Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pencernaan adalah sebuah proses metabolisme dimana suatu makhluk hidup


memproses sebuah zat dalam rangka untuk mengubah secara kimia atau mekanik
sesuatu zat menjadi nutrisi. Namun, jika proses ini terjadi perubahan maka akan
terjadi gangguan pencernaan termasuk obstruksi usus dan hernia. Obstruksi terjadi
ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan
tetapi peristaltiknya normal. (Reeves, 2001). Obstruksi usus merupakan suatu blok
saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan dapat secara
mekanis atau fungsional. (Tucker, 1998). Sedangkan hernia adalah prostusi dari
organ melalui organ defektif yang didapat/ kongenital pada dinding rongga yang
secara normal berisi organ. (Barbara Engran, 1998).

Oleh karena itu, Kami menulis makalah ini guna agar mahasiswa mengetahui hal-
hal mengenai obstruksi usus dan hernia, yang akan dibahas secara lengkap pada
bab berikutnya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari obstruksi intestinal?

2. Obstruksi apa saja yang dapat terjadi pada sistem pencernaan?

3. Apa penyebab, dan manifestasi klinik dari berbagai macam obstruksi yang
terjadi pada sistem pencernaan?

1.3 Maksud dan Tujuan Penulisan


Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis, sebagai berikut :

Agar pembaca dan penulis dapat mengetahui pengertian obstruksi.

Agar penulis dan pembaca mengetahui obstruksi yang dapat terjadi pada sistem
pencernaan.

Agar penulis dan pembaca mengetahui penyebab, pathogenesis, dan manifestasi


klinik dari berbagai macam obstruksi yang terjadi pada sistem pencernaan

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

a. Obstruksi usus adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi


usus pada traktus intestinal (Price & Wilson, 2007).

b. Obstruktif usus adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana


merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi
usus (Sabara, 2007 dikutip dari (http://www.Files-of-DrsMed.tk ).

c. Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang
traktus intestinal (Nettina, 2001).

d. Obstruksi merupakan suatu pasase yang terjadi ketika ada gangguan yang
menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal
(Reeves, 2001).

2.2 Etiologi

a. Mekanis
1) Adhesi atau perlengketan pascabedah. Adhesi bisa terjadi setelah
pembedahan abdominal sebagai respon peradangan intra abdominal. Jaringan
parut bisa melilit pada sebuah segmen dari usus, dan membuat segmen itu kusut
atau menekan segmen itu sehingga bisa terjadi segmen tersebut mengalami supply
darah yang kurang.

2) Tumor atau polip. Tumor yang ada pada dinding usus meluas ke lumen
usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus

3) Hernia. Hernia bisa menyebabkan obstruksi apabila hernia mengalami


strangulasi dari kompresi sehingga bagian tersebut tidak menerima supply darah
yang cukup. Bagian tersebut akan menjadi edematosus kemudian timbul necrosis.

4) Volvulus. Merupakan usus yang terpuntir sedikitnya sampai dengan 180


derajat sehingga menyebabkan obstruksi usus dan iskemia, yang pada akhirnya
bisa menyebabkan gangrene dan perforasi jika tidak segera ditangani karena
terjadi gangguan supply darah yang kurang .

5) Intususepsi. Intussusepsi adalah invaginasi atau masuknya sebagian dari


usus ke dalam lumen usus yang berikutnya. Intussusepsi sering terjadi antara
ileum bagian distal dan cecum, dimana bagian terminal dari ileum masuk kedalam
lumen cecum.

b. Fungsional (non mekanik)

1) Ileus paralitik.

Tidak ada gerakan peristaltis bisa diakibatkan :

a) Pembedahan abdominal dimana organ-organ intra abdominal mengalami


trauma sewaktu pembedahan

b) Elektrolit tidak seimbang truma hypokalemia

2) Lesi medula spinalis. Hal tersebut dapat dikarenakan adanya kerusakan saraf
pada sakral 4, misal pada penderita spina bifida.
3) Enteritis regional

4) Ketidakseimbangan elektrolit

5) Uremia

(Suratun & Lusianah, 2010, hlm 335 – 337)

2.3 Klasifikasi

Terdapat 2 jenis obstruksi :

a. Obstruksi paralitik (ileus paralitik atau paralitic ileus)

Suatu keadaan dimana otot-otot usus tak dapat mendorong isi usus ke bawah
(gangguan peristaltik). Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin
atau trauma yang mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus. Peristaltik
tidak efektif, suplai darah tidak terganggu dan kondisi tersebut hilang secara
spontan setelah 2 sampai 3 hari.

b. Obstruksi mekanik atau mekanikal obstruksi

Obstruksi atau sumbatan yang terjadi di intraluminal atau intramural akibat


tekanan pada dinding usus. Obstruksi mekanik digolongkan sebagai obstruksi
mekanik simpleks (satu tempat obstruksi) dan obstruksi lengkung tertutup (paling
sedikit 2 obstruksi). Karena lengkung tertutup tidak dapat didekompresi, tekanan
intralumen meningkat dengan cepat, mengakibatkan penekanan pebuluh darah,
iskemia dan infark(strangulasi). Sehingga menimbulkan obstruksi strangulata
yang disebabkan obstruksi mekanik yang berkepanjangan. Obstruksi ini tidak
mengganggu suplai darah, menyebabkan gangren dinding usus (Dermawan, dkk.
2010. Hal. 72-73).

2.4 Patofisiologi
Peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obstruksi usus tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik
atau fungsional. Perbedaan utamanya adalah obstruksi paralitik, paralitik
dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-
mula diperkuat kemudian intermiten akhirnya hilang. Limen usus yang tersumbat
profesif akan terenggang oleh cairan dan gas. Akumulasi gas dan cairan didalam
lumen usus sebelah proksimal dari letak obstruksi mengakibatkan distensi dan
kehilangan H2O dan elektrolit dengan peningkatan distensi maka tekanan
intralumen meningkat, menyebabkan penurunan tekanan vena dan kapiler arteri
sehingga terjadi iskemia dinding usus dan kehilangan cairan menuju ruang
peritonium akibatnya terjadi pelepasan bakteri dan toksin dari usus, bakteri yang
berlangsung cepat menimbulkan peritonitis septik ketika terjadi kehilangan cairan
yang akut maka kemungkinan terjadi syok hipovolemik. Keterlambatan dalam
melakukan pembedahan atau jika terjadi stranggulasi akan menyebabkan
kematian.

2.5 Manifestasi Klinik

a. Obstruksi Usus Halus

1) Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen sekitar umbilicus atau bagian
epigasterium yang cenderung bertambah sejalan dengan beratnya obstruksi dan
bersifat intermiten (hilang timbul). Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau
letak tinggi dari usus halus (jejunum dan ileum bagian proksimal) maka nyeri
bersifat konsten atau menetap.

2) Klien dapat mengeluarkan darah dan mucus, tetapi bukan materi fekal dan
tidak terdapat flatus.

3) Umumnya gejala obstruksi berupa konstipasi yang berakhir pada distensi


abdomen, tetapi pada klien obstruksi partial bisa mengalami diare.

4) Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltic pada awalnya menjadi sangat


keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong ke arah mulut.
5) Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi.
Semakin kebawah obstruksi di area gastrointestinal yang terjadi, semakin jelas
adanya distensi abdomen.

6) Jika obstruksi usus terjadi terus dan tidak diatasi maka akan terjadi syok
hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma, dengan manifestasi
klinis takikardi dan hipotensi, suhu tubuh biasanya normal, tapi kadang – kadang
dapat meningkat. Demam menunjukkan obstruksi strangulata.

7) Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi dan


peristaltic meningkat. Pada tahap lanjut dimana obstruksi terus berlanjut,
peristaltic akan melemah dan hilang. Adanya feces bercampur darah pada
pemeriksaan rectal toucher dapat dicurigai adanya keganasan dan intususepsi.

b. Obstruksi Usus Besar

1) Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi
pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah.

2) Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada klien
dengan obstruksi di sigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu –
satunya selama beberapa hari.

3) Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi
dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen.

4) Klien mengalami kram akibat nyeri abdomen bawah

(Suratun & Lusianah, 2010, hlm 339)

2.6 Komplikasi

a. Nekrosis usus

b. Perforasi usus dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada
organ intra abdomen.
c. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen

d. Sepsis infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan
cepat.

e. Syok dehidrasi terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma

f. Abses sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi

g. Pneumonia aspirasi dari proses muntah

h. Gangguan elektrolit. Refluk muntah dapat terjadi akibat distensi abdomen.


Muntah mengakibatkan kehilangan ion hidrogen dan kalium dari lambung, serta
menimbulkan penurunan klorida dan kalium dalam darah (Dermawan, dkk. 2010.
Hal. 77).

2.7 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya


ditemukan hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal.
Peningkatan serum amilase sering didapatkan. Leukositosis menunjukkan adanya
iskemik atau strangulasi. Hematokrit yang meningkat dapat terjadi pada dehidrasi.
Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah
mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolic bila muntah berat, dan metabolic
asidosis bila ada tanda – tanda syok, dehidrasi dan kitosis.

b. Pemeriksaan foto polos abdomen

Dapat memperlihatkan dilatasi lengkung usus halus disertai dengan batas antara
air dan udara atau gas (air fluid lever) yang membentuk bagaikan tangga, terutama
pada obstruksi bagian distal. Jika terjadi strangulasi dan nekrosis, maka akan
terlihat gambaran berupa hilangnya mukosa yang regular dan adanya gas dalam
dinding usus. Udara bebas pada foto thorax tegak menunjukkan adanya perforasi
usus.

c. Pemeriksaan CT scan

Dikerjakan secara klinis dan foto polos abdomen dicurigai adanya strangulasi. CT
scan akan mempertunjukkan secara lebih teliti adanya kelainan pada dinding usus
(obstruksi komplet, abses, keganasan), kelainan mesenterikus, dan peritoneum.
Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari obstruksi.

d. Pemeriksaan radiologi dengan barium enema

Pemeriksaan ini mempunyai suatu peran terbatas pada klien dengan obstruksi usus
halus. Pengujian enema barium terutama sekali bermanfaat jika suatu obstruksi
letak rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen.

e. Pemeriksaan USG

Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran penyebab dari obstruksi.

f. Pemeriksaan MRI

Teknik ini digunakan untuk mengevaluasi iskemia mesenteric kronis.

g. Pemeriksaan angiografi

Angiografi mesenteric superior telah digunakan untuk mendiagnosis adanya


herniasi internal, intususepsi, volvulus, malrotation, dan adhesi

(Suratun & Lusianah, 2010, hlm 340 – 341)

2.8 Penatalaksanaan

a. Konservatif

1) Penderita dipuasakan.
2) Dekompresi dengan nasogastric tube yang panjang dari proksimal usus ke
area penyumbatan; selang dapat dimasukkan dengan lebih efektif dengan pasien
berbaring miring ke kanan.

3) Koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit :

a) Terapi Na+, K+, komponen darah

b) Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan interstisial

c) Dekstrosa dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler

4) Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.

5) Lavement jika ileus obstruksi, dan kontraindikasi ileus paralitik.

6) Hiperalimentasi untuk mengoreksi defisiensi protein karena obstruksi


kronik, ileus paralitik atau infeksi.

7) Reseksi usus dengan anastomosis dari ujung ke ujung.

8) Ostomi barrel-ganda jika anastomosis dari ujung ke ujung terlalu beresiko.

b. Medications

Antibiotics broad-spectrum untuk bacterial anaerobe dan aerobe. Analgesic


apabila nyeri. (Medlinux.com).

c. Surgery

Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu di perhatikan :

· Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung.

· Bagaimana keadaan atau fungsi organ vital lainnya, baik sebagai akibat
obstruksinya maupun kondisi sebelum sakit.

· Apakah ada risiko strangulasi.


Indikasi intervensi bedah

· Obstruksi usus dengan prioritas tinggi adalah strangulasi, volvulus, dan


jenis obstruksi kolon.

· Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk


mencegah sepsis sekunder atau rupture usus.

· Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah


yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi melalui laparotomi.

Kewaspadaan akan resiko strangulasi sangat penting. Pada obstruksi ileus yang
ditolong dengan cara operatif pada saat yang tepat, angka kematiannya adalah 1%
pada 24 jam pertama, sedangkan pada strangulasi angka kematian tersebut 31%.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada
obstruksi ileus:

1) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah


sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata
non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.

2) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati"


bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease,
dan sebagainya.

3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat


obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.

4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-


ujung usus untuk mempertahan kankontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon,invaginasi strangulata, dan sebagainya.

5) Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif


bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan
penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan
kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.
2.9 Konsep Asuhan Keperawatan

A. PENGKAJIAN

1. Identitas Klien

Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, suku/bangsa, alamat, tanggal


masuk RS dan lain-lain.

2. Keluhan Utama

Biasanya klien datang dengan keluhan; sakit perut yang hebat, kembung, mual,
muntah dan tidak ada defekasi/BAB yang lama.

3. Riwayat penyakit sekarang.

a. Perubahan pola BAB sejak kapan? (frekuensi, jumlah, warna, konsistensi ).

b. Sakit perut,kembung?

c. Mual,muntah,(frekuensi jumlah,warna, bau)

d. Apa ada demam,bisa platus?

e. Apa ada diberi obat sebelum masuk rumah sakit?

4. Riwayat penyakit dahulu.

a. Ada /tidak nyariwayat tumor ganas,polip/peradangan kronik?

b. Riwayat pernah tidak nyaoperasi pada daerah perut.

c. Bagaimana keadaan BAB . Apakah sering merasa sakitperut kembung,sulit


BAB dan keadaan fakes.
d. Apakah ada riwayat hernia?

e. Apakah pernah mengalami cedera Arauma?

5. Riwayat penyakit keluarga

a. Apakah ada yang pernah sakit seperti klein?

b. Apakah ada yang pernah mengalamipenyakit menularatau keturunan?

6. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum

1) Penampilan umum

2) Tanda vital (TD, Pols, resp, temp).

3) TB, BB.

4) Kesadaran .

b. Pemeriksaan fokus

1) Inspeksi

a) Pada keadaan umum klien apakah kelihatan sakit, meringis.

b) Apakah ada muntah; warna coklat bila obstruksi pada usus halus.

c) Klien kelihatan sakit bernafas karena perut kembung.

d) Abdomen tampak kembung.

e) Nampak tonjolan seperti bengkak pada bagian perut.

2) Auskultasi
Peristaltik usus menurun/meningkat.

3) Perkusi

a) Normal bunyi abdomen, tegang, dan kembung.

b) Kulit daerah abdomen terasa hangat, nyeri tekan.

c) Teraba benjolan/masa di daerah abdomen.

7. Kebutuhan Biologis

a. Nutrisi:

1) Pola kebiasaan.

2) Jenis makanan/minuman.

b. Eliminasi

1) Pola.

2) Frekuensi.

3) Jumlah, warna, bau, konsistensi (BAB/BAK)

c. Istirahat/tidur

Mempunyai masalah/tidak.

d. Aktifitas

1) Apakah terganggu/terbatas.

2) Faktor yang memperingan atau memperberat.

3) Riwayat pekerjaan.

8. Riwayat Psikososial
Bagaimana pola pemecahan masalah klien terhadap masalahnya, demikian juga
keluarga.

9. Riwayat Sosial

a. Kebiasaan merokok, minuman keras, dan lain-lain.

b. Konsep diri terhadap masalah

Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri berhubungan dengan distensi, kekakuan

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah, demam dan


atau diforesis

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


gangguan absorbsi

Intervensi Keperawatan

a. Nyeri berhubungan dengan distensi, kekakuan

Tujuan : Rasa nyeri teratasi atau terkontrol

Kriteria hasil : Pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan; menyatakan


nyeri pada tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan relaks.

Intervensi :

1. Selidiki keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) dan faktor
pemberat/penghilang.
Rasional: Nyeri distensi abdomen, dan mual. Membiarkan pasien rentang
ketidaknyamanannya sendiri membantu mengidentifikasi intervensi yang tepat
dan mengevaluasi keefektifan analgesia.

2. Pantau tanda-tanda vital.

Rasional: Respon autonomik meliputi perubahan pada TD, nadi dan pernafasan,
yang berhubungan dengan keluhan/penghilangan energi. Abnormalitas tanda
vitalterus menerus memerlukan evaluasi lanjut.

3. Palpasi kandung kemih terhadap distensi bila berkemih ditunda. Tingkatkan


privasi dan gunakan tindakan keperawatan untuk meningkatkan relaksasi bila bila
pasien berupaya untuk berkemih. Tempatkan pada posisi semi-fowler atau berdiri
sesuai kebutuhan.

Rasional: Faktor psikologis dan nyeri dapat meningkatkan tegangan otot. Posisi
tegak meningkatkan tekanan intra-abdomen, yang dapat membantu dalam
berkemih.

4. Berikan analgesik, narkotik, sesuai indikasi.

Rasional: Mengontrol/mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan


meningkatkan kerjasama dengan aturan terapeutik.

5. Kateterisasi sesuai kebutuhan.

Rasional: Kateterisasi tunggal/multifel dapat digunakan untuk mengosongkan


kandung kemih sampai fungsinya kembali.

b. Kekurangan Volume Cairan Berhubungan Dengan Mual, Muntah, Demam dan


atau Diforesis.

Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi

Kriteria hasil :

· Klien mendapat cairan yang cukup untuk mengganti cairan yang hilang.
· Klien menunjukkan tanda-tanda hidrasi yang adekuat.

Intervensi :

1. Pantau tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan peningkatan nadi,


perubahan TD, takipnea, dan ketakutan. Periksa balutan dan luka dengan sering
selama 24 jam pertama terhadap tanda-tanda darah merah terang atau bengkak
insisi berlebihan.

Rasional: Tanda-tanda awal hemoragi usus atau pembentukan hematoma, yang


dapat menyebabkan syok hipovolemik.

2. Palpasi nadi perifer, evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit dan status
membran mukosa.

Rasional: Memberi informasi tentang volume sirkulasi umum dan tingkat hidrasi.

3. Pantau masukan dan haluaran, perhatikan haluaran urine, berat jenis,.


Kalkulasi keeimbangan 24 jam, dan timbang berat badan setiap hari.

Rasional: Indikator langsung dari hidrasi atau perfusi organ dan fungsi.
Memberikan pedoman untuk penggantian cairan.

4. Perhatikan adanya atau ukur distensi abdomen.

Rasional: Perpindahan cairan dari ruang vaskuler menurunkan volume sirkulasi


dan merusak perfusi ginjal.

5. Observasi atau catat kuantitas, jumlah dan karakter drainase NGT. tes pH
sesuai indikasi. Anjurkan dan bantu dengan perubahan posisi sering.

Rasional: Haluaran cairan berlebihan dapat menyebabkan ketidakseimbangan


eletrolit dan alkalosis metabolik dengan kehilangan lanjut kalium oleh ginjal yang
berupaya untuk mengkompensasi. Hiperasiditas, ditunjukkan oleh pH kurang dari
5, menunjukkan pasien beresiko ulkus stres. Pengubahan posisi mencegah
pembentukan magenstrase di lambung, yang dapat menyalurkan cairan gastrik
dan udara melalui selang NGT kedalam duodenum.

6. Pertahankan potensi penghisap NGT atau usus.

Rasional: Meningkatkan dekompresi usus untuk menurunkan distensi/tekanan di


garis jahitan dan menurunkan mual/muntah, yang dapat menyertai
anastesia,manipulasi usus atau kondisi yang sebelumnya ada, mis: kanker.

c. Perubahan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh Berhubungan dengan


Gangguan Absorbsi Nutrisi.

Tujuan: Berat badan stabil dan nutrisi teratasi.

Kriteria hasil :

· Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.

· Berat badan stabil.

· Pasien tidak mengalami mual muntah.

Intervensi:

1. Tinjau faktor-faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk


mencerna makanan, mis: status puasa, mual, ileus paralitik setelah selang dilepas.

Rasional: Mempengaruhi pilihan intervensi.

2. Auskultasi bising usus; palpasi abdomen; catat pasase flatus.

Rasional: Menentukan kembalinya peristaltik (biasanya dalam 2-4 hari).

3. Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diet dari pasien. Anjurkan pilihan


makanan tinggi protein dan vitamin C.
Rasional: Meningkatkan kerjasama pasien dengan aturan diet. Protein/vitamin C
adalah kontributor utuma untuk pemeliharaan jaringan dan perbaikan. Malnutrisi
adalah fator dalam menurunkan pertahanan terhadap infeksi.

4. Observasi terhadap terjadinya diare; makanan bau busuk dan berminyak.

Rasional: Sindrom malabsorbsi dapat terjadi setelah pembedahan usus halus,


memerlukan evaluasi lanjut dan perubahan diet, mis: diet rendah serat.

5. Berikan obat-obatan sesuai indikasi: Antimetik, mis: proklorperazin


(Compazine). Antasida dan inhibitor histamin, mis: simetidin (tagamet).

Rasional: Mencegah muntah. Menetralkan atau menurunkan pembentukan asam


untuk mencegah erosi mukosa dan kemungkinan ulserasi.

d. Konstipasi Berhubungan dengan Penurunan Motilitas Saluran


Gastrointestinal.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah konstipasi klien teratasi.

Kriteria hasil :

· Pola eliminasi klien dalam rentang normal.

· Klien akan mengeluarkan feses tanpa bantuan.

· Klien akan mengonsumsi cairan dan serat dengan adekuat.

Intervensi :

1. Auskultasi bising usus.

Rasional: adanya bunyi abnormal menunjukkan terjadinya komplikasi.

2. Kaji keluhan nyeri abdomen.

Rasional: Mungkin berhubungan dengan distensi gas.

3. Observasi gerakan usus.


Rasional: Indicator kembalinya fungsi GI. Mengidentifikasi ketepatan intervensi.

4. Anjurkan makanan atau cairan yang tidak mengiritasi bila masukan oral
diberikan.

Rasional : Menurunkan resiko iritasi mukosa.

5. Kolaborasi : berikan pelunak feses, supositoria gliserin sesuai indikasi.

Rasional : Untuk merangsang peristaltik dengan perlahan.

e. Reiko Tinggi Infeksi Berhubungan dengan Ketidak Adekuatan Pertahanan


Primer.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak terjadi infeksi.

Kriteria hasil :

· Klien tidak menunjukkan adanya tanda atau gejala infeksi.

· Klien menunjukkan personal hygiene yang adekuat.

· Klien akan menghindari pajanan terhadap ancaman kesehatan.

Intervensi :

1. Pantau tanda-tanda vital, perhatikan suhu.

Rasional: Suhu malam hari memuncak yang kembali ke normal pada pagi hari
adalah karakteristik infeksi.

2. Pantau pernafasan. Pertahankan kepala tempat tidur tinggi 35’-45’.

Rasional: distensi abdomen menurunkan ekspansi paru.

3. Observasi terhadap tanda atau gejala peritonitis.

Rasional: Peritonitis dapat terjadi bila usus terganggu.

4. Kolaborasi : berikan obat-obatan sesuai indikasi.


Rasional: Diberikan secara profilaktik dan untuk mengatasi infeksi.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Setelah memahami pembahasan dan mengolah data yang disajikan, maka penulis
menarik kesimpulan sebagai berikut :

Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran


normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik,
partial atau total. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsino
ma dan perkembangannya lambat. Sebahagaian dasar dari obstruksi justru
mengenai usus halus.Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang
memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin
tetap hidup.

Hernia adalah penonjolan peritoneum parietale yang berisi viskus melalui bagian
yang lemah pada dinding abdomen.

3.2 Saran

Ada beberapa saran yang penulis tuliskan bagi pembaca, yakni sebagai berikut :

Gaya hidup (life style) memberikan pengaruh yang sangat besar dalam menjaga
kesehatan, maka jika kita ingin mendapatkan kehidupan yang sehat harus dimulai
dari gaya hidup yang sehat pula.

Makanan yang mengandung nilai gizi seimbang akan memeperkecil resiko


terjangkitnya penyakit pada system pencernaan.
Kita harus memperhatikan kebersihan makanan yang akan kita makan, karena jika
makanan yang dikonsumsi telah terkontaminasi oleh bakteri, akan menimbulkan
berbagai jenis penyakit pada tubuh kita.

Bagi penderita hernia, disarankan agar jangan terlalu kelelahan dalam beraktifitas
dan bekerja.

DAFTAR PUSTAKA

Closky, Bulaceck G. 2000. Nursing intervention classification (NIC). Mosby:


Philadelphia.

Dermawan, dkk. 2010. Keperawatan medika bedah sistem pencernaan.


Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Inayah, Iin. 2004. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pencernaan. Jakarta: Salemba Medika.

Johnson. 2000. Nursing outcome classification (NOC). Mosby: Philadelphia.

Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman praktik keperawatan. Alih bahasa Setiawan


dkk. Ed. 1. Jakarta : EGC.

Smeltzer Suzanne C. 2001. Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner &
Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8.
Jakarta : EGC.
Tucker, Susan Martin et al. 1998. Patient care standards : nursing process,
diagnosis, and outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC.

Price, Sylvia Anderson. 1994. Pathophysiology : clinical concepts of disease


processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC.

Reeves, Charlene J et al. 2001. Medical-surgical nursing. Alih Bahasa Joko


Setyono. Ed. I. Jakarta : Salemba Medika.

Syaifuddin. 2006. Anatomi fisiologi untuk mahasiswa keperawatan . Jakarta :


EGC.

http://makalahkeperawatanrustida.blogspot.com/2014/10/obstruksi-intestinal.html

Anda mungkin juga menyukai