Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PCD

“SWAMEDIKASI DISPEPSIA”

Dosen Pengampu :
Endang Sri Rejeki, M. Si., Apt

Disusun oleh:
KELAS C
Serli Marselina
(1920374173)

PROGRAM PROFESI APOTEKER XXXVII


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Swamedikasi adalah perilaku seseorang dalam mengobati segala keluhan pada diri
sendiri dengan obat-obatan yang dibeli bebas di apotek atau toko atas inspirasi sendiri
tanpa resep dokter. Tujuan pengobatan sendiri adalah untuk menanggulangi secara cepat
dan efektif keluhan yang tidak memerlukan konsultasi medis, mengurangi beban
pelayanan kesehatan pada keterbatasan sumber daya dan tenaga, serta meningkatkan
keterjangkauan masyarakat yang jauh dari pelayanan kesehatan. Alasan pengobatan
sendiri adalah kepraktisan waktu, kepercayaan pada obat tradisional, masalah privasi,
biaya, jarak, dan kepuasaan terhadap pelayanan kesehatan. (Depkes RI, 2006)
Swamedikasi dapat dilakukan terhadap penyakit ringan dengan menggunakan obat
bebas, obat bebas terbatas dan obat wajib apotek. Penyakit ringan yang sering dialami
masyarakat, seperti demam, sakit kepala, diare, batuk, pusing, dispepsia (maag),masuk
angin dan lain-lain.
Dispepsia merupakan sindrom atau kumpulan gejala atau keluhan yang terdiri dari
nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat
kenyang, perut rasa penuh atau begah yang sering terjadi di masyarakat.
1.2 Rumusan masalah

1. Apa itu dispepsia?


2. Bagiamana etilogi, tanda gejala dan patofisiologi dari dispepsia?
3. Bagaimana pengobatan dispepsia secara farmakologi?
4. Bagaimana pengobatan dispepsia secara non farmakologi?
5. Apa cara pencegahan dispepsia?

1.3 Tujuan Makalah

1. Untuk mengetahui definisi, etiologi, tanda gejala dan patofisiologi dari dispepsia
2. Untuk mengetahui cara pengobatan dispepsia secara farmakologi
3. Untuk mengetahui cara pengobatan dispepsia secara non farmakologi
4. Untuk mengetahui cara pencegahan dispepsia
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Dispepsia merupakan istilah yang menunjukkan rasa nyeri atau tidak


menyenangkan pada bagian atas perut. Kata dispepsia berasal dari bahasa yunani yang
bearti pencernaan yang jelak.

Dispepsia merupakan sindrom atau kumpulan gejala atau keluhan yang terdiri
dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa
cepat kenyang, perut rasa penuh atau begah. Berdasarkan penyebab dan keluhan gejala
yang timbul maka dispepsia dibagi 2 yaitu dispepsia organik dan dispepsia fungsional.
Dispepsia organik apabila penyebab dispepsia sudah jelas, misalnya adanya ulkus
peptikum, karsinoma lambung, dan cholelithiasis yang bisa ditemukan secara mudah
melalui pemeriksaan klinis, radiologi, biokimia, laboratorium, maupun gastroentrologi
konvensional (endoskopi). Sedangkan dispepsia fungsional apabila penyebabnya tidak
diketahui atau tidak didapati kelainan pada pemeriksaan gastroenterologi konvensional
atau tidak ditemukan adanya kerusakan organik dan penyakit-penyakit sistemik
(Djojoningrat, 2007).

Sindroma dispepsia ini biasanya diderita selama beberapa minggu atau bulan
yang sifatnya hilang timbul atau terus-menerus. Definisi Lain, disepsia adalah nyeri atau
rasa tidak nyaman pada perut bagian atas atau dada, yang sering di rasakan adanya gas ,
perasaan penuh atau rasa terbakar di perut

2.2 . Etiologi

Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang bersifat organik
dan fungsional. Penyakit yang bersifat organik antara lain karena terjadinya gangguan di
saluran cerna atau di sekitar saluran cerna, seperti pankreas, kandung empedu dan lain-
lain. Sedangkan penyakit yang bersifat fungsional dapat dipicu karena faktor psikologis
dan faktor intoleran terhadap obat-obatan dan jenis makanan tertentu (Abdullah dan
Gunawan, 2012).
Faktor-faktor yang menyebabkan dispepsia (Rani, 2011) adalah :

a) Gangguan pergerakan (motilitas) piloroduodenal dari saluran pencernaan bagian atas


(esofagus, lambung dan usus halus bagian atas)
b) Menelan terlalu banyak udara atau mempunyai kebiasaan makan salah (mengunyah
dengan mulut terbuka atau berbicara).
c) Menelan makanan tanpa dikunyah terlebih dahulu dapat membuat lambung terasa
penuh atau bersendawa terus.
d) Mengkonsumsi makanan/minuman yang bisa memicu timbulnya dispepsia, seperti
minuman beralkohol, bersoda (soft drink), kopi. Minuman jenis ini dapat mengiritasi
dan mengikis permukaan lambung.
e) Obat penghilang nyeri seperti Nonsteroid Anti Inflamatory Drugs (NSAID)
misalnya aspirin, Ibuprofen dan Naproven
f) Pola makan Di pagi hari kebutuhan kalori seseorang cukup banyak sehingga bila
tidak sarapan,lambung akan lebih banyak memproduksi asam. Tuntutan pekerjaan
yang tinggi, padatnya lalu lintas, jarak tempuh rumah dan kantor yang jauh dan
persaingan yang tinggi sering menjadi alasan para profesional untuk menunda
makan.

2.3 Tanda dan Gejala

Nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas atau dada, yang sering di
rasakan adanya gas , perasaan penuh atau rasa terbakar di perut. Disertai dengan sendawa
dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita, makan dapat
memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya.
Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan
flatulensi (perut kembung).

2.4 Patofisiologi
Faktor genetik Genetik merupakan faktor predisposisi pada penderita gangguan
gastrointestinal fungsional. Faktor genetik dapat mengurangi jumlah sitokin
antiinflamasi. Penurunan sitokin antiinflamasi dapat meyebabkan peningkatan sensitisasi
pada usus. Selain itu polimorfisme genetik berhubungan dengan protein dari sistem
reuptake synaptic serotonin serta reseptor polimorfisme alpha adrenergik yang
mempengaruhi motilitas dari usus. Faktor psikososial Penyelidikan atas pengaruh
psikososisal mengungkapkan bahwa stres adalah faktor yang mempengaruhi dispepsia
fungsional. Emosional yang labil memberikan kontribusi terhadap perubahan fungsi
gastrointestinal. Hal ini akibat dari pengaruh pusat di enterik. Stres adalah faktor yang
diduga dapat mengubah gerakan dan aktivitas sekresi traktus gastrointestinal melalui
mekanismeneuroendokrin. Pengaruh Flora Bakteri Infeksi Helicobacter pylori (Hp)
mempengaruhi terjadinya dispepsia fungsional. Penyelidikan epidemiologi menunjukkan
kejadian infeksi Hp pada pasien dengan dispepsia cukup tinggi, walaupun masih ada
perbedaan pendapat mengenai pengaruh Hp terhadap dispepsia fungsional. Diketahui
bahwa Hp dapat merubah sel neuroendokrin lambung. Sel neuroendokrin menyebabkan
peningkatan sekresi lambung dan menurunkan tingkat somatostatin.

2.5 Penatalaksanaan

Berbagai ukuran dan gaya hidup non farmakologis Perubahan bisa


direkomendasikan, misalnya sehat kebiasaan makan, dan penghentian merokok. Pasien
disarankan untuk menghindari presipitasi faktor, seperti kopi, coklat, atau makanan
berlemak. Postural Langkah bisa direkomendasikan, misalnya kepala Tempat tidur bisa
dinaikkan, dan makanan utama dimakan dengan baik sebelum tidur. Dari sudut pandang
farmakologis, gejala dispepsia adalah dikelola oleh antasida, alginat, PPI, H2 antagonis
reseptor, Terapi pemberantasan H. pylori, prokinetics, TCAs dan selektif inhibitor
serotonin-reuptake. Beberapa komplementer lainnya dan alternatif telah diajukan .

Terapi Farmakologi

Pengobatan dispepsia fungsional ada beberapa obat, yaitu :

a) Antasida
Mekanisme kerja antasida yaitu menetralisis atau mendapar sejumlah asam tetapi
tidak melalui efek langsung. Golongan antasida terdiri atas aluminium, magnesium
hidroksida, kalsium karbonat, dan natrium bikarbonat. Natrium bikarbonat adalah
antasida larut dalam air, bekerja cepat tapi mempunya efek sementara dan bisa
menyebabkan alkalosis, pembentukan batu ginjal fosfat. Magnesium hidroksida
tidak larut dalam air dan bekerja cepat tetapi mempunyai efek laksatif dan
menyebabkan diare. Alumunium hidroksida bekerja relatif lambat. Ion Al3+
membentuk kompleks dengan obat-obatan tertentu dan bisa menyebabkan
konstipasi.
b.) Antagonis reseptor H2
Mekanismenya ialah mengurangi sekresi asam dari sel parietal melalui kompetisi
dengan histamin pada reseptor H2, mengurangi sekresi asam akibat rangsangan
makanan. Contoh obatnya ranitidin, nizatidin, famotidin dan simetidin. Secara
farmakokinetik absorbsi baik melalui per oral dan ekskresi lewat ginjal dalam
bentuk utuh.
c) Penghambat pompa proton
mekanismenya ialah PPI menghambat sekresi lambung dengan cara menghambat
H + / K + ATPase yang ada dalam sel parietal lambung yang menimbulkan efek anti
sekresi yang kuat dan tahan lama. PPI terurai dalam lingkungan asam oleh karena
itu PPI diformulasi dalam bentuk kapsul atau tablet lepas lambat. Contoh obatnya :
omeprazol, esomeprazol dan lansoprazol.
d) Stimulan Motilitas
Metoklopramida dan domperidon bermanfaat untuk pengobatan dyspepsia non
tukak. Kedua obat tersebut bermanfaat untuk mengatasi mual dan muntah non
spesifik.
e) Pelindung Mukosa / Sitoprotektif
Sukralfat adalah garam aluminium dari sucrose sulfat yang bekerja lokal pada T
raiktus gastro intestinal dan hamper tidak diabsorpsi, membentuk suatu rintangan
sitoprotektif pada sisi ulkus sehingga menahan degradasi oleh asam dan pepsin.
Sukralfate bekerja dengan 3 cara :
 Membentuk suatu kompleks kimiawi pada sisi ulkus dan menghasilkan
suatu rintangan pelindung.
 Menghambat kerja dari asam, pepsin dan empedu secara langsung
 Memblok diffusi asam lambung melintasi rintangan mukosa.

Terapi Non Farmakologis

Perubahan gaya hidup

a. Menghindari makanan berminyak atau yang digoreng


b. Menghindari makan dalam porsi banyak,
c. Minum banyak air ketika makan
d. Mengatur jadwal makan
e. Konsumsi makanan berserat
f. Menghindari makan tergesa-gesa
g. Menghindari makanan dengan bumbu yang berlebihan, pedas dan asam.
h. Menghentikan merokok dan minum minuman keras
i. Mempertahankan bobot tubuh yang ideal
j. Hindari langsung tidur 2-3 jam setelah makan
k. Mengendalikan tingkat stress,
l. Olahraga teratur
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dispepsia merupakan penyakit umum yang tergolong ringan namun sangat mengganggu
aktivitas ehari hari apabila kambuh. Tetapi penyakit dispepsia dapat disembuhkan dengan
swamedikasi yang sederhana. Pencegahan dapat dilakukan dengan pengobatan dengan gaya
hidup yang sehat dan menghindari faktor faktor yang dapat memicu kekambuhannya.
KASUS 6
Seorang bapak umur 50 tahun datang ke apotik dengan keluhan sakit terasa panas
bagian perut, sering cegukan dan sendawa. Sebelumnya belum pernah mengalami
penyakit ini, tidak memiliki penyakit lain, tidak memiliki alergi dan suka merokok.

Penyelesaian kasus
Subjektif : pasien laki laki umur 50 tahun dengan keluhan sakit terasa panas
bagian perut, sering cegukan dan sendawa.
Objektif :-
Assasment : pasien menderita dispepsia
Plan : Terapi farmakologi dan non farmakologi

ANTASIDA
Komposisi Alumunium hidroksida 200 mg
Magnesium hidroksida 200 mg
Indikasi Obat sakit maag untuk mengurangi nyeri lambung yang
disebabkan oleh kelebihan asam lambung
Cara Diminum antara waktu makan dan tidur malam, atau pada
saat penyakit kambuh,
Pemakaian Sebaiknya diminum 2 jam sebelum mkan
Dosis Tablet : 1-2 tablet
Sirup : 5-10 ml atau 1-2 sendok takar 5 ml
Peringatan Gangguan Ginjal
/Perhatian
Kontraindikasi Penderita Hipersensitifitas terhadap obat ini
Efek Samping Kadang-kadang terjadi konstipasi, diare
 Mual, muntah
 Hypophostemia dan osteomalacia (pada pemberian dosis
besar untuk jangka lama dan bila kadar phosphate rendah)
 Dialysis dementis (pada pemberian jangka panjang pada
pasien dialisis)
Penyimpanan Simpan pada suhu dibawah 30°C, terlindung dari cahaya
Contoh Merk Antasida + simeticone : promag, mylanta, polycrol
Antasida + dimetilpoliksiloksan : polysilane
Dagang
Contoh Generik Antasida Tablet Contoh Generik Antasida Cair

Contoh Tablet Antasida Merk Dagang Contoh Cair Antasida Merk Dagang

Terapi non farmakologi

Modifikasi gaya hidup & menghindari obat penyebab ulcer (aspirin & NSAIDs lain,
bisphosphonat oral, KCl, pengobatan imunosupresan), menghindari stress, stop merokok &
alkohol,kafein (stimulan asam lambung), makanan dan minuman soda, sebaiknya dihindari
makan malam.
Dialog Percakapan Swamedikasi

Di suatu sore hari yang cerah di Apotek Yanur Farma saat Apotek tersebut sepi pembeli,
masuklah seorang mba kedalam Apotek itu. Mengetahui kedatangannya, apoteker seyum
seakan menyambut kedatangan mereka.

A: Selamat sore, perkenalkan saya Serli apoteker yang bertugas pada sore hari ini. Ini dengan
mba siapa?
P: Nama saya seri
A: “iya mba seri, Ada yang bisa saya bantu?”
P: “Ini mmba, saya mau membeli obat untuk ayah saya”
A: “Saya membutuhkan beberapa informasi dari mba seri sebagai dasar untuk memberikan
obat yang sesuai dengan kondisi ayah mba seri, apa mba berkenan?”
P: “oiya mba, silakan.”
A: “Boleh minta tolong, nama ,usia, alamat ayahnya mba?”
P: “ Nama ayah saya Bejo Kuncoro, usia saya sekarang 50 tahun, tinggal disimpang, Simeru
surakarta “
A: “Terimakasih mba infonya, saya tulis terlebih dahulu”. “Bisa tolong diceritakan gejala
penyakit ayahnya mba?”
P: “saya sekarang merasa sakit terasa panas bagian perut, sering cegukan sama sendawa juga
mba. Ayah saya tidak pernah mengalami ini mba sebelumnya?”
A: “Gejalanya muncul sejak kapan, mba?”
P: “Baru saja mas sekitar 5 jam yang lalu”.
A: “Sebelumnya, apa ayah mba sudah minum obat?”
P: “Belum mba, karena kalau dimasukan makanan rasanya perih di perut. Tadi hanya minum
air putih saja”.
A: “Berarti ayah mba belum berkonsultasi ke dokter, ya?
P: “iya, mba”.
A: “ Apa ayah mba punya riwayat penyakit yang diderita?”
P: “ Nggak ada mba, saya nggak punya riwayat penyakit. Ini juga baru pertama kali saya
merasakan penyakit ini?”
A: “bagaimana dengan pola makan ayah mba selama ini? Teratur nggak?”
P : “selama sebulan terakhir ini, pola makannya tidak teratur. Ayah saya ini sering merasa
kenyang meskipun belum makan.”
A: “Apa ayahnya sering minum kopi atau merokok?’
P: “ oiya tentu mba, saya sangat suka merokok.”
A: “Saat ini, apakah ayahnya sedang mengkonsumsi obat, herbal atau suplemen?
P: “nggak, mba”.
A: “Menurut saya, penyakit ini ada hubungannya dengan pola makan ayahnya yang tidak
teratur dan ditambah kebiasaan yang suka merokok ”. Kemungkinan ayahnya mengalami
peradangan di lambung akibat sering lupa makan dan kebiasaan merokok. Tapi tidak perlu
khawatir mba, asal minum obat dan merubah gaya hidup, insyaallah bisa sembuh.”
P: “Trus, saya harus bagaimana mba?”
A: “Tunggu sebentar mba, saya ambilkan obatnya, mengambilkan antasida (ex: promag tablet
dan mylanta cair)”.
A: “Ini pak obatnya ada yang tablet (promag) harganya 7.000, ada yang cair (mylanta)
harganya 25.000.”. Kalau mba butuh yang cepat itu bagusnya dalam bentuk cair mba mylanta
memeng harganya lebih mahal tapi dia lebih cepat pak meredakan sakitnya. Bagaimana mba
pilih yang mana?
P :” saya pilih yang mylanta aja mba, yang cepat sembuhin”
A:” cara penggunaanya mba. langsung diminum sehari 2 kali 1 sendok makan, diminum 1
jam sebelum makan, rasanya tidak pahit juga mba. Apabila sudah tidak merasakan sakit lagi,
obatnya tidak perlu diminum lagi. Bisa minta tolong bapak untuk mengulangi aturan pakai
obat?”
P: “iya, mba. langsung diminum sehari 2 kali 1sendok makan 2 sendok makan, diminum 1
jam sebelum makan. Apabila sudah tidak merasakan sakit lagi jangan digunakan.”
A: “ iya pak sepertinya mba sudah mengerti, Apabila dalam 3 hari penyakit bapak belum
sembuh, saya sarankan bapak berkonsultasi ke dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut.”
P:” Oiya, mba”.
A: “Untuk mempercepat penyembuhan, selama pengobatan mba harus mengurangi kebiasaan
merokok dan akan lebih baik jika bisa dihentikan. Selain itu, mba juga harus teratur waktu
makannya, mengurangi makanan yang asam dan pedas serta mengurangi stres.”
P: “Terimakasih mba, sarannya. Saya akan mengikutinya”.
A: “ Ada lagi yang bisa saya bantu?’
P: “sudah cukup”
A:”ini harganya 25.000 mba (meyerahkan obat)
P:”iya mba”
A: “Terimakasih mba, atas kesediaan waktunya untuk berkonsultasi semoga cepat sembuh.
Apabila ada kesulitan atau kendala selama pemakaian obat bisa menghubungi ke kartu nama
ini

P:”Iya mba terima kasih”


DAFTAR PUSTAKA

Djojoningrat D (2007). Pendekatan klinis penyakit gastrointestinal. Edisi ke-4. [editor]


Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. FKUI.

Truter Ilse (2012). An approach to dyspepsia for the pharmacist. Nelson Mandela
Metropolitan University. Vol 79 no 14

Mustawa Indra, Supriatmo, Sinuhaj Atan Baas., (2012), Peranan amitriptilin pada
pengobatan dispepsia fungsional. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran-Universitas Sumatera Utara. Volume 45 ' No.3

Rani, Aziz (2011). Buku Ajar Gastroenterologi. Jakarta. Interna Publishing Pusat ma, dkk
Faktor Resiko Kejadian Gastritis di Wilayah Kerja Puskesmas Kampili Kabupaten
Gowa.

Abdullah M. dan Gunawan J. Dispepsia (2012). Continuing Medical Education. CDK-197.


vol. 39 no. 9..

Anda mungkin juga menyukai