Kelompok IV
2
KATA PENGANTAR
Penyusun
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
dan kalium di dalam darah atau urin. Penyakit ini terus berkembang secara
perlahan hingga fungsi ginjal semakin memburuk sampai ginjal kehilangan
fungsinya (Price & Wilson, 2006).
Fungsi utama ginjal adalah filtrasi dan sekresi produk akhir metabolisme
dan kelebihan elektrolit. Kegagalan permanen ginjal untuk mencapai fungsinya
disebut penyakit ginjal kronis (CKD) dan kegagalan untuk mempertahankan
hidup, disebut penyakit ginjal stadium akhir (ESRD). Manajemen CKD
membutuhkan pemahaman yang jelas tentang definisinya seperti yang diusulkan
oleh National Kidney Foundation (NKF). Diperlukan interpretasi yang tepat
mengenai estimasi laju filtrasi glomerulus (eGFR), karena GFR masih dianggap
sebagai indeks keseluruhan terbaik fungsi ginjal pada pasien yang stabil dan tidak
dirawat di rumah sakit. Kerusakan ginjal ditandai dengan
a) kelainan ginjal patologis
b) proteinuria persisten
c) kelainan urin lainnya, misalnya, hematuria ginjal
d) eGFR <60 mL / min / 1,73 m2 (Selzer, 1996).
C. ETIOLOGI
Penyebab CKD yang paling sering adalah nefropati diabetik, hipertensi,
glomerulonefritida, nefritis interstitial, pielonefritis, penyakit ginjal polikistik,
nefropati obstruktif. CKD juga bisa menjadi hasil akhir dari cedera ginjal akut
yang tidak diobati (AKI) disebabkan oleh infeksi, obat-obatan, zat beracun logam
berat termasuk timbal, kadmium, merkuri dan kromium (Tzanakaki dkk, 2014).
Gagal ginjal kronik juga disebabkan oleh berbagai penyakit, seperti
glomerolunefritis akut, gagal ginjal akut, penyakit ginjal polikistik, obstruksi
saluran kemih, pielonefritis, nefrotoksin, dan penyakit sistemik, seperti diabetes
melitus, hipertensi, lupus eritematosus, poliartritis, sel sabit, serta amiloidosis
(Hutagol, 2017).
5
D. PATOFISIOLOGI
Ginjal merupakan salah satu organ ekskretori yang berfungsi untuk
mengeluarkan sisa metabolisme didalam tubuh diantaranya ureum, kreatinin, dan
asam urat sehingga terjadi keseimbangan dalam tubuh. Penyakit ini diawali
dengan kerusakan dan penurunan fungsi nefron secara progresif akibat adanya
pengurangan masa ginjal. Pengurangan masa ginjal menimbulkan mekanisme
kompensasi yang mengakibatkan terjadinya hipertrofi struktural dan fungsional
nefron yang masih tersisa. Perubahan ini mengakibatkan hiperfiltrasi yang diikuti
oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Selanjutnya
penurunan fungsi ini akan disertai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus
(GFR) dan peningkatan sisa metabolisme dalam tubuh.
Perjalanan umum ginjal kronik dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium
satu dinamakan penurunan cadangan ginjal. Pada stadium ini kreatin serum dan
BUN dalam keadaan normal dan penderita asimtomatik (tanpa gejala). Gangguan
fungsi ginjal akan dapat diketahui dengan tes GFR.
Stadium dua dinamakan insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75% jaringan
yang berfungsi telah rusak dan GFR 25% dari normal. Pada tahap ini BUN baru
mulai stadium insufisiensi ginjal gejala nokturia dan poliuria diakibatkan
kegagalan pemekatan. Nokturia (berkemih pada malam hari) sebanyak 700 ml
atau berkemih lebih dari beberapa kali. Pengeluaran urin normal sekitar 1500 ml
perhari atau sesuai dengan jumlah cairan yang diminum.
Stadium ke tiga dinamakan gagal ginjal stadium akhir uremia. Sekitar 90%
dari massa nefron telah hancur atau sekitar 200.000 yang masih utuh. Nilai GFR
nya hanya 10% dari keadaan normal dan bersihakan kreatin sebesar 5-10
ml/menit. Penderita biasanya oliguri (pengeluaran urien kurang dari 500 ml/hari)
karena kegagalan glomelurus uremik. Fungsi ginjal menurun, produk akhir
metabolisme protein. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Menurut Sudoyo et al., (2009) stadium paling dini dari penyakit gagal ginjal
kronis, akan menyebabkan penurunan fungsi yang progresif ditandai dengan
6
peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum. Pasien dengan GFR 60% belum
merasakan keluhan, tetapi sudah ada peningkatan kadar ureum dan kreatinin,
sampai GFR 30% keluhan nokturia, badan lemas, mual, nafsu makan berkurang,
dan penurunan berat badan mulai terjadi.
Faktor yang meningkatkan risiko penyakit ginjal diantaranya usia lanjut,
penurunan massa ginjal dan berat badan lahir rendah, minoritasrasa atauetnis,
sejarah keluarga, pendapatan atau pendidikan yang rendah, inflamasi sistemik,
dan dislipidemia. Faktor inisiasi langsung mengakibatkan kerusakan ginjal dan
dimodifikasi oleh terapi obat, diantaranya pada pengobatan diabetes mellitus,
hipertensi, glomerulonefritis, penyakit ginjal polikistik, Wegener granulomatosis,
penyakit pembuluh darah, dan human immunodeficiency virus (HIV) nefropati.
Faktor progresi dapat mempercepat penurunan fungsi ginjal setelah inisiasi
kerusakan ginjal, diantaranya glikemia pada penderita diabetes, hipertensi,
proteinuria, hiperlipidemia, obesitas, dan merokok. Kebanyakan nephropathies
progresif menyebabkan kerusakan parenkim ginjal ireversibel dan ESRD
meliputi hilangnya massa nefron, hipertensi kapiler glomerulus, dan proteinuria
(Wells, 2015).
Gambar1. dibawah ini akan menjelaskan tentang patofisiologi terjadinya
gangguan ginjal(Wells, 2015).
7
Gambar 1.Patofisiologi terjadinya gangguan ginjal (Wells, 2015).
E. KLASIFIKASI
Penyakit ginjal kronis ditandai oleh penurunan progresif dalam fungsi ginjal
dengan waktu ditandai dengan ireversibel kerusakan struktural pada nefron yang
ada. Sistem pementasan digunakan untuk mengklasifikasikan penyakit ginjal
sesuai dengan eGFR, yang diperkirakan secara klinis menggunakan kreatinin
(CrCl). Khususnya, CKD didefinisikan sebagai kerusakan ginjal dengan eGFR
normal atau sedikit menurun (tahap 1 dan 2) atau eGFR kurang dari 60 mL /
menit/1,73 m2 selama setidaknya 3 bulan dengan atau tanpa bukti kerusakan
ginjal (tahap 3 sampai 4). Kerusakan ginjal diindikasikan oleh kelainan patologis
ginjal atau tanda-tanda cedera ginjal, termasuk kelainan pada tes darah atau urin.
Adanya protein dalam urin (didefinisikan sebagai proteinuria, albuminuria, atau
mikroalbuminuria berdasarkan jenis dan jumlah protein) adalah penanda awal dan
sensitif terjadinya kerusakan ginjal (kimbal, 2009).
8
Tanda dan gejala pada pasien penyakit ginjal kronik dapat diklasifikasikan
sesuai dengan derajatnya. Klasifikasi penyakit ginjal kronik adalah sebagai
berikut (KDIGO, 2012):
Tabel 2. Klasifikasi penyakit ginjal kronikmenurut Kidney Disease
Improving Global Outcomes (KDIGO, 2012).
Klasifikasi Penyakit LFG
Penjelasan/Deskripsi Nama Lain
Ginjal Kronik (Derajat) (ml/mnt/ 1,73 m2)
Kerusakan ginjal
G1 dengan LFG normal Resiko ≥90
atau ↑
Kerusakan ginjal Chronic
G2 60–89
dengan LFG ↓ ringan RenalInsufisiensi
Kerusakan ginjal
Chronic
G3a dengan LFG ↓ ringan 45–59
RenalFailure(CFR)
sedang
Kerusakan ginjal Chronic
G3b 30–44
dengan LFG ↓ berat RenalFailure(CFR)
Kerusakan ginjal
G4 CFR 15–29
denganLFG↓ berat
End Stage
G5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
RenalDisease(ESDR)
A. PENATALAKSANAAN TERAPI
Tujuan terapi pasien CKD memperlambat perkembangan CKD, mengurangi
perkembangan dan keparahan komplikasi. Penanganan CKD dapat dilakukan melalui
terapi farmakologi dan non-farmakologi.
1. Terapi Non Farmakologi
Membatasi penggunaan protein 0,8 g/kg/hari jika GFR kurang dari 30 mL/ min/
1.73m.
Mendorong gerakan stop merokok untuk memperlambat perkembangan CKD
dan mengurangi risikoCVD.
Berolahraga setidaknya 30 menit lima kali per minggu dan pencapaian tubuh
Indeks massa (BMI) dari 20 sampai 25 kg / m2
(Wells, 2015).
2. Terapi farmakologi
a. Algorima terapi untuk pengobatan CKD dengan diabetes
9
Terapi intensif pada pasien dengan diabetes tipe 1 dan 2 dapat mengurangi
komplikasi mikrovaskular, termasuk nefropati. Terapi intensif dapat
termasuk insulin atau obat oral dan melibatkan pengukuran kadar gula darah
setidaknya tiga kali sehari.
Perkembangan CKD dapat dibatasi melalui kontrol optimal terhadap
hiperglikemia dan hipertensi.
10
dengan titrasi meningkat untuk mencapai target tekanan darah dan sebagai
tambahan, dapat mengurangi proteinuria.
LFG umumnya menurun 25% sampai 30% dalam 3 sampai 7 hari setelah
memulai terapi degan ACE inhibitor karena golongan tersebut dapat
mengurangu tekanan itragromelural.
Strategi untuk pengobatan hipertensi didasarkan pada albumin urin
pengeluaran dan tekanan darah target
11
Contoh kasus
Ny. RB tahun BB 79,37 kg, TB 167,6 cm riwayat DM tipe 2 selama 20 tahun. Saat
ini sedang konsultasi ke Dokter ahli dalam tentang diabetesnya dan kadar gula
darahnya > 200 mg/dL, HbA1c 10,1% (target < 7%) 2 bulan lalu.
Saat ini Ny RB mengeluh mual, malaise, malas bergerak. Dia telah diterapi untuk
peptic ulsernya selama 6 bulan.
Hasil laboratorium menunjukkan:
Data hematologi
Hematocrit (Hct), 28%
Hemoglobin (Hgb), 9.3 g/dL
White blood cell (WBC) count, 9,600/µl
Platelet count, 155,000/µl
RBC normal, jumlah retikulat 0,5%
Hasil analisis urin menunjukkan proteinuria 4+. Albumin dalam urin 700 mg/24 jam.
12
Pembahasan Kasus
13
Data hematologi:
Hematocrit (Hct), 28% = rendah (33-43 %)
Hemoglobin (Hgb), 9.3 g/dL = rendah (12-16 g/dL)
White blood cell (WBC) count, 9,600/µL = normal (4000-11.000)
Platelet count, 155,000/µL. = normal (150.000-450.000)
RBC normal, jumlah retikulat 0,5% = Normal (0,1-2,4%)
Hasil analisis urin menunjukan proteinuria 4+. Albumin dalam urin 700 mg/24
jam.
14
= 20,6 mL/menit/1,73 m22
Pasien mengalami edema karena jumlah protein dalam urin sangat tinggi
menyebabkan sindrom nefrotik sehingga menumpuknya cairan dalam tubuh.
Sedangakan nilai data yang tidak normal (tinggi) pada SCr, BUN, kalium, serum
fosfat serta rendahnya nilai hematokrit dan Hb. Terjadinya peningkatan
proteinuria menandakan kerusakan glomerulus yang signifikan. Sehingga
penurunan ekskresi natrium dan air menyebabkan kenaikan berat badan, edema
dan hipertensi.
Timbulnya mual dan malaise ini disebabkab oleh mungkin merupakan
konsekuensi dari akumulasi racun uremik (azotemia) dari penurunan fungsi
ginjal. Uremia terjadi kerna ginjal tidak dapat berfungsi semestinya. Ginjal tidak
lagi dapat menyaring zat sisa metabolisem atau limbah tubuh yang seharusnya
dikeluarkan lewat urine, sehingga zat sisa tesebut tetap berada di dalam darah.
B. Tata laksana terapi
a. Tujuan terapi
- Perbaikan fungsi ginjal
- Mengelola komplikasi
- Mengontrol gula darah untuk memperbaiki DM pada pasien, mengurangi
proteinuria dan memperlambat penurunan fungsi ginjal.
- Menjaga kadar gula darah puasa antara 70 – 120 mg/dL dengan glukosa darah
postprandial kurang dari 180 mg/dL
- Menurunkan TD pasien
- Mengurangi resiko komplikasi kardiovaskular
b. Strategi terapi
1. Strategi terapi yaitu menurunkan TD. Obat terap TD (TD 160/102 mmHg)
yang direkomendasikan adalah ACE inhibitor (Ramipril) loop diuretik
(furosemid), karena loop diuretik ini sangat direkomendasikan untuk pasien CKD
yang mengalami edema (2+). Alasan pemilhan ACE inhibitor adalah mengingat
tekanan darah tinggi merupakan sistem pada renin angiotensin pada pasien
dengan CKD maka tepat jika digunakan ACE inhibitor dengan pemberian sekali
15
sehari. ACE inhibitor membantu dalam produksi angiotensin II yang berperan
penting dalam regulasi tekanan darah arteri.
2. Obat DM yang dipilih Insulin untuk meningkatkan efektivitas terapi DM dengan
gangguan fungsi ginjal dan hati dimana diketahui bahwa pasien memiliki HbA1C
yang lebih dari 9% sehingga perlu intensifikasi insulin.
3. Terapi untuk anemia digunakan golongan ESA sangat direkomendasikan
pengobatan anemia dengan CKD.
C. Evaluasi Terapi
1. Hipertensi
a. Ramipril
Indikasi : Hipertensi, pada pasien stabil yang memperlihatkan tanda-tanda
klinis gagal jantung kongestif dalam beberapa hari
pertama sesudah infrak miokard akut. Menurunkan
resiko infark miokard akut, stroke, TD sistolik> 160
mmHg, atau TD sistolik> 90 mmHg, riwayat mikro
albuminuria, kolesterol total > 200mg/dL, kolesterol
HDL < 35 mg/dL, perokok.
Dosis : Awal 1,25 mg 1x/hari
KontraIndikasi: Hipersensitivitas, tekanan darah rendah atau kondisi
sirkulasi yang labil, hamil.
Perhatian : Angiodema yang tidak berhubungan dengan terapi
ACEI,gagal jantung kongestif, dengan atau tanpa ada
kaitan dengan insufisiensi ginjal.
Efeksamping: Penurunan berlebihan pada tekanan darah, batuk kering
non produktif, sakit kepala, hyperkalemia.
Interaksi : Supleen K, pengganti garam atau diuretic, itilium.
(MIMS Indonesia Edisi 16, 2017)
b. Furosemid
Indikasi :Pasien dengan resistensi cairan yang berat (edema, ascites),
hypersensitive heart failure, edema paru akut, edema pada
sindrom nefrotik, insufiensi renal kronik, sirosis hepatis.
Dosis : 40mg 1x/hari pagi
Kontra Indikasi : Hipovalemia, hiponatremia, anuri (obstruksi post renal),
pasien yang alergi terhadap preparat sulfa.
Perhatian : Hati-hati menggunakan pada SLE, gangguan hati, gangguan
ginjal, pada pasien dengan riwayat gout, hamil.
16
Efek samping :Hipotensi, hiponatremia, hipokalemia, hipokalsemia,
hiperurisemia, ototoksik, hiperglisemia, menurunkan HDL.
2. DM
Insulin (Novorapid)
Indikasi : DM.
Dosis : Dosis novorapid 100mg/unit penggunaan 3 kali 8
unit/hari
Kontra Indikasi : Hipersensitif, riwayat hipoglikemia
3. Terapi Anemia
Darbepoetin alfa
Indikasi : Anemia CKD
Dosis : Dewasa Awalnya, 0,45 mcg/kg SC atau IV sekali
seminggu. Atau, 0,75 mcg / kg setiap 2 minggu
Kontra Indikasi : Hipersensitive, hipertensi tidak terkontrol
Interaksi : Antagonisme efek hipotensi dan peningkatan risiko
hiperkalemia dengan ACE inhibitor dan antagonis
reseptor angiotensin II. Etanol.
17
DAFTAR PUSTAKA
Koda-Kimbel MA, Young LY, Aldredge BK, Corelli RL, Guglielmo BJ, Kradjan
WA, Williams BR. 2009. Applied Therapeutics: The Clinical Use of Drugs 9th
Edition. 901.
Hutagol, E.V., 2017, peningkatan kualitas hidup pada penderita gagal ginjal kronik
yang menjalani terapi hemodialisa melalui psychological intervention di unit
hemodialisa RS royal prima medan tahun 2016, Jurnal Jumantik, Vol. 2 (1).
Purnomo, B., Basuki, 2009. Dasar-dasar Urologi, Edisi Kedua, Jakarta, Sagung Seto.
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B,.Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. (Ed). (2009).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (Edisi 4). Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan
Penyakit Dalam FKUI.
Wells, B.G., Joseph T.D., Terry, L.S., Cecily V.D., 2009. Pharmacoteraphy Handbook 7th
Edition. McGraw-Hill Education
Wells, B.G., Joseph T.D., Terry, L.S., Cecily V.D., 2015. Pharmacoteraphy Handbook 9th
Edition. McGraw-Hill Education
Suharyanto & Madjid, 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan, Jakarta, Trans Info Media.
18