Anda di halaman 1dari 17

VULVOVAGINAL CANDIDIASIS

PENDAHULUAN
• Vulvovaginal candidiasis adalah infeksi vulva
dan vagina yang disebabkan oleh Candida sp.

• Sekitar 85-90% sel ragi yang diisolasi dari


vagina merupakan spesies Candida albicans.
Sisanya adalah spesies non-albicans, dan
yang terbanyak adalah Candida glabrata
(Torulopsis glabrata).

• Vulvovaginal candidiasis (VVC) tidak


digolongkan dalam infeksi menular seksual
karena jamur Candida merupakan organisme
normal pada traktus genitalia dan intestinal
wanita. Akan tetapi, kejadian VVC dapat
dikaitkan dengan aktivitas seksual. Frekuensi
VVC me­ningkat sejak wanita yang bersangkut­
an mulai melakukan aktivitas seksual.
Candida sp
• Candida sp adalah jamur sel tunggal, berbentuk bulat sampai oval.
Jumlahnya sekitar 80 spesies dan 17 diantaranya di­temukan pada
manusia.

• Dari semua spesies yang ditemukan pada manusia, C.albicanslah


yang paling pathogen. Candida sp memperbanyak diri dengan
membentuk blastospora (budding cell).

• Blastospora akan saling bersambung dan bertambah panjang


sehingga membentuk pseudohifa. Bentuk pseudohifa lebih virulen
dan invasif daripada spora. Hal itu dikarenakan pseudohifa
berukuran lebih besar sehingga lebih sulit difagositosis oleh
makrofag.

• Selain itu, pseudohifa mempunyai titik-titik blastokonidia multipel


pada satu filamennya sehingga jumlah elemen infeksius yang ada
lebih besar. Faktor virulensi lain pada Candida adalah dinding sel.

• Dinding sel Candida sp mengandung turunan mannoprotein yang


bersifat imunosupresif sehingga mempertinggi pertahanan jamur
terhadap imunitas pejamu, dan proteinase aspartil yang
menyebabkan Candida sp dapat mela­ku­kan penetrasi ke lapisan
mukosa.
EPIDEMIOLOGI
• Angka prevalensi dan penyebab vaginitis tidak diketahui
pasti, sebagian besar karena kondisi-kondisi ini sering
didiagnosis sendiri dan diobati sendiri oleh penderita.

• Angka kejadian VVC pada wanita meningkat secara


signifikan pada usia setelah 20 tahun dan mencapai
puncaknya pada usia 30 sampai 40 tahun, hal ini terkait
dengan aktivitas intercourse seksual.

• Wanita kulit hitam memiliki resiko lebih tinggi mengalami


VVC dibandingkan kulit putih
Ada beberapa faktor predisposisi terjadinya vulvovaginal candidiasis, yaitu
diantaranya:
ETIOLOGI • Kehamilan
Pada saat kehamilan pembukaan vagina dapat meningkatkan risiko
infeksi dan berakhir pada peningkatan prevalensi colonisasi Candida dan
prevalensi vaginitis simptomatik. 
Kadar hormon reproduksi yang tinggi menyebabkan kadar glikogen pada
jaringan vagina berlimpah, sehingga dapat menjadi sumber karbon bagi
Candida.
Selain itu estrogen juga dapat meningkatkan adhesi sel ragi pada mukosa
vagina.  Menurut studi, hormon seks yang melekat pada Candida dapat
meningkatkan formasi mycelial oleh ragi sehingga meningkatkan
virulensi.
• Kontrasepsi
Beberapa studi menjelaskan bahwa pemakaian kontrasepsi hormonal
(tinggi estrogen) dapat menignkatkan colonisasi Candida dengan cara
yang sama pada kehamilan.  Selain itu penggunaan IUD juga dilaporkan
dapat meningkatkan kolonisasi Candida karena IUD menjadi media
persarangan (harbor) Candida.
• Diabetes Mellitus
• Antibiotik
Onset simptomatik vaginitis seringkali muncul selama pemakaian
antibiotik sistemik.  Antibiotik spektrum luas seperti tetracyclin,
ampicilin, dan chepalosporin oral terutama bertanggung jawab terhadap
munculnya eksaserbasi gejala, selain itu kolonisasi vagina juga
meningkat.  Hal ini disebabkan karena antibiotik, baik sistemik maupun
agen topikal dapat membunuh flora normal vagina.  Flora normal vagina
dapat menghambat kolonisasi, mencegah germinasi dan invasi mukosa. 
Studi menunjukkan bahwa flora normal vagina, Lactobacillus,
berinteraksi dengan Candida melalui mekanisme kompetisi zat makanan,
selain tiu Lactobacilli dapat menghasilkan bacteriocins yang dapat
menghambat proliferasi dan germinasi Candida.
PATOGENESIS
Kandida memasuki lumen vagina datang dari faktor perianal
atau kontaminasi dari traktus gastrointestinal

Invasi hifa ke dalam epitel jaringan akan


menyebabkan terjadinya proses keradangan dan
akhirnya merusakkan sel-sel epitel tersebut.

Proses ini menyebabkan reaksi inflamasi pada mukosa


yang mengakibatkan pembengkakan, eritema, dan
deskuamasi sel epitel vagina.

Selain proses tersebut di atas mungkin kandida


menimbulkan simtom vaginitis karena reaksi
hipersensitivitas, khususnya pada wanita yang mengalami
VVC rekuren yang idiopatik.
GEJALA
• Keluarnya cairan putih atau kuning
• rasa gatal pada daerah vulva
• Kemerahan daerah luar vagina
• rasa kering pada liang vagina
• rasa terbakar pada vulva
• dispareunia
• disuria.
DIAGNOSA

PEMERIKSAAN BIAKAN
PEMERIKSAAN • bahan yang akan diperiksa ditanam dalam
LANGSUNG agar dektrosa glukosa Sabouraud, dapat
pula agar ini dibubuhi antibiotik
• kerokan kulit atau (kloramfenikol) untuk mencegah
pertumbuhan bakteri.
usapan mukokutan • Perbenihan disimpan dalam suhu kamar
atau lemari suhu 37ºC, koloni tumbuh
diperiksa dengan setelah 24-48 jam, berupa yeast like
colony.
larutan KOH 10% atau • Identifikasi Candida albicans dilakukan
dengan pewarnaan dengan membiakkan tumbuhan tersebut
pada corn meal agar.
gram,
• terlihat sel ragi,
blastospora, atau hifa
semu.
TUJUAN TERAPI
•menyembuhkan pasien dari gejala yang muncul akibat infeksi
ini.proses penyembuhan tidak perlu dilakukan jika gejala yang
muncul dapat diselesaikan.
•eridikasi infeksi,
•pembentukan semula flora vaginal yang telah rosak pencegahan
infeksi berulang pada kasus yang parah.
SASARAN TERAPI
•menghapus atau memperbaiki setiap faktor predisposisi.
•agen farmakologis harus memiliki efek samping lokal dan sistemik
yang terbatas, tingkat kesembuhan tinggi, dan mudah administrasi.
•terapi yang mampu menyelesaikan gejala dalam waktu 24 jam, yang
memiliki luas kegiatan antimycotic, yang dapat mencegah kambuh,
dan yang dapat digunakan untuk jangka waktu pendek selama 1-3
hari.
Mengurangi faktor predisposisi misalnya
•menghentikan pemakaian berulang antibiotika spectrum luas
•menghentikan pemakaian kontrasepsi yang mengandung estrogen yang
tinggi,
•mengendalikan diabetes mellitus.
•Selan itu juga menghindari pemakaian pakaian yang ketat,
•pemakaian obat pencuci vagina,
Terapi Supresif
Umumnya terapi inisial dilanjutkan sampai 10-14 hari, selanjutnya langsung
diikuti dengan regimen rumatan paling sedikit 6 bulan. Cth regimen yang
dianjurkan
•Pemberian ketokonazol 100 mg (1/2 tablet) peroral perhari
•150 mg flukonazol peroral setiap bulan sekali
•Pemberian klotrimazol 200 mg intravagina 2 kali perminggu
•Pemberiaan itrakonazol peroral 2 kali per minggu
Kegagalan Respon Terapi
•Pelaksanaan pengobatan yang buruk merupakan penyebab terbanyak
•Kunjungan ulang dan pemeriksaan mikrobiologi untuk pantau efektivitas
terapi antimikosis dan meningkatkan kepercayaan penderita terhadap
regimen yang telah dipilih.
KRITERIA PEMILIHAN TERAPI

•dipengaruhi beberapa faktor, termasuk gambaran klinis VVC, anamnesis


berapa kali terkena, interval kekembuhannya dan kondisi atau keadaan
penderita saat kambuh.
•Terapi topikal jangka pendek seringkali gagal bila diberikan pada wanita
yang mengalami VVC rekuren.
•diberikan kesempatan untuk mendiskusikan dan ikut serta memilih obat
mana yang lebih disukai dan lebih nyaman untuknya.
•Berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan regimen
misalnya frekuensi pemakaian, jangka waktu pemberian terapi, dosis dan
bentuk sediaan, waktu menses, abstinensia kontak seksual, riwayat adanya
efek samping obat, kebiasaan dan pekerjaannya.
•Banyak macam sediaan topial untUk terapi VVC misalnya : krim,
supositoria, lotions, ointment, tablet.
•Studi yang membandingkan pengobatan oral jangka pendek dengan terapi
lokal menunjukkan efektifitas yang sama.
•kombinasi antara topikal dan peroral yang bukan sistemik dengan maksud
untuk mengeliminasi kandida intestinal.
PENGOBATAN PADA KEHAMILAN

•Sebaiknya diberikan pengobatan antimikosis topikal daripada sistemik.


Kebanyakan obat antimikosis topikal terbukti efektif untuk pengobatan
VVC selama masa kehamilan, dengan resiko penyerapan yang minimal
(3-10%) pada bulan-bulan pertama masa kehamilan. Wanita hamil
dapat diyakinkan tentang keamanan obat topikal selama trimester
kedua dan ketiga kehamilannya.
•Dapat direkomendasikan pemberian dosis tunggal klotrimazol maupun
derivat imidazol yang lainnya, misalnya mikonazol nitrat 2% vaginal
krim, butokonazol atau terkonazol (belum ada di Indonesia) yang
umumnya diberikan selama 7 hari.
•perubahan hormonal pada mukosa vagina pada masa kehamilan
menjadikan angka kekambuhan setelah pemberian obat antimikosis
menjadi lebih tinggi dan penanganannya menjadi lebih sulit. Oleh
karena itu juga dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan regio genital
sebelum persalinan untuk menyakinkan bahwa jalan lahir tersebut telah
bersih dari jamur.
TERAPI NON FARMAKOLOGI
•Jaga area genital Anda bersih dan kering. Hindari sabun dan bilas dengan air
saja.
•Hindari douching. Meskipun banyak wanita merasa bersih jika mereka douche
setelah menstruasi atau hubungan seksual, itu benar-benar dapat memperburuk
keputihan karena bakteri sehat menghilangkan lapisan vagina yang melindungi
terhadap infeksi
• Makan yogurt dengan budaya hidup atau tablet Lactobacillus acidophilus untuk
mencegah infeksi jamur.
•Gunakan kondom untuk menghindari penangkapan atau penyebaran penyakit
menular seksual.
•Hindari menggunakan semprotan kebersihan feminin, wewangian, atau serbuk
di daerah kelamin.
•Hindari memakai celana yang sangat ketat atau celana pendek, yang dapat
menyebabkan iritasi.
•Kenakan celana dalam katun atau pantyhose kapas-selangkangan. Hindari
pakaian yang terbuat dari sutra atau nilon, karena bahan ini dapat membatasi
aliran udara. Hal ini dapat meningkatkan berkeringat di daerah kelamin, yang
dapat menyebabkan iritasi.
•Jaga kadar gula darah Anda di bawah kontrol yang baik jika Anda memiliki
diabetes.
TERAPI FARMAKOLOGI

GOLONGAN OBAT POLYGENS

•Efektif untuk melawan semua spesies ragi karena berikatan dengan


membran sel jamur. Efek kerusakan membran sel tergantung kuatnya
ikatan antara polyenes dengan sterol khususnya ergosterol yang
banyak dikandung oleh dinding sel jamur
•Golongan polyenes yang paling banyak dipakai adalah nystatin yang
diberkan secara topikal, 100.000 U vaginal supositoria selama 12 hari.
Obat ini juga aman diberikan pada wanita hamil
•Dari berbagai penelitian menunjukkan angka penyembuhan klinis
maupun mikrolosis nystatin topikal pada wanita dengan KVV sebesar
70-80%.
•Golongan polyenes yang lain adalah amphoterisin b 50 mg
supositoria vagina, diberikan selama 7-12 hari.
GOLONGAN AZOL
•Cara kerja azol adalah dengan melakukan penghambatan 14a-
demethylase, suatu enzim dependent cytochrom p 450 yang sangat
diperlukan untuk sintesa ergosterol
•Terdapat 2 kelompok di bawah golongan azol yaitu Imidazol dan triazol

IMIDAZOL
•generasi pertama kelompok azol
•mempunyai efek penyembuhan klinis dan mikologis sebesar 85-95%
•Pemakaian yang hanya satu kali perhari dan lama pemakaian hanya 1
sampai 7 hari yang dirasakan lebih nyaman untuk penderita maka banyak
dipakai sehingga menggeser pemakaian nystatin.
•Ctj obat yang tergolong dalam kelompok imidazol ialah
Klotrimazol,mikonazol,ketokonazol
•Ketokonazol adalah satu-satunya imidazol yang dapat diberikan peroral
TRIAZOL
•Azol generasi ketiga adalah golongan triazol
•Pada penelitian didapatkan angka kesembuhan mikologis intrakonazol 200
mg selama 3 hari sebesar 92% dibandingkan dengan 52 plasebo
•200 mg dosis tunggal itrakonazol peroral memberikan efek penghambatan 3
hari terhadap jaringan vagina wanita. Pemanjangan efek itrakonazol
diakibatkan karena danya kemampuan lipofilik obat tersebut.
•Flukonazol 150 mg dosis tunggal akan mencapai efek terapetik dalam waktu
72 jam kemudian dan cukup untuk menyembuhan pasien. Konsentrasi tinggi
flukonazol dalam plasma dan cairan vagina lebih ditunjukkan dengan 150 mg
dosis tunggal daripada regimen 50 mg selama 3 hari
•Kemampuan flukonazol untuk memberantas ragi yang menempel
intraseluler lebih baik daripada golongan imidazol topikal, membuat obat ini
sangat berguna untuk wanita yang menderita KVV rekuren
•Menyembuhkan pasien
•Mengurangi simptom dan gejala OUTCOME TERAPI
penyakit
•Mencegah terjadinya infeksi ulangan
MONITORING
•Respon terapeutik pasien dimonitor sesudah diberi
terapi antijamur
•Lakukan tinjauan pada laporan hasil kultur dan
sensitivitas dari spesimen yang diperoleh
•Sebaiknya digunakan antijamur yang bersifat
spesifik membunuh organisme yang menginfeksi
•Monitor suhu tubuh, gejala, simptom infeksi, dan
nafsu makan pasien
•Pengobatan VVC akan dianggap memiliki hasil
positif jika gejala VVC diselesaikan dalam waktu 24
hingga 48 jam dan tidak ada kejadian merugikan
dari pengobatan yang dilakukan. Penilaian sendiri
terhadap gejala, sesuai untuk sebagian besar kasus
VVC. Jika gejala masih tetap tidak terselesaikan
atau kambuh, maka pengujian lebih lanjut dan

Anda mungkin juga menyukai