KEGAWATDARURATAN ARITMIA
Oleh:
Christin Natalia Budiono (160070200011053)
Ifa Febriariana (160070200011024)
Pembimbing:
dr. Arie Zainul Fatoni, Sp.An
Jantung adalah organ tubuh manusia yang memiliki fungsi vital, kelainan
kecil bisa berpengaruh besar pada kinerja tubuh kita. Gangguan irama jantung
adalah kelainan elektrofisiologi jantung yang dapat disebabkan oleh gangguan
sistem konduksi jantung serta gangguan pembentukan dan/atau penghantaran
impuls (Huikuri, 2011).
2
Untuk mengetahui mekanisme aritmia, dibutuhkan pengetahuan mengenai
mekanisme pembentukan dan konduksi listrik miokard dalam keadaan normal.
Pada umumnya aritmia harus diterapi untuk mencegah kondisi yang lebih buruk.
Untuk mendiagnosis aritmia dapat dilakukan dengan sinyal listrik jantung yang
biasa disebut Electrocardiogram/ECG (Hanafi, 2001).
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Aritmia adalah kelainan dalam kecepatan, irama, tempat asal dari impuls,
atau kelainan elektrofisiologi jantung yang dapat disebabkan oleh gangguan
sistem konduksi jantung serta gangguan pembentukan atau penghantaran impuls
yang menyebabkan perubahan dalam urutan normal aktivitas atrium dan ventrikel
(Huikuri, 2011).
Irama jantung normal adalah irama jantung yang berasal dari nodus SA,
secara teratur dengan frekuensi 60-100x/menit. Jika irama jantung tersebut tidak
normal dikenal dengan aritmia. Jika irama tersebut memiliki frekuensi yang lambat
(<60x/menit) disebut bradikardi dan irama jantung dengan frekuensi yang lebih
cepat (>100x/menit) disebut takikardi. Irama takikardi dapat dikenali sebagai
supraventrikular jika melibatkan atrium atau AV node dan dapat dikatakan
ventikular jika berasal dari serabut purkinje atau ventrikel (Hulleman, 2012).
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian dari aritmia sendiri beragam berdasarkan jenisnya. Seperti
pada PEA terjadi sekitar 20% dari seluruh kejadian henti jantung yang terjadi di
luar rumah sakit dan 68% beertanggung jawab atas kematian yang dimonitor di
dalam rumah sakit. Sedangkan angka kejadian dari PVD hanya 0,6% pada
mereka dengan usia < 20 tahun dan 2,7% pada pasien berusia > 50 tahun.
Berbeda lagi dengan VT dan VF, pada seluruh kejadian VT dan VF 50%
diantaranya disebabkan oleh karena penyakit jantung yang mendasari dan angka
kejadiaanyya kurang lebih 60% kejadian pada pasien NSTEMI yang masuk ke
rumah sakit dalam kurun waktu < 48 jam (American Heart Association, 2017).
Dilihat dari faktor jenis kelamin, PEA lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan dengan pria, alasan dari predileksi ini tidak diketahui secara jelas
penyebabnya, namun kemungkinan besar oleh karena etiologi yang
menyebabkannya. Pasien dengan usia lebih dari 70 tahun lebih beresiko untuk
menglamai PEA sebagai penyebab dari henti jantung. Entah hasil akhr dari pasien
4
dengan PEA ini bergantung pada usia atau tidak, namun usia yang lebih lanjut
diasosiasikan dengan outcome yang lebih buruk.
Sedangkan menurut Sandrigo Mangini dan Fábio Serra Silveira et al, dari
keseluruhan pasien yang datang ke Instalasi Gawat Darurat dengan
dekompensasi gagal jantung, 8,5% diantaranya disebabkan oleh aritmia.
2.3 Klasifikasi
Aritmia
Pulseless
Electrical Bradikardi Takikardi
Activity
Hemodinamik Hemodinamik
Asistol
stabil stabil
Hemodinamik Hemodinamik
tidak stabil tidak stabil
5
2.3.1 Aritmia Tanpa Nadi (Cardiac Arrest)
6
2.3.1.1 Pulseless Electrical Activity (PEA)
Etiologi :
• Hipovolemia
• Hipoksia
• Ion hidrogen (asidosis)
• Hypokalemia / hyperkalemia
• Hipotermia
• Tension pneumotoraks
• Tamponade, jantung
• Racun (yaitu, overdosis obat, konsumsi)
• Trombosis, paru (embolisme)
• Trombosis, koroner (ACS) (Jones, 2014).
Clinical Manifestations :
• Kolaps, tidak responsif
• Apnea
• Tidak ada denyut nadi yang terdeteksi dengan palpasi
• Tekanan darah sistolik sangat rendah (Jones, 2014).
Gambar 2.4 Pulseless Electrical Activity (PEA) (American Heart Association, 2016)
7
Kriteria EKG :
• Ritme yang menunjukkan aktivitas elektrik (bukan VT VF / pulseless)
• Biasanya irama sinus normal
• Bisa sempit (QRS <0,12 detik) atau lebar (QRS ≥0,12 detik); cepat (> 100
denyut per menit) atau lambat (<60 kali per menit)
• Sempit QRS dan detak jantung cepat kebanyakan disebabkan oleh etiologi
noncardiac; QRS lebar dan detak jantung lambat sebagian besar disebabkan
oleh etiologi jantung (Jones, 2014).
Tatalaksana :
1. Penilaian respon
• Tidak ada pernafasan atau hanya terdapat pernafasan agonal saja dan tidak
ada denyut.
2. Panggil bantuan
3. C-A-B : Compression, Airway, Breathing
• Mulailah RJP, awali dengan kompresi
• Berikan oksigen
4. Pasang AED atau defibrilator-monitor manual sesegera mungkin setelah
tersedia tanpa mengiterupsi kompresi
• Ketika alat telah terpasang, hentikan RJP untuk menilai irama.
- AED : Tidak disarankan untuk diberikan kejut listrik
- Defibrilator-monitor manual : irama teratur (PEA), jangan lakukan defibrilasi
5. Sesegera lanjutkan RJP, mulailah dengan kompresi
• Berikan 5 siklus RJP (2menit) tanpa terputus
• Selama RJP, dapatkan akses IV/IO
• Siapkan dosis vasopressor (epinephrine atau vasopressin)
6. Hentikan RJP. Nilai irama
• AED : Tidak disarankan untuk diberikan kejut listrik
• Defibrilator-monitor manual : irama teratur (PEA), jangan lakukan defibrilasi
7. Jika tetap PEA, maka segera lanjutkan RJP, mulailah dengan kompresi.
• Berikan 5 siklus RJP (2menit) tanpa interupsi
• Pasang alat bantu jalan nafas tingkat lanjut (ET, LA, King LT, atau
Combitube) jika penanganan jalan napas dasar tidak adekuat.
8
- Pastikan pemasangan selang sudah benar tanpa menginterupsi RJP
- Setelah pemasangan dipastikan benar, lakukan kompresi dada tanpa
terputus, minimal 100 kali/menit selama 2 menit. Berikan napas buatan
sebanyak 8-10 kali/menit dengan kecepatan 1 napas setiap 6-8 detik
(Jones, 2014).
8. Obat-obatan
• Berikan epinephrine 1mg
- 10 mL 1:10.000 IV/IO
- Lanjutkan dengan bilas 20 mL IV
- Ulangi setiap 3-5 menit jika diperlukan
• Dosis tunggal vasopressin 40 unit IV/IO dapat menggantikan dosis pertama
atau dosis kedua epinephrine
• Jika terdapat akses IV/IO dan pada pasien terpasang ETT, maka hentikan
kompresi dan injeksikan 2,0-2,5mg (1:1.000) epinephrine yang dilarutkan dalam
5-10mL saline normal atau air steril langsung ke dalam ETT setiap 3-5menit
sampai akses IV/IO tersedia. Setelah pemberian obat melalui ETT, lanjutkan
dengan 5 ventilasi berturut-turut untuk menyebarkan obat ke dalam saluran
napas kecil agar dapat diabsorbsi ke dalam pembuluh darah pulmonal,
kemudian lanjutkan kompresi.
9. Lanjutkan RJP, periksa irama setiap 2 menit.
• Jika tetap PEA, maka segera lanjutkan RJP, periksa irama setiap 2 menit
• Berikan epinephrine setiap 3-5menit
10. Selama RJP, pertimbangkan dan beri terapi kemungkinan penyebab PEA
yang reversible:
- Hipokalemia/hiperkalemia
- Hipovolemia
- Hipoksia
- Hipotermia
- Hidrogen ion (asidosis)
- Tension pneumothoraks
- Trombosis (pulmonal atau koroner)
- Tamponade jantung
- Toksin
9
11. Jika irama berubah menjadi VF, VT tanpa denyut, atau asistol, ikuti alogaritme
untuk VF, VT tanpa denyut atau asistol
12. Jika irama berubah menjadi irama EKG yang stabil dengan ROSC :
• Pantau dan nilai ulang kondisi pasien
• Persiapkan pemindahan ke unit perawatan kritis. Pasien akan memerlukan
perawatan yang menyeluruh (Jones, 2014).
2.3.1.2 Asistol
Etiologi :
• Kematian
• Iskemia jantung
• Hipoksia karena berbagai penyebab (tidak ada oksigen, apnea, asfiksia)
• Sengatan listrik besar/ shock (misalnya sambaran petir) (Jones, 2014).
Clinical Manifestations :
• Kolaps ; tidak responsif
• Apnea
• Tidak ada denyut nadi atau tekanan darah
• Kematian
Kriteria EKG :
• Rate : Tidak ada aktivitas ventrikel yang terlihat (P wave asystole) terjadi hanya
dengan adanya impuls atrium (gelombang P)
• Rhythm: Tidak ada ventrikel yang terlihat
10
• PR: Tidak dapat ditentukan; terkadang gelombang P terlihat, tetapi gelombang R
tidak ada
• Kompleks QRS: Tidak ada defleksi yang terlihat dengan kompleks QRS (American
Heart Association, 2016).
Tatalaksana :
1. Penilaian respon
• Tidak ada pernafasan atau hanya terdapat pernafasan agonal saja dan tidak
ada denyut.
2. Panggil bantuan
3. C-A-B : Compression, Airway, Breathing
• Mulailah RJP, awali dengan kompresi
• Berikan oksigen
4. Pasang AED atau defibrilator-monitor manual sesegera mungkin setelah
tersedia tanpa mengiterupsi kompresi
• Ketika alat telah terpasang, hentikan RJP untuk menilai irama.
- AED : Kejut listrik (shock) tidak disarankan
- Defibrilator-monitor manual : Tidak ada aktivitas listrik (garis mendatar atau
hanya terdapat irama agonal saja), jangan lakukan defibrilasi
5. Sesegera lanjutkan RJP, mulailah dengan kompresi
• Berikan 5 siklus RJP (2menit) tanpa terputus
• Selama RJP, dapatkan akses IV/IO
• Siapkan dosis vasopressor (epinephrine)
6. Hentikan RJP. Nilai irama
• AED : Tidak disarankan untuk diberikan kejut listrik
• Defibrilator-monitor manual : Tidak ada aktivitas listrik, jangan lakukan
defibrilasi
7. Jika tetap asistol, maka segera lanjutkan RJP, mulailah dengan kompresi.
• Berikan 5 siklus RJP (2menit) tanpa interupsi
• Pasang alat bantu jalan nafas tingkat lanjut (ET, LMA, King LT, atau
Combitube) jika penanganan jalan napas dasar tidak adekuat.
- Pastikan pemasangan tabung sudah benar tanpa menginterupsi RJP
11
- Setelah pemasangan dipastikan sudah benar, lakukan kompresi dada
tanpa terputus, minimal 100 kali/menit selama 2 menit. Berikan napas
buatan sebanyak 8-10 kali/menit dengan kecepatan 1 napas setiap 6-8
detik (Jones, 2014).
8. Obat-obatan
• Berikan epinephrine 1 mg/kg
- 10 mL 1:10.000 IV/IO
- Lanjutkan dengan bilas 20 mL IV
- Ulangi setiap 3-5 menit jika diperlukan
• Dosis tunggal vasopressin 40 unit IV/IO dapat menggantikan dosis pertama
atau dosis kedua epinephrine
• Jika terdapat akses IV/IO dan pada pasien terpasang ETT, maka hentikan
kompresi dan injeksikan 2,0-2,5mg/kg (1:1.000) epinephrine yang dilarutkan
dalam 5-10 mL saline normal atau air steril langsung ke dalam ETT setiap 3-5
menit sampai akses IV/IO tersedia. Setelah pemberian obat melalui ETT,
lanjutkan dengan ventilasi berturut-turut untuk menyebarkan obat ke saluran
napas kecil agar dapat diabsorpsi pembuluh darah pulmonal, kemudian
lanjutkan kompresi.
9. Lanjutkan RJP, periksa irama setiap 2 menit.
• Jika tetap asistol, maka segera lanjutkan RJP, periksa irama setiap 2 menit
• Berikan epinephrine setiap 3-5menit
10. Selama RJP, pertimbangkan dan beri terapi kemungkinan penyebab yang
reversible:
- Hipokalemia/hiperkalemia
- Hipovolemia
- Hipoksia
- Hipotermia
- Hidrogen ion (asidosis)
- Tension pneumothoraks
- Trombosis (pulmonal atau koroner)
- Tamponade jantung
- Toksin
12
11. Jika irama tetap asistol, maka pertimbangkan apakah protokol resusitasi yang
sesuai telah dilakukan dengan baik dan penyebab reversibelnya telah
terindentifikasi. Jika prosedur sudah dilakukan dengan benar, maka ikuti
kebijakan setempat mengenai lamanya waktu resusitasi (kapan menghentikan
usaha resusitasi)
12. Jika irama berubah menjadi VF, VT tanpa denyut, atau asistol, ikuti alogaritme
untuk VF, VT tanpa denyut.
13. Jika irama berubah menjadi irama yang teratur tanpa denyut, maka ikuti
alogaritme untuk PEA.
14. Jika irama berubah menjadi irama EKG yang stabil dengan ROSC :
• Pantau dan nilai ulang kondisi pasien
• Persiapkan pemindahan ke unit perawatan kritis. Pasien akan memerlukan
perawatan yang menyeluruh (Jones, 2014).
13
Gambar 2.6 Algoritma penanganan untuk aritmia takikardi (Soar, 2015)
Pada Gambar 2.6 dapat dilihat bahwa bila kita menemukan pasien aritmia
dengan nadi, maka hal pertama yang harus kita lakukan adalah melakukan primary
survey, pemberian oksigen bila diperlukan dan pemasangan akses vena, observasi
tanda-tanda vital beserta EKG, dan cari penyebab aritmia. Aritmia takikardi seperti
yang dijelaskan sebelumnya bahwa dibagi menjadi hemodinamik stabil dan tidak
stabil. Hemodinamik pasien dikatakan tidak stabil apabila pasien mengalami syok,
pingsan, iskemia jantung, gagal jantung. Apabila ada gejala hemodinamik tidak stabil
maka dapat dilakukan DC tersinkronasi hingga maksimal 3x dan dapat dibarengi
dengan pemberian amiodarone 300 mg IV selama 10-20 menit dilanjutkan kembali
dengan DC shock dan dilanjutkan dengan amiodarone 900 mg IV selama 24 jam
(Soar, 2015).
Bila hemodinamik stabil, maka perlu dilakukan identifikasi apakah kompleks
QRS sempit, bila ditemukan kompleks QRS >0,12 detik, maka perlu dipertimbangkan
apakah nadi pasien regular atau tidak, bila nadi ireguler, segeralah cari bantuan pada
ahlinya karena ada kemungkinan bahwa pasien mengalami AF dengan bundle branch
block, pre-excited AF, atau VT polimorfik. Namun apabila nadi normal dan
14
teridentifikasi bahwa pasien mengalami VT, maka berikan amiodarone dengan dosis
300 mg selama 20-60 menit dilanjutkan dengan amiodarone 900 mg selama 24 jam,
namun bila SVT dengan bundle branch block teridentifikasi, maka dapat diberikan
adenosine (Soar, 2015).
Lain halnya tatalaksana bila ditemukan pasien dengan kompleks QRS yang
sempit, bila ditemukan nadi yang regular dapat diberikan adenosine dengan dosis 6
mg bolus, bila kondisi tidak membaik maka dapat dinaikkan dosisnya menjadi 12 mg
hingga aliran listrik jantung kembali normal, bila nadi masih ireguler, maka
pertimbangkan AF pada pasien dan perimbangkan untuk pemberian β-blocker,
diltiazem, dan bila dicurigai terdapat gagal jantung pertimbangkan pemberian digoksin
dan amiodarone (Soar, 2015).
Untuk penjelasan lebih lengkap mengenai masing-masing jenis aritmia
takikardi, dapat dilihat di bawah ini:
Etiologi :
• ACS menyebabkan area iskemik miokardium
• VT Stabil ke VT tidak stabil, tidak terawat
• Kompleks ventrikel prematur (PVCs) dengan fenomena R-on-T
• Kelainan beberapa obat, elektrolit, atau asam-basa yang memperpanjang periode
refrakter relatif
• Perpanjangan QT primer atau sekunder
• Elektrokusi, hipoksia (American Heart Association, 2016).
15
Clinical Manifestations :
• Nadi menghilang dengan awitan VF
• Nadi mungkin hilang sebelum onset VF jika prekursor umum untuk VF, VT cepat,
berkembang sebelum VF
• Tutup, tidak responsive
• Agonal gasps atau apnea
• Kematian mendadak (American Heart Association, 2016).
Kriteria EKG :
• QRS kompleks: Tidak dapat ditentukan; tidak ada P, QRS, atau gelombang T yang
dapat ditemukan; undulations terjadi antara 150 dan 500 per menit
• Rhythm: Tidak tentu; pola defleksi tajam (puncak) dan bawah
• Amplitudo: Diukur dari puncak ke bawah; sering digunakan secara subyektif untuk
menggambarkan VF fine (puncak ke bawah 2 sampai <5 mm), medium (5 sampai
<10 mm), coarse (10 hingga <15 mm), atau sangat kasar (> 15 mm) (American
Heart Association, 2016).
Tatalaksana :
1. Penilaian respon
• Tidak ada pernafasan atau hanya terdapat pernafasan agonal saja dan tidak
ada denyut.
2. Panggil bantuan
3. C-A-B : Compression, Airway, Breathing
• Mulailah RJP, awali dengan kompresi
16
• Berikan oksigen
4. Defibrilasi
• Pasang AED atau defibrilator-monitor manual sesegera mungkin setelah
tersedia tanpa mengiterupsi kompresi.
• Ketika alat telah terpasang, hentikan RJP dan nilai irama.
- AED : jika disarankan untuk diberikan kejut listrik, maka lakukan defibrilasi
sesuai dengan anjuran AED
- Defibrilator-monitor manual :
Defibrilator manual bifasik : Lakukan defibrilasi pada 120-200J (gunakan
energi yang spesifik pada alat sesuai petunjuk pabrik pembuat jika
diketahui, atau gunakan 200J jika diketahui)
Defibrilator manual monofasik : Lakukan defibrilasi pada 360J
5. Sesegera lanjutkan RJP, mulailah dengan kompresi
• Berikan 5 siklus RJP (2menit) tanpa terputus
• Selama RJP, dapatkan akses IV/IO
• Siapkan dosis vasopressor (epinephrine atau vasopressin)
6. Defibrilasi
• Hentikan RJP
• Nilai irama
• Jika irama tetap shockable, maka ikuti anjuran AED atau lakukan defibrilasi:
- Defibrilasi manual bifasik : Lakukan defibrilasi dengan energi yang sama
atau lebih tinggi
- Defibrilasi manual monofasik : Lakukan defibrilasi dengan energi 360J
7. Segera lanjutkan RJP, mulailah dengan kompresi.
• Berikan 5 siklus RJP (2menit) tanpa terputus
• Pasang alat bantu jalan nafas tingkat lanjut (ET, LMA, King LT atau Combitube)
jika penanganan alat bantu jalan napas dasar tidak adekuat.
- Pastikan pemasangan selang sudah benar tanpa menginterupsi RJP
- Setelah pemasangan dipastikan sudah benar, lakukan kompresi dada
tanpa terputus, minimal 100 kali/menit selama 2 menit. Berikan napas
buatan sebanyak 8-10 kali/menit dengan kecepatan 1 napas setiap 6-8
detik (Jones, 2014).
17
8. Obat-obatan
• Berikan epinephrine 1 mg/kg
- Berikan 10 mL 1:10.000 IV/IO
- Lanjutkan dengan bilas 20 mL IV
- Ulangi setiap 3-5 menit jika diperlukan
• Dosis tunggal vasopressin 40 unit IV/IO dapat menggantikan dosis pertama
atau dosis kedua epinephrine
• Jika terdapat akses IV/IO dan pada pasien terpasang ETT, maka hentikan
kompresi dan injeksikan 2,0-2,5mg/kg (1:1.000) epinephrine yang dilarutkan
dalam 5-10 mL saline normal atau air steril langsung ke dalam ETT setiap 3-5
menit sampai akses IV/IO tersedia. Setelah pemberian obat melalui ETT,
lanjutkan dengan ventilasi berturut-turut untuk menyebarkan obat ke saluran
napas kecil agar dapat diabsorpsi pembuluh darah pulmonal, kemudian
lanjutkan kompresi.
9. Lanjutkan RJP, periksa irama setiap 2 menit.
10. Defibrilasi
• Jika irama tetap shockable, maka ikuti anjuran AED atau lakukan defibrilasi
dengan energi bifasik yang sama atau lebih tinggi , 360 monofasik
11. Segera lanjutkan RJP, periksa irama setiap 2 menit
12. Obat-obatan
• Pertimbangan obat aritmia untuk irama VF atau VT tanpa denyut yang tidak
membaik dengan pemberian kejut istrik
- Berikan amiodarone 5mg/kg IV/IO
- Jika amiodarone tidak tersedia atau pasien diketahui memiliki alergi, maka
berikan lidocaine 1,0-1,5 mg/kg IV/IO
• Ulangi terapi aritmia untuk VF atau VT tanpa denyut yang tidak membaik
dengan pemberian kejut listrik
- Amiodarone 150mg IV/IO dalam 3-5menit (gunakan hanya sekali)
- Jika menggunakan lidocaine, berikan 0,5-0,75 mg/kg IV/IO dan ulangi
setiap 5-10 menit jika diperlukan, dosis maksimal 3 mg/kg
• Pertimbangan pemberian magnesium sulfat 1-2 g (2-4 mL larutan 50%) yang
dilarutkan dalam 10 mL D5W IV/IO, berikan selama 1-2 menit hanya untuk
henti jantung yang diseabkan oleh hipomagnesemia atau torsade de pointes
18
13. Selama RJP, pertimbangkan dan beri terapi kemungkinan penyebab yang
reversible:
- Hipokalemia/hiperkalemia
- Hipovolemia
- Hipoksia
- Hipotermia
- Hidrogen ion (asidosis)
- Tension pneumothoraks
- Trombosis (pulmonal atau koroner)
- Tamponade jantung
- Toksin
14. Jika irama berubah menjadi asistol atau PEA, maka ikuti alogaritme untuk asistol
atau PEA
15. Jika irama berubah menjadi irama EKG yang stabil dengan ROSC :
• Pantau dan nilai ulang kondisi pasien
• Persiapkan pemindahan ke unit perawatan kritis. Pasien akan memerlukan
perawatan yang menyeluruh (Jones, 2014).
Etiologi :
• Olahraga normal
• Hipoksemia
• Demam
• Hipovolemia
• Stimulasi adrenergik, kecemasan
• Hipertiroidisme
• Anemia
• Nyeri (American Heart Association, 2016).
19
Clinical Manifestations :
• Tidak ada spesifik untuk takikardia
• Gejala dapat muncul karena penyebab takikardia (demam, hipovolemia)
Kriteria EKG :
• Rate :> 100 denyut per menit
• Rhythm: Sinus
• PR: Biasanya <0,20 detik
• P untuk setiap kompleks QRS
• Kompleks QRS: Mungkin normal atau lebar jika ada kelainan mendasar (American
Heart Association, 2016).
Tatalaksana :
Untuk Hemodinamik stabil :
1. Penilaian respons
2. Lakukan survei primer A-B-C-D dengan cepat
Jalan napas paten?
Pernapasan adekuat?
• Nilai kecepatan dan kedalaman pernapasan
• Ukur saturasi oksigen
• Berikan oksigen jika saturasi oksigen <94%. Titrasi untuk memberikan efek
• Sirkulasi (perfusi) adekuat?
• Pasang monitor jantung untuk mengindentifikasi irama
Pasang EKG 12 sendapan jika tersedia
20
• Ukur tekanan darah dan denyut
• Dapatkan akses IV
• Diagnosis banding?
• Sambil memberi terapi pada pasien, pertimbangkan penyebab takikardia yang
stabil
3. Jika pasien stabil dan asimptomatik atau stabil dengan gejala minor
4. Manuver vagal
• QRS <0,12 detik
• Lakukan manuver vagal
• Tempat es pada wajah pasien
• Minta pasien menahan napas sambil membungkuk
• Minta pasien meniup sedotan yang ujungnya ditutup
• Lakukan pemijatan sinus karotis (hanya boleh dilakukan oleh dokter yang
berkualifikasi) (Jones, 2014).
21
3. Pastikan bahwa tanda dan gejala yang serius berkaitan dengan takikardi
• Jika pasien tidak stabil dengan tanda dan gejala yang serius dan denyut
jantungnya >150 kali/menit, siapkan untuk kardiversi tersinkronisasi segera
• Pasien dengan kesehatan jantung yang baik biasanya stabil jika kecepatan
ventrikel <150 kali/menit, kan tetapi pasien dengan penyakit jantung dapat tidak
stabil jika denyut jantungnya <150 kali menit
• Penting untuk menilai gejala pasien selain memantau denyut jantung sebagai
kriteria kardioversi
4. Kardioversi
• Pramedikasi pasien dengan sedatif ditambah analgesik ketika memungkinkan
• Pasang defibrilator pada mode tersinkronisasi (Sync)
• Lakukan kardioversi tersinkronisasi :
• Takikardi kompleks QRS-sempit regular (SVT atau flutter atrium) secara umum
memerlukan energi yang lebih rendah, energi 50-100J bifasik sering kali sudah
mencukupi. Pada alat monofasik, energi awal adalah 200J
• A-fib (takikardi kompleks-sempit iiregular) memerlukan dosis energi awal 120-
200J bifasik atau 200J monofasik
• Takikardi kompleks QRS-lebar regular (VT monomorfik) biasanya merespons
baik dengan energi awal 100J bifasik atau monofasik
5. Periksa monitor, jika tetap takikardi :
• Atur ulang (reset) mode sync pada defibrilator-monitor
• Pastikan sedasi/analgesik sudah adekuat
• Naikkan energi dan ulangi kardioversi
• Nilai ulang monitor dan kondisi pasien
6. Obat-obatan
• Untuk takikardi re-entry kompleks-sempit regular pada pasien yang tidak stabil,
jika kardioversi tidak dapat dilakukan dengan segera, maka pertimbangkan
pemberian adenosine sebelum kardioversi
• Berikan adenosine 6 mg IV pada vena antecubiti atau vena besar lainnya
dengan cepat selama 1-3 detik, yang segera diikuti dengan pemberian 20 mL
bolus saline normal
22
• Jika irama tidak terkonversi dalam 1-2 menit, maka ulangi pemberian
adenosine 12 mg IV
• Jika irama masih belum terkonversi, dosis adenosine ketiga 12 mg IV dapat
diberikan setelah 1-2 menit, maksimal 30 mg
7. Jika berubah menjasi henti denyut, maka identifikasikan irama dan diikuti
alogaritme untuk VF/VT, PEA, atau asistol (Jones, 2014).
23
Kriteria EKG :
Rate :
• Respons ventrikel luas terhadap undulasi atrium yang terjadi antara 300 dan 400 per
menit
• Bisa normal atau lambat jika atrioventrikula r (AV) konduksi nodal tidak normal
(misalnya, “sick sinus syndrome”)
Rhytm: Irregular (klasik "irregularly regular")
Gelombang P:
• Gelombang atrial fibrilasi yang kacau saja
• Menciptakan baseline variabel
PR: Tidak bisa diukur
QRS: Tetap <0,12 detik kecuali kompleks QRS terdistorsi oleh gelombang fibrilasi
atau flutter oleh defek konduksi melalui ventrikel (American Heart Association, 2016).
Tatalaksana :
● Untuk Hemodinamik stabil :
1. Penilaian respons
2. Lakukan survei primer A-B-C-D dengan cepat
Jalan napas paten?
Pernapasan adekuat?
• Nilai kecepatan dan kedalaman pernapasan
• Ukur saturasi oksigen
• Berikan oksigen jika saturasi oksigen <94%. Titrasi untuk memberikan efek
• Sirkulasi (perfusi) adekuat?
• Pasang monitor jantung untuk mengindentifikasi irama
Pasang EKG 12 sendapan jika tersedia
• Ukur tekanan darah dan denyut
• Dapatkan akses IV
• Diagnosis banding?
• Sambil memberi terapi pada pasien, pertimbangkan penyebab takikardia yang
stabil
24
3. Jika pasien stabil dan asimptomatik atau stabil dengan gejala minor
4. Manuver vagal
• QRS <0,12 detik
• Lakukan manuver vagal
• Tempat es pada wajah pasien
• Minta pasien menahan napas sambil membungkuk
• Minta pasien meniup sedotan yang ujungnya ditutup
• Lakukan pemijatan sinus karotis (hanya boleh dilakukan oleh dokter yang
berkualifikasi)
5. Obat-obatan
• QRS <0,12 detik dan tetap takikardia
• Berikan adenosine 6 mg IV selama 1-3 detik pada vena antecubiti atau vena
besar lainnya
Segera ikuti dengan pemberian 20 mL bolus saline normal
• Jika irama berubah, maka kemungkinan adalah SVT
• Jika irama tetap teratur dan tidak berubah dalam 1-2 menit, maka ulangi
pemberian adenosine 12 mg IV
• Jika irama masih belum berubah, maka dosis ketiga adenosine 12 mg IV dapat
diberikan setelah 1-2 menit, maksimal 30 mg
• Jika irama masih belum berubah atau tidak teratur, maka kemungkinannya
adalah A-flutter, takikardia atrium, MAT, takikardia junctional, atau A-fib
6. Konsultasikan pada ahli (dokter spesialis)
7. Jika irama berubah, maka observasi pasien dan beri terapi bila terjadi kekambuhan
dengan adenosine, dilitiazem, atau beta-bloker. Konsultasikan pada ahli (dokter
spesialis) (Jones, 2014).
25
• Berikan oksigen jika saturasi oksigen <94%. Titrasi untuk memberikan efek
• Sirkulasi (perfusi) adekuat?
• Pasang monitor jantung untuk mengindentifikasi irama
Pasang EKG 12 sendapan jika tersedia, tetapi jangan menunda kardioversi
jika pasien sangat tidak stabil
• Ukur tekanan darah dan denyut
• Dapatkan akses IV
• Diagnosis banding?
• Pertimbangkan penyebab takikardia yang stabil
3. Pastikan bahwa tanda dan gejala yang serius berkaitan dengan takikardi
• Jika pasien tidak stabil dengan tanda dan gejala yang serius dan denyut
jantungnya >150 kali/menit, siapkan untuk kardiversi tersinkronisasi segera
• Pasien dengan kesehatan jantung yang baik biasanya stabil jika kecepatan
ventrikel <150 kali/menit, kan tetapi pasien dengan penyakit jantung dapat tidak
stabil jika denyut jantungnya <150 kali menit
• Penting untuk menilai gejala pasien selain memantau denyut jantung sebagai
kriteria kardioversi
4. Kardioversi
• Pramedikasi pasien dengan sedatif ditambah analgesik ketika memungkinkan
• Pasang defibrilator pada mode tersinkronisasi (Sync)
• Lakukan kardioversi tersinkronisasi :
• Takikardi kompleks QRS-sempit regular (SVT atau flutter atrium) secara umum
memerlukan energi yang lebih rendah, energi 50-100J bifasik sering kali sudah
mencukupi. Pada alat monofasik, energi awal adalah 200J
• A-fib (takikardi kompleks-sempit iiregular) memerlukan dosis energi awal 120-
200J bifasik atau 200J monofasik
• Takikardi kompleks QRS-lebar regular (VT monomorfik) biasanya merespons
baik dengan energi awal 100J bifasik atau monofasik
5. Periksa monitor, jika tetap takikardi :
• Atur ulang (reset) mode sync pada defibrilator-monitor
• Pastikan sedasi/analgesik sudah adekuat
• Naikkan energi dan ulangi kardioversi
26
• Nilai ulang monitor dan kondisi pasien
6. Obat-obatan
• Untuk takikardi re-entry kompleks-sempit regular pada pasien yang tidak stabil,
jika kardioversi tidak dapat dilakukan dengan segera, maka pertimbangkan
pemberian adenosine sebelum kardioversi
• Berikan adenosine 6 mg IV pada vena antecubiti atau vena besar lainnya
dengan cepat selama 1-3 detik, yang segera diikuti dengan pemberian 20 mL
bolus saline normal
• Jika irama tidak terkonversi dalam 1-2 menit, maka ulangi pemberian adenosine
12 mg IV
• Jika irama masih belum terkonversi, dosis adenosine ketiga 12 mg IV dapat
diberikan setelah 1-2 menit, maksimal 30 mg
7. Jika berubah menjasi henti denyut, maka identifikasikan irama dan diikuti
alogaritme untuk VF/VT, PEA, atau asistol (Jones, 2014).
27
Gambar 2.10 Atrial Flutter (American Heart Association, 2016)
Kriteria EKG :
Rate:
• Atrial rate : 220-350 denyut per menit.
• Respons ventrikel adalah fungsi blok nodus AV atau konduksi impuls atrium.
• Respons ventrikel jarang terjadi > 150 hingga 180 beats karena batas AV konduksi
Rhytm:
• Reguler
• Ritme ventrikel sering teratur
• Pengaturan rasio untuk irama atrium, misalnya 2: 1 atau 4: 1
Gelombang P:
• Tidak ada gelombang P yang terlihat
• Gelombang flutter dalam pola “sawtooth” (gigi gergaji) klasik
PR: • Tidak bisa diukur
QRS: • Tetap <0,12 detik kecuali kompleks QRS terdistorsi oleh gelombang fibrilasi
atau flutter oleh defek konduksi melalui ventrikel (American Heart Association, 2016).
Tatalaksana :
● Untuk Hemodinamik stabil :
1. Penilaian respons
2. Lakukan survei primer A-B-C-D dengan cepat
Jalan napas paten?
Pernapasan adekuat?
• Nilai kecepatan dan kedalaman pernapasan
• Ukur saturasi oksigen
• Berikan oksigen jika saturasi oksigen <94%. Titrasi untuk memberikan efek
28
• Sirkulasi (perfusi) adekuat?
• Pasang monitor jantung untuk mengindentifikasi irama
Pasang EKG 12 sendapan jika tersedia
• Ukur tekanan darah dan denyut
• Dapatkan akses IV
• Diagnosis banding?
• Sambil memberi terapi pada pasien, pertimbangkan penyebab takikardia yang
stabil
3. Jika pasien stabil dan asimptomatik atau stabil dengan gejala minor
4. Manuver vagal
• QRS <0,12 detik
• Lakukan manuver vagal
• Tempat es pada wajah pasien
• Minta pasien menahan napas sambil membungkuk
• Minta pasien meniup sedotan yang ujungnya ditutup
• Lakukan pemijatan sinus karotis (hanya boleh dilakukan oleh dokter yang
berkualifikasi)
5. Obat-obatan
• QRS <0,12 detik dan tetap takikardia
• Berikan adenosine 6 mg IV selama 1-3 detik pada vena antecubiti atau vena
besar lainnya
Segera ikuti dengan pemberian 20 mL bolus saline normal
• Jika irama berubah, maka kemungkinan adalah SVT
• Jika irama tetap teratur dan tidak berubah dalam 1-2 menit, maka ulangi
pemberian adenosine 12 mg IV
• Jika irama masih belum berubah, maka dosis ketiga adenosine 12 mg IV
dapat diberikan setelah 1-2 menit, maksimal 30 mg
• Jika irama masih belum berubah atau tidak teratur, maka kemungkinannya
adalah A-flutter, takikardia atrium, MAT, takikardia junctional, atau A-fib
6. Konsultasikan pada ahli (dokter spesialis)
29
7. Jika irama berubah, maka observasi pasien dan beri terapi bila terjadi kekambuhan
dengan adenosine, dilitiazem, atau beta-bloker. Konsultasikan pada ahli (dokter
spesialis) (Jones, 2014).
30
• Takikardi kompleks QRS-sempit regular (SVT atau flutter atrium) secara umum
memerlukan energi yang lebih rendah, energi 50-100J bifasik sering kali sudah
mencukupi. Pada alat monofasik, energi awal adalah 200J
• A-fib (takikardi kompleks-sempit iiregular) memerlukan dosis energi awal 120-
200J bifasik atau 200J monofasik
• Takikardi kompleks QRS-lebar regular (VT monomorfik) biasanya merespons
baik dengan energi awal 100J bifasik atau monofasik
5. Periksa monitor, jika tetap takikardi :
• Atur ulang (reset) mode sync pada defibrilator-monitor
• Pastikan sedasi/analgesik sudah adekuat
• Naikkan energi dan ulangi kardioversi
• Nilai ulang monitor dan kondisi pasien
6. Obat-obatan
• Untuk takikardi re-entry kompleks-sempit regular pada pasien yang tidak stabil,
jika kardioversi tidak dapat dilakukan dengan segera, maka pertimbangkan
pemberian adenosine sebelum kardioversi
• Berikan adenosine 6 mg IV pada vena antecubiti atau vena besar lainnya
dengan cepat selama 1-3 detik, yang segera diikuti dengan pemberian 20 mL
bolus saline normal
• Jika irama tidak terkonversi dalam 1-2 menit, maka ulangi pemberian adenosine
12 mg IV
• Jika irama masih belum terkonversi, dosis adenosine ketiga 12 mg IV dapat
diberikan setelah 1-2 menit, maksimal 30 mg
7. Jika berubah menjasi henti denyut, maka identifikasikan irama dan diikuti
alogaritme untuk VF/VT, PEA, atau asistol (Jones, 2014).
31
Etiologi :
• Jalur konduksi aksesori terjadi pada banyak pasien SVT.
• Untuk orang sehat, banyak faktor yang dapat memicu SVT: kafein, hipoksia, rokok,
stres, kecemasan, kurang tidur, banyak obat-obatan.
• Frekuensi SVT meningkat pada pasien yang tidak sehat dengan penyakit arteri
koroner, penyakit paru obstruktif kronik, dan gagal jantung kongestif (American Heart
Association, 2016).
Clinical Manifestations :
• Palpitasi dirasakan oleh pasien saat onset; menjadi cemas, tidak nyaman
• Toleransi latihan rendah dengan tingkat sangat tinggi
• Gejala takikardia tidak stabil dapat terjadi (American Heart Association, 2016).
Kriteria EKG :
• Rate: Melebihi batas atas sinus takikardia saat istirahat (> 220 detak per menit),
jarang <150 denyut per menit, sering hingga 250 denyut per menit
• Rhythm: Reguler
• Gelombang P: Jarang terlihat karena laju cepat menyebabkan gelombang P
“tersembunyi” di gelombang T sebelumnya atau sulit dideteksi karena asalnya rendah
di atrium
• Kompleks QRS: Normal, sempit (American Heart Association, 2016).
32
Tatalaksana :
Untuk Hemodinamik stabil :
1. Penilaian respons
2. Lakukan survei primer A-B-C-D dengan cepat
Jalan napas paten?
Pernapasan adekuat?
• Nilai kecepatan dan kedalaman pernapasan
• Ukur saturasi oksigen
• Berikan oksigen jika saturasi oksigen <94%. Titrasi untuk memberikan efek
• Sirkulasi (perfusi) adekuat?
• Pasang monitor jantung untuk mengindentifikasi irama
Pasang EKG 12 sendapan jika tersedia
• Ukur tekanan darah dan denyut
• Dapatkan akses IV
• Diagnosis banding?
• Sambil memberi terapi pada pasien, pertimbangkan penyebab takikardia yang
stabil
3. Jika pasien stabil dan asimptomatik atau stabil dengan gejala minor
4. Manuver vagal
• QRS <0,12 detik
• Lakukan manuver vagal
• Tempat es pada wajah pasien
• Minta pasien menahan napas sambil membungkuk
• Minta pasien meniup sedotan yang ujungnya ditutup
• Lakukan pemijatan sinus karotis (hanya boleh dilakukan oleh dokter yang
berkualifikasi) (Jones, 2014).
33
• Nilai kecepatan dan kedalaman pernapasan
• Ukur saturasi oksigen
• Berikan oksigen jika saturasi oksigen <94%. Titrasi untuk memberikan efek
• Sirkulasi (perfusi) adekuat?
• Pasang monitor jantung untuk mengindentifikasi irama
Pasang EKG 12 sendapan jika tersedia, tetapi jangan menunda kardioversi jika
pasien sangat tidak stabil
• Ukur tekanan darah dan denyut
• Dapatkan akses IV
• Diagnosis banding?
• Pertimbangkan penyebab takikardia yang stabil
3. Pastikan bahwa tanda dan gejala yang serius berkaitan dengan takikardi
• Jika pasien tidak stabil dengan tanda dan gejala yang serius dan denyut
jantungnya >150 kali/menit, siapkan untuk kardiversi tersinkronisasi segera
• Pasien dengan kesehatan jantung yang baik biasanya stabil jika kecepatan
ventrikel <150 kali/menit, kan tetapi pasien dengan penyakit jantung dapat tidak
stabil jika denyut jantungnya <150 kali menit
• Penting untuk menilai gejala pasien selain memantau denyut jantung sebagai
kriteria kardioversi
4. Kardioversi
• Pramedikasi pasien dengan sedatif ditambah analgesik ketika memungkinkan
• Pasang defibrilator pada mode tersinkronisasi (Sync)
• Lakukan kardioversi tersinkronisasi :
• Takikardi kompleks QRS-sempit regular (SVT atau flutter atrium) secara umum
memerlukan energi yang lebih rendah, energi 50-100J bifasik sering kali sudah
mencukupi. Pada alat monofasik, energi awal adalah 200J
• A-fib (takikardi kompleks-sempit iiregular) memerlukan dosis energi awal 120-
200J bifasik atau 200J monofasik
• Takikardi kompleks QRS-lebar regular (VT monomorfik) biasanya merespons
baik dengan energi awal 100J bifasik atau monofasik
5. Periksa monitor, jika tetap takikardi :
• Atur ulang (reset) mode sync pada defibrilator-monitor
34
• Pastikan sedasi/analgesik sudah adekuat
• Naikkan energi dan ulangi kardioversi
• Nilai ulang monitor dan kondisi pasien
6. Obat-obatan
• Untuk takikardi re-entry kompleks-sempit regular pada pasien yang tidak stabil,
jika kardioversi tidak dapat dilakukan dengan segera, maka pertimbangkan
pemberian adenosine sebelum kardioversi
• Berikan adenosine 6 mg IV pada vena antecubiti atau vena besar lainnya
dengan cepat selama 1-3 detik, yang segera diikuti dengan pemberian 20 mL
bolus saline normal
• Jika irama tidak terkonversi dalam 1-2 menit, maka ulangi pemberian adenosine
12 mg IV
• Jika irama masih belum terkonversi, dosis adenosine ketiga 12 mg IV dapat
diberikan setelah 1-2 menit, maksimal 30 mg
• Lidokain. Indikasi: dapat diberikan pada kasus-kasus takikardi atau takiaritmia
dan henti jantung dengan irama VF/VT sebagai terapi alternatif amiodaron. Cara
pemberian: dosis awal 1-1.5 mg/kgBB, bisa diulang 10-15 menit kemudian,
dengan dosis maksimum sebanyak 3 kali atau total dosis 3 mg/kgBB, pada
kasus henti jantung dosis tunggal 1,5 mg/kgBB/IV. Perhatian: pemberian
dihentikan jika menimbulkan tanda-tanda toksisitas, dosis dikurangi pada psien
dengan fungsi hati yang menurun, maupun fungsi ventrikel yang menurun.
Pemberian dengan tujuan pencegahan infark miokard akut tidak disarankan.
• β Blocker. Golongan Penyekat β yang dapat diberikan antara lain:
• Propanolol. Indikasi : dapat diberikan pada kasus takikardi atau takiaritmia,
angina pectoris tidak stabil, dan infark miokard akut sebagai anti angina. Cara
pemberian : total dosis 0.5 mg-1 mg/kgBB selama 1 menit diulang sampai total
0,1 mikrogram/kgBB/menit, diberikan IV lambat dibagi dalam 3 pemberian
dengan interval waktu 2-3 menit, dosis oral 10-20 mg selama 6-18 jam.
Perhatian : dapat menyebabkan depresi miokard, tidak boleh diberikan pada
blok AV derajat II dan III, syok kardiogenik, dan asma
• Metoprolol. Indikasi : dapat diberikan pada kasus takikardi atau takiaritmia,
angina pectoris tidak stabil, dan infark miokard akut sebagai anti angina. Cara
pemberian: dosis awal 5 mg IV setiap 5 menit secara lambat dan dapat diulang
35
3 kali. Dititrasi sesuai dengan denyut jantung dan tekanan darah, dosis oral 25-
50 mg selama 6-12 jam, kemudian setelah 2-3 hari dinaikkan 2 kali dosis awal,
dapat dititrasi sampai dosis 200 mg/hari. Perhatian : dapat menyebabkan
depresi miokard,tidak boleh diberikan pada blok AV derajat II dan III, syok
kardiogenik, dan asma.
7. Jika berubah menjasi henti denyut, maka identifikasikan irama dan diikuti
alogaritme untuk VF/VT, PEA, atau asistol (Jones, 2014).
Etiologi
Ventrikel takikardi disebabkan oleh berbagai keadaan yang mengganggu
konduksi jantung, seperti kurangnya pasokan O2 akibat gangguan pada pembuluh
darah coroner, gagal jantung, dan keracunan digitalis (American Hear Association,
2016).
36
Kriteria EKG untuk VT polimorfik antara lain:
VT Polimorfik VT Monomorfik
37
Gambar 2.12 VT Monomorfik (American Heart Association, 2016)
38
• Sambil memberi terapi pada pasien, pertimbangkan penyebab takikardia yang
stabil
3. Jika pasien stabil dan asimptomatik atau stabil dengan gejala minor
4. Obat-obatan
• QRS ≥0,12 detik
• Jika VT monomorfik, maka berikan amiodarone 150mg IV/IO selama 10 menit
• Dapat diulang setiap 10 menit jika diperlukan
• Mulailah pemberian infus 1 mg/menit selama 6 jam, yang diikuti dengan 0,5
mg/menit selama 18 jam. Jangan melebihi 2,2 g dalam 24 jam
• Jika monomorfik, regular, dan dicurigai menjadi SVT dengan penyimpangan dari
normal (aberans), maka berikan adenosine 6 mg IV selama 1-3 detik pada vena
antecubiti atau vena besar lainnnya
• Segera ikuti dengan pemberian 20 mL bolus saline normal
• Jika irama dengan singkat melambat atau berubah menjadi irama sinus, maka
kemungkinannya adalah SVT
• Jika adenosine tidak memberikan efek, maka iramanya ken=mungkinan adalah
VT monomorfik atau fibrilasi atrium dengan praektasi dan harus diterapi dengan
amiodarone
5. Konsultasikan pada ahli (dokter spesialis)
1. Penilaian respons
2. Lakukan survei primer A-B-C-D dengan cepat
Jalan napas paten?
Pernapasan adekuat?
• Nilai kecepatan dan kedalaman pernapasan
• Ukur saturasi oksigen
• Berikan oksigen jika saturasi oksigen <94%. Titrasi untuk memberikan efek
• Sirkulasi (perfusi) adekuat?
• Pasang monitor jantung untuk mengindentifikasi irama
Pasang EKG 12 sendapan jika tersedia, tetapi jangan menunda kardioversi jika
pasien sangat tidak stabil
• Ukur tekanan darah dan denyut
39
• Dapatkan akses IV
• Diagnosis banding?
• Pertimbangkan penyebab takikardia yang stabil
3. Pastikan bahwa tanda dan gejala yang serius berkaitan dengan takikardi
• Jika pasien tidak stabil dengan tanda dan gejala yang serius dan denyut
jantungnya >150 kali/menit, siapkan untuk kardiversi tersinkronisasi segera
• Pasien dengan kesehatan jantung yang baik biasanya stabil jika kecepatan
ventrikel <150 kali/menit, kan tetapi pasien dengan penyakit jantung dapat tidak
stabil jika denyut jantungnya <150 kali menit
• Penting untuk menilai gejala pasien selain memantau denyut jantung sebagai
kriteria kardioversi
4. Kardioversi
• Pramedikasi pasien dengan sedatif ditambah analgesik ketika memungkinkan
• Pasang defibrilator pada mode tersinkronisasi (Sync)
• Lakukan kardioversi tersinkronisasi :
• Takikardi kompleks QRS-sempit regular (SVT atau flutter atrium) secara umum
memerlukan energi yang lebih rendah, energi 50-100J bifasik sering kali sudah
mencukupi. Pada alat monofasik, energi awal adalah 200J
• A-fib (takikardi kompleks-sempit iiregular) memerlukan dosis energi awal 120-
200J bifasik atau 200J monofasik
• Takikardi kompleks QRS-lebar regular (VT monomorfik) biasanya merespons
baik dengan energi awal 100J bifasik atau monofasik
5. Periksa monitor, jika tetap takikardi :
• Atur ulang (reset) mode sync pada defibrilator-monitor
• Pastikan sedasi/analgesik sudah adekuat
• Naikkan energi dan ulangi kardioversi
• Nilai ulang monitor dan kondisi pasien
6. Obat-obatan
• Untuk takikardi re-entry kompleks-sempit regular pada pasien yang tidak stabil,
jika kardioversi tidak dapat dilakukan dengan segera, maka pertimbangkan
pemberian adenosine sebelum kardioversi
40
• Berikan adenosine 6 mg IV pada vena antecubiti atau vena besar lainnya
dengan cepat selama 1-3 detik, yang segera diikuti dengan pemberian 20 mL
bolus saline normal
• Jika irama tidak terkonversi dalam 1-2 menit, maka ulangi pemberian adenosine
12 mg IV
• Jika irama masih belum terkonversi, dosis adenosine ketiga 12 mg IV dapat
diberikan setelah 1-2 menit, maksimal 30 mg
7. Jika berubah menjasi henti denyut, maka identifikasikan irama dan diikuti
alogaritmw untuk VF/VT, PEA, atau asistol (Jones, 2014).
Tatalaksana VT Polimorfik :
Hemodinamik Stabil :
1. Penilaian respons
2. Lakukan survei primer A-B-C-D dengan cepat
Jalan napas paten?
Pernapasan adekuat?
• Nilai kecepatan dan kedalaman pernapasan
• Ukur saturasi oksigen
• Berikan oksigen jika saturasi oksigen <94%. Titrasi untuk memberikan efek
• Sirkulasi (perfusi) adekuat?
• Pasang monitor jantung untuk mengindentifikasi irama
Pasang EKG 12 sendapan jika tersedia
• Ukur tekanan darah dan denyut
• Dapatkan akses IV
• Diagnosis banding?
• Sambil memberi terapi pada pasien, pertimbangkan penyebab takikardia yang
stabil
3. Jika pasien stabil dan asimptomatik atau stabil dengan gejala minor
4. Obat-obatan
• QRS ≥0,12 detik
• Jika VT monomorfik, maka berikan amiodarone 150mg IV/IO selama 10 menit
• Dapat diulang setiap 10 menit jika diperlukan
41
• Mulailah pemberian infus 1 mg/menit selama 6 jam, yang diikuti dengan 0,5
mg/menit selama 18 jam. Jangan melebihi 2,2 g dalam 24 jam
• Jika monomorfik, regular, dan dicurigai menjadi SVT dengan penyimpangan dari
normal (aberans), maka berikan adenosine 6 mg IV selama 1-3 detik pada vena
antecubiti atau vena besar lainnnya
• Segera ikuti dengan pemberian 20 mL bolus saline normal
• Jika irama dengan singkat melambat atau berubah menjadi irama sinus, maka
kemungkinannya adalah SVT
• Jika adenosine tidak memberikan efek, maka iramanya ken=mungkinan adalah
VT monomorfik atau fibrilasi atrium dengan praektasi dan harus diterapi dengan
amiodarone
5. Konsultasikan pada ahli (dokter spesialis) (Jones, 2014).
1. Penilaian respons
2. Lakukan survei primer A-B-C-D dengan cepat
Jalan napas paten?
Pernapasan adekuat?
• Nilai kecepatan dan kedalaman pernapasan
• Ukur saturasi oksigen
• Berikan oksigen jika saturasi oksigen <94%. Titrasi untuk memberikan efek
• Sirkulasi (perfusi) adekuat?
• Pasang monitor jantung untuk mengindentifikasi irama
Pasang EKG 12 sendapan jika tersedia, tetapi jangan menunda kardioversi jika
pasien sangat tidak stabil
• Ukur tekanan darah dan denyut
• Dapatkan akses IV
• Diagnosis banding?
• Pertimbangkan penyebab takikardia yang stabil
3. Pastikan bahwa tanda dan gejala yang serius berkaitan dengan takikardi
• Jika pasien tidak stabil dengan tanda dan gejala yang serius dan denyut
jantungnya >150 kali/menit, siapkan untuk kardiversi tersinkronisasi segera
42
• Pasien dengan kesehatan jantung yang baik biasanya stabil jika kecepatan
ventrikel <150 kali/menit, kan tetapi pasien dengan penyakit jantung dapat tidak
stabil jika denyut jantungnya <150 kali menit
• Penting untuk menilai gejala pasien selain memantau denyut jantung sebagai
kriteria kardioversi
4. Kardioversi
• Pramedikasi pasien dengan sedatif ditambah analgesik ketika memungkinkan
• Pasang defibrilator pada mode tersinkronisasi (Sync)
• Lakukan kardioversi tersinkronisasi :
• Takikardi kompleks QRS-sempit regular (SVT atau flutter atrium) secara umum
memerlukan energi yang lebih rendah, energi 50-100J bifasik sering kali sudah
mencukupi. Pada alat monofasik, energi awal adalah 200J
• A-fib (takikardi kompleks-sempit iiregular) memerlukan dosis energi awal 120-
200J bifasik atau 200J monofasik
• Takikardi kompleks QRS-lebar regular (VT monomorfik) biasanya merespons
baik dengan energi awal 100J bifasik atau monofasik
5. Periksa monitor, jika tetap takikardi :
• Atur ulang (reset) mode sync pada defibrilator-monitor
• Pastikan sedasi/analgesik sudah adekuat
• Naikkan energi dan ulangi kardioversi
• Nilai ulang monitor dan kondisi pasien
6. Obat-obatan
• Untuk takikardi re-entry kompleks-sempit regular pada pasien yang tidak stabil,
jika kardioversi tidak dapat dilakukan dengan segera, maka pertimbangkan
pemberian adenosine sebelum kardioversi
• Berikan adenosine 6 mg IV pada vena antecubiti atau vena besar lainnya
dengan cepat selama 1-3 detik, yang segera diikuti dengan pemberian 20 mL
bolus saline normal
• Jika irama tidak terkonversi dalam 1-2 menit, maka ulangi pemberian adenosine
12 mg IV
• Jika irama masih belum terkonversi, dosis adenosine ketiga 12 mg IV dapat
diberikan setelah 1-2 menit, maksimal 30 mg
43
7. Jika berubah menjasi henti denyut, maka identifikasikan irama dan diikuti
alogaritmw untuk VF/VT, PEA, atau asistol (Jones, 2014).
Etiologi
TdP paling sering terjadi pada pasien dengan QT interal yang memanjang
yang disebabkan oleh berbagai sebab, antara lain seperti:
• Drug-induced: antidepresan trisiklik, procainamide, sotalol, amiodarone, ibutilide,
dofetilide, digoksin, dsb.
• Kelainan metabolic dan elektrolik (American Heart Association, 2016).
44
Gambar 2.14 Torsades de Pointes (American Heart Association, 2016)
Tatalaksana
Hemodinamik Stabil :
1. Penilaian respons
2. Lakukan survei primer A-B-C-D dengan cepat
Jalan napas paten?
Pernapasan adekuat?
• Nilai kecepatan dan kedalaman pernapasan
• Ukur saturasi oksigen
• Berikan oksigen jika saturasi oksigen <94%. Titrasi untuk memberikan efek
• Sirkulasi (perfusi) adekuat?
• Pasang monitor jantung untuk mengindentifikasi irama
Pasang EKG 12 sendapan jika tersedia
• Ukur tekanan darah dan denyut
• Dapatkan akses IV
• Diagnosis banding?
• Sambil memberi terapi pada pasien, pertimbangkan penyebab takikardia yang
stabil
3. Jika pasien stabil dan asimptomatik atau stabil dengan gejala minor
4. Obat-obatan
• QRS ≥0,12 detik
• Jika VT monomorfik, maka berikan amiodarone 150mg IV/IO selama 10 menit
• Dapat diulang setiap 10 menit jika diperlukan
• Mulailah pemberian infus 1 mg/menit selama 6 jam, yang diikuti dengan 0,5
mg/menit selama 18 jam. Jangan melebihi 2,2 g dalam 24 jam
45
• Jika monomorfik, regular, dan dicurigai menjadi SVT dengan penyimpangan dari
normal (aberans), maka berikan adenosine 6 mg IV selama 1-3 detik pada vena
antecubiti atau vena besar lainnnya
• Segera ikuti dengan pemberian 20 mL bolus saline normal
• Jika irama dengan singkat melambat atau berubah menjadi irama sinus, maka
kemungkinannya adalah SVT
• Jika adenosine tidak memberikan efek, maka iramanya ken=mungkinan adalah
VT monomorfik atau fibrilasi atrium dengan praektasi dan harus diterapi dengan
amiodarone
5. Konsultasikan pada ahli (dokter spesialis) (Jones, 2014).
1. Penilaian respons
2. Lakukan survei primer A-B-C-D dengan cepat
Jalan napas paten?
Pernapasan adekuat?
• Nilai kecepatan dan kedalaman pernapasan
• Ukur saturasi oksigen
• Berikan oksigen jika saturasi oksigen <94%. Titrasi untuk memberikan efek
• Sirkulasi (perfusi) adekuat?
• Pasang monitor jantung untuk mengindentifikasi irama
Pasang EKG 12 sendapan jika tersedia, tetapi jangan menunda kardioversi jika
pasien sangat tidak stabil
• Ukur tekanan darah dan denyut
• Dapatkan akses IV
• Diagnosis banding?
• Pertimbangkan penyebab takikardia yang stabil
3. Pastikan bahwa tanda dan gejala yang serius berkaitan dengan takikardi
• Jika pasien tidak stabil dengan tanda dan gejala yang serius dan denyut
jantungnya >150 kali/menit, siapkan untuk kardiversi tersinkronisasi segera
• Pasien dengan kesehatan jantung yang baik biasanya stabil jika kecepatan
ventrikel <150 kali/menit, kan tetapi pasien dengan penyakit jantung dapat tidak
stabil jika denyut jantungnya <150 kali menit
46
• Penting untuk menilai gejala pasien selain memantau denyut jantung sebagai
kriteria kardioversi
4. Kardioversi
• Pramedikasi pasien dengan sedatif ditambah analgesik ketika memungkinkan
• Pasang defibrilator pada mode tersinkronisasi (Sync)
• Lakukan kardioversi tersinkronisasi :
• Takikardi kompleks QRS-sempit regular (SVT atau flutter atrium) secara umum
memerlukan energi yang lebih rendah, energi 50-100J bifasik sering kali sudah
mencukupi. Pada alat monofasik, energi awal adalah 200J
• A-fib (takikardi kompleks-sempit iiregular) memerlukan dosis energi awal 120-
200J bifasik atau 200J monofasik
• Takikardi kompleks QRS-lebar regular (VT monomorfik) biasanya merespons
baik dengan energi awal 100J bifasik atau monofasik
5. Periksa monitor, jika tetap takikardi :
• Atur ulang (reset) mode sync pada defibrilator-monitor
• Pastikan sedasi/analgesik sudah adekuat
• Naikkan energi dan ulangi kardioversi
• Nilai ulang monitor dan kondisi pasien
6. Obat-obatan
• Untuk takikardi re-entry kompleks-sempit regular pada pasien yang tidak stabil,
jika kardioversi tidak dapat dilakukan dengan segera, maka pertimbangkan
pemberian adenosine sebelum kardioversi
• Berikan adenosine 6 mg IV pada vena antecubiti atau vena besar lainnya
dengan cepat selama 1-3 detik, yang segera diikuti dengan pemberian 20 mL
bolus saline normal
• Jika irama tidak terkonversi dalam 1-2 menit, maka ulangi pemberian adenosine
12 mg IV
• Jika irama masih belum terkonversi, dosis adenosine ketiga 12 mg IV dapat
diberikan setelah 1-2 menit, maksimal 30 mg
7. Jika berubah menjasi henti denyut, maka identifikasikan irama dan diikuti
alogaritme untuk VF/VT, PEA, atau asistol (Jones, 2014).
47
2.3.2.2 Aritmia Bradikardi
Berikut algoritma penanganan dari aritmia bradikardi dengan hemodinamik stabil
dan tidak stabil:
Etiologi
• terkadang normal pada orang-orang dengan keadaan umum baik
• kejadian vasovagal, seperti muntah, maneuver valsava, syncope
• Sindroma coroner akut yang mempengaruhi sirkulasi ke nodus SA; paling
sering adalah inferior acute myocardial infarctions
• adverse drug effects, seperti β-blockers atau calcium channel blockers,
digoksin, quinidine (American Heart Association, 2016).
48
Gambar 2.16 Sinus Bradikardi (American Heart Association, 2016)
Tatalaksana
1. Penilaian respons
2. Lakukan survei primer A-B-C-D
Jalan napas paten?
Pernapasan adekuat?
• Nilai kecepatan dan kedalaman pernapasan
• Ukur saturasi oksigen
• Berikan oksigen jika saturasi oksigen <94%. Titrasi untuk memberikan efek
• Sirkulasi (perfusi) adekuat?
• Pasang monitor jantung untuk mengindentifikasi irama
Pasang EKG 12 sendapan jika tersedia
• Ukur tekanan darah dan denyut
• Dapatkan akses IV
• Diagnosis banding?
49
3. Jika pasien stabil dan asimptomatik dengan denyut jantung <50kali/menit:
• Pantau dan observasi adanya perubahan
4. Obat-obatan
• Jika pasien simptomatik dengan tanda-tanda perfusi yang buruk, maka mulailah
terapi :
Berikan atropine 0,5mg IV setiap 3-5menit, dosis total maksimal 3mg.
• Pada sinus bradikardi, irama junctional escape, atau blok AV derajat dua
Wenckebach/Mobitz tipe I, atropine biasanya efektif
• Pada AV blok derajat dua Mobitz tipe II atau blok AV derajat tiga, atropine
biasanya tidak efektif, siapkan pacu jantung transkutan (transcutaneous
pacing,TCP)
5. Pacu jantung transkutan (TCP)
• Jika pasien gagal merespons atropine, maka berikan sedasi dan mulailah TCP
• TCP merupakan tindakan sementara
• Pasien yang sadar akan memerlukan sedasi dan analgesik
6. Obat-obatan
• Jika pasien mengalami hipotensi dengan bradikardi berat walaupun sudah
diberikan atropine dan TCP tidak tersedia atau tidak efektif, maka lakukan
inisiasi terapi obat :
• Infus dopamine berkelanjutan
Mulailah dengan 2-10mcg/kg/menit (dosis kronotropik atau denyut jantung)
Campur 400mg/250mL dalam saline normal, larutan Ringer laktat, atau D5W
(1600 mcg/mL) atau gunakan larutan komersial yang sudah dilarutkan
• Terapi alternatif : infus epinephrine, 2-10mcg/menit IV
Tambahankan 1 mg 1:1.000 dalam 500 mL saline normal dan infuskan 1-5
mL/menit
7. Konsultasikan pada ahli (doker spesialis) (Jones, 2014).
50
Resusitasi jantung paru yang baik akan memenuhi kriteria berikut:
1. Kompresi dada addekuat (minimal dengan kedalaman 5 cm dan cepat 100-
120x/menit)
2. Minimal interupsi saat kompresi
3. Hindari ventilasi berlebihan
4. Bertukarlah dengan orang lain bila lelah saat memberikan kompresi atau
bergantian setiap 2 menit
5. Jika tidak memiliki alat bantuan jalan napas, berikan bantuan komresi-ventilasi
30:2
6. Kapnografi bentuk gelombang secara kuantitatif
• Jika PetCO2 < 10 mmHg, tingkatkan kualitas RJP
7. Tekanan intra-arteri
• Jika fase relaksasi (diastolic) tekanannya < 20 mmHg, tingkatkan kualitas RJP
(American Heart Association, 2016).
Tanda-tanda keberhasilan RJP :
1. Dada harus naik dan turun dengan setiap tiupan (ventilasi)
2. Pupil bereaksi atau tampak berubah normal (pupil harus mengecil saat
diberikan cahaya)
3. Denyut jantung kembali terdengar Reflek pernapasan spontan
4. Dapat terlihat Kulit penderita pucat berkurang atau kembali normal
5. Penderita dapat menggerakkan tangan atau kakinya
6. Penderita berusaha untuk menelan
7. Penderita menggeliat atau memberontak (American Heart Association,
2016).
Resusitasi jantung paru ini diberikan kepada pasien hingga pasien ROSC
(Return of Spontaneous Circulation) atau hingga pertolongan medis datang, atau
hingga penolong lelah, bisa juga diberikan hingga pasien dinyatakan meninggal
(American Heart Association, 2016).
51
BAB III
KESIMPULAN
Aritmia adalah kelainan dalam kecepatan, irama, tempat asal dari impuls, atau
kelainan elektrofisiologi jantung yang dapat disebabkan oleh gangguan system
konduksi jantung serta gangguan pembentukan atau penghantaran impuls yang
menyebabkan perubahan dalam urutan normal aktivitas atrium dan ventrikel.
Klasifikasi aritmia dapat dibedakan kedalam beberapa jenis, antara lain
aritmia takikardi dan bradikardi. Durasi kompleks QRS digunakan untuk membedakan
takikardi kompleks QRS sempit (durasi QRS ≤0,12 detik) dari takikardi kompleks QRS
lebar (durasi QRS>0,12 detik). Takikardi dengan kompleks QRS yang sempit (≤0,12
detik) berasal dari situs di atas sistem konduksi AV (Atriovetrikular). Takikardia
supraventrikular ini meliputi sinus takikardia, takikardia atrium, takikardia
supraventrikular paroksismal, atrial flutter, dan atrial fibrillation. Takikardi dengan
kompleks QRS yang lebar (>0,12 detik) berasal dari situs di bawah sistem konduksi
AV (Atriovetrikular), meliputi ventrikular takikardi, ventrikular fibrilasi, torsade de
pointes.
Penatalaksanaan aritmia dalam bidang medis dibagi menjadi yaitu terapi medis
dan terapi mekanis. Dalam terapi medis obat-obat antiaritmia meliputi sodium channel
blocker, beta adrenergik blokade, prolong repolarisation, calcium channel blocker.
Dalam terapi mekanis terdapat kardioversi, defibrilasi, defibrillator segera
menggunakan kekuatan 200 joule bifasik, bila tidak ada perbaikan dapat dilanjutkan
dengan kekuatan 360 joule monofasik.
52
DAFTAR PUSTAKA
AHA. 2016. ACLS Provider Manual Supplementary Material. ACLS Core Rhythms.
H.V, Huikuri, et all. 2011. The New England Journal of Medicine : Sudden Death Due
to Cardiac Arrhythmias.http://content.nejm.org/cgi/content/full/345/20/1473.html.
Hanafi B. Trisnohadi. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI
Jones, Shirley A. 2014. ACLS, CPR, and PALS: Clinical Pocket Guide. Pennsylvania:
F. A. Davis Company
Mangini, Sandrigo. dkk. 2008. Decompensated Heart Failure in the Emergency
Departement of Cardiology Hospital. Brazil: Arquivos Brasileiros de
Cardiologia. Vol. 90. No.6: 5-6.
Selmer Christian, Jonas Bjerring Olesen, Morten Lock Hansen, Jesper Lindhardsen,
Anne-Marie Schjerning Olsen, Jesper Clausager Madsen, Jens Faber, Peter
Riis Hansen, Ole Dyg Pedersen, Christian Torp-Pedersen, Gunnar Hilmar
Gislason. 2012. The Spectrum of Thyroid Disease and Risk of New Onset
Atrial Fibrillation: A Large Population Cohort Study. BMJ Publishing Group.
Soar,Jasmeet. dkk. 2015. Adult Advanced Life Support. United Kingdom:
Resuscitation Council (UK).
Zimmerman F.H. 2010. Diagnostic Criteria, Clinical Electrocardiography Review and
Study Guide. 2nd Edition New York: Mc Graw Hill: p.1-8
53