Anda di halaman 1dari 35

TUGAS KOMUNIKASI, INFORMASI, DAN EDUKASI

“PENYAKIT DIARE DAN OBATNYA”

Dosen Pengampu : apt. Dra. Farida Indyastuti, SE, MM.

DISUSUN OLEH :
Kelompok 2A
Kelas C

Nofi Lutfiah (2020000074)


Risni Dzulfi Haafizoh (2020000084)
Sri Rahmawati (2020000094)
Wara Noveka (2020000104)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2020
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI......................................................................................................................i
DAFTAR TABEL............................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.............................................................................................1
B. PERUMUSAN MASALAH...................................................................................2
C. TUJUAN.................................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................4
A. DEFINISI................................................................................................................4
B. EPIDEMIOLOGI....................................................................................................4
C. PATOFISIOLOGI...................................................................................................4
D. ETIOLOGI..............................................................................................................6
E. KLASIFIKASI........................................................................................................6
F. GEJALA..................................................................................................................7
G. DIAGNOSIS...........................................................................................................7
H. KOMPLIKASI .......................................................................................................9
I. TATALAKSANA ..................................................................................................9
J. MEKANISME PENULARAN.............................................................................17
K. PENCEGAHAN....................................................................................................17
L. PENGOBATAN DIARE.......................................................................................18
M. KONSELING DALAM TATALAKSANA DIARE............................................23
N. KOMUNIKASI INFORMASI DAN EDUKASI (KIE) (10)................................27
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................28
DAFTAR TABEL

Tabel II. 1 Takaran Pemakaian Oralit pada Diare ...........................................................21


Tabel II. 2 Jenis merek dagang probiotik di Indonesia ...................................................22
Tabel II. 3 Konseling diare...............................................................................................24
DAFTAR GAMBAR

Gambar II. 1 Dosis obat zinc............................................................................................12


Gambar II. 2 Rencana Terapi A.......................................................................................14
Gambar II. 3 Rencana Terapi B.......................................................................................15
Gambar II. 4 Rencana Terapi C.......................................................................................16
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan. Faktor
penyebab diare yang sangat dominan adalah sarana air bersih dan pembuangan
tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama perilaku manusia, apabila faktor
lingkungan tidak sehat karena tercemar bakteri atau virus serta berakumulasi
dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula yaitu melalui makanan dan
minuman, maka dapat menimbulkan penyakit diare (1).
Diare merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang menjadi
penyebab utama kesakitan dan kematian. Berdasarkan data Word Health
Organization (WHO), penyakit diare menempati urutan kelima dalam 10 penyakit
penyebab kematian di dunia (2).
Semua kelompok usia berisiko terkena penyakit diare, akan tetapi penyakit
berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita (2).
Hasil Riskesdas 2014, diare merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi
(31,4%) dan pada balita (25,2%), sedangkan pada golongan semua usia merupakan
penyebab kematian yang ke-empat (13,2%). Pada tahun 2012 angka kesakitan
diare pada semua umur sebesar 214 per 1.000 penduduk dan angka kesakitan diare
pada balita 900 per 1.000 penduduk (3).
Salah satu langkah dalam pencapaian target Sustainable Development Goals
(SDGs) (Goal ke-3) yakni Target Sistem Kesehatan Nasional, dangan upaya
mengakhiri kematian bayi dan balita yang dapat dicegah, dengan seluruh negara
berusaha menurunkan Angka Kematian Neonatal setidaknya hingga 12 per 1.000
KH dan Angka Kematian Balita 25 per 1.000 KH. Berdasarkan Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke
2

tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di
Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak
tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian
karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat (4).
Sanitasi merupakan salah satu tantangan yang paling utama bagi negara-
negara berkembang karena menurut World Health Organisation (WHO), penyakit
diare membunuh satu anak di dunia ini setiap 15 detik, karena akses pada sanitasi
masih terlalu rendah. Hal ini menimbulkan masalah kesehatan lingkungan yang
besar, serta merugikan pertumbuhan ekonomi dan potensi sumber daya manusia
pada skala nasional. Banyak faktor yang menimbulkan penyakit diare antara lain
faktor lingkungan, faktor balita, faktor ibu, dan faktor sosiodemografis. Dari
beberapa faktor tersebut, faktor lingkungan cukup banyak diteliti dan dibahas dari
segala aspek seperti dari sarana air bersih (SAB), jamban, saluran pembuangan air
limbah (SPAL), keadaan rumah, tempat pembuangan sampah, kualitas
bakteriologis air bersih dan kepadatan hunian. Dari sekian banyak faktor risiko
penyebab penyakit diare, faktor risiko yang sering diteliti adalah faktor lingkungan
yaitu sarana air bersih dan jamban. Jadi bisa diambil kesimpulan bahwa faktor
risiko yang paling rentan menyebabkan penyakit diare adalah faktor lingkungan.
Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi
faktor pendorong terjadinya diare, terdiri dari faktor agent, penjamu, lingkungan
dan perilaku. Faktor lingkungan yang paling dominan yaitu sarana penyediaan air
bersih dan pembuangan tinja, kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan
perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman
diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, maka
penularan diare dengan mudah dapat terjadi (4).

B. PERUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Diare?
2. Bagaimana epidemiologi dari penyakit Diare?
3

3. Bagaimana patofisiologi dari penyakit Diare?


4. Bagaimana etiologi dari penyakit Diare?
5. Apa saja klasifikasi dari penyakit Diare?
6. Apa saja gejala-gejala pada penyakit Diare?
7. Bagaimana diagnosis dari penyakit Diare?
8. Apa saja komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit Diare?
9. Bagaimana tatalaksana dari penyakit Diare?
10. Bagaimana mekanisme penularan dari penyakit Diare?
11. Bagaimana cara pencegahan dari penyakit Diare?
12. Bagaimana konseling dalam penatalaksaan Diare?

C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian dari Diare
2. Mengetahui epidemiologi dari penyakit Diare
3. Mengetahui patofisiologi dari penyakit Diare
4. Mengetahui etiologi dari penyakit Diare
5. Mengetahui klasifikasi dari penyakit Diare
6. Mengetahui gejala-gejala dari penyakit Diare
7. Mengetahi cara diagnosis pada penyakit Diare
8. Mengetahi komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit Diare
9. Mengetahui tatalaksana dari penyakit Diare
10. Mengetahui mekanisme penularan penyakit Diare
11. Mengetahui cara pencegahan dari penyakit Diare
12. Mengetahui konseling pada Diare
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Menurut definisi WHO, diare adalah buang air besar dengan konsistensi feses lebih
encer dan frekuensi sering (>2X dalam satu hari). Pada Pustaka lain, diare adalah
buang air besar (defekasi) dengen tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah
padat), dimana kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya (lebih dari 200 g atau
200ml/24 jam), lebih dari tiga kali perhari yang disertai/tanpa disertai lendir atau
darah. Menurut DepKes RI, diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air
besar dengan konsistensi lembek ayau cair bahkan dapat berupa air saja dan
frekuensinya lebih dari tiga kali dalam satu hari (5,6)

B. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) ada 2 milyar kasus diare pada
orang dewasa di seluruh dunia setiap tahun. Di Amerika Serikat, insidens kasus
diare mencapai 200 juta hingga 300 juta kasus per tahun. Sekitar 900.000 kasus
diare perlu perawatan di rumah sakit. Di seluruh dunia, sekitar 2,5 juta kasus
kematian karena diare per tahun. Di Amerika Serikat, diare terkait mortalitas tinggi
pada lanjut usia. Satu studi data mortalitas nasional melaporkan lebih dari 28.000
kematian akibat diare dalam waktu 9 tahun, 51% kematian terjadi pada lanjut usia.
Selain itu, diare masih merupa kan penyebab kematian anak di seluruh dunia,
meskipun tatalaksana sudah maju (7).

C. PATOFISIOLOGI

4
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling
tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan penurunan
absorbsi

5
6

di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang


menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan
perdarahan atau adanya leukosit dalam feses. Pada dasarnya mekanisme terjadinya
diare akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel
dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin
atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut
untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus. Mekanisme terjadinya diare dapat
dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu (5,6):
1. Osmolaritas intraluminal yang meninggi atau disebut diare osmotic.
Diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotic intralumen dari usus
halus yang disebabkan oleh obat-obatan/zat kimia yang hiperosmotik (MgSO4,
Mg(OH)2, malabsorbsi umum dan defek dalam absorbs mukosa usus (5).
2. Sekresi cairan dan elektrolit meninggi atau disebut diare sekretorik
Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnnya sekresi air dan elektrolit dari
usus, menurunnnya absorbsi. Salah satu hal yang khas pada diare ini yaitu
secara klinis ditemukan diare volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini
akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Penyebab
diare tipe ini antara lain karena efek infeksi vibrio cholerae atau Escherichia
coli (5).
3. Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus
halusmaupun usus besar.
Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat non
infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD)
atau akibat radiasi (6).
4. Gangguan permeabilitas usus
Diare tipe ini disebabkan hipermortalitas dan iregularis motilitas usus sehingga
menyebabkan absorbsi yang abnormal diusus halus. Gangguan motilitas yang
mengakibatkan waktu tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada
keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabelatau diabetes melitus (5,6).
7

5. Malabsorbsi asam empedu dan malabsorbsi lemak


Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukkan atau produksi misel
empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati (5).
6. Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit
Diare tipe ini disebabkan oleh adanya hambatan mekanisme transport aktif
Na+K+ATP ase dienterosit dan absorbs Na+ dan air yang abnormal (5).
7. Inflamasi dinding usus
Diare tipe ini disebabkan adanya kerusakan mukosa usus karena proses
inflamasi, sehingga terjadi produksi mukus berlebih dan eksudasi air dan
elektrolit kedalam lumen. Infeksi mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi
maupun non infeksi (5).

D. ETIOLOGI
Beberapa Penyebab Diare Akut Infeksi Bakteria adalah (7):
1. Infeksi non-invasif: Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium
perfringens, Vibrio cholerae, Escherichia coli patogen
2. Infeksi invasif: Shigella, Salmonella nontyphoid, Salmonella typhi,
Campylobacter, Vibrio non-cholera, Yersinia, Entero-hemorrhagic E. coli
(subtipe 0157), Aeromonas, Plesiomonas.

E. KLASIFIKASI
Diare dapat diklasifikasikan menjadi (5):
1. Diare Akut
Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Menurut World
Gastroenterology Organisation Global Guidelines, diare akut didefinisikan
sebagai tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal dan
berlangsung kurang dari 14 hari (5).
8

2. Diare Kronis
Diare kronis adalah diare yang berlangsung selama 15 hari namun, beberapa
pakar telah mengajukan beberapa kriteria mengenai Batasan kronik pada kasus
diare kronis yaitu ada yang 15 hari, 3 minggu, 1 bulan, dan 3 bulan. Di
Indonesia, Batasan diare kronik adalah 15, hal ini bertujuan agar penyebab diare
bisa lebih cepat diinvestigasi (5).

F. GEJALA
Gejala-gejala yang timbul akibat diare yaitu (7,8,9):
1. Setidaknya tiga kali buang air besar dalam jangka waktu 24 jam (8)
2. Gejala dari penyakit pencernaan seperti mual, muntah, demam, perut atau kram,
tenesmus, urgensi tinja (8).
3. Demam > 38° C (7).
4. Gejala dehidrasi berat (pusing, haus berat, penurunan jumlah urin) (7).
5. Gelisah dan tidak nafsu makan (8).
6. Tinja akan menjadi cair dan dapat disertai dengan lendir ataupun darah (9).
7. Warna tinja dapat berubah menjadi kehijau–hijauan karena tercampur dengan
empedu (9).
8. Frekeuensi defekasi yang meningkat menyebabkan anus dan daerah sekitarnya
menjadi lecet (9).
9. Tinja semakin lama semakin asam sebagai akibat banyaknya asam laktat yang
berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare (9).

G. DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan Fisis
Kelainan-kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisis sanga berguna dalam
menentukan beratnya diare dari pada menentukan penyebab diare. Status volume
9

dinilai dengan memperhatikan perubahan ortostatik pada tekanan darah dan nadi,
temperature tubuh dan tanda toksisitas. Pemeriksaan abdomen merupakan hal
yang penting, adanya dan kualitas bunyi usus serta ada atau tidak adanya distensi
abdomen dan nyeri tekan merupakan clue untuk penentuan etiologi (5).
2. Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien yang mengalami dehidrasi atau toksisitas berat atau diare yang
berlangsung lebih dari beberapa hari perlu dilakukan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan penunjang antara lain (5):
a. Pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung
jenis leukosit, kadar elektrolit serum, kadar kreatinin.
b. Pemeriksaan tinja
c. Pemeriksaan Enzym-Linked Immunosorbent Assay (ASSAY)
d. Rektoskopi atau sigmoidoskopi perlu dipertimbangkan pada pasien-pasien
yang toksik, pasien dengan diare berdarah, atau pasien dengan diare akut
persisten.
3. Pemeriksaan Laboratorium (5)
a. Pemeriksaan tinja yang dilakukan secara makroskopis maupun mikroskopis,
serta dilakukan pemeriksaan pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas
lakmus dan tablet clinitest bila terdapat intoleransi gula.
b. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah dengan
menentukan pH dan cadangan alkali atau lebih tepat dilakukan pemeriksaan
analisa gas darah bila memungkinkan.
c. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
d. Pemeriksaan elektrolit, terutama kadar natrium, kalium, dan fosfor dalam
serum.
e. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau
parasite secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita
diare kronik.
10

H. KOMPLIKASI (6)
1. Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama
pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan
secara mendadak sehingga terjadi shok hipovolemik yang cepat. Kehilangan
elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis
metabolik. Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis,
sehingga syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka
dapat timbul Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal
multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan
tidak adekuat sehingga tidak tercapai rehidrasi yang optimal (6).
2. Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan
terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia
hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan
meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi
penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih kontroversi (6).
3. Sindrom Guillain – Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah
merupakan komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah
infeksi C. jejuni. Dari pasien dengan Guillain – Barre, 20 – 40 % nya menderita
infeksi C. jejuni beberapa minggu sebelumnya. Biasanya pasien menderita
kelemahan motorik dan memerlukan ventilasi mekanis untuk mengaktifkan otot
pernafasan. Mekanisme dimana infeksi menyebabkan Sindrom Guillain – Barre
tetap belum diketahui. Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu
setelah penyakit diare karena Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau
Yersinia spp (6).

I. TATALAKSANA (6)
11

Prinsip Tatalaksana Diare adalah menghindari kematian yang dapat dilakukan


dengan cara diberikan cairan, oralit, zinc, makanan sesuai umur (saat diare dan
selama masa penyembuhan) dan mengobati penyakit penyerta.

1. Mencegah Terjadinya Dehidrasi


Dehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh total dapat berupa hilangnya air
lebih banyak dari natrium (Dehidrasi Hipertonik) atau hilangnya air dan natrium
dalam jumlah yang sama (Dehidrasi Isotonik) atau hilangnya natrium yang lebih
daripada air (Dehidrasi Hipotonik). Tindakan pencegahan dehidrasi yang bisa
dilakukan di tingkat rumah tangga jika balita mengalami diare adalah (10):
a) Memberikan ASI lebih sering dan lebih lama dari biasanya bagi bayi yang
masih menyusui (bayi 0 – 24 bulan atau lebih) dan bagi petugas kesehatan
sangat penting untuk mendukung dan membantu ibu untuk menyusui bayinya
jika ibu berhenti menyusui bayinya yang masih berusia 0-24 bulan.
b) Pemberian ORALIT sampai diare berhenti.
c) Memberikan cairan rumah tangga, cairan/minuman yang biasa diberikan oleh
keluarga/masyarakat setempat dalam mengobati diare, dan memberikan sari
makanan yang cocok, contoh: kuah sayur, air tajin, kuah sup. Jika tidak
tersedia cairan rumah tangga dan ORALIT di rumah, bisa dengan memberikan
air minum
d) Segera membawa balita diare ke sarana kesehatan
2. Mengobati Dehidrasi
Bila terjadi diare, segera bawa ke petugas kesehatan atau ke sarana kesehatan
untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat sesuai dengan tatalaksana
diare (10):
a) Oralit
Oralit adalah campuran garam elektrolit seperti natrium klorida (NaCl),
kalium klorida (KCl), dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa anhidrat.
b) Manfaat oralit
12

Oralit diberikan untuk mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang
terbuang saat diare. Walaupun air sangat penting untuk mencegah dehidrasi,
air minum tidak mengandung garam elektrolit yang diperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh sehingga lebih
diutamakan oralit. Campuran glukosa dan garam yang terkandung dalam oralit
dapat diserap dengan baik oleh usus penderita diare.
c) Membuat dan memberikan larutan oralit:
1) Cuci tangan dengan air dan sabun
2) Sediakan 1 gelas air minum yang telah dimasak/air teh (200 cc)
3) Masukkan satu bungkus oralit 200 cc
4) Aduk sampai larut benar
5) Berikan larutan oralit kepada balita
d) Cara memberikan larutan oralit
1. Berikan dengan sendok atau gelas
2. Berikan sedikit-sedikit sampai habis, atau hingga anak tidak kelihatan haus
3. Bila muntah, dihentikan sekitar 10 menit, kemudian lanjutkan dengan sabar
sesendok setiap 2 atau 3 menit
4. Walau diare berlanjut, oralit tetap diteruskan5. Bila larutan oralit pertama
habis, buatkan satu gelas larutan oralit berikutnya.
e) Mempercepat kesembuhan
Bagi seorang ibu/keluarga tentunya akan sangat khawatir jika balitanya
mengalami diare dan tidak kunjung sembuh (diare terus menerus). Semakin
panjang durasi diare maka semakin tinggi risiko balita mengalami dehidrasi
dan terutama bagi balita malnutrisi, jika mengalami dehidrasi karena diare,
bisa menyebabkan kematian pada balita.
3. Berikan obat zinc
Zink diberikan sekali sehari selama 10 hari berturut-turut meskipun diare sudah
berhenti untuk efektifitas obat zinc dalam mempercepat kesembuhan,
13

mengurangi parahnya diare dan


mencegah kambuhnya diare
selama 2-3 bulan ke depan (10).

Gambar II. 1 Dosis obat zinc

4. Memberi makanan
Memberikan makanan selama diare kepada balita (usia 6 bulan ke atas) penderita
diare akan membantu anak tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya
berat badan. Sering sekali balita yang terkena diare jika tidak diberikan asupan
makanan yang sesuai umur dan bergizi akan menyebabkan anak kurang gizi. Bila
anak kurang gizi akan meningkatkan risiko anak terkena diare kembali. Oleh
karena perlu diperhatikan (10):
14

a) Bagi ibu yang menyusui bayinya, dukung ibu agar tetap menyusui bahkan
meningkatkan pemberian ASI selama diare dan selama masa penyembuhan
(bayi 0 – 24 bulan atau lebih).
b) Dukung ibu untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayi berusia 0-6 bulan,
jika bayinya sudah diberikan makanan lain atau susu formula berikan
konseling kepada ibu agar kembali menyusui eksklusif. Dengan menyusu
lebih sering maka produksi ASI akan meningkat dan diberikan kepada bayi
untuk mempercepat kesembuhan karena ASI memiliki antibodi yang penting
untuk meningkatkan kekebalan tubuh bayi.
c) Anak berusia 6 bulan ke atas, tingkatkan pemberian makan:Makanan
Pendamping ASI (MP ASI) sesuai umur pada bayi 6 – 24 bulan dan sejak
balita berusia 1 tahun sudah dapat diberikan makanan keluarga secara
bertahap.
d) Setelah diaSetelah diare berhenti pemberian makanan ekstra diteruskan
selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak.
15

Gambar II. 2 Rencana Terapi A


16

Gambar II. 3 Rencana Terapi B


17

Gambar II. 4 Rencana Terapi C


18

J. MEKANISME PENULARAN

Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui
makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan
tinja penderita. Beberap perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman
enteric dan meningkatkan resiko terjadinya dire yaitu: tidak memberikan ASI
secara penuh 4-6 bulanpada pertama kehidupan, menggunakan botol susu,
menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang
tercemar, tidak mencuci tangan sesudah membuang tinja anak, tidak mencuci
tangan sebelum dan sesudah menyuapi anak dan tidak membuang tinja termasuk
tinja bayi yang benar (11).

K. PENCEGAHAN
Untuk mencegah penyebaran diare dapat dilakukan dengan cara (11):
1. Mencuci tangan dengan menggunakan sabun sampai bersih pada lima waktu
penting:
a) Sebelum makan.
b) Sesudah buang air besar (BAB).
c) Sebelum menyentuh balita anda.
d) Setelah membersihkan balita anda setelah buang air besar.
e) Sebelum proses menyediakan atau menghidangkan makan untuk siapapun.
2. Mengkonsumsi air yang bersih dan sehat atau air yang sudah melalui proses
pengolahan. Seperti air yang sudah dimasak terlebih dahulu, proses klorinasi.
3. Pengolahan sampah yang baik dengan cara pengalokasiannya ditempatkan
ditempat yang sudah sesuai, supaya makanan anda tidak dicemari oleh serangan
(lalat, kecoa, kutu, dll).

4. Membuang proses MCK (Mandi Cuci Kakus) pada tempatnya, sebaiknya


anda meggunakan WC/jamban yang bertangki septik atau memiliki sepiteng.
19

L. PENGOBATAN DIARE
Beberapa jenis antidiare yang umum digunakan :
1. Anti motilitas (Loperamide) (12,13,14,15)
Loperamide merupakan golongan opiod berfungsi memperlambat motilitas
usus, memperpanjang waktu kontak antara isi usus dan mukosa sehingga
meningkatkan absorpsi cairan dalam usus
a) Indikasi
Pengobatan simptomatik diare akut sebagai tambahan terapi rehidrasi
pada dewasa dengan diare akut
b) Kontraindikasi
Hipersensitif, diare bercampur darah, diare disertai demam tinggi, diare
disertai infeksi, pseudomembranous colitis, pada pasien dimana
konstipasi harus dihindari, nyeri perut tanpa diare, usia <2 tahun
c) Peringatan
Hentikan penggunaan bila diare tidak membaik dalam 48 jam. Hentikan
bila terjadi konstipasi, nyeri perut, distensi abdomen, ileus
d) Efek samping
Kembung, nyeri perut, konstipasi, nausea, pusing, lemas, mulut kering,
erupsi bullosa, ruam, flatus
e) Interaksi obat
Cotrimoxazole dapat meningkatkan kadar loperamide
f) Dosis
Dewasa : dosis awal 4 mg, dilanjutkan 2 mg setiap BAB. Dosis
maksimal 16 mg/hari. Hentikan penggunaan obat bila tidak ada
perbaikan dalam waktu 48 jam.
g) Nama dagang
Oral (tablet/kaplet) 2 mg : Amerol, Colidium, Diadium, Diasec,
Gradilex, Imodan, Imodium, Imosa, Inamid, Lexadium, Lodia, Motilex,
20

Normotil, Primodium, Renamid, Rhomuz, Xepare


2. Adsorben (Attapulgit, Kaolin, Pektin)
Adsorben digunakan untuk meringankan gejala. Fungsinya mengabsorpsi
toksin dan obat. Pemberian Bersama obat lain akan mengurangi
bioavaibilitasnya.
a) Attapulgit (12,14,16)
1) Indikasi
Terapi simptomatik pada diare non spesifik.
2) Kontraindikasi
Hipersensitivitas, obstruksi usus, demam tinggi (diare disertai
infeksi), disentri, darah pada feses.
3) Peringatan
Jangan gunakan >2 hari. Minum 2-3 jam sebelum atau setelah
mengonsumsi obat lain.
4) Efek samping
Konstipasi
5) Interaksi obat
Dapat menghambat absorbs obat lain yang diberikan bersamaan
6) Dosis
Dewasa dan anak >12 tahun : 2 tablet setelah setiap buang air besar,
maksimal 12 tablet /hari.
Anak 6-12 tahun : 1 tablet setelah setiap buang air besar, maksimal 6
tablet /hari.
7) Nama dagang
Sediaan oral (tablet attapulgit 600 mg) : Biodiar, New Diatabs,
Teradi
Kombinasi attapulgit dan pektin :
Enterostop (tablet kombinasi attapulgit 650 mg + pektin 50 mg)
Malagit (tablet kombinasi attapulgit 700 mg + pektin 50 mg)
21

b) Kaolin (12,16)
a) Indikasi
Terapi simptomatik pada diare non spesifik
b) Kontraindikasi
Obstruksi usus
c) Peringatan
Diare yang tidak membaik setelah 48 jam, diare disertai rasa panas
dan mengandung darah
d) Efek samping
Konstipasi
e) Interaksi obat
Dapat menghambat absorbsi obat lain yang diberikan bersamaan
f) Dosis
Dewasa dan anak >12 tahun : 30 mL, maksimum 180 mL per hari.
Anak-anak 6-12 tahun : 15 mL, maksimum 90 mL per hari.
Pemberian setiap kali sesudah buang air besar.

Terapi diare lainnya :


1. Cairan Rehidrasi Oral (Oralit 200)
Pemberian cairan rehidrasi oral merupakan lini pertama dalam pengobatan diare
untuk mencegah dan mengatasi kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan.
a) Komposisi oralit 200 (generik)
Glukosa anhidrat 4 gram
Natrium klorida 0,7 gram
Natrium sitrat anhidrat 0,58 gram
Kalium klorida 0,30 gram
b) Cara pemberian
22

1 bungkus serbuk (5,6 gram) dilarutkan dalam 200 mL air matang hangat

c) Contoh sediaan yang beredar


1) Sediaan serbuk
Oralit 200 generik (Kimia Farma)
Corsalit 200 (Corsa)
2) Sediaan cair
Pedialyte (Abbott)
Renalyte (Fahrenheit)
Nb : sediaan cair memiliki perbedaan komposisi dengan sediaan serbuk.
Dosis disesuaikan dengan petunjuk masing-masing perusahaan farmasi.

Tabel II. 1 Takaran Pemakaian Oralit pada Diare (13)

Takaran Pemakaian Oralit pada Diare


Umur < 1 tahun 1-4 tahun 5-12 tahun Dewasa
Tidak ada dehidrasi Setiap kali BAB beri oralit
Terapi A 100 mL 200 mL 300 mL 400 mL
Mencegah Dehidrasi 0,5 gelas 1 gelas 1,5 gelas 2 gelas
3 jam pertama beri larutan rehidrasi oral
300 mL 600 mL 1,2 L 2,4 L
Dengan dehidrasi
1,5 gelas 3 gelas 6 gelas 12 gelas
Terapi B
Selanjutnya setiap BAB diberi oralit
Mengatasi dehidrasi 100 mL 200 mL 300 mL 200 mL
0,5 gelas 1 gelas 1,5 gelas 2 gelas

2. Probiotik
Mekanisme kerja probiotik adalah berkompetisi untuk berlekatan pada enterosit
usus, sehingga enterosit yang telah jenuh dengan probiotik tidak dapat lagi
berlekatan dengan bakteri lain sehingga menghambat pertumbuhan kuman
patogen serta berkompetisi dengan patogen untuk mendapatkan tempat dan
nutrisi.
23

Probiotik menghasilkan substansi anti mikroba seperti asam organik (laktat dan
asetat), bakteriosin, reuteri, H2O2 dan enzim saluran cerna. Probiotik juga
meningkatkan sistem imunitas non spesifik dan spesifik.
Beberapa jenis merek dagang probiotik yang tersedia di Indonesia.

Tabel II. 2 Jenis merek dagang probiotik di Indonesia (12)

Merek Dagang Komposisi Dosis Standar


Lacto B Viable cell counts 1 x 107 Anak 1-6 tahun : 3 sachet
(Produsen : Novell) CFU/gram (Lactobacillus /hari.
acidophilus, Bifidobacterium Bayi <1 tahun : 2 sachet /hari
longun, Streptococcus
thermophilus), Vit. C 10mg,
Vit. B1 0,5mg, Vit. B2 0,5
mg, Vit. B6 0,5mg, Niacin
2mg, protein 0,02gram, fat
0,1gram, energi 3,4 kalori
L-Bio Rice starch, maltodextrin (L. Anak ≥12 tahun : 3 sachet
(Produsen : Lapi) acidophilus, L. casei, L. /hari
salivarius, Bifidobacterium Anak ≥2 tahun : 2-3
infantis, Bifidobacterium sachet /hari
lactis, Bififobacterium
longum, Lactococcus lactis)
Interiac Lactibasillus reuteri protectis 1 kali sehari (5 tetes)
(Produsen : Interbat) (1 dosis mengandung minimal
100 juta Lactobacillus reuteri
protectis hidup)
Lacidofil 2 milyar cfu organisme yang Dewasa : 1 kapsul, 2 kali
(Produsen : Dexa Medica) terdiri dari Lactobacillus sehari
acidophilus Rossel-52 dan Anak >2 tahun : 1 kapsul, 1
Lactobacillus rhamnosus kali sehari
Rosell-11
24

3. Zinc Sulfat (12,17)


a) Indikasi
Terapi penunjang atau suplemen untuk diare akut non spesifik pada anak.
b) Efek samping
Penggunaan dosis tinggi (dosis >150 mg/hari) pada jangka waktu lama dapat
menyebabkan penurunan absorbsi tembaga. Mual, muntah, rasa pahit pada
lidah.
c) Interaksi obat
Zat besi dapat menurunkan penyerapan zinc. Jika diberikan bersamaan
dengan zat besi direkomendasikan untuk memberikan zinc terlebih dahulu
yaitu beberapa jam sebelum memberikan zat besi.
d) Dosis
Anak dan bayi ≥6 bulsn : 20mg sekali sehari
Bayi <6 bulan : 10mg sekali sehari
Zinc diberikan selama 10 hari (meskipun diare sudah berhenti)
e) Nama dagang
Sediaan bubuk 10mg : Orezinc
Sediaan tablet 20mg : Zinc (generik), Zincare, Zidiar, Interzinc
Sediaan sirup 20mg/5mL : Zircum kid
Sediaan sirup 10mg/5mL : L-Zinc, Zinkid

M. KONSELING DALAM TATALAKSANA DIARE


Sebagai petugas kesehatan di pelayanan kesehatan, sangat penting memiliki
kemampuan konseling. Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan
oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang mengalami sesuatu
masalah (disebut konsele) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi
pasien/klien. Teknik/keterampilan komunikasi yang baik yaitu (10):
25

Tabel II. 3 Konseling diare

Tanya/Dengar Beri Pujian Beri Saran Periksa


Tanya dan Berikan pujian Berikan saran Berikan saran
dengarkan hal-hal kepada kepada kepada
apa saja yang pengasuh/ibu pengasuh/ibu pengasuh/ibu
sudah dilakukan balita akan hal- balita cara balita cara
oleh ibu dalam hal baik yang merawat merawat
merawat anaknya sudah dilakukan balitasakit di balitasakit di
ketika dia diare. ibu dalam rumah rumah
merawat
anaknya.

1. Tanya dan Dengar


a) Tanda-tanda bahaya yang dialami balita pada saat sakit.
b) Apa saja yang sudah dilakukan oleh ibu balita/pengasuhnya untuk mengatasi
tanda-tanda bahaya tersebut; apa saja yang sudah dilakukan ibu
balita/pengasuh dengan baik dan apa yang perlu diperbaiki.

2. Beri Pujian
Petugas kesehatan memberikan pujian kepada ibu balita/pengasuh jika
melakukan tindakan yang baik dalam mengatasi penyakit/tanda-tanda bahaya
sakit yang dialami balita.

3. Beri Saran
a) Gunakan kalimat yang dimengerti oleh ibu/pengasuh balita.
b) Gunakan alat bantu yang ibu/pengasuh balita kenali
26

c) Berikan pujian jika ibu/pengasuh melakukan/mempraktekkan dengan benar


dan bantu ibu/pengasuh jika ibu/pengasuh belum mempraktekkan dengan
benar.
d) Berikan kesempatan untuk melakukan praktek lebih dari satu kali jika
dibutuhkan.
e) Dorong ibu/pengasuh untuk aktif bertanya jika ada hal-hal yang ingin dia
tanyakan dan jawab semua pertanyaannya
f) Berikan saran yang relevan saat ini

4. Periksa Pemahaman
Berikan beberapa pertanyaan kepada ibu/pengasuh untuk mengetahui
pemahaman ibu dan berikan penjelasan ulang jika ibu/pengasuh balita belum
paham. Hindari pertanyaan tertutup (pertanyaan yang mengarahkan). Sebagai
petugas kesehatan, anda mengharapkan ibu/pengasuh balita mengerti cara
merawat balita sakitnya setelah anda mengajarkannya. Dengan bertanya, anda
akan tahu tingkat pemahaman ibu/pengasuh balita
a) Tiga langkah dasar cara mengajarkan ibu tentang tatalaksana diare
balita di rumah (10)
1) Berikan informasi kepada ibu, contoh bagaimana cara memberikan ZINC
kepada bayinya.
2) Peragakan kepada ibu, contoh cara memberikan ZINC kepadanya
bayinya.
3) Ibu diminta untuk mempraktekkan cara memberikan ZINC kepada
bayinya.
Setelah mengajarkan ibu tentang tatalaksana diare, selanjutnya petugas
kesehatan memeriksa pemahaman ibu, caranya:
1) Gunakan pertanyaan seperti; mengapa, bagaimana, kapana ibu harus
melakukan tatalaksana diare di rumah
2) Hindari pertanyaan yang mengarahkan
27

3) Berikan waktu kepada ibu untuk berfikir lalu menjawab pertanyaan


4) Berikan pujian kepada ibu jika ibu menjawab dengan benar
5) Jika dibutuhkan, beri informasi tambahan, contoh atau praktekkan
kembali.
b) Ajarkan kepada ibu tentang tatalaksana diare di rumah (10)
1) Jelaskan apa tatalaksana diare dan mengapa harus melakukannya
2) Jelaskan langkah-langkah melakukan tatalaksana diare di rumah
3) Jika obat yang diberikan lebih dari satu jenis, perhatikan ketika ibu
melakukannya.
4) Jelaskan kepada ibu berapa lama harus melakukan tatalaksana diare
tersebut di rumah
5) Periksa pemahaman ibu sebelum ibu meninggalkan sarana kesehatan
c) Ajarkan ibu tentang cara pemberian obat oral di rumah (10)
1) Berikan obat yang sesuai dan jelaskan dosis yang harus diberikan sesuai
umur atau Berat Badan
2) Jelaskan alasan mengapa memberi obat tersebut dan penyakit yang
diobati
3) Peragakan cara mengukur dosis yang diberikan
4) Minta ibu untuk memberikan dosis yang pertama kepada balita
d) Ajarkan ibu tentang cara memberikan obat oral di rumah (10)
1) Minta ibu untuk memberikan dosis yang pertama kepada balita
2) Jelaskan dengan perlahan bagaimana memberikan obat, jelaskan label
yang ada di obat dan paket obat yang diberikan
3) Jika obat yang diberikan lebih dari, hitung jumlah obat yang diberikan
dan pisahkan obat berdasarkan jenis dan pisahkan di kantong yang
berbeda
4) Jelaskan kepada ibu untuk menghabiskan semua obat yang diberikan
meskipun balita sudah membaik dari sakitnya
5) Periksa pemahaman ibu sebelum ibu meninggalkan sarana kesehatan
28

N. KOMUNIKASI INFORMASI DAN EDUKASI (KIE) (10)


1. KIE untuk pasien
a) Asupan nutrisi (makanan) diteruskan untuk mencegah atau meminimalkan
gangguan gizi yang terjadi
b) Banyak minum air, terutama jika mengalami demam
c) Hindari konsumsi minum bersoda atau minuman lain yang banyak
mengandung glukosa karena glukosa dapat menyebabkan air terserap ke usus
sehingga memperberat kondisi diare
d) Hindari membeli dan mengonsumsi makanan atau minuman dari took/penjual
yang tidak terjamin kesehatannya
e) Biasakan mencuci seluruh bagian tangan secara cermat dengan sabun dan air
tiap kali sesudah buang air besar atau kecil dan sebelum menyiapkan
makanan untuk mencegah penularan diare
f) Hindari konsumsi produk susu dan makanan

2. KIE untuk tenaga kesehatan


a) Memberikan informasi kepada pasien mengenai efek samping yang bisa
muncul
b) Menyarankan kepda pasien untuk mematuhi terapi non farmakologi guna
menunjang keberhasilan terapi
c) Menjelaskan obat yang digunakan, indikasi, cara penggunaan, dosis dan
waktu penggunaannya
d) Memberitahuka kepada pasien cara pencegahan dan penatalaksaan diare
secara tepat tidak terulang kembali

3. KIE untuk dokter


29

Pemberian antibiotik kepada pasien jika terindikasi gejala dan tanda diare infeksi
seperti demam dan feses berdarah.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ummuaulia. (2008). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare.


Universitas Surakarta.

2. Soegijanto, S. (2009). Ilmu Penyakit anak Diagnosa dan Penatalaksanaan.


Jakarta: Salemba Medika.

3. Depkes R.I. (2010). Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta : Ditjen


PPM dan PL.

4. Suharyono. (2005). Diare Akut Klinik dan Laboratorik. Jakarta : Rineka Cipta.

5. Kumala NS. Hubungan pengetahuan ibu tentang diare dengan kejadian diare
pada anak 1-4 tahun diwilayah Puskesmas Pekan Bahorok. Journal Ibnu
Sina.2017;2(4):1-11

6. Zein U, Huda KS, Ginting J. Diare akut disebabkan bakteri. Fakultas Kedokteran
Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Bagian Penyakit Dalam. Universitas
Sumatera Utara. 2004:1-5

7. Zulkifli LA. Tatalaksana diare akut. Journal CDK. 2015;42(7):504-08

8. Sarayar AM, Liwang F. Pencegahan dan penatalaksanaan terkini penyakit


travelers Diarrhea untuk wisatawan yang berkunjung ke Indonesia. ISM journal;
1(1):36-40

9. Utami N, Luthfiana N. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada


anak. Majority Journal. 2016;5(4):101-06

10. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Panduan sosialisasi tatalaksana diare


balita. Direkorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan.2011

11. Dinkes, Provinsi Jawa Tengah. (2015). Prosedur Tetap Penanggulangan KLB
dan Bencana. Semarang: Dinkes Jateng.

12. Pramudianto A, Evaria. Mims Indonesia petunjuk konsultasi edisi 18. Jakarta:
BIP. 2018

30
31

13. Sukandar EY, Andrajati R, Sigit JI, et al. ISO Farmakoterapi Buku 1. Jakarta:
PT. ISFI. 2013.

14. Medscape. Drug and Disease. Available from: URL:


http://reference.medscape.com . Accessed October 2020

15. Badan POM Indonesia. Informatorium Obat Nasional Indonesia cetakan tahun
2017. Jakarta: Sagung Seto. 2017.

16. Ikatan Dokter Indonesia. Informasi Obat Dokter Indonesia. Jakarta: BP FKUI.
2012.

17. DepKes RI. Buku saku petugas kesehatan lintas diare. Jakarta: DepKes RI.
2011.

18. http://bionursing.fikes.unsoed.ac.id/bion/index.php/bionursing/article/view/22

19. https://journal.uii.ac.id/JIF/article/view/12356/8964

Anda mungkin juga menyukai