berisiko tinggi
terjadinya penularan TB, seperti: Lapas/ Rutan, tempat penampungan
pengungsi, daerah kumuh, tempat kerja, asrama dan panti jompo.
3. Anak dibawah umur 5 tahun yang kontak dengan pasien TB.
4. Kontak erat dengan pasien TB dan pasien TB resistan obat.
Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis (gejala klinis dan
pemeriksaan fisik), pemeriksaan bakteriologik, radiologi dan pemeriksaan penunjang
lainnya.9

A. Pemeriksaan Klinis
Gejala klinis tuberkulosis dibagi menjadi 2 bagian:
a. Gejala respiratorik :9
 Batuk, merupakan gejala yang paling dini dan paling sering
dikeluhkan. Batuk timbul oleh karena bronkus sudah terlibat. Batuk-
batuk yang berlangsung ≥ 2 minggu harus dipikirkan adanya
tuberkulosis paru.
 Batuk darah, darah yang dikeluarkan dapat berupa garis-garis,
bercak, atau bahkan dalam jumlah banyak. Batuk darah dapat juga
terjadi pada bronkiektasis dan tumor paru.
 Sesak napas, dijumpai jika proses penyakit sudah lanjut dan terdapat
kerusakan paru yang cukup luas.
 Nyeri dada, timbul apabila parenkim paru subpleura sudah terlibat.
b. Gejala sistemik :9
 Demam, merupakan gejala yang paling sering dijumpai, biasanya
timbul pada sore dan malam hari.
 Gejala sistemik lain seperti keringat malam, anoreksia, malaise,
berat badan menurun serta nafsu makan menurun.
Pemeriksaan fisik atau jasmani sangat tergantung pada luas lesi dan kelainan
struktural paru yang terinfeksi. Pada permulaan penyakit sulit didapatkan kelainan pada
pemeriksaan jasmani. Suara atau bising napas abnormal dapat berupa suara bronkial,
amforik, ronki basah, suara napas melemah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan
mediastinum.9
B. Pemeriksaan Bakteriologi
Diagnosis yang paling baik adalah dengan cara mengisolasi kuman. Untuk
membedakan spesies mikobakterium satu dari yang lain harus dilihat sifat-sifat koloni,
waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai media dan perbedaan kepekaan
terhadap OAT. Bahan pemeriksaan bakteriologi dapat berasal dari sputum, cairan pleura,
liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bronchoalveolar lavage, urine, jaringan biopsi.
Pada pemeriksaan bakteriologi yang menggunakan sputum cara pengambilannya terdiri
dari 3 kali yaitu sewaktu (pada saat kunjungan), pagi (keesokan harinya), sewaktu (pada
saat menghantarkan dahak pagi). Pewarnaan yang umum dipakai adalah pewarnaan Ziehl
Nielsen dan Kinyoun Gabbet.9
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, nilai keberhasilan
pengobatan, dan menentukan potensi penularan.Pemeriksaan biakan untuk identifikasi
Mycobacterium tuberculosis (M.tb) bertujuan untuk menegakkan diagnosis pasti TB
pada pasien tertentu (Pasien TB ekstraparu, TB pada anak, pasien TB dengan hasil
pemeriksaan dahak mikroskopik langsung BTA positif). Adapun dapat juga dilakukan uji
kepekaan obat yang dapat menentukan ada tidaknya resistansi M.tb terhadap OAT.
Pemeriksaan uji kepekaan obat harus dilakukan di laboratorium yang disertifikasi atau
lulus uji pemantapan mutu. Untuk penemuan pasien TB dengan resistansi OAT,
Kemenkes RI telah menyediakan tes cepat yaitu GeneXpert ke fasilitas kesehatan
(laboratorium dan RS) di seluruh provinsi.9
WHO (2002) merekomendasikan pembacaan dengan skala IUATLD
(International Union Against Tuberculosis and Lung Disease):9
a. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang, disebut negatif.
b. Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapangan pandang, ditulis jumlah kuman
yang ditemukan.
c. Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapangan pandang, disebut + (1+).
d. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapangan pandang, disebut ++ (2+).
e. Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapangan pandang, disebut +++ (3+).

C. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral. Pada
foto toraks TB memberikan gambaran yang multiform. Dapat dicurigai sebagai lesi TB
aktif bila ditemukan bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus
atas paru dan segmen superior lobus bawah. Kavitas terutama bila lebih dari satu,
bayangan bercak milier ataupun efusi pleura unilateral. Sedangkan lesi yang inaktif bila
adanya fibrosis, kalsifikasi, fibrotoraks atau penebalan pleura.6
3.2 Gambar Alur Diagnosis TB

3.2.7 Tatalaksana10
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (awal) (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan.Paduanobat yang digunakan terdiri dari paduan
obat utama dan tambahan.
A. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
1. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangangunakan OAT
tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi DosisTetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasanlangsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang PengawasMenelan Obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap awal (intensif)
a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perludiawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
b. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2minggu.
c. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namundalam jangka
waktu yang lebih lama
b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persistencehinggamencegah
terjadinya kekambuhan.
2. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
a. TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas
Paduan obat yang dianjurkan:
1) 2 RHZE / 4 RH atau
2) 2 RHZE / 4R3H3 atau
3) 2 RHZE/ 6HE.
Paduan ini dianjurkan untuk :
1) TB paru BTA (+), kasus baru
2) TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh paru)
Pada evaluasi hasil akhir pengobatan, dapat dipertimbangkan untuk
memperpanjang fase lanjutan, dapat diberikan lebih lama dari waktu yang ditentukan
(bila perlu dapat dirujuk ke ahli paru). Bila ada fasilitas biakan dan uji resistensi,
pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi.
b. TB paru kasus kambuh
Pada TB paru kasus kambuh menggunakan 5 macam OAT pada fase intensif
selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai hasil uji
resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 5 bulan atau lebih, sehingga paduan obat yang
diberikan: 2RHZES / 1 RHZE / 5 RHE. Bila diperlukan pengobatan dapat diberikan
lebih lama tergantung dari perkembangan penyakit. Bila tidak ada / tidak dilakukan uji
resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3(P2 TB).
c. TB Paru kasus gagal pengobatan
Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi dengan menggunakan
minimal 5 OAT (minimal 3 OAT yangmasih sensitif), seandainya H resisten tetap
diberikan. Lama pengobatan minimal selama 1 - 2 tahun. Sambil menunggu hasil uji
resistensi dapat diberikan obat 2 RHZES, untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji
resistensi :
1) Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat
: 2 RHZES/1 RHZE/5H3R3E3 (P2TB)
2) Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal
3) Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru.
d. TB Paru kasus putus berobat
Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai
dengan kriteria sebagai berikut :
1) Pasien yang menghentikan pengobatannya < 2 bulan, pengobatan OAT dilanjutkan
sesuai jadwal.
2) Pasien menghentikan pengobatannya 2 bulan:
o Berobat 4 bulan, BTA saat ini negatif , klinik dan radiologik tidak aktif /
perbaikan, pengobatan OATSTOP. Bila gambaran radiologik aktif, lakukan
analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan
mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti TB
maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan
jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati dengan kategori
II maka pengobatan kategori II diulang dari awal.
o Berobat > 4 bulan, BTA saat ini positif : pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.
Jika telah diobati dengan kategori II maka pengobatan kategori II diulang dari
awal.
o Berobat < 4 bulan, BTA saat ini positif atau negatif dengan klinik dan
radiologik positif: pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang
sama
Jika memungkinkan sebaiknya diperiksa uji kepekaan (kultur resistensi) terhadap
OAT.
e. TB Paru kasus kronik
1) Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan
RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi
(minimal terdapat 3 macam OAT yang masih sensitif dengan H tetap diberikan
walaupun resisten) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam,
makrolid.
2) Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup.
3) Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan.
4) Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru
Catatan : TB diluar paru lihat TB dalam keadaan khusus
Paket Kombipak
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan
Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program
untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting
untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant
tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan
prioriti utama WHO. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease
(IUALTD) dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan
kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998.
Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:
1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal.
2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan
pengobatan yang tidak disengaja.
3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan
standar.
4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit.
5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan
penggunaan monoterapi.10
Jenis Pengobatan
Kategori-1 (2HRZE/ 4 (HR)3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
a. Pasien TB paru BTA positif.
b. Pasien TB paru BTA negative, foto toraks positif/ klinis
c. Pasien TB ekstra paru
Tabel 1. Jenis dan Dosis OAT
Dosis (mg) / BB (kg)
Obat Dosis Dosis yang dianjurkan Dosis
(mg/kgBB/Hari) Harian Intermitten Maksimum
(mg/kgBB/Hari) (mg/kgBB/Hari) < 40 40-60 > 60
R 8-12 10 10 600 300 450 600
H 4-6 5 10 300 150 300 450
Z 20-30 25 35 750 1000 1500
E 15-20 15 30 750 1000 1500
S 15-18 15 15 1000 Sesuai BB 750 1000

Tabel 2.Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1


Berat Badan Tahap Intensif Tahap Lanjutan
tiap hari selama 56 hari 3 kali seminggu selama 16 minggu
RHZE (150/75/400/275) RH (150/150)
30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Dosis per hari / kali Jumlah


Tahap Lama Tablet Kaplet Tablet Tablet hari/kali
Pengobatan Pengobatan Isoniasid Rifampisin Pirazinamid Etambutol menelan
@ 300 mg @ 450 mg @ 500 mg @ 250 mg obat
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48
Tabel 3.Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1

Rimstar 4-FDC
Komposisi:
 Rifampicin 150 mg
 Isoniazid 75 mg
 Pyrazinamid 400 mg
 Etambutol 275 mg

Patient body weight (kg) Number of tablets (daily)


30 - 37 2
38 -54 3
55 – 70 4
>70 5

Kategori 2(2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
Sebelumnya (pengobatan ulang):
a. Pasien kambuh
b. Pasien gagal dengan panduan OAT kategori 1 sebelumnya
c. Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Catatan:
a. Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin
adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
b. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
c. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest
sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).

Tabel 4.Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2


Tahap Intensif Tahap Lanjutan
Berat Tiap hari 3 kali seminggu
Badan RHZE (150/75/400/275) + S RH (150/150) + E (400)
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu
30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
+ 500 mg Streptomisin inj. + 2 tablet Etambutol
38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
+ 750 mg Streptomisin inj. + 3 tablet Etambutol
55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
+ 1000 mg Streptomisin inj. + 4 tablet Etambutol
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
+ 1000 mg Streptomisin inj. + 5 tablet Etambutol

Tabel 5.Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2


Tahap Lama Tablet Kaplet Tablet Etambutol Streptomisi Jumlah/
Pengobat Pengobata Isoniasid Rifampisi Pirazinami Tablet Tablet n Injeksi kali
an n @ 300 n d @ 250 @ 400 menelan
mg @ 450 mg @ 500 mg mg mg obat
Tahap
Intenif 2 bulan 1 1 3 3 - 0,75 gr 56
(dosis 1 bulan 1 1 3 3 - - 28
harian
Tahap
Lanjutan 4 bulan 2 1 - 1 2 - 60
(dosis 3x
seminggu
)

Tabel 6.Dosis KDT untuk Sisipan


Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari
RHZE (150/75/400/275)
30-37 kg 2 tablet 4KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT

Tabel 7.Dosis OAT Kombipak untuk Sisipan


Tahap Lamanya Tablet Kaplet Tablet Tablet Jumlah
Pengobatan Pengobatan Isoniasid Rifampisin Pirazinamid Etambutol hari/kali
@ 300 mg @ 450 mg @ 500 mg @ 250 mg menelan
obat
Tahap Intensif
(dosis harian) 1 bulan 1 1 3 3 28

Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis
yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk
dalam batas dosis terapi dan non toksik.Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis
tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk kerumah sakit / dokter
spesialis paru / fasilitas yang mampu menanganinya.10

5. Pengobatan TB dengan kelainan hati


a. Pasien TB dengan hepatitis akut.
Pemberian OAT pada pasien TB hepatitis akut atau klinis ikterik, ditunda sampai
hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Sebaiknya dirujuk ke faskes rujukan
untuk penatalaksanaan spesialistik.
b. Pasien dengan kondisi sebagai berikut dapat diberikan panduan pengobatan OAT
yang biasa digunakan apabila tidak ada kondisi kronis, seperti: pembawa virus
hepatitis, riwayat penyakut hepatitis akut, dan pecandu alkohol. Reaksi
hepatotoksik terhadap OAT umumnya terjadi pada pasien dengan kondisi tersebut
diatas sehingga harus di waspadai.
c. Hepatitis kronis
Pada pasien dengan kecurigaan mempunyai penyakit hati kronis, pemeriksaan
fungsi hati harus dilakukan sebelum memulai pengobatan. Apabila hasil fungsi
hati > 3x normal sebelum memulai pengobatan, panduan OAT berikut ini perllu
dipertimbangkan:
 2 obat yang hepatotoksik: 2 HRSE/ 6 HR.
 1 obat hepatotoksik: 2 HES/ 10 HE
 Obat yang tanpa hepatotoksik: 18-24 SE ditambah salah satu golongan
kuinolon
Semakin berat atau tidak stabil penyakit hati yang diderita pasien TB, harus
menggunakan seakin sedikit OAT yang hepatotoksik. Pasien dianjurkan untuk
melakukan konsultasi ke dokter spesialis, dilakukan pemantauan klinis dan LFT. Pada
panduan OAT dengna penggunaan etambutol lebih dari 2 bulan diperlukan evaluasi
gangguan penglihatan.10

6. Efek samping pengobatan.


Tabel 8. Efek Samping Minor OAT dan Penatalaksanaannya
Efek samping Kemungkinan Penyebab Tatalaksana
Minor OAT diteruskan
Tidak nafsumakan, mual, sakit Rifampisin Obat diminum malam sebelum tidur
perut
Nyeri sendi Pirazinamid Beri aspirin/allopurinol
Kesemutan sampai dengan rasa INH Beri vitamin B6 1x100 mg/hari
terbakar di kaki
Warna kemerahan pada air seni Rifampisin Beri penjelasan, tidak perlu diberi apa-apa

Tabel 9. Efek Samping Mayor OAT dan Penatalaksanaannya


Efek samping Kemungkinan Penyebab Tatalaksana
Mayor Hentikan pengobatan
Gatal dan kemerahan pada Semua jenis OAT Beri antihistamin dan
kulit dievaluasi ketat
Tuli Streptomisin Streptomisisn dihentikan, ganti
etambutol
Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisisn dihentikan, ganti
(vertigo dan nistagmus) etambutol
Ikterik/Hepatitis Imbas Obat Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT sampai
(penyebab lain disingkirkan) ikterik menghilang dan boleh
diberikan hepatoprotektor
Muntah dan bingung (suspect Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT dan
drug-induced pre-icteric lakukan uji fungsi hati
hepatitis)
Gangguan penglihtatan Etambutol Hentikan Etambutol
Kelainan sistemik, termasuk Rifampisin Hentikan Rifampisin
syok dan purpura

Pasien dinyatakan sembuh apabila tidak ditemukan BTA pada pewarnaan tahan
asam dibandingkan dengan sebelum pengobatan. Terapi dikatakan gagal apabila sudah
menjalani terapi intensif dan lanjutan namun hasil BTA tetap positif pada bulan ke lima
atau bulan berikutnya. Pasien default adalah pasien dengan terapi yang terinterupsi
selama minimal dua bulan berturut-turut.10

3.2.8 Komplikasi
Pada pasien tuberculosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum
pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa
komplikasi yang mungkin timbul adalah: batuk darah, pneumothorak, gagal nafas, gagal
jantung, efusi pleura.6

3.2.9 Prognosis
Beberapa faktor yang harus diperhatikan yang sangat mempengaruhi keberhasilan
pengobatan, seperti lamanya waktu pengobatan, kepatuhan serta keteraturan penderita
untuk berobat, daya tahan tubuh, juga faktor sosial ekonomi penderita yang tidak kalah
pentingnya. Pengobatan yang terputus ataupun tidak sesuai dengan standar DOTS juga
dapat berakibat pada munculnya kasus kekebalan multi terhadap obat anti TB yang
memunculkan jenis kuman TB yang lebih kuat, yang dikenal dengan Multi Drug
Resistant (MDR-TB). Pengobatan MDR-TB membutuhkan biaya yang lebih mahal dan
waktu yang lebih lama dengan keberhasilan pengobatan yang belum pasti.1,6
BAB IV
KESIMPULAN
Hemoptisis merupakan masalah kesehatan yang berpotensi menyebabkan
kegawat daruratan jika tidak ditangani dengan segera. Penyebab hemoptisis, baik itu
infeksi, neoplasma, kelainan kardiovaskuler, memiliki tingkat kekerapan berbeda di
setiap negara. Dinegara berkembang penyakit tuberculosis menjadi penyebab utama
dari hemoptisis. Tuberculosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri patogen ini menyerang paru-paru dan organ
tubuh lainnya. Mycobacterium tuberculosis umumnya disebarkan melalui udara
dalam bentuk droplet nuklei yang menimbulkan respon granuloma dan inflamasi
jaringan.
Tuberkulosis dapat didiagnosis dengan mengetahui gejala dan tanda klinis
serta dibantu dengan pemeriksaan penunjang. Gejala dan tanda klinis dari TB paru
dapat dibagi kedalam 2 kelompok yakni, gejala respiratorik dan gejala sistemik.
Gejala repiratorik berupa batuk, baik berdarah atau tidak, lebih dari 2 minggu, sesak,
dan nyeri dada. Gejala sistemik berupa, demam, malaise, penurunan berat badan, dan
anoreksia. Pemeriksaan yang menjadi baku emas untuk mendiagnosis TB paru adalah
biakan kuman TB.
DAFTAR PUSTAKA
1.Djojodibroto, Darmanto. Respirologi. Jakarta: EGC,2019. Page: 56
2. World Health Organization. Global Tuberculosis Report. WHO, 2020.

3.Situasi TB di Indonesia dalam : https://tbindonesia.or.id/informasi/tentang-


tbc/situasi-tbc-di-indonesia-2/ diakses pada 7 januari 2021.

4.Kementrian Kesehatan RI. Prevelensi tuberkulosis 2018-2019. Jakarta; 2019.

5. Dinas Kesehatan Aceh. Profile Kesehatan Aceh tahun 2019. Banda Aceh;2020.

6. Crofton, John. Tuberkulosis Klinis. ed.3. Jakarta : Widya Medika, 2017. Page : 6-
9
7. Pitoyo, Ceva W. Hemoptisis. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Bab 43, Jilid I,
Ed. VI. Jakarta: Interna Publishing, 2016. Page: 294-296
8. Kumar, Vinay., Abbas, Abul. & Aster, Jon C. Buku Ajar Patologi Robbins.
ed.10. Vol.2 Singapore : Elsevier, 2020. Page: 544-550
9. Soedarsono & Kusmiati, Titik. Manifestasi Klinis Tuberkulosis. In: Buku Ajar
Tuberkulosis Diagnostik Mikrobiologis. Bab 5. cetakan ke 2. Surabaya : Pusat
Penerbitan & Percetakan Universitas Airlangga, 2018. Page : 61-76
10. Menteri Kesehatan RI No. 364/Menkes/SK/V/2009. Pedoman Penanggulangan
Tuberkulosis.

Anda mungkin juga menyukai