Anda di halaman 1dari 47

“ASMA BRONKIAL”

Pembimbing :
dr. Taufik Raffendi Sp.A,D.FM

Riko Sampurna
201610401011013
SMF Ilmu Kesehatan Anak RS Bhayangkara Kediri
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang
2017
PENDAHULUAN
ASMA

World Health Organization (WHO) memperkirakan 100-150 juta


penduduk dunia menderita asma. Bahkan jumlah ini diperkirakan akan
terus bertambah hingga mencapai 180.000 orang setiap tahun

Inflamasi kronik, hiper-responsif dan perubahan struktur akibat


penebalan dinding bronkus (remodeling) saluran respiratori yang
berlangsung kronik

Tidak dicegah dan ditangani dengan baik maka diperkirakan akan


terjadi peningkatan prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masa akan
datang serta mengganggu proses tumbuh-kembang anak dan kualitas
hidup pasien
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI

Global Initiative Asthma (GINA)  asma sebagai suatu penyakit heterogen,


biasanya ditandai dengan inflamasi kronik saluran respiratori.

ICON Pediatric Asthma  asma sebagai gangguan inflamasi kronik yang berhubungan
dengan obstruksi saluran respiratori dan hiperesponsif bronkus

UKK Respirologi IDAI  asma adalah penyakit saluran respiratori dengan


dasar inflamasi kronik yang mengakibatkan obstruksi dan hiperreaktivitas
saluran respiratori dengan derajat bervariasi.
ANATOMI & FISIOLOGI
EPIDEMIOLOGI

Prevalensi total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan 10% pada anak). Prevalensi pada
anak menderita asma meningkat 8-10 kali di negara berkembang dibanding negara maju.

Di Indonesia  prevalensi asma pada anak berusia 6-7 tahun sebesar 3% dan untuk usia 13-14 tahun
sebesar 5,2%.

NCHS  prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak (jumlah anak 4,2
juta) dan pada dewasa > 18 tahun adalah 38 per 1000 (jumlah dewasa 7,8 juta).

NCHS  terdapat 4487 kematian akibat asma atau 1,6 per 100 ribu. CDC  terdapat 187 pasien asma
yang meninggal pada usia 0-17 tahun atau 0.3 kematian per 100,000 anak.
ETIOLOGI

EKSTRINSIK GABUNGAN INTRINSIK

Debu, serbuk
bunga, bulu
infeksi saluran
binatang, obat-
pernafasan dan
obatan dan spora
emosi
jamur
FAKTOR RESIKO

FAKTOR GENETIK FAKTOR LINGKUNGAN

• Hiperreaktivitas • Alergen didalam ruangan (tungau,debu rumah,kucing,


• Atopi/alergi bronkus jamur)
• Alergen diluar ruangan (tepung sari)
• Genetik • Makanan (kacang, makanan laut, susu sapi, telur)
• Jenis kelamin • Obat-obatan tertentu ( antibiotik)
• Ras/etnik • Bahan yang mengiritasi (Parfum, obat nyamuk semprot)
• Ekspresi emosi berlebih
• Asap rokok
• Asap rokok
• Polusi udara diluar dan didalam ruangan
• Exercise induced asthma
• Perubahan cuaca
Hiperaktivitas bronkus obstruksi

Faktor Genetik

Sensitisasi inflamasi Gejala Asma

Faktor Lingkungan

Pemicu (inducer) Pemacu (enhancer) Pencetus (trigger)


PATOFISIOLOGI
MANIFESTASI KLINIS

■ Batuk berulang
■ Mengi
■ Sesak napas
■ Dada terasa berat
■ Gejala biasanya akan memburuk pada malam hari yang dipicu dengan infeksi
pernapasan dan inhalasi alergen.
DIAGNOSIS Pemeriksaan fisik
- Wheezing
- Alergi  allergic shiners atau
geographictongue

ANAMNESIS
- Keluhan wheezing,batuk kering
berulang, sesak nafas, rasa dada PEMERIKSAAN PENUNJANG
tertekan - Saturasi
- Gejala timbul secara episodik atau - Spirometri
berulang - Ananlisis gas darah
- Timbul bila ada faktor pencetus - Rontgen toraks
(Iritan,Alergen,Infeksi saluran - Skin prick test
nafas,aktivitas) - Eosinofil total darah
- Adanya riwayat alergi pada pasien - Pemeriksaan IgE spesifik
atau keluarganya - Uji inflamasi saluran respiratori: FENO(Fractional
- Variabilitas Exhaled Nitric Oxide), Eosinofil sputum
- Reversibilitas - Uji provokasi bronkus  exercise, metakolin
DIAGNOSIS
BANDING Obstruksi mekanis
Laringomalasia, Kelainan sistem organ lain
trakeomalasia
Hipertrofi timus Penyakit refluks
Pembesaran kelenjar gastroesofagus
getah bening
Aspirasi benda asing (GERD)
Vascularring, laryngeal web Penyakit jantung
Disfungsi pita suara bawaan
Inflamasi: infeksi, alergi Malformasi kongenital Gangguan
saluran respiratori neuromuskular
Rinitis, rinosinusitis Batuk psikogen
Chronic upper airway
cough syndrome
Infeksi respiratori
berulang
Bronkiolitis
Aspirasi berulang Patologi bronkus
Defisiensi imun Displasia
Tuberkulosis bronkopulmonal
Bronkiektasis
Diskinesia silia primer
Fibrosis kistik
TERAPI ASMA

RELIVER CONTROLLER

• LABA
• SABA
• STEROID IHALASI
• KORTIKOSTEROID
• LTRA
• METHYL-XANTHINE
• TEOFILIN LEPAS
• ANTIKOLINERGIK
LAMBAT
Golongan β agonis kerja pendek
(SABA)

■ Pemberian SABA peroral: efek bronkodilatasi


dicapai setelah 30 menit. Efek puncak dalam
2-4 jam dan lama kerja hingga 5 jam.
■ Pemberian SABA secara inhalasi: awitan kerja
cepat (<1 menit). Efek puncak dalam 10 menit
dan lama kerja hingga 4-6 jam.
■ Penggunaan metered-dose inhaler (MDI):
serangan asma ringan 2-4 puff (semprotan)
tiap 3-4 jam, serangan asma sedang :6-10
puff setiap 1-2 jam, dan pada serangan asma
berat: 10 puff setiap 1-2 jam.
■ Pasien yang tidak berespon terhadap 2 kali
inhalasi (nebulizer/inhaler) dikategorikan
sebagai non-responder, pada inhalasi ke-3
dapat ditambahkan ipratropium bromida.
■ Efek samping SABA: tremor, sakit kepala,
agitasi palpitasi, takikardia.
Golongan Methyl-xanthine
Golongan Antikolinergik

■ Dosis inisial: jika belum mendapatkan


aminofilin 6-8 mg/kgBB, dilarutkan
dalam 20 ml dextrosa 5% garam
fisiologis, diberikan dalam 20-30 menit.
Jika sudah mendapatkan aminofilin • Ipratropium bromida  nebulisasi
sebelumnya (<4jam) berikan setengah 0,1ml/kgBB setiap 4 jam.
dosis. • Awitan kerja 15 menit, efek puncak dalam 1-3
jam, dan lama kerja hingga 3-4 jam.
■ Dosis rumatan : 0,5-1mg/kgBB/jam. • Efek samping : mulut kering.
Kadar aminofilin dalam darah • Kombinasi SABA dan ipratropium bromida
dipertahakan 10-20 ug/ml. Dosis memberikan efek yang lenih baik dari pada
maksimal 16-20mg/KgBB/hari(apabila penggunaan obat secara terpisah (sendiri-
tidak dapat mengukur konsentrasi sendiri).
plasma
■ Efek samping: mual, muntah sakit
kepala. Pada konsentrasi tinggi dapat
menimbulkan kejang,takikardia,aritmia.
Golongan Kortikosteroid Sistemik

■ Diberikan apabila terapi inisial SABA gagal


mencapai perbaikan klinis atau serangan
asma tetap terjadi walaupun sudah
menggunakan kortikosteroid inhalasi, atau
serangan asma ringan dengan riwayat
serangan asma berat.
Golongan β agonis kerja
panjang (LABA).

– )

■ Preparat inhalasi yang digunakan


adalah salmeterol dan formoterol.
■ Kombinasi steroid inhalasi dengan
LABA memberikan dosis steroid
inhalasi menjadi dua kali lipat.
■ Kombinasi steroid inhalasi dan LABA
sudah tersedia dalam 1 paket:
■ Salmeterol+Fluticasone
propinate seretide (MDI).
■ Formoterol +Budesonide 
Symbicort (DPI
Golongan Steroid
■ Glukokortikosteroid inhalasi
merupakan obat pengontrol yang
paling efektif dan direkomendasikan
untuk penderita asma semua umur.
■ Glukokortikosteroid dapat mencegah
penebalan lamina retikularis,
mencegah terjadinya neoangiogenesis,
dan mencegah atau mengurangi
terjadinya down regulation receptor β2
agonist.
■ Efek samping berupa gangguan
pertumbuhan, katarak, gangguan
sistem saraf pusat, dan gangguan pada
gigi dan mulut.
Golongan Leukotriene Receptor Antagonist

(LTRA)
Secara hipotesis obat ini
dikombinasikan dengan steroid  Montelukast
hirupan dan mungkin hasilnya lebih
baik Dosis per oral 1 kali sehari.(respiro anak)
■ Leukotrin memberikan manfaat klinis Dosis pada anak usia 2-5 tahun adalah 4
yang baik pada berbagai tingkat mg qhs. (gina)
keparahan asma dengan menekan
produksi cystenil leukotrine.  Zafirlukast
■ Efek samping obat dapat mengganggu
fungsi hati (meningkatkan Digunakan untuk anak usia > 7 tahun
transaminase) sehingga perlu dengan dosis 10 mg 2 kali sehari.
pemantauan fungsi hati.(
Golongan Teofilin Lepas Lambat

■ Teofilin efektif sebagai monoterapi atau diberikan bersama kortikosteroid yang


bertujuan untuk mengontrol asma dan mengurangi dosis pemeliharaan
glukokortikosteroid.
■ Efikasi teofilin lebih rendah daripada glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah.
■ Efek samping berupa anoreksia, mual, muntah, dan sakit kepala, stimulasi ringan
SSP, palpitasi, takikardi, aritmia, sakit perut, diare, dan jarang, perdarahan
lambung.
■ Efek samping muncul pada dosis lebih dari 10mg/kgBB/hari, oleh karena itu terapi
dimulai pada dosis inisial 5mg/kgBB/hari dan secara bertahap diingkatkan sampai
10mg/kgBB/hari.
A. Jika diberikan via nebulizer
B. Jika diberikan via MDI + spacer
■ Berikan agonis β2 kerja pendek, lihat • Berikan agonis β2 kerja pendek serial via
responsnya. Bila gejala (sesak napas spacer dengan dosis: 2-4 semprot.
dan wheezing) menghilang, cukup • Berikan satu semprot obat ke dalam
diberikan satu kali. spacer diikuti 6-8 tarikan napas melalui
■ Jika gejala belum membaik dalam 30 antar muka (interface) spacer berupa
masker atau mouthpiece.
menit, ulangi pemberian sekali lagi
• Bila belum ada respons berikan semprot
■ Jika dengan 2 kali pemberian agonis β2 berikutnya dengan siklus yang sama. Jika
kerja pendek via nebulizer belum membaik dengan dosis 4 semprot, inhalasi
membaik, segera bawa ke fasyankes. dihentikan.
Tatalaksana di rumah • Jika gejala tidak membaik dengan dosis 4
semprot, segera bawa kefasyankes.
Kriteria pasien yang memerlukan ICU

■ Tidak ada respons sama sekali terhadap tata laksana awal di UGD dan/atau
perburukan asma yang cepat.
■ Adanya kebingungan, disorientasi, dan tanda lain ancaman henti napas, atau
hilangnya kesadaran.
■ Tidak ada perbaikan dengan tata laksana baku di ruang rawat inap.
■ Ancaman henti napas: hipoksemia tetap terjadi meskipun sudah diberi oksigen
(kadar PaO2 <60 mmHg dan/atau PaCO2 >45 mmHg, meskipun tentu saja gagal
napas dapat terjadi pada kadar PaCO2 yang lebih tinggi atau lebih rendah).
KOMPLIKASI

■ STATUS ASMATIKUS
■ ATELEKTASIS
■ HIPOKSEMIA
■ PNEUMOTHORAKS
■ EMFISEMA
P
E
N
C
E
G
A
H
A
N
PROGNOSIS

■ Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan
kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang berjumlah kira-
kira 10 juta.
■ Jumlah anak yang menderita asma 7 sampai 10 tahun setelah diagnosis pertama
bervariasi dari 26 sampai 78 persen, dengan nilai rata-rata 46 persen; akan
tetapi persentase anak yang menderita penyakit yang berat relative rendah (6
sampai 19 persen).
KESIMPULAN
■ Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang ditandai adanya
mengi episodik, batuk dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran
nafas

■ Patogenesis asma yaitu suatu proses inflamasi kronik yang khas, melibatkan
dinding saluran respiratori, peningkatan reaktivitas saluran respiratori dan
menyebabkan terbatasnya aliran udara.

■ Penatalaksanaan dan pencegahan asma harus dilaksakan secara teratur dan


benar agar asma tidak menjadi berat dan pengobatan yang paling baik adalah
menghindari faktor pencetusnya.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai