Anda di halaman 1dari 20

2.

7 Tatalaksana
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:
1. Target tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu berisiko tinggi
(diabetes, gagal ginjal proteinuria) < 130/80 mmHg
2. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler
3. Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria
4.
Berikut ini merupakan bagan algoritma penanganan hipertensi menurut JNC
VII, 2003

Algoritma penanganan hipertensi imulai terlebih dahulu dengan perubahan


lifestyle atau gaya hidup. Perubahan lifestyle yang dapat menimbulkan penurunan
terhadap tekanan darah, antara lain3:
Modifikasi

Rekomendasi

Penurunan

Darah Sistolik
berat 5-20 mmHg/10 kg

Menurunkan Berat Badan Mengendalikan

badan sesuai dengan IMT


normal yaitu 18,5-24,9
kg/m2
Diet dengan mengadopsi Banyak
diet DASH

mengkonsumsi 8-14 mmHg

buah,

sayuran

makanan
Menurunkan
garam

lemak
asupan Pada

dan

yang

pasien

rendah
dengan 2-8 mmHg

hipertensi dikenal 3 jenis


diet rendah garam, yaitu:
1. Diet Garam Rendah I
(200-400 mg Na)
Ditujukan
pasien

pada
dengan

asites/edema
hipertensi

Tekanan

dan
berat.

Pada kondisi ini


tidak
diperkenankan
menambahkan
garam ke dalam
masakan

yang

dikonsumsi

dan

menghindari
makanan

yang

tinggi natrium.
2. Diet Garam Rendah II
(600-800
Diet

ini

mg

Na)

diberikan

kepada

pasien

edema/asites,

dan

hipertensi yang tidak


terlalu

berat.

Dianjurkan
menghindari makanan
dengan

kandungan

natrium

tinggi.

Diperbolehkan
menggunakan garam
dalam

pemasakan

sebesar 0,5 sendok


teh(2g).
3. Diet Garam Rendah
III

(1000-1200

mg

Na)
Diet

ini

diberikan

pada pasien dengan


edema atau hipertensi
ringan.

Pada

masakannya

boleh

ditambahkan

garam

dapur

sebanyak

sendok

teh

(4g).

Namun

tetap

menghindari

jenis

makanan

yang

mengandung natrium
tinggi.
Tertutama

Latihan fisik

aerobic

olahraga 4-9 mmHg


seperti

jalan

cepat, berenang (minimal


30 menit)
konsumsi Tidak lebih dari 2 gelas/ 2-4 mmHg

Menurunkan
alcohol berlebih

hari untuk pria dan tidak


lebih dari 1 gelas/hari
untuk wanita

Stop merokok
Apabila dengan perubahan lifestyle tidak tercapai target tekanan darah
yang diinginkan (tekanan darah < 140/90 mmHg pada pasien tanpa riwayat
diabetes/ penyakit ginjal kronis dan tekanan darah <130/80 mmHg pada seseorang
dengan diabetes/penyakit ginjal kronis), maka selanjutnya kita mulai terapi inisial
dengan

obat

anti

pengelompokkan

hipertensi
pasien

oral.

berdasarkan

Untuk

keperluan

pertimbangan

pengobatan,
khusus

ada

(special

consederations) yaitu kelompok indikasi yang memaksa (compelling indications)


dan keadaan khusus lainnya (special situations).
Indikasi yang memaksa meliputi:

Gagal jantung
Pasca infark miokardium
Risiko penyakit pembuluh darah koroner tinggi
Diabetes melitus

Penyakit ginjal kronis


Pencegahan stroke berulang
Keadaan khusus lainnya meliputi:

Populasi minoritas
Obesitas dan sindrom metabolik
Hipertrofi ventrikel kanan
Penyakit arteri perifer
Hipertensi pada usia lanjut
Hipotensi postural
Demensia
Hipertensi pada perempuan
Hipertesi pada anak dan dewasa muda
Hipertensi urgensi dan emergensi
Pada pasien hipertensi tanpa

kondisi

medis

yang

memaksa,

penatalaksanaan obat anti hipertensi dibagi berdasarkan derajat tekanan darahnya.


Pada hipertensi derajat 1 regimen pengobatan dilakukan dengan menggunakan
diuretik jenis Thiazid untuk sebagian besar kasus, dan dapatt dipertimbangkan
ACEI, ARB, BB, CCB, atau kombinasi. Sedangkan pada hipertensi derajat 2
digunakan kombinasi 2 jenis obat untuk sebagian besar kasusnya, umumnya
diuretic jenis thiazid dan ACEI atau ARB atau CCB. Sedangkan pada pasien
dengan indikasi medis yang memaksa, obat yang diberikan adalah obat-obatan
untuk indikasi medis yang memaksa dan anti hipertensi lain (diuretika, ACEI,
ARB, CCB)sesuai dengan kebutuhan.
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang
dianjurkan JNC 7 yaitu:
Diuretika terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosterone Antagonist (Aldo

Ant)
Beta Blocker (BB)
Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist (CCB)
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I)
Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 Receptor Antagonist atau Blocker
(ARB)
Masing-masing obat antihipertensi memiliki efektivitas dan keamanan dalam

pengobatan hipertensi tetapi pemilihan obat antihipertensi juga dipengaruhi beberapa


faktor yaitu:

Faktor sosio-ekonomi
Profil faktor risiko kardiovaskuler

Ada tidaknya kerusakan organ target


Ada tidaknya penyakit penyerta
Variasi individu dari respon pasien terhadap obat antihipertensi
Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk

penyakit lain
Bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan dalam
menurunkan risiko kardiovaskuler
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap dan

target tekanan darah tinggi dicapai secara progresif dalam beberapa minggu.
Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang
atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan
memulai terapi dengan 1 jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi
tergantung tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai
dengan 1 jenis obat dalam dosis rendah dan kemudian tekanan darah belum
mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis obat
tersebut atau berpindah ke antihipertensi lain dengan dosis rendah. Efek samping
umumnya bisa dihindarkan dengan dosis rendah baik tunggal maupun kombinasi.
Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai
target tekanan darah tetapi terapi kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan
dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat yang semakin bertambah.
Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien
hipertensi adalah:

CCB dan BB
CCB dan ACEI atau ARB
CCB dan diuretika
AB dan BB
Kadang diperlukan 3 atau 4 kombinasi obat

Diuretika
Angiotensin
II Receptor
Blocker

Blocker

Calcium
Channel
Blocker

Blocker

Angiotensin
Converting
Enzyme
Inhibitor

Gambar. Kemungkinan Kombinasi obat antihipertensi


Tatalaksana hipertensi menurut JNC 7 meliputi:
Klasifikasi

TDS (mmHg)

TDD (mmHg)

Perbaikan Pola

Terapi Obat Awal

Terapi Obat Awal

Hidup

tanpa Indikasi

dengan Indikasi

Memaksa

Memaksa

Tekanan Darah
Normal
Prehipertensi

< 120
120-139

dan < 80
atau 80-89

Dianjurkan
Ya

Tidak indikasi obat

Obat-obatan untuk
indikasi yang

Hipertensi derajat

140-159

atau 9- 99

Ya

Hipertensi derajat
2

160

atau 100

Ya

Diuretika jenis

memaksa
Obat-obatan untuk

Thiazide untuk

indikasi yang

sebagian besar

memaksa Obat

kasus, dapat

antihipertensi lain

dipertimbangkan

(diuretika, ACE-I,

ACE-I, ARB, BB,

ARB, BB, CCB)

CCB, atau

sesuai kebutuhan

kombinasi
Kombinasi 2 obat
untuk sebagian
besar kasus
umumnya diuretika
jenis Thiazide dan
ACE-I atau ARB
atau BB atau CCB

Pasien yang telah mulai mendapakan pengobatan harus dilakukan evaluasi


lanjutan dan pengaturan dosis obat sampai target tekanan darah tercapai. Setelah
tekanan darah stabil, kunjungan berikutnya datang dengan interval 3-6 bulan,

frekuensi kunjungan ini ditentukan dengan adanya tidaknya komorbiditas seperti


gagal jantung, diabetes dan kebutuhan akan pemeriksaan laboratorium.
Pada beberapa pasien adakalanya terjadi hipertensi yang resisten. Apabila
terjadi hal demikian, perlu dipertimbangkan adanya kedaan sebagai berikut:
Pengukuran tekanan darah yang tidak benar
Dosis belum memadai
Ketidakpatuhan pasien dalam penggunaan obat anti hipertensi
Ketidakpatuhan pasien dalam memperbaiki pola hidup

Asupan alcohol berlebih

Kenaikan berat badan berlebih

Kelebihan volume cairan tubuh

Asupan garam berlebih

Terapi diuretika tidak cukup

Pennurunan fungsi ginjal berjalan progresif

Adanya terapi lain

Masih menggunakan bahan/obat yang dapat meningkatkan tekanan


darah

Adanya obat yang mempengaruhi atau berinteraksi dengan kerja


obat anti hipertensi.

g.

Penyebab hipertensi lain/ sekunder


Adakalanya seorang dokter umum dianjurkan merujuk ke dokter
spesialis/ subspesialis, yaitu pada kondisi:

Jika dalam 6 bulan target pengobatan tidak tercapai

Selain hipertensi ada kondisi lain seperti diabetes mellitus atau


penyakit ginjal (laju filtrate glomerulus mencapai <60 ml/men/1,73 m 2
-> konsul penyakit dalam, sedangkan untuk laju filtrate glomerulus
mencapai < 30ml/men/1,73m3-> konsul nefrologi).

2.8 Penatalaksanaan Hipertensi Pada Keadaan Khusus5


2.12.1 Kelainan jantung dan pembuluh darah :
Penyakit jantung dan pembuluh darah yang disertai hipertensi yang perlu
diperhatikan adalah penyakit jantung iskemik (angina pektoris, infark miokard),
gagal jantung dan penyakit pembuluh darah perifer.

a. Penyakit Jantung Iskemik :


Penyakit jantung iskemik merupakan kerusakan organ target yang paling
sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi. Pada pasien hipertensi
dengan angina pektoris stabil obat pilihan pertama b bloker (BB) dan
sebagai alternatif calcium channel blocker (CCB). Pada pasien dengan
sindroma koroner akut (angina pektoris tidak stabil atau infark miokard),
pengobatan hipertensi dimulai dengan BB dan ACEI dan kemudian dapat
ditambahkan antihipertensi lain bila diperlukan. Pada pasien pasca infark
miokard, ACEI, BB dan antagonis aldosteron

terbukti sangat

mengungtungkan tanpa melupakan penata laksanaan lipid profil yang intensif


dan penggunaanaspirin.
b. Gagal Jantung :
Gagal jantung dalam bentuk disfungsi ventrikel sistolik dan diastolik
terutama disebabkan oleh hipertensi dan penyakit jantung iskemik. Sehingga
penatalaksanaan hipertensi dan profil lipid yang agresif merupakan upaya
pencegahan terjadinya gagal jantung. Pada pasien asimtomatik dengan
terbukti disfungsi ventrikel rekomendasinya adalah ACEI dan BB . Pada
pasien simtomatik dengan disfungsi ventrikel tau penyakit jantung end
stage direkoendasikan untuk menggunakan ACEI, BB dan ARB bersama
dengan

pemberian

diuretik

loop.

Pada situasi seperti ini pengontrolan tekanan darah sangat penting untuk
mencegah terjadinya progresifitas menjadi disfungsi ventrikel kiri.

c. Hipertensi pada Pasien dengan Penyakit Arteri Perifer (PAP) :


REKOMENDASI :
KELAS I :
Pemberian antihipertensi pada PAP ekstremitas inferior dengan tujuan untuk
mencapai target tekanan darah < 140/90 mmHg (untuk non-diabetes) atau
target tekanan darah < 130/80 mmHg(untuk diabetes).

BB

merupakan

agen antihipertensi yang efektif dan TIDAK merupakan kontraindikasi untuk


pasien hipertensi dengan PAP.

KELAS IIa :
Penggunaan ACEI pada pasien simtomatik PAP ekstremitas bawah beralasan
untuk menurunkan kejadian kardiovaskular.
KELAS IIb :
Penggunaan ACEI pada pasien asimtomatik PAP ekstremitas bawah dapat
dipertimbangkan

untuk

menurunkan

kejadian

kardiovaskular.

Antihipertensi dapat menurunkan perfusi tungkai bawah dan berpotensi


mengeksaserbasi simtom klaudikasio ataupun iskemia tungkai kronis.
Kemungkinan tersebut harus diperhatikan saat memberikan antihipertensi.
Namun sebagian besar pasien dapat mentoleransi terapi antihipertensi tanpa
memperburuk simtom PAP dan penanggulangan sesuai pedoman diperlukan
untuk tujuan menurunkan risiko kejadian kardivaskular.

2.12.2 Penanggulangan Hipertensi dengan Gangguan Fungsi Ginjal


Bila ada gangguan fungsi ginjal, maka haruslah dipastikan dahulu
apakah hipertensi menimbulkan gangguan fungsi ginjal hipertensi lama,
hipertensi primer) ataupun gangguan/penyakit ginjalnya yang menimbulkan
hipertensi.
Masalah ini lebih bersifat diagnostik, karena penanggulangan hipertensi pada
umumnya

sama,

kecuali

pada

hipertensi

sekunder

(renovaskular,hiperaldosteronism primer) dimana penanggulangan hipertensi


banyak dipengaruhi etiologi penyakit.
1. Hipertensi dengan gangguan fungsi ginjal :
- Pada keadaan ini penting diketahui derajat gangguan fungsi ginjal (CCT,
creatinin) dan derajat proteiuria.
- Pada CCT < 25 mL/men diuretik golongan thiazid(kecuali metolazon)
tidak

efektif.

- Pemakaian golongan ACEI/ARB perlu memperhatikan penurunan fungsi


ginjal dan kadar kalium.
-Pemakaian golongan BB dan CCB relatif aman.

2. Hipertensi akibat gangguan ginjal/adrenal:


- Pada gagal ginjal terjadi penumpukan garam yang membutuhkan
penurunan asupan garam/diuretik golongan furosemide/dialisis.
- Penyakit ginjal renovaskular baik stenosis arteri renalis maupun
aterosklerosis renal dapat ditanggulangi secara intervensi (stenting/operasi)
ataupun medikal (pemakaian ACEI dan ARB tidak dianjurkan bila
diperlukan

terapi

obat.

Aldosteronism primer (baik karena adenoma maupun hiperplasia kelenjar


adrenal) dapat ditanggulangi secara medikal (dengan obat antialdosteron)
ataupun intervensi.
Disamping hipertensi, derajad proteinuri ikut menentukan
progresi fungsi ginjal, sehingga proteinuri perlu ditanggulangi secara
maksimal dengan pemberian ACEI/ARB dan CCB golongan non
dihidropiridin.
Pedoman Pengobatan Hipertensi dengan Gangguan Fungsi
Ginjal

1. Tekanan darah diturunkan sampai < 130/80 mmHg (untuk mencegah


progresi

gangguan

fungsi

ginjal).

2. Bila ada proteinuria dipakai ACEI/ARB (sepanjang tak ada


kontraindikasi).
3. Bila proteinuria > 1g/24 jam tekanan darah diusahakan lebih rendah (
125/75

mmHg).

4. Perlu perhatian untuk perubahan fungsi ginjal pada pemakaian


ACEI/ARB (kreatinin tidak boleh naik > 20%) dan kadar kalium
(hiperkalemia).
2.12.3 Penanggulangan Hipertensi pada Usia Lanjut
Hipertensi pada usia lanjut mempunyai prevalensi yang tinggi,
pada usia diatas 65 tahun didapatkan antara 60-80%. Selain itu prevalensi
gagal jantung dan stroke juga tinggi, keduanya merupakan komplikasi
hipertensi. Oleh karena itu, penanggulangan hipertensi amat penting dalam
mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular pada usia lanjut.

Sekitar 60% hipertensi pada usia lanjut adalah hipertensi


sistolik terisolasi (isolated systolic hypertension) dimana terdapat kenaikan
tekanan darah sistolik disertai penurunan tekanan darah diastolik. Selisih
dari tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik disebut sebagai
tekanan nadi (pulse pressure), terbukti sebagai prediktor morbiditas dan
mortalitas yang uruk. Peningkatan tekanan darah sistolik disebabkan
terutama oleh kekakuan arteri atau berkurangnya elastisitas aorta.
Penanggulangan hipertensi pada usia lanjut amat bermanfaat
dan telah terbukti dapat mengurangi kejadian komplikasi kardiovaskular.
Pengobatan dimulai bila :
- TD sistolik 160 mmHg bila kondisi dan harapan hidup baik.
- TD sistolik 140 bila disertai DM atau merokok atau disertai faktor
risiko lainnya.
Oleh karena pasien usia lanjut sudah mengalami penurunan
fungsi organ, kekauan arteri, penurunan fungsi baroreseptor dan respons
simpatik, serta autoregulasi serebral, pengobatan harus secara bertahap dan
hati-hati (start slow, go slow) hindarkan emakaian obat yang dapat
menimbulkan hipotensi ortostatik.
Seperti halnya pada usia muda, penanggulangan hipertensi pada
usia lanjut dimulai dengan perubahan gaya hidup. Diet rendah garam,
termasuk menghindari makanan yang diawetkan dan penurunan berat pada
obesitas, terbukti dapat mengendalikan tekanan darah. Pemberian obat
dilakukan apabila penurunan tidak mencapai target. Kejadian komplikasi
hipotensi ortostatik sering terjadi, sehingga diperlukan anamnesis dan
pemeriksaan mengenai kemungkinan adanya hal ini sebelum obat ini.
Obat yang dipakai pada usia lanjut sama seperti yang
dipergunakan pada usia yang lebih muda. Untuk menghindari komplikasi
pengobatan, maka dosis awal dianjurkan separuh dosis biasa, kemudian
dapat dinaikkan secara bertahap, sesuai dengan respons pengobatan
dengan mempertimbangkan kemungkian efek samping obat. Obat-obat
yang biasa dipakai meliputi diuretik (HCT) 12,5 mg, terbukti mencegah
komplikasi terjadinya penyakit jantung kongestif. Keuntungannya murah
dan dapat mencegah kehilangan kalsium tulang. Obat lain seperti golongan
ACEI, CCB kerja panjang dan obat-obat lainnya dapat dipergunakan.

Kombinasi 2 atau lebih obat dianjurkan untuk memperoleh efek


pengobatan yang optimal.
Target pengobatan harus mempertimbangkan efek samping,
terutama kejadian hipotensi ortostatik. Umumnya tekanan darah sistolik
diturunkan sampai < 140 mmHg. Target untuk tekanan darah diastolik
sekitar 85-90 mmHg. Pada hipertensi sistolik penurunan sampai tekanan
darah diastolik 65 mmHg atau kurang dapat mengakibatkan peningkatan
kejadian stroke. Oleh karena itu sebaiknya penurunan tekanan darah tidak
sampai 65 mmHg.
2.12.4 Penanggulangan HIpertensi pada Gangguan Neurologis
Oleh karena hipertensi merupakan faktor risiko utama maka penderita
hipertensi dapat dianggap sebagai Stroke prone patient. Pengendalian
hipertensi sebagai faktor risiko akan menurunkan kejadian stroke sebanyak
32%.
1. Hipertensi tanpa defisit neurologis :
Dapat

dilakukan

sesuai

dengan

konsensus

InaSH.

Dilakukan deteksi gangguan organ-organ otak melalui berbagai kegiatan :


- Perlu perhatian khusus bila penderita hipertensi disertai dengan
kesemutan dimuka,sekeliling bibir, ujung-ujung jari dan vertigo, ada
kecenderungan insufisiensi basiler.
- Selain itu keluhan lain, seperti gangguan berbahasa, gangguan daya ingat
dan artikulasi perlu medapat perhatian lebih lanjut.
2. Hipertensi dengan tanda defisit neulorogi akut:
Penatalaksanaan hipertensi yang tepat pada stroke akut sangat
mempengaruhi morbiditas dan mortalitas stroke.
a. Stroke Iskemik akut:

TIDAK direkomendasikan terapi hipertensi pada stroke iskemik akut

kecuali terdapat hipertensi berat dan menetap yaitu sistolik > 220 mmHg
atau diastolik > 120 mmHg dengan tanda-tanda ensefalopati atau disertai
kerusakan

target

organ

lain.

Obat-obat antihipertensi yang sudah dikonsumsi sebelum serangan stroke

diteruskan pada fase awal stroke, pemberian obat antihipertensi yang baru
ditunda sampai dengan 7-10 hari pasca awal serangan stroke.
Batas penurunan tekanan darah sebanyak-banyaknya 20-25% dari tekanan
darah

arterial

rerata(MAP=mean

arterial

pressure).(MAP=Tekanan

diastolik + 1/3 selisih tekanan sistolik diastolik)


Jika tekanan darah sistolik 180-220 mmHg dan/atau tekanan darah
diastolik 105-120 mmHg, terapi darurat HARUS DITUNDA kecuali
terdapat bukti perdarahan intraserebral, gagal ventrikel jantung kiri, infark
miokard akut, gagal ginjal akut, edema paru, diseksi aorta, ensefalopati
hipertensi. Jika peninggian tekanan darah itu menetap pada 2 kali
pengukuran selang waktu 60 menit, maka diberikan Candesartan
Cilexetil(Blopress) 4-16 mg oral selang 12 jam. Jika monoterapi oral tidak
berhasil atau jika obat tidak dapat diberikan per oral, maka diberikan obat
intravena yang tersedia.
Batas penurunan tekanan darah sebanyak banyaknya sampai 20-25% dari
tekanan darah arterial rerata, dan tindakan selanjutnya ditentukan kasus per
kasus.
b. Stroke hemoragik akut :
Batas penurunan tekanan darah maksimal 20-25% dari tekanan darah
semula.
Pada penderita dengan riwayat hipertensi sasaran(TARGET) tekanan
darah

sistolik

160

mmHg

dan

diastolik

90

mmHg.

Bila tekanan darah sistolik > 230 mmHg atau tekanan diastolik > 140
mmHg: berikan nicardipin/diltiazem/nimodipin DRIP dan dititrasi
dosisnya sampai dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan
darah diastolik 90 mmHg (dosis dan cara pemberian lihat tabel jenis-jenis
obat

untuk

terapi

emergensi).

Peningkatan tekanan darah bisa disebabkan stres akibat stroke (efek


cushing), akibat kandung kencing yang penuh, respon fisiologis atau
peningkatan tekanan intrakranial dan harus dipastikan penyebabnya.
2.12.5 Penanggulangan Hipertensi pada Diabetes

Indikasi pengobatan :
Bila tekanan darah sistolik 130 mmHg dan /atau tekanan darah
diastolik

180

mmHg.

Sasaran (target penurunan) tekanan darah :


-

Tekanan darah < 130/80 mmHg.

Bila disertai proteinuria 1g/24 jam : 125/75 mmHg.

Pengelolaan
-

Non Farmakologis :
Perubahan gaya hidup, antara lain : menurunkan berat badan,

meningkatkan
aktifitas fisik, menghentikan merokok dan alkohol, serta mengurangi
konsumsi
garam.
- Farmakologis :
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat antihipertensi :
Pengaruh terhadap profil lipid
Pengaruh terhadap metabolisme glukosa
Pengaruh terhadap resistensi insulin
Pengaruh

terhadap

huipoglikemia

terselubung.

Obat anti hipertensi yang dapat dipergunakan :


*ACEI
*ARB
*Beta-bloker
* Diuretik dosis rendah
* Alfa bloker
* CCB golongan non-dihidropiridin.
Pada diabetisis dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg
atau tekanan darah diastolik antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan

perubahan gaya hidup sampai 3 bulan. Bial gagal mencapai target dapat
ditambahkan terapi farmakologis.
Diabetisis dengan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau tekanan
darah diastolik > 90 mmHg, disamping perubahan gaya hidup, dapat diberikan
terapi farmakologis secara langsung.
Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai
dengan

monoterapi.

Catatan :
- ACEI,ARB, dan CCB golongan non-dihidropiridin dapat memperbaiki
mikroalbuminuria.
- ACEI dapat memperbaiki kinerja kardiovaskular.
- Diuretik (HCT) dosis rendah jangka panjang , TIDAK terbukti memperburuk
toleransi glukosa.
- Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran sudah tercapai.
- Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahun dapat dicoba
menurunkandosis secara bertahap.
- Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secara bertahap.
2.11.6 Penanggulangan Hipertensi pada Kehamilan
Tekanan darah > 160/100 mmHg HARUS diturunkan untuk
melindungi ibu terhadap risiko stroke atau untuk memungkinkan perpanjangan
masa kehamilan, sehingga memperbaiki kematangan fetus. Obat yang dapat
diberikan ialah : METHYL DOPA dan NIFEDIPINE.
Obat-obat YANG TIDAK BOLEH DIBERIKAN saat kehamilan
adalah ACEI (berkaitan dengan kemungkinan kelainan perkembangan fetus)
dan ARB yang kemungkinan mempunyai efek sama seperti penyekat ACEI.
Diuretik juga TIDAK digunakan mengingat efek pengurangan volume plasma
yang

dapat

mengganggu

kesehatan

janin

terapi

definitif

ialah

MENGHENTIKAN KEHAMILAN atas indikasi preeklampsia berat setelah


usis kehamilan > 35 minggu.
2.13 Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi antara lain:

a.
b.
c.
d.
e.
f.
2.15

Otak
Jantung
Mata
Paru-paru
Ginjal
Sistemik

: Stroke
: Aterosklerosis, penyakit jantung koroner, gagal jantung
: Kebutaan (pecahnya pembuluh darah pada mata)
: Edema paru
: Penyakit ginjal kronik
:Penyakit arteri perifer atau penyakit oklusi arteri perifer

Prognosis
Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik dengan pengobatan yang tepat.

Terapi dengan kombinasi perubahan gaya hidup dan obat-obatan antihipertensi


biasanya dapat menjaga tekanan darah pada tingkat yang tidak akan menyebabkan
kerusakan pada jantung atau organ lain. Kunci untuk menghindari komplikasi
serius dari hipertensi adalah mendeteksi dan mengobati sebelum kerusakan terjadi.

BAB III
KESIMPULAN

Hipertensi atau tekanan darah tinggi diderita oleh hampir semua golongan
masyarakat di seluruh dunia. Batasan hipertensi ditetapkan dan dikenal dengan
ketetapan JNC VII (The Seventh Report of The Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of Hight Blood Pressure). Menurut
criteria JNC VII, pasien dengan hipertensi dibagi menjadi normal, pre hipertensi,
hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat 2.
Menurut perkiraan, sekitar 30% penduduk dunia tidak terdiagnosis adanya
hipertensi (underdiagnosed condition). Hal ini disebabkan tidak adanya gejala atau
dengan gejala ringan bagi mereka yang menderita hipertensi. Sedangkan, hipertensi
ini sudah dipastikan dapat merusak organ tubuh seperti jantung (70% penderita
hipertensi akan merusak jantung), ginjal, otak, mata, serta organ tubuh lainnya
sehingga hipertensi disebut sebagai silent killer. Deteksi dini penting dilakukan untuk
mencegah timbulnya berbagai komplikasi. Apabila sudah di diagnosis dengan
hipertensi, seorang pasien harus diedukasi dengan baik mengenai pengaturan pola
hidup yang benar selain dari terapi dengan medikamentosa.

DAFTAR PUSTAKA
1. The Seventh Repot of the Joint national Comitte on Prevention, detection,
evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. 2004

Anda mungkin juga menyukai