Anda di halaman 1dari 30

TUGAS MAKALAH

DASAR-DASAR FARMASI SOSIAL DAN EKONOMI


KONSTIPASI

Disusun Oleh :

1. Hania Islamiati 0661 17 335


2. Khoirunnisa 0661 17 345
3. Widya Kismawati 0661 17 347
4. Riyana Andriyanti 0661 17 374

Dosen

Nhadira Nhestricia,MKM.,Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERISTAS PAKUAN
BOGOR
2018
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kami haturkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah
memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayah. Sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “KONSTIPASI” dengan baik tanpa ada halangan yang berarti.
Makalah ini telah kami selesaikan dengan maksimal berkat kerjasama dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu kami sampaikan banyak terima kasih kepada segenap pihak
yang telah berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian makalah ini.

Diluar itu, penulis sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat maupun
isi. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati , kami selaku penyusun menerima segala
kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah khazanah
ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat nyata untuk masyarakat luas.

Bogor, 08 Desember 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... 2


DAFTAR ISI.......................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 4
1.1.1 Definisi Konstipasi .................................................................................................... 4
1.1.2 Etiologi Konatipasi ................................................................................................... 5
1.1.3 Patofiologi Konstipasi ............................................................................................... 6
1.1.4 Manifestasi Klinik ..................................................................................................... 8
1.1.5 Pemeriksaan .............................................................................................................. 9
1.1.6 Pelaksanaan ............................................................................................................... 10
1.1.7 Pencegahan ................................................................................................................ 12
1.2 Ilustrasi Pasien ................................................................................................................ 12
1.3 Tujuan .............................................................................................................................. 12
BAB II PROFIL OBAT ........................................................................................................ 14
2.1 Obat-Obat Konstipasi .................................................................................................... 14
2.1.1 Microlax ..................................................................................................................... 14
2.1.2 Dulcolactol ................................................................................................................. 16
2.1.3 Dulcolax ..................................................................................................................... 18
BAB III DIALOG ................................................................................................................. 22
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................................................... 25
BAB V KESIMPULAN ........................................................................................................ 29
DAFATAR PUSTAKA ......................................................................................................... 30

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.1.1 Definisi Konstipasi

Konstipasi memiliki arti berbeda bagi tiap pasien, pasien dapat menggambarkan
konstipasi sebagai berkurangnya frekuensi defekasi, volume feses sedikit, kesulitan
dalam mengeluarkan feses, tegang pada saat buang air besar, buang air besar tidak dapat
keluar sepenuhnya, atau kurangnya dorongan untuk feses. Pada umumnya konstipasi
berarti penurunan frekuensi defekasi. Hal ini disebabkan oleh
abnormalitas/melambatnya pergerakan feses melewati kolon sehingga terjadi akumulasi
pada ujung (descending) kolon (Curry et al.,1990; Edwards et al., 2000; Herfindal et
al., 2000; Dipiro et al., 2005).

Orang normal biasanya buang air besar sedikitnya 3 x dalam seminggu. Beberapa
definisi mengenai konstipasi yang biasanya digunakan dalam studi klinis diantaranya
meliputi :

a. Kurang dari 3x buang air besar dalam seminggu bagi perempuan dan kurang
dari 5x dalam seminggu bagi laki-laki.
b. Kurang dari 2x buang air besar dalam seminggu
c. Kesulitan dalam defekasi dan kurang dari 1x buang air besar dalam sehari
dengan usaha minimal. (Dipiro et al., 2005)

Berbagai definisi yang ada ini menyebabkan kesulitan dalam mengklasifikasikan


konstipasi, oleh karena itu suatu komisi internasional mendefinisikan dan
mengklasifikasikan konstipasi berdasar frekuensi buang air besar, konsistensi dan
kesulitan defekasi (Dipiro et al., 2005).

Kriteria konstipasi adalah sebagai berikut (WGO, 2007) :

1. Kurang dari 3 x buang air besar dalam seminggu


2. Feses yang keras lebih dari 25% bowel movements
3. BAB tidak bisa keluar sepenuhnya
4. Mengejan berlebihan lebih dari 25% bowel movements

4
5. Sensasi adanya hambatan pada anus
1.1.2 Etiologi Konstipasi
Konstipasi/sembelit dapat disebabkan oleh:
1. Faktor gaya hidup meliputi:
a. Kebiasaan buang air besar (BAB) yang tidak teratur
Salah satu penyebab yang paling sering menyebabkan konstipasi adalah
kebiasaan buang air besar yang tidak teratur. Refleks defekasi yang normal jika
dihambat atau diabaikan, maka refleks-refleks ini terkondisi untuk menjadi
semakin melemah. Ketika kebiasaan diabaikan, maka keinginan untuk defekasi
menjadi hilang. Hal ini misalnya terjadi pada anak-anak (masa bermain)
sedangkan pada orang dewasa mengabaikannya karena tekanan waktu dan
pekerjaan. Pasien yang dirawat inap bisa menekan keinginan buang air besar
karena malu menggunakan pispot atau karena proses defekasi yang sangat tidak
nyaman. Perubahan rutinitas dan diet juga dapat berperan dalam konstipasi.
Jalan terbaik untuk menghindari konstipasi adalah membiasakan buang air
besar yang teratur.

b. Ketidaksesuaian diet
Makanan lunak dan rendah serat yang berkurang pada feses sehingga
menghasilkan produk sisa yang tidak cukup untuk merangsang refleks pada
proses defekasi. Makanan rendah serat seperti; beras, telur dan daging segar
bergerak lebih lambat di saluran cerna.
c. Latihan yang tidak cukup

Pada klien yang sering duduk pada waktu yang lama dapat menyebabkan
konstipasi karena secara umum otot melemah, termasuk otot abdomen,
diafragma, dasar pelvik, yang digunakan pada proses defekasi. Secara tidak
langsung kurangnya latihan dihubungkan dengan kurangnya nafsu makan dan
kemungkinan kurangnya jumlah serat, yang penting untuk merangsang refleks
pada proses defekasi.

2. Gangguan sistemik.
Meliputi endokrin dan metabolisme seperti hipotiroid, hiperkalemia dan porphyria.
Selain itu juga termasuk didalamnya gangguan neurologic seperti penyakit

5
Parkinson, multiple sclerosis, luka pada saraf, neuropati autonom, dan kegagalan
autonom.

3. Penyakit yang dapat menyebabkan sembelit dapat terjadi di saluran pencernaan atau
anorectum.
4. Obat-obatan
Ada beberapa obat yang dapat menyebabakan konstipasi antara lain antasida
antikolinergik, bismuth, calcium channel blocker, α-adrenegik, klozapin, diuretic
ganglion blockin agents, Fe, laksatif (bila berlebihan), monoamine oxidase inhibitor,
opiate, phenothiazine, resin, sukralfat, antidepresan trisiklik, dan vinkristin.
5. Faktor psikologi (peningkatan stres psikologi) dapat menyebabkan perubahan dalam
peristaltik usus dan spasme usus melalui kerja epinefrin dan sistem saraf simpatis,
sehingga dapat menyebabkan sembelit.
(Herfindal et al., 2000)
1.1.3 Patofisiologi Konstipasi

Defekasi seperti juga pada berkemih adalah suatu proses fisiologis yang
menyertakan kerja otot-otot polos dan serat lintang, persarafan sentral dan perifer,
koordinasi dari sistem refleks, kesadaran yang baik dan kemampuan fisis untuk
mencapai tempat BAB. Kesukaran diagnosis dan pengelolaan dari konstipasi adalah
karena banyaknya mekanisme yang terlibat pada proses BAB normal (Dorongan untuk
defekasi secara normal dirangsang oleh distensi rektal melalui empat tahap kerja, antara
lain: rangsangan refleks penyekat rektoanal, relaksasi otot sfingter internal, relaksasi
otot sfingter external dan otot dalam region pelvik, dan peningkatan tekanan intra-
abdomen). Gangguan dari salah satu mekanisme ini dapat berakibat konstipasi.
Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik usus besar yang menghantarkan feses ke
rektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan meregangkan ampula dari rektum diikuti
relaksasi dari sfingter anus interna. Untuk meghindarkan pengeluaran feses yang
spontan, terjadi refleks kontraksi dari sfingter anus eksterna dan kontraksi otot dasar
pelvis yang depersarafi oleh saraf pudendus. Otak menerima rangsang keinginan untuk
BAB dan sfingter anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi, sehingga rektum
mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. kontraksi ini akan
menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan otot elevator ani. Baik persarafan
simpatis maupun parasimpatis terlibat dalam proses BAB.

6
Patogenesis dari konstipasi bervariasi, penyebabnya multipel, mencakup beberapa
faktor yang tumpang tindih. Walaupun konstipasi merupakan keluhan yang banyak
pada usia lanjut, motilitas kolon tidak terpengaruh oleh bertambahnya usia. Proses
menua yang normal tidak mengakibatkan perlambatan dari perjalanan saluran cerna.
Perubahan patofisiologi yang menyebabkan konstipasi bukanlah karena bertambahnya
usia tapi memang khusus terjadi pada mereka dengan konstipasi.

Penelitian dengan petanda radioopak yang ditelan oleh orang usia lanjut yang sehat
tidak mendapatkan adanya perubahan dari total waktu gerakan usus, termasuk aktivitas
motorik dari kolon. Tentang waktu pergerakan usus dengan mengikuti petanda
radioopak yang ditelan, normalnya kurang dari 3 hari sudah dikeluarkan. Sebaliknya,
penelitian pada orang usia lanjut yang menderita konstipasi menunjukkan perpanjangan
waktu gerakan usus dari 4-9 hari. Pada mereka yang dirawat atau terbaring di tempat
tidur, dapat lebih panjang lagi sampai 14 hari. Petanda radioaktif yang dipakai terutama
lambat jalannya pada kolon sebelah kiri dan paling lambat saat pengeluaran dari kolon
sigmoid. Pemeriksaan elektrofisiologis untuk mengukur aktivitas motorik dari kolon
pasien dengan konstipasi menunjukkan berkurangnya respons motorik dari sigmoid
akibat berkurangnya inervasi intrinsic karena degenerasi plexus mienterikus. Ditemukan
juga berkurangnya rangsang saraf pada otot polos sirkuler yang dapat menyebabkan
memanjangnya waktu gerakan usus.

Individu di atas usia 60 tahun juga terbukti mempunyai kadar plasma beta-endorfin
yang meningkat, disertai peningkatan ikatan pada reseptor opiate endogen di usus. Hal
ini dibuktikan dengan efek konstipatif dari sediaan opiate yang dapat menyebabkan
relaksasi tonus kolon, motilitas berkurang, dan menghambat refleks gaster-kolon.

Selain itu, terdapat kecenderungan menurunnya tonus sfingter dan kekuatan otot-
otot polos berkaitan dengan usia, khususnya pada perempuan. Pasien dengan konstipasi
mempunyai kesulitan lebih besar untuk mengeluarkan feses yang kecil dan keras
sehingga upaya mengejan lebih keras dan lebih lama. Hal ini dapat berakibat penekanan
pada saraf pudendus sehingga menimbulkan kelemahan lebih lanjut.

Sensasi dan tonus dari rektum tidak banyak berubah pada usia lanjut. Sebaliknya,
pada mereka yang mengalami konstipasi dapat mengalami tiga perubahan patologis
pada rektum, sebagai berikut:\

7
1) Diskesia Rektum

Ditandai dengan penurunan tonus rektum, dilatasi rektum, gangguan sensasi


rektum, dan peningkatan ambang kapasitas. Dibutuhkan lebih besar regangan
rektum untuk menginduksi refleks relaksasi dari sfingter eksterna dan interna. Pada
colok dubur pasien dengan diskesia rektum sering didapatkan impaksi feses yang
tidak disadari karena dorongan untuk BAB sering sudah tumpul. Diskesia rektum
juga dapat diakibatkan karena tanggapnya atau penekanan pada dorongan untuk
BAB seperti yang dijumpai pada penderita demensia, imobilitas, atau sakit daerah
anus dan rectum

2) Dis-sinergis Pelvis

Terdapatnya kegagalan untuk relaksasi otot pubo-rektalis dan sfingter anus


eksterna saat BAB. Pemeriksaan secara manometrik menunjukkan peningkatan
tekanan pada saluran anus saat mengejan.

3) Peningkatan Tonus Rektum

Terjadi kesulitan mengeluarkan feses yang bentuknya kecil. Sering ditemukan


pada kolon yang spastik seperti pada penyakit Irritable Bowel Syndrome, dimana
konstipasi merupakan hal yang dominan.

1.1.4 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala akan berbeda antara seseorang dengan seseorang yang lain,
karena pola makan, hormon, gaya hidup dan bentuk usus besar setiap orang berbeda-
beda, tetapi biasanya tanda dan gejala yang umum ditemukan pada sebagian besar atau
kadang-kadang beberapa penderitanya adalah sebagai berikut:
a) Perut terasa begah, penuh, dan bahkan terasa kaku karena tumpukan tinja (jika tinja
sudah tertumpuk sekitar 1 minggu atau lebih, perut penderita dapat terlihat seperti
sedang hamil).
b) Tinja menjadi lebih keras, panas, dan berwarna lebih gelap daripada biasanya, dan
jumlahnya lebih sedikit daripada biasanya (bahkan dapat berbentuk bulat-bulat kecil
bila sudah parah).

8
c) Pada saat buang air besar tinja sulit dikeluarkan atau dibuang, kadang-kadang harus
mengejan ataupun menekan-nekan perut terlebih dahulu supaya dapat
mengeluarkan tinja.
d) Terdengar bunyi-bunyian dalam perut.
e) Bagian anus terasa penuh, dan seperti terganjal sesuatu disertai sakit akibat
bergesekan dengan tinja yang panas dan keras.
f) Frekuensi buang angin meningkat disertai bau yang lebih busuk daripada biasanya
(jika kram perutnya parah, bahkan penderita akan kesulitan atau sama sekali tidak
bisa buang
g) Menurunnya frekuensi buang air besar, dan meningkatnya waktu transit buang air
besar (biasanya buang air besar menjadi 3 hari sekali atau lebih).
h) Terkadang mengalami mual bahkan muntah jika sudah parah.
Suatu batasan dari konstipasi diusulkan oleh Holson, meliputi paling sedikit 2
dari keluhan di bawah ini dan terjadi dalam waktu 3 bulan :
 Konsistensi feses yang keras,
 Mengejan dengan keras saat BAB,
 Rasa tidak tuntas saat BAB, meliputi 25% dari keseluruhan BAB, dan
 Frekuensi BAB 2 kali seminggu atau kurang.
1.1.5 Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik pada konstipasi sebagian besar tidak mendapatkan kelainan
yang jelas. Namun demikian pemeriksaan fisik yang teliti dan menyeluruh diperlukan
untuk menemukan kelainan yang berpotensi mempengaruhi fungsi usus besar.
Pemeriksaan dimulai pada rongga mulut meliputi gigi geligi, adanya luka pada
selaput lendir mulut dan tumor yang dapat mengganggu rasa pengecap dan proses
menelan.
Daerah perut diperiksa apakah ada pembesaran perut, peregangan atau tonjolan.
Perabaan permukaan perut untuk menilai kekuatan otot perut. Perabaan lebih dalam
dapat mengetahui massa tinja di usus besar, adanya tumor atau pelebaran batang nadi.
Pada pemeriksaan ketuk dicari pengumpulan gas berlebihan, pembesaran organ, cairan
dalam rongga perut atau adanya massa tinja.
Pemeriksaan dengan stetoskop digunakan untuk mendengarkan suara gerakan
usus besar serta mengetahui adanya sumbatan usus. Sedang pemeriksaan dubur untuk
mengetahui adanya wasir, hernia, fissure (retakan) atau fistula (hubungan abnormal

9
pada saluran cerna), juga kemungkinan tumor di dubur yang bisa mengganggu proses
buang air besar.
Colok dubur memberi informasi tentang tegangan otot, dubur, adanya timbunan
tinja, atau adanya darah.
Pemeriksaan laboratorium dikaitkan dengan upaya mendeteksi faktor risiko
konstipasi seperti gula darah, kadar hormon tiroid, elektrolit, anemia akibat keluarnya
darah dari dubur.
Anoskopi dianjurkan untuk menemukan hubungan abnormal pada saluran cerna,
tukak, wasir, dan tumor. Foto polos perut harus dikerjakan pada penderita konstipasi
untuk mendeteksi adanya pemadatan tinja atau tinja keras yang menyumbat bahkan
melubangi usus. Jika ada penurunan berat badan, anemia, keluarnya darah dari dubur
atau riwayat keluarga dengan kanker usus besar perlu dilakukan kolonoskopi. Bagi
sebagian orang konstipasi hanya sekadar mengganggu. Tapi, bagi sebagian kecil dapat
menimbulkan komplikasi serius. Tinja dapat mengeras sekeras batu di poros usus
(70%), usus besar (20%), dan pangkal usus besar (10%). Hal ini menyebabkan
kesakitan dan meningkatkan risiko perawatan di rumah sakit dan berpotensi
menimbulkan akibat yang fatal. Pada konstipasi kronis kadang-kadang terjadi demam
sampai 39,5oC , delirium (kebingungan dan penurunan kesadaran), perut tegang, bunyi
usus melemah, penyimpangan irama jantung, pernapasan cepat karena peregangan
sekat rongga badan. Pemadatan dan pengerasan tinja berat di muara usus besar bisa
menekan kandung kemih menyebabkan retensi urine bahkan gagal ginjal serta
hilangnya kendali otot lingkar dubur, sehingga keluar tinja tak terkontrol. Sering
mengejan berlebihan menyebabkan turunnya poros usus.
1.1.6 Pelaksanaan
Banyaknya macam-macam obat yang dipasarkan untuk mengatasi konstipasi,
merangsang upaya untuk memberikan pengobatan secara simptomatik. Sedangkan bila
mungkin, pengobatan harus ditujukan pada penyebab dari konstipasi. Penggunaan obat
pencahar jangka panjang terutama yang bersifat merangsang peristaltik usus, harus
dibatasi. Strategi pengobatan dibagi menjadi:
1. Pengobatan non-farmakologis
a. Latihan usus besar :
Melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan perilaku yang disarankan pada
penderita konstipasi yang tidak jelas penyebabnya. Penderita dianjurkan
mengadakan waktu secara teratur setiap hari untuk memanfaatkan gerakan usus

10
besarnya. dianjurkan waktu ini adalah 5-10 menit setelah makan, sehingga dapat
memanfaatkan reflex gastro-kolon untuk BAB. Diharapkan kebiasaan ini dapat
menyebabkan penderita tanggap terhadap tanda-tanda dan rangsang untuk BAB,
dan tidak menahan atau menunda dorongan untuk BAB ini.
b. Diet :
Peran diet penting untuk mengatasi konstipasi terutama pada golongan usia lanjut.
Data epidemiologis menunjukkan bahwa diet yang mengandung banyak serat
mengurangi angka kejadian konstipasi dan macam-macam penyakit
gastrointestinal lainnya, misalnya divertikel dan kanker kolorektal. Serat
meningkatkan massa dan berat feses serta mempersingkat waktu transit di usus.
untuk mendukung manfaa serat ini, diharpkan cukup asupan cairan sekitar 6-8
gelas sehari, bila tidak ada kontraindikasi untuk asupan cairan.
c. Olahraga :
Cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu mengatasi konstipasi jalan
kaki atau lari-lari kecil yang dilakukan sesuai dengan umur dan kemampuan
pasien, akan menggiatkan sirkulasi dan perut untuk memeperkuat otot-otot
dinding perut, terutama pada penderita dengan atoni pada otot perut.
2. Pengobatan farmakologis
Jika modifikasi perilaku ini kurang berhasil, ditambahkan terapi farmakologis, dan
biasnya dipakai obat-obatan golongan pencahar. Ada 4 tipe golongan obat pencahar :
a) Memperbesar dan melunakkan massa feses, antara lain : Cereal, Methyl selulose,
Psilium.
b) Melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan tegangan
permukaan feses, sehingga mempermudah penyerapan air. Contohnya : minyak
kastor, golongan dochusate.
c) Golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk digunakan,
misalnya pada penderita gagal ginjal, antara lain : sorbitol, laktulose, gliseri
d) Merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus besar. Golongan ini
yang banyak dipakai. Perlu diperhatikan bahwa pencahar golongan ini bisa
dipakai untuk jangka panjang, dapat merusak pleksusmesenterikus dan berakibat
dismotilitas kolon. Contohnya : Bisakodil, Fenolptalein.

Bila dijumpai konstipasi kronis yang berat dan tidak dapat diatasi dengan cara-
cara tersebut di atas, mungkin dibutuhkan tindakan pembedahan. Misalnya kolektomi
11
sub total dengan anastomosis ileorektal. Prosedur ini dikerjakan pada konstipasi berat
dengan masa transit yang lambat dan tidak diketahui penyebabnya serta tidak ada
respons dengan pengobatan yang diberikan. Pasa umumnya, bila tidak dijumpai
sumbatan karena massa atau adanya volvulus, tidak dilakukan tindakan pembedahan.
1.1.7 Pencegahan
Berikut beberapa pencegahan untuk mencegah terjadinya konstipasi:
a) Jangan jajan di sembarang tempat.
b) Hindari makanan yang kandungan lemak dan gulanya tinggi.
c) Minum air putih minimal 1,5 sampai 2 liter air (kira-kira 8 gelas) sehari dan cairan
lainnya setiap hari.
d) Olahraga, seperti jalan kaki (jogging) bisa dilakukan. Minimal 10-15 menit untuk
olahraga ringan, dan minimal 2 jam untuk olahraga yang lebih berat.
e) Biasakan buang air besar secara teratur dan jangan suka menahan buang air besar.
f) Konsumsi makanan yang mengandung serat secukupnya, seperti buah-buahan dan
sayur-sayuran.
g) Tidur minimal 4 jam sehari.

1.2 Ilustrasi Pasien


A. Profil
1. Nama : Widya Kismawati
2. Umur : 20 tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Status Pendidikan : Mahasiswa
5. Status Ekonomi : Menengah
6. Suku Bangsa : Indonesia
B. Keluhan
Susah buang air besar selama 4 hari, sering merasakan susah buang air besar, dan
ketika buang air besar pun perlu mengejan dengan keras sehingga menyebabkan
anusnya terasa perih dan membuat rasa tidak nyaman.
1.3 Tujuan
 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan mampu menerapkan pemeriksaan, penatalaksanaan serta
pencegahan untuk pasien dengan konstipasi

12
 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian konstipasi
2. Untuk mengetahui dan memahami pembagian konstipasi
3. Untuk mengetahui dan memahami etiologi konstipasi
4. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi konstipasi
5. Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinis konstipasi

13
BAB II
PROFIL OBAT
2.1 Obat-Obat Konstipasi
2.1.1 Microlax

Microlax adalah obat yang


digunakan untuk mengatasi susah buang
air besar atau sembelit. Obat ini tersedia
dalam bentuk gel, yang dimasukkan
melalui dubur.

Microlax ditempatkan di dalam


tabung berukuran 5 ml. Dalam setiap
tabungnya, Microlax mengandung
natrium lauril sulfoasetat, natrium sitrat,
polyethylene glycol 400, dan sorbitol.

Keempat bahan di atas berfungsi untuk mengatasi sembelit, tetapi dosis


penggunaannya perlu mengikuti petunjuk yang tertera di kemasan atau disesuaikan
dengan anjuran dokter.

Natrium lauril sulfoasetat, natrium sitrat, polyethylene glycol 400,


Bahan aktif
dan sorbitol

Golongan Obat pencahar

Kategori Obat bebas

Manfaat Mengatasi susah buang air besar atau sembelit

Digunakan oleh Dewasa dan anak-anak di atas usia 3 tahun

Kategori N: Belum diketahui efek dari Microlax terhadap ibu hamil


Kategori kehamilan
dan menyusui. Konsultasikan dengan dokter terlebih dahulu sebelum
dan menyusui
menggunakan obat ini.

Bentuk obat Gel

14
Peringatan:

 Segera berkonsultasi dengan dokter bila konstipasi terjadi lebih dari 2 minggu,
atau disertai BAB berdarah.
 Jangan menggunakan Microlax bila memiliki alergi terhadap obat ini, atau jika
mengalami konstipasi yang disertai sakit perut, demam, mual dan muntah.
 Microlax tidak dianjurkan untuk digunakan oleh penderita wasir atau radang usus.
 Tidak disarankan menggunakan obat ini lebih dari satu minggu. Segera ke dokter
bila masih terjadi sembelit setelah menggunakan Microlax.

Dosis Microlax

Untuk mengatasi susah air besar atau konstipasi pada pasien dewasa dan anak di atas
3 tahun, gunakan 1 tabung Microlax sesuai petunjuk pada kemasan.

Menggunakan Microlax dengan Benar

Berikut adalah panduan singkat menggunakan microlax dengan benar:

 Pertama, buka tutup kemasan Microlax dan remas secara perlahan sampai gel
keluar sedikit.
 Ambil posisi duduk atau jongkok, kemudian masukkan ujung kemasan Microlax
ke dubur. Anda tidak perlu khawatir, ujung kemasan Microlax aman untuk dubur
dan tidak akan menyebabkan luka.
 Selanjutnya, tekan kemasan obat secara perlahan sampai seluruh isi kemasan
masuk ke dalam anus.
 Tetap tekan kemasan obat sambil mengencangkan otot anus (seperti saat menahan
BAB) agar cairan obat tidak mengalir keluar.
 Setelah semua tahap di atas dilakukan, tunggu selama sekitar 5 sampai 30 menit
sampai tinja melunak.
 Ketika mengalami sembelit, disarankan untuk memperbanyak konsumsi makanan
kaya serat dan minum air putih untuk mempercepat penyembuhan.

Efek Samping Microlax

15
Beberapa efek samping yang mungkin timbul akibat penggunaan obat ini adalah:

 BAB berdarah
 Iritasi pada anus
 Perut kembung
 Kram perut
 Mual
 Muntah
 Diare
 Pusing

2.1.2 Dulcolactol

Dulcolactol Laktulosa Sirup merupakan obat yang dikhususkan untuk mengatasi


gangguan sulit buang air besar seperti konstipasi / sembelit.

Cara Kerja Obat :


Dulcolactol mengandung laktulosa sebagai zat aktif. Di kolon, laktulosa terhidrolisa
menjadi asam-asam organik dengan berat molekul rendah. Asam-asam organik ini akan
menaikan tekanan osmosa dan suasana asam sehingga feses menjadi lebih lunak.

Indikasi :
 Untuk pengobatan konstipasi, pada pasien dengan konstipasi kronis.

16
 Untuk "Portal-systemic encephalopathy", termasuk keadaan pre-koma hepatik dan
koma hepatik.

Dosis dan cara Pemberian :


 Untuk konstipasi kronis

Dulcolactol menormalkan kembali fungsi fiisiologis kolon. Oleh karena itu


efek ini kadang-kadang memerlukan waktu sampai 48 jam sebelum terjadi defekasi
yang normal. Dosis sehari sebaiknya diminum pada waktu makan pagi. Besarnya
dosis disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing penderita. Informasi untuk
pemakaian pada anak-anak masih sedikit sekali. Berdasarkan informasi yang
disarankan dosis sebagai berikut :

Dosis Awal :
 Dewasa Keadaan Parah : 2 x 15 ml/ hari
 Dewasa Keadaan Sedang : 15 - 30 ml
 Dewasa Keadaan Ringan : 15 ml
 Anak-anak 5 - 10 tahun : 2 x 10 ml per hari
 Anak-anak 1 - 5 tahun : 2 x 5 ml per hari
 Anak-anak dibawah 1 tahun : 2 x 2,5 ml per hari

Dosis Penunjang per hari :


 Dewasa Keadaan Parah : 15 - 25 ml
 Dewasa Keadaan Sedang : 10 - 15 ml
 Dewasa Keadaan Ringan : 10 ml
 Anak-anak 5 - 10 tahun : 10 ml
 Anak-anak 1 - 5 tahun : 5 - 10 ml
 Anak-anak dibawah 1 tahun : 5 ml

 Untuk pre-koma hepatic dan koma hepatic

Dosis awal : 3 kali sehari 30 - 50 ml


17
Dosis penunjang : disesuaikan dengan kebutuhan penderita dan harus dicegah
terjadinya diare

Catatan :
 Buang air besar yang normal umumnya terjadi kurang lebih 48 jam setelah
pemberian.
 Dulcolactol dapat dicampur dengan sari buah, air dan susu.

2.1.3 Dulcolax

Dulcolax adalah obat untuk mengatasi sembelit atau susah buang air besar. Obat ini
tersedia dalam bentuk tablet yang diminum dan kapsul yang dimasukkan melalui dubur
(supositoria).

Dulcolax merupakan obat dengan kandungan bahan aktif bisacodyl. Pada tiap
tabletnya, Dulcolax mengandung 5 mg bisacodyl. Sedangkan untuk bentuk supositoria,
tiap kapsulnya mengandung 10 mg bisacodyl.

Selain mengatasi sembelit atau konstipasi, Dulcolax juga digunakan untuk


membersihkan usus, sebelum dilakukan tindakan medis atau operasi di area perut.

Tentang Dulcolax

18
Bahan aktif Bisacodyl

Golongan Obat pencahar

Kategori Obat bebas

Manfaat Mengatasi sembelit atau konstipasi

Digunakan oleh Dewasa dan anak-anak 6 tahun ke atas

Kategori B: Studi pada binatang percobaan tidak


memperlihatkan adanya risiko terhadap janin, namun belum
Kategori
ada studi terkontrol pada wanita hamil.Belum diketahui
kehamilan dan
apakah Dulcolax dapat terserap ke dalam ASI atau tidak. Jika
menyusui
pasien sedang menyusui, jangan menggunakan obat ini tanpa
memberi tahu dokter.

Bentuk obat Tablet dan supositoria

Peringatan

 Dulcolax merupakan obat pencahar yang dijual bebas. Walaupun dijual bebas, hindari
menggunakan obat pencahar secara rutin bila terjadi sembelit. Usahakan untuk
mengonsumsi makanan tinggi serat terlebih dahulu sebelum menggunakan obat
pencahar untuk mengatasi sembelit.
 Jangan menggunakan obat lain dua jam sebelum dan setelah menggunakan Dulcolax,
serta hindari minum susu satu jam sebelum mengonsumsi Dulcolax dalam bentuk
tablet.
 Hindari menggunakan Dulcolax bila mengalami sembelit yang disertai dengan
keluhan penyakit usus buntu dan obstruksi usus, atau timbul BAB berdarah serta
muntah.

19
 Sembelit dapat menjadi tanda dari penyakit yang lebih serius, seperti
diabetes, hipotiroidisme, atau kanker usus besar. Bila sembelit terus berlanjut hingga
lebih dari 1 minggu, segera konsultasikan dengan dokter.
 Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis, segera temui dokter.

Dosis Dulcolax

Dosis dulcolax berbeda-beda pada tiap pasien. Berikut dosis dulcolax berdasarkan
bentuk sediaan dan usia pasien:

Bentuk obat: tablet

 Dewasa dan anak 12 tahun ke atas: 1-3 tablet, sekali minum.


 Anak usia 6-12 tahun: 1 tablet, sekali minum.
 Anak di bawah usia 6 tahun: konsultasikan dengan dokter.

Bentuk obat: supositoria

 Dewasa dan anak 12 tahun ke atas: 1 kapsul, dalam sekali penggunaan.


 Anak usia 6-12 tahun: ½ kapsul, dalam sekali penggunaan.
 Anak di bawah usia 6 tahun: konsultasikan dengan dokter.

Menggunakan Dulcolax dengan Benar

Pastikan Anda selalu membaca petunjuk pada kemasan obat, sebelum menggunakan
Dulcolax.

Gunakan Dulcolax sesuai dosis serta usia, dan jangan melebihi dosis yang dianjurkan.
Dulcolax tablet tidak boleh digunakan lebih dari 7 hari kecuali mendapat persetujuan
dokter.

Untuk mengonsumsi Dulcolax tablet, telan obat tersebut tanpa dikunyah atau
dihancurkan terlebih dahulu. Butuh waktu 6-12 jam setelah obat dikonsumsi sampai
muncul rasa ingin buang air besar.

Untuk menggunakan Dulcolax supositoria, cuci tangan Anda sebelum dan sesudah
menggunakan obat. Untuk memasukkan Dulcolax supositoria, berbaring menyamping

20
dengan bagian kiri tubuh berada di bawah dan tekuk tungkai kanan (seperti ingin
memeluk tungkai kanan). Kemudian, masukkan kapsul perlahan dengan ujung yang
runcing masuk terlebih dahulu.

Setelah obat masuk, Anda dianjurkan untuk tetap berbaring selama 15-20 menit,
sampai muncul rasa ingin buang air besar. Hindari mengolesi kapsul
dengan petrolatum atau petroleum jelly terlebih dahulu.

Bila tidak muncul rasa ingin BAB setelah menggunakan Dulcolax, jangan
menggandakan dosis dan segera hubungi dokter.

Interaksi Dulcolax

Berikut adalah beberapa risiko yang dapat terjadi bila menggunakan Dulcolax
bersamaan dengan makanan atau obat lain:

 Sakit maag, bila digunakan bersama obat antasida.


 Gangguan elektrolit, bila dikombinasikan dengan obat kortikosteroid atau diuretik.

Efek Samping Dulcolax

Sejumlah efek samping yang dapat muncul akibat penggunaan Dulcolax adalah:

 Sensasi terbakar di dubur


 Lemas
 Diare
 Nyeri atau kram perut
 Mual dan muntah
 Kram otot
 Gangguan elektrolit
 Urine yang keluar sedikit
 Vertigo
 Jantung berdebar

21
BAB III

DIALOG

Subjek : Apoteker : Riyana Andriyanti

Pasien : Widya Kismawati

Kasus : Widya (20th) adalah seorang pasien yang mengalami keluhan susah buang air besar
selama 4 hari, widya sering merasakan susah buang air besar. Dan ketika buang air besar pun
perlu mengejan dengan keras sehingga menyebabkan anusnya terasa perih dan membuat rasa
tidak nyaman.

Ketika merasa susah buang air besar widya selalu mengkonsumsi minuman pelancar BAB
dan setelah meminum itu menyebabkan widya mudah buang air besar.

22
Keseharian widya sering mengkonsumsi fast food, dan memiliki kebiasaan jarang sekali
meminum air putih dan juga jarang mengkonsumsi buah-buahan. Widya merasa terganggu
karena sembelit yang dialaminya sehingga widya segera berkonsutasi.

Dialog.

Pada suatu hari ada seorang pasien bernama Widya datang ke Apotek SLAMET SENDIRI
untuk berkonsultasi mengenai sembelit yang dialaminya.

Apoteker : Selamat datang di apotek slamet sendiri

Pasien : Siang mbak...

Apoteker : Siang... Ada yang bisa dibantu mba ? saya dengan Riyana sebagai
apoteker di apotek ini.

Pasien : Iya mbak saya memiliki keluhan susah buang air besar mbak..

Apoteker : Baik, sudah berapa hari merasakan sembelit nya ya mbak?

Pasien : Saya merasakan sembelit sudah 4 hari mbak.

Apoteker : Untuk konsultasi lebih lanjut mari ikut saya keruang konsultasi...

Pasien : Iyaa mbak..

Sang apoteker dan pasien pun pergi keruang konsultasi untuk konsultasi lebih lanjut.

Apoteker : Maaf sebelumnya, dengan mba siapa?dan umurnya berapa?

Pasien : Saya widya umurnya 20 tahun mba

Apoteker : Baik jadi sembelitnya sudah dirasa selama 4 hari ya mbak?

Pasien : Betul sekali mbaa..

Apoteker : Apakah mbak memiliki riwayat alergi obat atau penyakit lain?

Pasien : Untuk alergi dan penyakit lain saya tidak ada mbak

Apoteker : Sebelumya sudah mengkonsumsi obat ketika sembelit?

Pasien : Biasanya saya hanya meminum vegeta saat susah buang air besar..

23
Apoteker : Untuk mengkonsumsi obat apa ada perlakuan khusus saat meminum
obat ?

Pasien : Saya susah menelan obat dalam bentuk tablet dan kapsul

Apoteker : Baik kalau seperti itu kita rekomendasikan untuk jenis sediaan obatnya
dalam bentuk suppositoria atau sirup..

Pasien : Saya mau yang berefek cepat saja mba..

Apoteker : Baik kalau seperti itu jenis sediaan obat yang digunakan berbentuk
supppositoria ya mba…

Pasien : Baik mba..

Apoteker : Selagi obatnya di siapkan boleh menunggu di ruang tunggu ya mbaa..

Kemudian sang apoteker menyiapkan obat dan kembali menemui pasien untuk meberikan
edukasi kepada pasien.

Apoteker : Nn Widya ( memanggil pasien )

Pasien : Iya mbakk..

Apoteker : Ini obatnya ya mbak, obatnya microlax dalam bentuk suppositoria ya


mbak dan untuk harganya Rp.25.000 mba, gimana?

Pasien : Iya gapapa mba, untuk cara penggunaannya gimana ya mbak?

Apoteker : Setelah sampai dirumah obatnya dimasukan dulu ke dalam kulkas ya


mbak, karena obatnya mudah meleleh, ketika mau memakai obat ini mbak bisa meminta
bantuan orang terdekat ya mbak, karena sulitt bila digunakan sendiri. Prosedurnya pertama
mba mencuci tangan terlebih dahulu kemudian dibuka bungkus suppositorianya. Mbak
posisinya miring ya, kaki yang berada diatas lutut diangkat maju dan ditekuk kemudian
dimasukan suppos lewat anus, tunggu ± 15 menit ya mbak jangan langsung kekamar mandi
dulu ya mbak agar obatnya dapat berefek maksimal. Apakah sudah mengerti dengan cara
penggunaannya?

Pasien : Iya mbak ditunggu sampai 15 menit ya mbak

24
Apoteker : Betul sekali mbaa, oh iya sebaiknya tidak menggunakan obat ini
dengan obat lain secara bersamaan ya mba, dan apabila mengkonsumsi obat ini sudah lebih
dari 7 hari tidak ada perubahan segera lakukan pemeriksaan lebih lanjut ya mba. Hindari
makanan makanan cepat saji, perbanyak minum air putih dan makan buah serta lakukan
olahraga ya mba...

Pasien : Baik mbak, terimakasih

Apoteker : Terimakasih kembali semoga sehat selalu

BAB IV

PEMBAHASAN

Konstipasi atau yang dikenal juga dengan sebutan sembelit adalah kondisi sulit buang
air besar, seperti tidak bisa buang air besar sama sekali atau tidak sampai tuntas. Walaupun
frekuensi buang air besar setiap orang bisa berbeda-beda, seseorang dapat dinyatakan
mengalami konstipasi jika buang air besar kurang dari 3 kali dalam seminggu.

Faktor Risiko Konstipasi

Beberapa faktor yang bisa menyebabkan seseorang mengalami konstipasi, antara lain:

 Jenis kelamin. Konstipasi lebih sering dialami oleh perempuan daripada pria, terutama
pada masa sebelum menstruasi dan masa kehamilan.

 Usia. Konstipasi juga lebih sering dialami oleh lansia.

25
 Makan makanan yang rendah serat.

 Jarang atau tidak berolahraga sama sekali.

 Minum obat-obatan tertentu, termasuk obat penenang, atau obat untuk tekanan darah
tinggi.

 Memiliki kondisi kesehatan mental, seperti depresi.

Penyebab Konstipasi

Konstipasi atau sembelit paling sering terjadi karena tinja bergerak terlalu lambat melalui
saluran pencernaan atau tidak bisa dikeluarkan secara efektif, sehingga menyebabkan tinja
menjadi keras dan kering. Beberapa faktor risiko di atas bisa menjadi pemicu terjadinya
kondisi tersebut.

Namun, konstipasi juga bisa menjadi gejala dari suatu penyakit, seperti:

 Penyakit pada usus atau rektum, seperti penyumbatan usus, kanker usus besar, fisura
ani, dan kanker rektum.

 Gangguan saraf, yang biasanya terjadi pada pengidap penyakit Parkinson, cedera saraf
tulang belakang, stroke, dan multiple sclerosis.

 Gangguan pada otot penggerak usus, seperti pada dyssynergia.

 Gangguan hormon, yang bisa disebabkan oleh diabetes, hiperparatiroidisme,


kehamilan, atau hipotiroidisme.

Gejala Konstipasi

Gejala konstipasi, yaitu mengejan, rasa tidak tuntas setelah BAB, tinja kering dan keras,
ukuran tinja sangat besar atau kecil, rasa mengganjal pada rektum, nyeri perut, mual,
kembung, dan tidak nafsu makan.

26
Diagnosis Konstipasi

Selain wawancara dan pemeriksaan fisik, dokter juga dapat melakukan pemeriksaan
penunjang seperti:

 Tes darah, untuk melihat apakah ada kelainan seperti hipotiroid atau kadar kalsium
yang tinggi.

 Sinar X. Melalui pemeriksaan sinar X-ray, dokter dapat melihat apakah usus pengidap
tersumbat atau apakah ada tinja di seluruh usus besar.

 Pemeriksaan rektum dan kolon bawah (sigmoidoskopi), untuk memeriksa kondisi


rektum dan bagian bawah usus besar.

 Pemeriksaan rektum dan seluruh kolon (kolonoskopi), untuk melihat kondisi seluruh
usus besar.

 Evaluasi fungsi otot sfinger anal (anorektal manometri) untuk mengukur koordinasi
otot yang digunakan untuk menggerakkan usus

 Studi transit kolonik untuk mengevaluasi pergerakan makanan yang masuk ke usus
besar

 Defekografi atau rontgen rektum pada saat defekasi untuk melihat


adanya prolapse atau masalah dengan fungsi otot rektum

 MRI defekografi

Penanganan Konstipasi

Jika konstipasi merupakan gejala dari suatu penyakit, pengobatannya bertujuan untuk
mengatasi penyakit yang mendasarinya. Pada umumnya, penanganan konstipasi dimulai dari
perubahan pola makan dan gaya hidup, seperti meningkatkan konsumsi air dan makanan
berserat, memperbaiki pola makan, dan memperbanyak aktivitas fisik. Jika konstipasi sudah
sangat mengganggu, dokter dapat memberikan obat yang dapat melancarkan pencernaan,
seperti suplemen serat, dan obat pencahar

27
Pencegahan Konstipasi

Berikut cara yang bisa kamu lakukan untuk mencegah konstipasi:

 Membiasakan diri untuk ke toilet pada waktu yang sama setiap hari

 Perbanyak makan makanan berserat tinggi, termasuk kacang-kacangan, sayuran,


buah-buahan, sereal, dan dedak.

 Minum banyak air putih.

 Cobalah untuk berolahraga secara teratur.

 Coba atasi stres.

 Jangan menahan keinginan untuk buang air besar.

Microlax merupakan salah satu obat pencahar (laksansia) yang akan membantu anda dalam
mengatasi sembelit dan tersedia di apotik-apotik Indonesia. Obat ini tersedia dalam bentuk
tuba dan bekerja sesuai kandungan yang dimiliki, yakni :

 Natrium lauril sulfoasetat 0,045 gram : untuk menurunkan tegangan permukaan feses
sehingga feses mudah terbasahi

 Natrium sitrat 0,0450 gram

 PEG 400 0,625 gram : yang akan melumasi rektum sehingga feses mudah dikeluarkan

 Sorbitol 4,465 gram : yang menyerap air kedalam usus besar atau rektum untuk
melunakkan feses yang keras

 Asam sorbat 0,005 gram dan air murni 6,250 gram.

Nah, dari kandungan inilah microlax akan bekerja untuk mempermudah buang air besar.

28
Selain digunakan untuk meredakan susah BAB dan gangguan pergerakan usus, obat ini juga
dapat digunakan dalam persiapan sebelum pemeriksaan usus besar. Pada dasarnya obat
pencahar (lansaksia) merupakan zat yang dapat menstimulasi gerakan pristaltik usus sebagai
respon langsung terhadap dinding usus.

Ada beberapa rekomendasi dalam penggunaan obat pencahar yakni :

 Banyak minum air putih

 Pola makan dengan konsumsi lebih banyak serat

 Penggunaan obat pencahar dalam jangka panjang dapat menyebabkan


ketergantungan.

BAB V

KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat adalah sebagai berikut :

1. Konstipasi atau yang dikenal juga dengan sebutan sembelit adalah kondisi sulit buang
air besar, seperti tidak bisa buang air besar sama sekali atau tidak sampai tuntas
2. Konstipasi atau sembelit paling sering terjadi karena tinja bergerak terlalu lambat
melalui saluran pencernaan atau tidak bisa dikeluarkan secara efektif, sehingga
menyebabkan tinja menjadi keras dan kering.

3. Gejala konstipasi, yaitu mengejan, rasa tidak tuntas setelah BAB, tinja kering dan
keras, ukuran tinja sangat besar atau kecil, rasa mengganjal pada rektum, nyeri perut,
mual, kembung, dan tidak nafsu makan.

4. Penanganan konstipasi dimulai dari perubahan pola makan dan gaya hidup, seperti
meningkatkan konsumsi air dan makanan berserat, memperbaiki pola makan, dan
memperbanyak aktivitas fisik
5. Berikut cara yang bisa kamu lakukan untuk mencegah konstipasi:

o Membiasakan diri untuk ke toilet pada waktu yang sama setiap hari

29
o Perbanyak makan makanan berserat tinggi, termasuk kacang-kacangan,
sayuran, buah-buahan, sereal, dan dedak.

o Minum banyak air putih.

o Cobalah untuk berolahraga secara teratur.

o Coba atasi stres.

o Jangan menahan keinginan untuk buang air besar.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadsyah I, et al,.1997.Kelainan abdomen nonakut. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed


Sjamsuhidajat R, Jakarta: EGC
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Carpenito, Juall Lynda. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Hadi S,.2001.Psikosomatik pada Saluran Cerna Bagian Bawah, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid II, Edisi ke-3, Gaya baru, Jakarta.
Perry, Potter. 2005. Fundamental keperawatan, edisi 4, volume 2. Jakarta : EGC

30

Anda mungkin juga menyukai