Anda di halaman 1dari 32

TUGAS FARMAKOTERAPI TERAPAN

“ANGINA PECTORIS”

Disusun oleh:

KELOMPOK 1

1. Lidyana Suci Cahyanti 2020000117


2. Muhammad Aldy Dwi Cahya 2020000118
3. Nofi Lutfiah 2020000074
4. Puspa Izati Prihatini 2020000075
5. Rachmadiana 2020000076
6. Raissa Nurwihda Yusuf 2020000077

KELAS C

FAKULTAS FARMASI PROGRAM STUDI PROFESI


APOTEKER
UNIVERSITAS PANCASILA
2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG................................................................................................1
B. PERUMUSAN MASALAH.......................................................................................2
C. TUJUAN PENELITIAN.............................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. ANGINA PECTORIS.................................................................................................3
B. EPIDEMIOLOGI........................................................................................................3
C. PATOFISIOLOGI......................................................................................................4
1.Faktor yang Menetukan Kebutuhan Oksigen Miokardium......................................4
2.Faktor yang Menentukan Aliran Darah Koroner dan Pasokan Oksigen Miokardium
................................................................................................................................4
3.Faktor yang Menentukan Tonus Vaskular...............................................................5
D. PATOGENESIS.........................................................................................................5
E. KLASIFIKASI ANGINA PECTORIS........................................................................6
1.Classical Effort Angina (Angina Klasik).................................................................6
2.Variant Angina (Angina Prinzmetal).......................................................................6
3.Unstable Angina (Angina Tak Stabil)......................................................................7
F. GEJALA KLINIS ANGINA PECTORIS....................................................................8
G.DIGNOSA ANGINA PECTORIS...............................................................................8
1.Anamnesis/Riwayat.................................................................................................8
2.Pemeriksaan Fisik..................................................................................................10
3.Elektrokardiografi.................................................................................................10
4.Petanda Biokimia Jantung.....................................................................................10
H.PENATALAKSANAAN TERAPI........................................................................... 12
1.Tatalaksana Non-Farmakologi...............................................................................13
2.Terapi Farmakologis..............................................................................................14

BAB III PEMBAHASAN


A.KASUS......................................................................................................................19
B. ANALISIS SOAP.....................................................................................................19
1.Subjek....................................................................................................................19
2.Objektif.................................................................................................................20
3.Assesment.............................................................................................................20
4.Plan.......................................................................................................................22

BAB IV PENUTUP
A.KESIMPULAN.........................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................24
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Jantung merupakan organ vital manusia yang berperan dalam memompa aliran darah
keseluruh tubuh. Jantung yang sehat adalah jantung yang dapat bekerja secara
normal tanpa ada gangguan apapun. Jantung yang tidak sehat akibat beberapa faktor
dapat mengakibatkan ketidak optimalan jantung dalam mengalirkan darah keseluruh
tubuh yang dapat mengakibatkan stroke, gagal jantung bahkan kematian. Dari survey
Sample Regristration System pada tahun 2014 di Indonesia menyatakan bahwa
Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penyebab kematian tertinggi tanpa
memandang usia setelah stroke. Pasien dengan riwayat penyakit hipertensi bisa jadi
salah satu faktor peyebab PJK, Angina Pektoris bahkan Stroke maka dari itu
pemantauan obat pasien dengan penyakit hipertensi harus diawasi kepatuhan
meminum obatnya.
Angina adalah rasa sakit atau ketidak nyamanan yang biasanya terjadi di
bagian depan dada dan disebabkan karena aktivitas fisik serta kondisi stress
emosional. Angina adalah gejala utama manifestasi iskemia miokard, yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai darah miokard dan kebutuhan
oksigen.
Angina secara klinis diklasifikasikan menjadi angina stabil dan angina tidak
stabil. Strategi perawatan pada kedua jenis angina tersebut berbeda. Angina stabil
adalah kondisi medis kronis yang tujuan terapinya yaitu menghilangkan atau
meminimalkan gejala, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi morbiditas
jangka panjang dan mortalitas, sedangkan angina tidak stabil adalah sindrom koroner
akut, yang harus diperlakukan sebagai keadaan darurat.
Angina yang tidak stabil merupakan istilah sindrom koroner akut, merupakan
masalah kesehatan publik yang setiap hari mempengaruhi sebagian besar populasi
menjadi penyebab utama kematian di seluruh dunia.Tanda-tanda dan gejala sindrom
koroner akut harus disadari karena penyebab nyeri dada yang dirasakan pasien

1
berbeda-beda. Seringkali pasien akan datang ke ruang gawat darurat, namun sindrom
koroner akut dapat dilihat pada pengaturan rawat jalan. Selama bertahun-tahun,
sejumlah besar penelitian telah dilakukan untuk menentukan modalitas pengobatan
yang tepat dan paling efektif, serta alat diagnostik yang tersedia, dalam mengevaluasi
angina tidak stabil dan varian lain dari sindrom koroner akut.

B. PERUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi Angina Pectoris?
2. Bagaimana patofisiologi Angina Pectoris?
3. Bagaimana patogenesis Angina Pectoris?
4. Apa saja klasifikasi pada Angina Pectoris?
5. Bagaimana gejala klinis pada Angina Pectoris?
6. Bagaimana diagnosa pada Angina Pectoris?
7. Bagaimana penatalaksanaan pada Angina Pectoris?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi Angina Pectoris
2. Untuk mengetahui patofisiologi Angina Pectoris
3. Untuk mengetahui patogenesis Angina Pectoris
4. Untuk mengetahui klasifikasi pada Angina Pectoris
5. Untuk mengetahui gejala klinis pada Angina Pectoris
6. Untuk mengetahi diagnosa pada Angina Pectoris
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada Angina Pectoris

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANGINA PECTORIS
Salah satu penyakit kardiovaskular adalah angina pektoris, yaitu suatu penyakit
dengan gejala klinik sakit dada yang khas, seperti ditekan atau terasa berat di dada
yang seringkali menjalar ke lengan kiri. Sakit dada tersebut biasanya timbul pada
waktu melakukan aktivitas dan segera menghilang bila pasien beristirahat. Sakit dada
pada angina pektoris merupakan salah satu manifestasi iskemia miokard yang
disebabkan karena timbulnya ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan
penyediaan oksigen otot jantung yang disebabkan oleh aliran darah koroner yang
berkurang. Aliran pembuluh darah koroner yang berkurang ini disebabkan oleh
penyempitan pembuluh darah koroner yang terjadi akibat proses aterosklerosis.
Gejala yang timbul umumnya berupa nyeri
dada substernal, yang dapat dirasakan seperti
sensasi tertindih atau rasa tidak nyaman, yang
bisa dipicu oleh aktivitas, kecemasan, atau stres
mental dan emosional. Nyeri pada angina pektoris
juga bisa dirasakan sebagai sensasi perih atau
terbakar. Angina pektoris dapat menjalar ke
lengan, leher, rahang bawah, epigastrium, atau
punggung.
Penyakit Jantung Iskemik merupakan masalah
jantung serius yang paling yang paling lazim
terjadi di banyak masyarakat. Sejauh ini, yang
paling sering menyebabkan Angina adalah
obstruksi ateromatus prmbuluh- pembuluh darah
koroner besar. Walaupun demikian, spasme sesaat
dari pembuluh darah setempat, yang biasanya
dikaitkan dengan terbentuknya ateroma yang

3
mendasarinya, dapat pula menyebabkan iskemia
miokardium yang bermakna serta menimbulkan
rasa nyeri.

B. EPIDEMIOLOGI
Riset kesehatan dasar Indonesia tahun 2016, menunjukkan penyakit jantung merupakan
penyebab kematian terbesar ke 9 dan ke 11 dengan 5,1% dari semua kematian yang
diakibatkan penyakit jantung iskemia (penyumbatan parsial aliran darah ke jantung) dan
4,6% disebabkan penyakit jantung. Angka kejadian PJK di Indonesia sebanyak 7,2%.
Penyakit kardiovaskular saat ini merupakan salah satu penyebab utama dan pertama

4
kematian di negara maju dan berkembang yang akan menggantikan kematian akibat infeksi.
Prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia tahun 2017 sebesar 0,5% atau diperkirakan
sekitar 883.447 orang, sedangkan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5% atau
diperkirakan sekitar 2.650.340 orang terdiagnosisi menderita SKA Jumlah penderita
penyakit jantung koroner terbanyak terdapat di provinsi Jawa Barat sebanyak 160.812 orang,
sedangkan diwilayah Kalimantan Timur jumlah penderita penyakit jantung koroner sebanyak
13.767 orang.

C. PATOFISIOLOGI
1. Faktor yang Menentukan Kebutuhan Oksigen Miokardium
Tidak seperti otot rangka, otot jantung manusia tidak dapat
mengembangkan pemenuhan kebutuhan oksigen sesuai kebutuhan
pada saat stres dan baru memenuhinya kemudian. Sebagai akibat dari
aktivitas yang berkelanjutan, kebutuhan oksigen jantung secara relatif
sangat tinggi dan mengambil sekitar 75% oksigen yang tersedia,
bahkan dalam kondisi tidak terdapat stres. Kebutuhan miokardium
meningkat ketika terjadi peningkatan denyut jantung, kontraktilitas,
tekanan arteri, atau volume ventrikuler. Perubahan hemodinamika
tersebut sering terjadi selama latihan fisik dan letupan simpatis, yang
sering memicu terjadinya Angina pada pasien penyakit arteri koroner
obstruktif. Sering digunakan pengukuran tak langsung untuk menilai
perubahan dalam kebutuhan dan penggunaan oksigen oleh
miokardium. Salah satu pengukuran yang pernah digunakan adalah
“double product” yaitu denyut jantung dan tekanan darah sistole.
2. Faktor yang Menentukan Aliran Darah Koroner dan Pasokan
Oksigen Miokardium
Pasokan oksigen merupakan suatu fungsi pengiriman dan
ekstraksi oksigen miokardium. Karena ekstraksi oksigen
miokardium mendekati maksimal pada saat rihat, hanya sedikit
cadangan oksigen yang dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan yang meningkat, lebih lanjut, oksigen di dalam darah
tidak dapat ditingkatkan secara bermakna dalam kondisi
atmosfer normal. Maka, peningkatan kebutuhan oksigen
miokardium pada jantung normal dapat dipenuhi dengan
peningkatan aliran darah koroner.
Aliran darah koroner secara langsung berkaitan dengan
teknan perfusi (tekanan distolik aorta) dan durasi diastol.
Karena penurunan aliran koroner mencapai nilai yang dapat
diabaikan selama sistol, durasi diastol menjadi faktor pembatas
untuk perfusi miokardium selama takikardi. Aliran darah
koroner secara berlawanan proposional terhadap tahanan
(resistensi) tatanan pembuluh darah koroner. Resistensi
pembuluh darah ditentukan oleh faktor intrinsik, termasuk hasil
metabolik serta aktivitas autonom, oleh berbagai agen
farmakologis, dan oleh kompresi mekanis ekstravaskular arteri
koroner. Tempat autoregulasi diduga merupakan pembuluh
resistensi arteriol. Kerusakan pada endotel pembuluh koroner
terbukti dapat merubah kemampuan dilatasi sebagai respon
terhadap stimulasi normal.
3. Faktor yang Menentukan Tonus Vaskuler
Tonus arteri dan vena keduanya berperan penting dalam
menentukan tekanan dinding miokardium. Tonus arteri secara
langsung mengendalikan resistensi vaskular perifer dan oleh
karenanya juga tekanan arteri. Pada keadaan sistole, tekanan
intravenakuler haruslah melebihi tekanan aorta untuk
mengeluarkan darah, oleh karenanya, tekanan darah arteri
sangat menentukan tekanan dinding sistolik. Tonus vena
menentukan kapasitas sirkulasi vena dan mengendalikan jumlah
darah yang disebarkan di dalam sistem vena versus jumlah yang
dikembalikan ke jantung. Tonus vena, karenanya menentukan
tekanan dinding diastolik.

D. PATOGENESIS
Pada angina pektoris tidak stabil terjadi erosi pada plak aterosklerosis yang relatif

6
kecil dan menimbulkan oklusi trombus yang transien. Trombus biasanya labil dan
menyebabkan oklusi sementara yang berlangsung antara 10-20 menit. Perjalanan
proses aterosklerosis (initiation, progression dan complication pada plak
aterosklerotik), secara bertahap terbentuk bercak- bercak garis lemak (fatty streaks)
pada permukaan lapis dalam pembuluh darah, dan lambat-laun pada usia tua dapat
berkembang menjadi bercak sklerosis (plak atau kerak pada pembuluh darah)
sehingga terjadinya penyempitan dan/atau penyumbatan pembuluh darah. Kalau plak
tadi pecah, robek atau terjadi perdarahan subendotel, mulailah proses trombogenik,
yang menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu pembuluh koroner. Pada saat
inilah muncul berbagai presentasi klinik seperti angina atau infark miokard. Proses
aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau progresif.

Gambar 1. Perjalanan proses aterosklerosis (initiation, progression dan


complication pada plak aterosklerotik)

E. KLASIFIKASI ANGINA PECTORIS


Klasifikasi klinis Angina Pectoris pada dasarnya berguna untuk mengevaluasi
mekanisme terjadinya iskemik. Walaupun patogenesis Angina Pectoris mengalami
perubahan dari tahun ke tahun, akan tetapi pada umumnya dapat dibedakan 3 tipe
angina :
1. Classical Effort Angina (Angina Klasik)
Pada nekropsi biasanya didapatkan aterosklerosis koroner. Pada
keadaan ini, obstruksi koroner tidak selalu menyebabkan
terjadinya iskemik seperti waktu istirahat. Akan tetapi bila

7
kebutuhan aliran darah melebihi jumlah yang dapat melewati
obstruksi tersebut, akan tetapi iskemik dan timbul gejala angina.
Angina pectoris akan timbul pada setiap aktivitas yang dapat
meningkatkan denyut jantung, tekanan darah dan atatus
inotropik jantung sehingga kebutuhan O2 akan bertambah
seperti pada aktifitas fisik, udara dingin dan makan yang
banyak.
2. Variant Angina (Angina Prinzmetal)
Bentuk ini jarang terjadi dan biasanya timbul pada saat istirahat,
akibat penurunan suplai O2 darah ke miokard secara tiba-tiba.
Penelitian terbaru menunjukkan terjadinya obsruksi yang
dinamis akibat spasme koroner baik pada arteri yang sakit
maupun yang normal. Peningkatan obstruksi koroner yang tidak
menetap ini selama terjadinya angina waktu istirahat jelas
disertai penurunan aliran darah arteri koroner.
3. Unstable Angina (Angina Tak Stabil/ATS)
Istilah lain yang sering digunakan adalah Angina preinfark,
Angina dekubitus, Angina kresendo. Insufisiensi koroner akut
atau sindroma koroner pertengahan. Bentuk ini merupakan
kelompok suatu keadaan yang dapat berubah seperti keluhan
yang bertambah progresif, sebelumnya dengan angina stabil
atau angina pada pertama kali. Angina dapat terjadi pada saat
istirahat maupun bekerja. Pada patologi biasanya ditemukan
daerah iskemik miokard yang mempunyai ciri tersendiri.
Menurut Canadian Cardiovascular Society, klasifikasi
sederhana dan praktis yang sering digunakan untuk
menggambarkan keparahan gejala Angina Pectoris adalah
sebagai berikut :
a. Grade I : Angina dengan pengerahan tenaga yang berat,
cepat, atau berkepanjangan (aktivitas fisik biasa seperti naik
tangga tidak menyebabkan angina.

8
b. Grade II : Sedikit terbatasnya aktivitas biasa (angina
terjadi dengan postprandial, berjalan menanjak atau cepat,
ketika berjalan lebih dari 2 blok dari permukaan tanah atau
berjalan menaiki lebih dari satu tangga, selama stres
emosional atau pada jam-jam awal setelah bangun tidur).
c. Grade III : Ditandai dengan keterbatasan aktivitas biasa
(Angina terjadi dengan berjalan 1-2 blok atau mendaki
tangga pada kecepatan yang normal).
d. Grade IV : Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
fisik apapun tanpa rasa tidak nyaman (nyeri saat istirahat
terjadi).

9
F. GEJALA KLINIS ANGINA PECTORIS
Didapatkan rasa tidak enak di dada yang tidak selalu sebagai rasa sakit, tetapi dapat
pula sebagai rasa penuh di dada, tertekan, nyeri, tercekik atau rasa terbakar. Rasa
tersebut dapat terjadi pada leher, tenggorokan, daerah antara tulang skapula, daerah
rahang ataupun lengan. Sewaktu angina terjadi, penderita dapat sesak napas atau rasa
lemah yang menghilang setelah angina hilang. Dapat pula terjadi palpitasi,
berkeringat dingin, pusing ataupun hampir pingsan.

G. DIAGNOSA ANGINA PECTORIS


1. Anamnesis / Riwayat
Diagnosa harus ditegakkan secara cepat dan tepat dan didasarkan pada tiga
kriteria, yaitu; gejala klinis nyeri dada spesifik, gambaran EKG
(elektrokardiogram) dan evaluasi biokimia dari enzim jantung. Nyeri dada
tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien SKA. Nyeri dada atau rasa
tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari sebagian besar pasien dengan
SKA. Seorang dokter harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu
membedakan dengan nyeri dada lainnya karena gejala ini merupakan petanda
awal dalam pengelolaan pasien SKA. Sifat nyeri dada yang spesifik angina
sebagai berikut :
a. Lokasi : substermal, retrostermal, dan prekordial
b. Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
c. Penjalaran ke : leher, lengan kiri, mandibular, gigi, punggung/interskapula,
dan dapat juga ke lengan kanan.
d. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat
e. Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah
makan
f. Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, dan
lemas

10
Pada beberapa pasien dapat ditemukan tanda-tanda gagal ventrikel kiri akut. Gejala
yang tidak tipikal seperti rasa lelah yang tidak jelas, nafas pendek, rasa tidak nyaman
di epigastrium atau mual dan muntah dapat terjadi, terutama pada wanita, penderita
diabetes dan pasien lanjut usia. Kecurigaan harus lebih besar pada pasien dengan
faktor risiko kardiovaskular multipel dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan
diagnosis.

Tabel II.1 Penampilan Klinis Umum

Tabel II.2 Perbandingan Nilai Nyeri dada, EKG, dan Enzim Jantung

11
2. Pemeriksaan Fisik
Sewaktu angina dapat tidak menunjukkan kelainan. Pada auskultasi dapat
terdengar derap atrial atau ventrikel dan murmur sistolik di daerah apeks.
Frekuensi denyut jantung dapat menurun, menetap atau meningkat pada waktu
serangan angina.
3. Elektrokardiografi
EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis. Rekaman yang dilakukan
saat sedang nyeri dada sangat bermanfaat. Gambaran diagnosis dari EKG adalah
: 1. Depresi segmen ST > 0,05 mV 2. Inversi gelombang T, ditandai dengan >
0,2 mV inversi gelombang T yang simetris di sandapan prekordial Perubahan
EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan aritmia jantung,
terutama Sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika ditemukan adanya
perubahan segmen ST. Namun EKG yang normal pun tidak menyingkirkan
diagnosis APTS/NSTEMI. Tiga Penampilan Klinis Umum Pemeriksaaan EKG
12 sadapan pada pasien SKA dapat mengambarkan kelainan yang terjadi dan ini
dilakukan secara serial untuk evaluasi lebih lanjut, dengan berbagai ciri dan
katagori:
a. Angina pektoris tidak stabil: depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi
gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu nyeri, tidak
dijumpai gelombang Q.
b. Infark miokard non-Q: depresi segmen ST, inversi gelombang T
4. Petanda Biokimia Jantung
Petanda biokimia seperti troponin I (TnI) dan troponin T (TnT) mempunyai nilai
prognostik yang lebih baik dari pada CKMB. Troponin C, TnI dan TnT berkaitan
dengan konstraksi dari sel miokrad. Susunan asam amino dari Troponin C sama
dengan sel otot jantung dan rangka, sedangkan pada TnI dan TnT berbeda. Nilai
prognostik dari TnI atau TnT untuk memprediksi risiko kematian, infark
miokard dan kebutuhan revaskularisasi dalam 30 hari, adalah sama.

12
Kadar serum creatinine kinase (CK) dan fraksi MB merupakan indikator
penting dari nekrosis miokard. Keterbatasan utama dari kedua petanda tersebut
adalah relative rendahnya spesifikasi dan sensitivitas saat awal (<6 jam) setelah
onset serangan. Resiko yang lebih buruk pada pasien tanpa segmen ST elevasi
lebih besar daripada pasien dengan peningkatan nilai CKMB.

Tabel II.3. Petanda Enzim Jantung

13
H. PENATALAKSANAAN TERAPI

14
1. Tatalaksana Non-Farmakologis
a. Berhenti merokok
Rokok merupakan prediktor independen yang kuat atas terjadinya PJK.
Berhenti merokok dapat menurunkan mortalitas sebesar 36% setelah
terjadinya infark miokard. Terapi sulih nikotin aman untuk pasien PJK.
Bupropion dan varenicline juga terbukti aman pada pasien dengan PJK
stabil pada beberapa studi, namun keamanan penggunaan varenicline
sempat dipertanyakan, karena pada suatu meta-analisis ternyata varenicline
berhubungan dengan sedikit peningkatanpada kejadian kardiovaskular.
b. Diet
Konsumsi diet yang sehat akan mengurangi risiko PJK. Asupan energi harus
dibatasi pada energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan (atau
mencapai) massa tubuh yang sehat, yaitu <25mg/m2. Konsumsi N-3
Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) yang berasal dari minyak ikan,
berpotensi memiliki efek yang menguntungkan untuk menanggulangi faktor
resiko PJK, khususnya untuk menurunkan trigliserida, namun tidak semua
uji klinis randomisasi membuktikan bahwa suplementasi PUFA dapat
menurunkan kejadian kardiovaskular. Sehingga, direkomendasikan untuk
meningkatkan konsumsi PUFA melalui konsumsi ikan dibandingkan dengan
melalui suplemenmakanan.
c. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik rutin berhubungan dengan penurunan morbiditas dan
mortalitas kardiovaskular pada pasien PJK. Pasien dengan riwayat IMA,
BPAK, IKP, APS, gagal jantung kronis yang stabil, harus melaksanakan
latihan aerobik intensitas sedang-berat ≥3 kali seminggu dan 30 menit setiap
sesi. Pada pasien PJK yang signifikan dan bukan kandidat untuk dilakukan
revaskularisasi, latihan fisik menjadi alternatif untuk memperbaiki gejala
dan meningkatkan prognosis.
d. Managemen Massa Tubuh
Berat badan berlebih dan obesitas berhubungan dengan peningkatan resiko
kematian pada PJK. Penurunan massa tubuh direkomendasikan pada pasien

15
yang berlebih (overweight )dan obesitas, untuk mendapatkan beberapa efek
yang menguntungkan seperti penurunan tekanan darah, perbaikan
dislipidemia, dan metabolisme glukosa. Adanya gejala sleep apnea harus
ditelusuri, khususnya pada pasien obesitas. Sleep apnea berhubungan
dengan peningkatan mortalitas dan morbiditas kardiovaskular.
e. External Counterpulsation (ECP)
Terapi ECP merupakan sebuah teknik non invasif dengan tujuan
mengurangi dan meringankan gejala angina, yang dinilai objektif dari
keadaan iskemik miokard, dan peningkatan pada fungsi ventrikel kiri
(sistolik dan diastolik), dengan menggunakan manset seperti yang
digunakan pada alat pengukur tekanan darah. Manset dipasang di kedua
kaki dan cuff (balon) akan ditekan sesuai denyut jantung pasien untuk
mengencangkan kaki dan menekan pembuluh darah, yang akan memicu
aliran darah ke jantung agar bertambah, sehingga dapat meredakan nyeri.

2. Terapi Farmakologis
a. Golongan Nitrat
Nitrat dan nitrit organik serta senyawa lain yang dapat berubah dalam tubuh
menjadi nitrogen oksida (NO) secara kolektif disebut nitrovasodilator.
Senyawa nitrat berguna dalam pengobatan angina yang merupakan
vasodilator koroner yang poten dengan manfaat utamanya adalah
mengurangi alir balik vena sehingga mengurangi beban ventrikel kiri. Efek
samping senyawa nitrat seperti sakit kepala, muka memerah, dan hipotensi
postural. Nitrat mempunyai efek anti-iskemik melalui berbagai mekanisme :
1) Menurut kebutuhan oksigen miokard karena penurunan preload dan
afterload
2) Efek vasodilatasi sedang
3) Meningkatkan aliran darah kolateral
4) Menurunkan kecendrungan vasospasme
5) Potensial dapat menghambat agregasi trombosit.

16
Tabel II.4. Golongan Nitrat

Dosis yang direkomendasikan


Obat Rute Dosis Onset
Intravena 5-200 if/menit 1 menit
Sublingual 0,3-0,6 mg, dapat diulangi s/d 5 2 menit
Nitrogliserin,
kali, tiap 5 menit
gliseril
Patch 5-10 mg selama 24 jm 1-2 menit
trinitrate
transdermal
Isosorbide Intravena 1,25-5 mg/jam 1 menit
dinitrat Sublingual 2,5-10 mg/jam 3-4 menit
Isosorbide Oral 20-30 mg, 2-3 kali/hari s/d 120 30-60
mononitrat mg dalam dosis terbagi menit

b. Golongan Beta Blocker


Golongan obat beta blockers untuk angina pectoris terdiri dari:
1) Beta blockers kardioselektif (Atenolol, bisoprolol, metoprolol)
2) Beta blockers nonselektif (Timolol, propranolol)
Mekanisme kerja terapi penyekat beta terletak pada efeknya terhadap reseptor
β1 yang mengakibatkan turunnya konsumsi oksigen miokardium, hal ini
disebabkan oleh efek kronotropik negatif dan inotropik negatif, serta penurunan
tekanan darah arteri. Efek samping beta blockers: bradikardia, hipotensi, letih,
lesu, bronkospasme.

Tabel II.5 Golongan Beta Blockers

Dosis yang Target denyut jantug saat istirahat adalah 50-60


direkomendasikan kali/menit
Metoprolol 25-50 mg oral 2x/hari

Propranolol 20-80 mg oral perhari dalam dosis terbagi

Atenolol 25-100 mg oral sehari

17
c. Golongan Calcium Channel Blocker (CCB)
Mekanisme kerja adalah menghambat masuknya Ca2+ ke dalam sel sehingga
salah satu efeknya adalah menyebabkan vasodilatasi, memperlambat laju
jantung, dan menurunkan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan tekanan
darah. Terdapat 3 golongan CCB:
1) Golongan Fenilalkilamin → Verapamil
2) Golongan Benzotiazepin → Diltiazem
Golongan ini memiliki afinitas yang besar pada kanal kalsium di jantung
sehingga memiliki efek kronotropik dan inotropik negatif yang mirip beta
bloker.
3) Golongan Dihidropiridin → Nifedipin, Amlodipin, Nikardipin, Felodipin
Golongan ini memiliki afinitas yang besar pada kanal kalsium di pembuluh
darah sehingga memiliki efek vasodilatasi yang kuat. Efek samping CCB
golongan dihidropiridin adalah flushing, sakit kepala, palpitasi, mual,
hipotensi ortostatik, dan edema periferal. Penggunaan lama pernah
dilaporkan terjadi hiperplasia gingiva. Obat-obatan yang termasuk kedalam
golongan CCB yaitu:

Tabel II.6 Golongan Calcium Channel Blockers (CCB)

Dosis yang direkomendasikan

Nama obat Dosis Lama kerja


d.

Diltiazem Lepas cepat : 30 – 120 mg Singkat


3x/hari
Lepas lambat : 100-360 mg
1x/hari

Verapamil Lepas cepat : 40-160 mg Lama Singkat Lama


3x/hari
Lepas lambat : 120-480 mg
ax/hari

18
Golongan Antitrombolitik
Terapi antitrombotik merupakan terapi yang penting untuk memodifikasi proses
dan progresifitas dari penyakit.
1. Obat Penghambat Siklo-Oksigenase (COX) Aspirin Aspirin bekerja dengan
cara menekan pembentukan tromboksan A2 dengan cara menghambat
siklooksigenase di dalam platelet (trombosit) melalui asetilasi yang
ireversibel. Kejadian ini menghambat agregasi trombosit melalui jalur
tersebut dan bukan yang lainnya.Sebagian dari keuntungan ASA dapat
terjadi karena kemampuan anti inflamasinya, yang dapat mengurangi ruptur
plak.Dosis awal 160 mg, lalu dilanjutkan dengan dosis 80 mg sampai 325
mg untuk seterusnya.
Dosis yang lebih tinggi lebih sering menyebabkan efek samping
gastrointestinal. Aspirin tidak menyebabkan hambatan total agregasi
trombosit karena aspirin tidak sempurna menghambat aktivitas trombosit
yang dirangsang oleh ADP, kolagen, serta trombin dalam konsentrasi
rendah dan aspirin tidak menghambat adhesi trombosit.
Kontraindikasi aspirin sangat sedikit, termasuk alergi (biasanya
timbul gejala asma), ulkus peptikum aktif, dan diatesis perdarahan.Aspirin
disarankan untuk semua pasien dengan dugaan SKA, bila tidak ditemui
kontraindikasi pemberiannya.
2. Antagonis Reseptor Adenosin Diphospat
Obat ini bekerja berbeda dari jalur ASA-tromboksan A2 dengan
menghambat adenosin diphospat (ADP), menghasilkan penghambatan
agregasi trombosit. Ticlopidin dan Klopidogrel dua obat dari jenis
Thienopyridines telah diakui dan disetujui sebagai antitrombotik oral.
a) Tiklopidin
Tiklopidin merupakan derivat tienopiridin merupakan obat pilihan lain
dalam pengobatan SKA selain aspirin. Obat ini bekerja dengan
menghambat ADP sehingga karenanya agregasi trombosit dan
perubahan reseptor fibrinogen trombosit menjadi bentuk yang
mempunyai afinitas kuat juga dihambat.Tiklopidin dapat dipakai pada

19
pasien yang mempunyai hipersensitivitas atau gangguan
gastrointestinal akibat aspirin.Efek samping terpenting adalah
trombositopenia dan granulositopenia sebesar 2.4% umumnya
reversibel setelah pemberian obat dihentikan
b) Klopidogrel
Obat ini juga merupakan derivat tienopiridin yang lebih baru bekerja
dengan menekan aktivitas kompleks glikoprotein IIb/IIIa oleh ADP dan
menghambat agregasi trombosit secara efektif. Klopidogrel mempunyai
efek samping lebih sedikit dari tiklopidin.Klopidogrel dapat dipakai
pada pasien yang tidak tahan dengan aspirin dan dalam jangka pendek
dapat dikombinasi dengan aspirin untuk pasien yang menjalani
pemasangan stent.

Dosis yang direkomendasikan

Dosis awal ASA 300 mg dan Klopidogrel 300


mg*

Dosis ASA 75-150 mg seumur hidup dan


pemeliharaan Klopidogrel 75 mg selama 1 tahun*

e. Obat antitrombotik lainnya


Sulfinpyrazon, dipiridamol, prostacylin, analog prostacyclin dan antagonis GP
IIb/IIIa oral belum jelas keuntungannya pada APTS/NSTEMI, karena itu tidak
direkomendasikan.

20
BAB III
PEMBAHASAN
A. KASUS
Pada tanggal 27 Mei 2019 Ny.B dibawa ke ICCU RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang. Dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri menjalar ke punggung belakang.
Nyeri tersebut timbul pada saat pasien sedang mencuci pakaian. Dilakukan
pengkajian nyeri PQRST, berikut data yang didapatkan: P: Nyeri muncul saat pasien
miring kiri/kanan dan pada saat istirahat, Q: nyerinya menjalar hingga ke punggung
belakang, R: dibagian dada kiri menjalar ke punggung belakang, S: skala 4, nyeri
sedang, dan T: nyerinya terasa terus – menerus. Merasa pusing, lelah, jika bergerak
akan merasa sesak disertai batuk non produktif. Keluarga mengatakan bahwa pasien
memiliki riwayat penyakit jantung, pasien rutin mengkonsumsi obat akan tetapi
sudah dua bulan pasien tidak pernah kontrol ke rumah sakit.

B. ANALISIS SOAP
1. Subjek
a. Nama : Ny. B
b. Umur : 40 tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Tanggal masuk : 26 Mei 2019
e. Keluhan Utama : Nyeri dada sebelah kiri
f. Riwayat penyakit jantung, pasien rutin mengkonsumsi obat
akan tetapi sudah dua bulan pasien tidak pernah kontrol ke
rumah sakit

21
2. Objektif
Nilai Normal Hasil Laboratorium

Tekanan Darah 120/80 mmHg 100/60 mmHg


Leukosit 4.500-11.000 /ul 10.43x10^3/ul
Monosit 2%-8% Leukosit 0.79x10^3/ul
Hemoglobin 12-16 g/dL 10.8 g/dL
Hematokrit 35% - 45% 33.8%
MCV 80 – 100 fL 73.8 fL
MCH 28– 34 pg/sel 23.6 pg/sel
Troponin I < 0,05 ng/ml <0.10 ug/L
Glukosa Sewaktu <140 mg/dl 102 mg/dL
Kreatinin darah < 1,1 mg/dL 0,58 mg/dL
Natrium darah 135 – 144 mmol/L 140 mmol/L
Kalium darah 3,6 – 4,8 mmol/L 3.8 mmol/L

 Pemeriksaan EKG didapatkan hasil Lead II III avF gelombang T terdapat


inversi.

3. Assesment
Kajian Pasien:
Pasien memaparkan bahwa dirinya sesak napas bila ia bergerak, seperti miring
ke kiri atau kanan, ada reflex batuk non produktif. Warna kulit pasien pucat,
nyeri dada menjalar ke punggung. Pasien biasanya BAB 1-2 kali sehari namun
sejak masuk rumah sakit pasien belum BAB.
Terapi yang didapatkan:
a. Terapi O2 nassal canul 4 liter/menit
b. Ranitidine 2x50 mg/iv
c. Furosemide 1x20 mg/iv

22
d. Simvastatin 1x10 mg/oral
e. Aspilet 1x80 mg/oral
f. Ramipril 1x2.5 mg/oral

Pemaparan:
a. Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan – Efek yang tidak diinginkan

Pasien merasakan nyeri karena kurangnya suplai darah pada otot-otot


jantung, nyeri dapat diobati dengan melebarkan pembuluh darah agar
darah mengalir sampai ke otot jantung. Terapi yang dapat diberikan
adalah golongan nitrit, ACEI, CCB. Pada kasus ini, terapi yang diberikan
adalah Ramipril yang merupakan obat golongan ACE Inhibitor namun
disebutkan dalam kasus tersebut pasien mengalami batuk non produktif,
untuk menghindari batuk bertambah parah, perlu diganti dengan
golongan lain.
b. Kebutuhan akan terapi obat tambahan – Ada indikasi tanpa obat

Pasien mengalami kesulitan buang air besar semenjak masuk rumah sakit
hal ini dapat dipengaruhi oleh furosemide yang termasuk golongan
diuretik. Obat yang diperlukan adalah obat pencahar, pencahar yang
diperlukan untuk kasus ini adalah pencahar dengan tujuan melunakkan
tinja.
c. Kebutuhan akan terapi obat tambahan – Ada indikasi tanpa obat

Pasien mengalami nyeri skala 4 yang menginterpretasikan nyeri sedang.


Pasien perlu diberikan analgesik opioid yang ditujukan sebagai analgesic
sedang hingga berat.

4. Plan
a. Ramipril diganti dengan penggunaan Nitrat yang salah satunya adalah merek
Fasorbid dengan dosis 10 mg/8 jam/oral

23
b. Penambahan obat pencahar dengan zat aktif gliserol yang salah satu merek
dagangnya adalah Laxadine.
c. Penambahan obat nyeri yaitu Tramadol dengan dosis 50 mg-100 mg setiap 4-
6 jam

24
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Angina pectoris merupakan suatu penyakit kurang seimbangnya
antara kebutuhan dengan penyedia oksigen otot jantung
disebabkan oleh aliran darah koroner yang berkurang akibat
penyempitan pembuluh darah koroner penyebab dari
penyempitan tersebut adalah aterosklerosis. Aterosklerosis
sendiri disebabkan karena adanya dyslipidemia.
Dari penyebab diatas, dapat dilihat bahwa penderita angina
pectoris memerlukan obat vasodilator untuk melebarkan
pembuluh darah agar darah dapat mengalir ke otot jantung.
Pada saat otot jantung mengalami kekurangan oksigen, tuntutan
untuk terus bekerja memompa jantung tetap sama sehingga
timbul rasa nyeri pada bagian dada sebelah kiri sehingga
dibutuhkan terapi untuk mengatasi rasa nyeri tersebut dengan
analgesic berat.

25
26
DAFTAR PUSTAKA

1. Nurmalita, Rian. Pemantauan Terapi Obat pada Pasien Angina Pectoris di Rumah
Sakit “X” Jakarta Periode 4 Februari- 29 Maret 2019. Jakarta. Social Clinical
Pharmacy Indonesia Journal Special Issue. 2020.
2. Almasdy Dedy, dkk. Pola Penggunaan ISDN pada Penderita Angina Pektoris di
Suatu Rumah Sakit Pemerintah Kota Padang. Fakultas Farmasi Universitas
Andalas, Padang Indonesia. 2013.
3. Sari, Tia Deswita. Asuhan Keperawatan pada Tn. J dengan Unstable Angina
Pectoris (UAP) Melalui Terapi Relaksasi Benson untuk Penurunan Skala Nyeri Dada
di Ruang ICU/ICCU RSUD Dr. Achmad Mochtar Kota Bukittinggi Tahun 2019.
STIKes Perintis Padang. 2019.
4. Kloner RA, Chaitman B. Angina and Its Management. J Cardiovasc Pharmacol Ther.
2017
5. Katzung, B.G. Farmakologi Dasar dan Klinik : Reseptor- reseptor Obat dan
Farmakodinamik. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2001.
6. Kasron. Kelainan dan Penyakit Jantung Pencegah serta Pengobatannya. Yogyakarta :
Nuha Medika. 2012.
7. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Panduan Tatalaksana Angina
Pektoris Stabil. Depkes. Jakarta. 2019.
8. Kementrian Keshetan RI. Riset Kesehatan Dasar. 2018

27
28
29

Anda mungkin juga menyukai