Pembimbing :
dr. Alwinsyah Abidin, Sp. PD-KP
Disusun Oleh :
Nabella Putri Munggaran (20360088)
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan laporan kasus yang
berjudul “Congestive Heart Failure“. Laporan kasus ini Disusun Sebagai Tugas
Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Ilmu Penyakit Dalam di Rumah
Sakit Umum Haji Medan Sumatera Utara.
Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada para pengajar
di SMF Ilmu Penyakit Dalam, khususnya dr. Alwinsyah Abidin, Sp.PD-KP atas
bimbingannya selama berlangsungnya pendidikan di bagian Ilmu Penyakit Dalam
ini sehingga kami dapat menyelesaikan tugas “Laporan Kasus” ini. Kami menyadari
bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki laporan kasus
ini dan untuk melatih kemampuan menulis makalah untuk selanjutnya.
Demikian yang dapat kami sampaikan, mudah-mudahan Laporan Kasus ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi kami yang sedang menempuh
pendidikan.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Congestive heart failure (CHF) atau gagal jantung kongestif (GJK) adalah
ketidakmampuan jantung untuk mendistribusikan darah secara adekuat dalam rangka
pemenuhan kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi (Brunner & suddarth, 2013).
Congestive heart failure (CHF) mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi)
guna menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau
mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu memompa
darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu
memompa dengan kuat (Udjianti, 2010).
Congestive heart failure adalah gagal jantung dalam jangka panjang (Lily,
1998), gagal jantung kronis didefinisikan sebagaji sindrom klinis yang kompleks yang
disertai dengan keluhan gagal jantung berupa sesak nafas, fatigue, baik dalam
keadaan istirahat atau latihan, edema dan tanda-tanda objektif adanya disfungsi
jantung dalam keadaan istirahat (Davis, R., 2000). Baru-baru ini didapatkan bahwa
Congestive Heart Failure terkait dengan penurunan kardiak output dan vasokonstriksi
perifer yang berlebihan (Haji dan Mohaved, 2000).
Data dari World Health Organization (WHO) tahun 2012 menunjukkan, pada
tahun 2008 terdapat 17 juta atau sekitar 48% dari total kematian disebabkan oleh
gagal jantung. Berdasarkan data Kementrian Republik Indonesia pada tahun 2013,
melalui Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2013, menunjukkan
bahwa Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif merupakan
penyakit penyebab kematian di Indonesia dengan kisaran angka 9,7% dari
keseluruhan penyakit jantung.
Berdasarkan diagnosis dokter prevalensi gagal jantung di Indonesia tahun
2013 sebesar 0,13 % atau diperkirakan sekitar 229.696 orang, sedangkan didiagnosis
dokter/gejala sebesar 0,3 % atau diperkirakan sekitar 530.068 orang (Sekarsari, 2016.,
Kemenkes RI 2014). Prevalensi gagal jantung di Sumatera Utara berdasarkan
diagnosis dokter tahun 2013 sebesar 0,13% atau diperkirakan sekitar 11.622 orang,
sedangkan berdasarkan diagnosis dokter/gejala sebesar 0,3% atau diperkirakan sekitar
26.819 orang (Kemenkes RI, 2014).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. ETIOLOGI
Penyebab gagal jantung dapat berupa faktor dari dalam jantung itu sendiri
maupun dari luar. Faktor dari dalam lebih sering karena terjadinya kerusakan-
kerusakan yang sudah dibawa, sedangkan faktor dari luar cukup banyak, antara lain:
penyakit jantung koroner, hipertensi, dan diabetes mellitus. Terdapat tiga kondisi yang
mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu:
a. Gangguan mekanik; beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal
atau bersamaan yaitu :
- Beban volume (volume overload), misal: insufisiensi aorta atau mitral, left to
right shunt, dan transfusi berlebihan
- Beban tekanan (pressure overload), misal: hipertensi, stenosis aorta, koartasio
aorta, dan hipertrofi kardiomiopati
- Hambatan pengisian, misal: constrictive pericarditis dan Tamponade jantung
atau konstriski perikard (jantung tidak dapat diastole).
- Obstruksi pengisian bilik
- Aneurisma bilik dan disinergi bilik
- Restriksi endokardial atau miokardial
b. Abnormalitas otot jantung
- Kelainan miokardium (otot): kardiomiopati, miokarditis metabolik (DM, gagal
ginjal kronik, anemia), toksin atau sitostatika.
- Kelainan disdinamik sekunder: Deprivasi oksigen (penyakit jantung koroner),
kelainan metabolic, peradangan, penyakit sistemik, dan penyakit Paru
Obstruksi Kronis
c. Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi: misalnya, irama tenang,
fibrilasi, takikardia atau bradikardia ekstrim, asinkronitas listrik.
C. KLASIFIKASI
D. PATOFISIOLOGI
Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu gangguan
mekanik (beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau bersamaan
yaitu beban tekanan, beban volume, tamponade jantung atau kontriksi perikard,
jantung tidak dapat diastole, obstruksi pengisian ventrikel, aneurisme ventrikel,
disenergi ventrikel, restriksi endokardial atau miokardial) dan abnormalitas otot
jantung yang terdiri dari primer (kardiomiopati, miokarditis metabolic (DM, gagal
ginjal kronik, anemia) toksin atau sitostatika) dan sekunder (iskemia, penyakit
sistemik, penyakit infiltrative, dan korpulmonal).
Gangguan irama jantung atau konduksi Menurut Soeparman (2001) beban
pengisian (preload) dan beban tekanan (afterload) pada ventrikel yang mengalami
dilatasi atau hipertrofi memungkinkan adanya peningkatan daya kontraksi jantung
yang lebih kuat, sehingga curah jantung meningkat. Pembebanan jantung yang lebih
besar meningkatkan simpatis, sehingga kadar katekolamin dalam darah meningkat
dan terjadi takikardi dengan tujuan meningkatkan curah jantung. Pembebanan jantung
yang berlebihan dapat mengakibatkan curah jantung menurun, maka akan terjadi
redistribusi cairan dan elektrolit (Na) melalui pengaturan cairan oleh ginjal dan
vasokontriksi perifer dengan tujuan untuk memperbesar aliran balik vena (venous
return) ke dalam ventrikel sehingga meningkatkan tekanan akhir diastolic dan
menaikkan kembali curah jantung (Soeparman, 2001).
Dilatasi, hipertrofi, takikardi, dan redistribusi cairan badan merupakan
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung dalam memenuhi
kebutuhan sirkulasi badan. Bila semua kemampuan mekanisme kompensasi jantung
tersebut di atas sudah dipergunakan seluruhnya dan sirkulasi darah dalam badan
belum juga terpenuhi, maka terjadilah keadaan gagal jantung (Rang et al, 2003).
Congestive heart failure adalah gagal jantung dalam jangka panjang dapat diikuti
dengan gagal jantung kanan, demikian juga gagal jantung kanan dalam jangka
panjang dapat diikuti gagal jantung kiri (Lily, 1998) ;
E. DIAGNOSA
Kurangnya nafsu makan dan mual Perasaan penuh atau sakit perut.
2. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda dari congestive heart failure adalah terdapatnya takikardi,
peninggian tekanan vena jugularis, penambahan suara jantung, ronki basah pada
paru, bengka pada pergelangan kaki, dan tungkai (Handler & Gerry, 2018). Tanda
yang biasanya akan tampak pada pasien dengan congestive gagal jantung adalah
letak apek jantung yang terletak lebih lateral (akibat pembesaran dari jantung),
adanya gallop rhytm. Suara murmur mengindikasikan adanya penyakit pada katup
jantung, misalkan regurgitasi aorta, atau mitral stenosis. Kegagalan pada jantung
kiri memberikan tanda berupa takipnea, rales atau crackles yang mana
mengindikasikan telah terjadinya edema pulmonary, perkusi yang redup pada area
paru dan penurunan suara nafas terutama pada basal paru mengindikasikan telah
terjadinya efusi pleura, dan terjadinya sianosis akibat penurunan difusi oksigen
pada kapiler pulmonary (Medical Criteria, 2005).
Pada kasus dengan kegagalan pada jantung kanan dapat menyebabkan
terjadinya kongetif hepar. Retensi cairan juga menyebabkan edema perifer dan
asites. Kegagalan pada jantung kiri dapat menyebabkan gejala berupa munculnya
dyspnea on effort. Pulmonary congestion (dengan crackles dan wheezing) dominan
muncul terutama pada keadaan akut maupun subakut (Osama, 2002). Pelebaran
dari ventrikel dapat dilihat pada saat palpasi precordial, dan denyutan dari apex
yang terletak lateral dari midclavicular line. Indikator yang dapat digunakan untuk
mengetahui adanya overload volume adalah adanya peningkatan pada Jugular
Venous Pressure (Storrow, 2007). Pemeriksaan tekanan vena jugularis (Jugular
Veinous Pressure “JVP”) merupakan salah satu tehnik untuk mendeteksi adanya
kerusakan pada sirkulasi sistem kardiovaskuler. JVP merupakan prediktor penting
dalam penyakit gagal jantung, memberikan informasi yang sangat berguna tentang
status volume cairan tubuh dan fungsi jantung (Ponikowski et al., 2016). Rata-rata
tekanan vena jugularis normal r±2, Pengukuran yang lebih dari 3 sampai 4 cm di
atas sudut sternal dianggap sebagai suatu peningkatan JVP (Ball et al., 2015).
3. Pemeriksaan Penunjang
EKG
Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebagian
besar pasien (80-90%), termasuk gelombang Q, perubahan ST-T, hipertropi LV,
gangguan konduksi, aritmia. Ekokardiografi harus dilakukan pada semua pasien
dengan dugaan klinis gagal jantung. Dimensi ruang jantung, fungsi ventrikel
(sistolik dan diastolik), dan abnormalitas gerakan dinding dapat dinilai dan
penyakit katub jantung dapat disingkirkan (Dickstein et al, 2008).
Radiologi
Foto thorax dapat membantu dalam mendiagnosis gagal jantung. Kardiomegali
biasanya ditunjukkan dengan adanya peningkatan cardiothoracic ratio / CTR (lebih
besar dari 0,5) pada tampilan postanterior. Pada pemeriksaan ini tidak dapat
menentukan gagal jantung pada disfungsi siltolik karena ukuran bisa terlihat
normal (National Clinical Guideline Centre, 2010). Pada pasien dengan dispnea,
maka gambaran foto thoraks akan sangat membatu untuk menetukan perkiraan
penyebab dari dispnea tersebut, apakah diakibatkan karena kegagalan jantung atau
karena penyakit pada paru-paru (Storrow, 2007).
(Mustafa et al, 2015).
Echocardiografi
Pemeriksaan ini direkomendasikan untuk semua pasien gagal jantung. Tes ini
membantu menetapkan ukuran ventrikel kiri, massa, dan fungsi. Kelemahan
echocardiography adalah relative mahal, hanya ada di rumah sakit dan tidak
tersedia untuk pemeriksaan skrining yang rutin untuk hipertensi pada praktek
umum (National Clinical Guideline Centre, 2010).
(Mustafa et al,
2015).
Pemeriksaan Darah
Tes darah dirkomendasikan untuk menyinggirkan anemia dan menilai fungsi
ginjal sebelum terapi di mulai. Disfungsi tiroid dapat menyebabkan gagal jantung
sehingga pemeriksaan fungsi tiroid harus selalu dilakukan. Pencitraan
radionuklida menyediakan metode lain untuk menilai fungsi ventrikel dan sangat
berguna ketika citra yang memadai dari ekokardiografi sulit diperoleh.
Pemindahan perfusi dapat membantu dalam menilai fungsional penyakit jantung
coroner (Ramani, 2010).
F. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Pertama
Dapat dilakukan adalah mengoreksi atau stabilisasi berbagai keabnormalan
yang terjadi yang dapat menginduksi munculnya CHF, misalkan iskemia dapat
dikontrol dengan terapi medis, hipertensi harus selalu terkontrol, dan kelainan pada
katup jantung dapat ditangani dengan perbaikan pada katup tersebut (National
Clinical Guideline Centre, 2010).
2. Terapi Non Farmakologis
Dapat dilakukan dengan restriksi garam, penurunan berat badan, diet rendah
garam dan rendah kolesterol, tidak merokok, olahraga (National Clinical Guideline
Centre, 2010).
3. Terapi Farmakologis
I. Diuretics
Furosemid oral / IV bila tanda dan gejala kongesti masih ada, dengan dosis 1
mg/kg BB atau lebih (Firdaus I, et al 2016).
(Siswanto. B, et al 2015)
BAB III
LAPORAN KASUS
No RM : 00360013
Ruangan : Jabal Rahmah
ANAMNESA PRIBADI
Nama : Syaiful
Umur : 52 tahun
Status kawin : Kawin
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl Rawa Saudara No.174, Medan Denai, Medan
RESUME
Keluhan Utama : Sesak Nafas
Telaah :
STATUS PASIEN
PEMERIKSAAN FISIK
Tidak)
Perkusi : Suara Perkusi Paru : Redup (pada paru kanan dan kiri bagian
bawah), Batas Paru Hati : Normal, Batas Jantung (Atas : ICS II
linea
parastrernalis sinistra, Kanan : ICS V linea parasternalis dextra,
Kiri : ICS VI linea axillaris anterior sinistra)
Auskultasi : Suara pernafasan : vesikuler, Suara tambahan : rhonki basah
pada
paru kanan dan kiri bagian bawah
- Thorax belakang :
Inspeksi : Bentuk Fusiformis, Simetris
Palpasi : Fremmitus Ka = Ki
Perkusi : Suara Perkusi Paru : Redup (pada paru kanan dan kiri bagian
bawah), Batas Bawah Paru : Normal
Auskultasi : Suara pernafasan : vesikuler, Suara tambahan : rhonki basah
pada paru kanan kiri bagian bawah
Abdomen : Nyeri tekan pada regio epigastric, Pekak Hati (+), Peristaltik usus 10x/menit
Ektremitas : Bengkak, Edema dan Gangguan Fungsi pada tungkai kanan dan kiri
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
DIAGNOSA
CHF ec Hypertensive Heart Disease + CKD + Anemia + DM Tipe II+ Hipertensi
TERAPI
BAB IV
DISKUSI
TEORI KASUS
Anamnesis
1. Dispnea Saat Aktivitas, (+) (+)
Istirahat, Tidur dan
Berbaring.
2. Batuk (+) (+)
3. Paroksismal nokturnal (+) (+)
dispneu
4. Mudah Lelah (+) (+)
5. Nafsu Makan Menurun (+) (+)
Pemeriksaan Fisik
1. Leher
Peningkatan JVP (+) (+)
2. Paru
Edem paru (+) (+)
Efusi pleura (+) (-)
Ronki basah paru (+) (+)
3. Jantung
Takikardi (+) (-)
Kardiomegali (+) (+)
Desah (+/-) (-)
Gallop (+) (-)
4. Eksremitas
Edema pada pergelangan kaki (+) (+)
5. Abdomen
Asites (+) (-)
Pemeriksaan penunjang
1. EKG
Takikardi (+) Tidak Dilakukan
Atrial Fibrilasi (+) Tidak Dilakukan
Aritmia Ventrikel (+/-) Tidak Dilakukan
Iskemi/infark (+/-) Tidak Dilakukan
2. Foto toraks
Efusi Pleura (+/-) Tidak Dilakukan
kardiomegali (+/-) Tidak Dilakukan
Hipertrofi ventrikel (+/-) Tidak Dilakukan
Edema intertisial (+/-) Tidak Dilakukan
Pengobatan
1. Medikamentosa
Diuretik
Loop diuretik Furosemide (+)
Furosemid
Aldosteron Antagonist Spironolakton (+)
Spironolakton
ACE Inhibitor (+)
(Captopril)
ARB (-)
(Candesarta)
β-Blocker (-)
(Bisoprolol)
Vasodilator ISDN (+)
Isosorbide Dirutrate (ISDN)
Dobutamin , Dopamine (-)
2. Non medimentosa
Istirahat (+)
BAB V
KESIMPULAN
Telah dilaporkan satu kasus Congestive Heart Failure, diagnosa ditegakkan secara
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang tidak dilakukan karena pasien
tidak bersedia, pasien ini di diagnosa CHF dengan et causa Hypertensive Heart Disease.
Setelah keadaan membaik pasien diperbolehkan untuk pulang namun tetap harus dilakukan
kontrol rutin ke rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association. 2010. Heart Disease And Stroke Statistics-2010 Update.
Available from: http://www.americanheart.org. [Accessed September 4 2012]
Ball, J. W., Dains, J. E., Flynn, J. A., Solomon, B. S., & Stewart, R. W. 2015. Seidel’s
Guide to Physical Examination (8th ed.). New York: Elsevier.
Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Ed 12. Jakarta : EGC
Davis, R.C., Hobbs, F.D.R. and Lip, G.Y.H., 2000. Clinical review: ABC of heart
failure. BMJ, 320(9), pp.39-42.
Dickstein K, Cohen-Solal A, Filippatos G, et al. ESC Guidelines for the diagnosis and
treatment of acute and chronic heart failure 2008: the Task Force for the
Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure 2008 of the
European Society of Cardiology. Eur Heart J. 2008;29:2388– 2442
Firdaus. I, A.U. Rahajoe, A. F. Yahya, et al 2016. Panduan Praktik Klinis (PPK) dan
clinical pathway (CP) penyakit jantung dan pembuluh darah. Edisi 1. Halaman 32-
36.
Kemenkes RI. 2013. Kementerian Kesehatan RI: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan.
Lily, I. R., Faisal, B., Santoso, K. K., Poppy, S. R. 1998, Buku Ajar Kardiologi,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Medical CRITERIA. 2005. Framingham Criteria for Congestive Heart Failure. In turn
citing: Framingham study 1971
Mustafa, S., Yamada, A.T., Lima, F.M., Carvalho, V.M., Aiello, V.D. and Castelli,
J.B., 2015. Case 4-A 79-Year-Old Man with Congestive Heart Failure Due to
Restrictive Cardiomyopathy. Arquivos brasileiros de cardiologia, 105(4), pp.430-
439.
National Clinical Guideline Centre. 2010. Chronic Heart Failure: National Clinical
Guideline for Diagnosis and Management in Primary and Secondary Care: Partial
Update. National Clinical Guideline Centre: 34–47.
Osama GMD. 2002. Topic Review – Heart Failure. Albany Medical Review. January
2002.
Panggabean, M. 2009. Gagal jantung : Aru W. Sudoyo., Bambang S., Idrus A. Editors:
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Jilid II edisi V). Jakarta: Interna Publishing. Hal
1583-1584
Ramani GV, Uber PA, 2010. Chronic heart fail-ure: contemporary diagnosis and
management. Mayo Clin. Proc.;85:180–195.
Rang, H.P., Dale, M.M., Ritter, J.M. and Moore, P.K., 2003. Pharmacology, 5th edn.
Churchill Livingstone. Edinburgh, Scotland.
Soeparman. 2001. Ilmu Penyakit Dalam: Gagal Jantung. Jilid II. Edisi 3. Jakarta :
FKUI. Hal 127. ISBN 0-443-07145-4.
Storrow AB. 2007. Advances in the diagnosis of chf: new markers. Modern Advances
In Emergency Cardiac Care, p. 38-46.
Taufan, N. Bunga, T.P., & Dara, K.P. 2016. Teori Asuhan Keperawatan Gawat
Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika
Ponikowski, P. Voors, A. A., Anker, S. D., Bueno, H., Cleland, J. G. F., Coats, A. J.
S., van der Meer, P. 2016 ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute
and chronic heart failure. European Heart Journal, 37(27), 2129–2200.
https://doi.org/10.1093/eurheartj/ehw 128