Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ILEUS OBSTRUKTIF

OLEH:

NAMA : AGUSTINA MAGAI


NIM : P071-204-200-02
SEMESTER : VI (6)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAYAPURA

PRODI D-III KEPERAWATAN NABIRE

2022/2023
1. Pengertian
Obstruksi usus/ileus obstruktif adalah gangguan pada aliran normal isi usus
sepanjang traktus intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan
yang menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal
(Reeves, 2001). 
Obstruksi usus/ileus obstruktif merupakan suatu blok saluran usus yang
menghambat pasase cairan, flatus dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional
(Tucker, 1998). Obstruksi usus/ileus obstruktif adalah sumbatan total atau parsial
yang mencegah aliran normal melalui saluran pencernaan. (Brunner and Suddarth,
2001). Obstruksi usus merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat pasase
cairan, flatus dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional (Tucker, 1998).
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara,
2007).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah sumbatan
total atau parsial yang menghalangi aliran normal melalui saluran pencernaan atau
gangguan usus disepanjang usus. Sedangkan Ileus obstruktif adalah kerusakan atau
hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh sumbatan mekanik.
2. Klasifikasi
Ada dua tipe obstruksi usus yaitu paralitik dan mekanis:
1. Obstruksi paralitik (ileus paralitik)
Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma yang
mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus. Peristaltik tidak efektif, suplai
darah tidak terganggu dan kondisi tersebut hilang secara spontan setelah 2 sampai
3 hari.
2. Obstruksi mekanik
Terdapat obstruksi intralumen atau obstruksi mural oleh tekanan ekstrinsik.
Obstruksi mekanik digolongkan sebagai obstruksi mekanik simpleks (satu tempat
obstruksi) dan obstruksi lengkung tertutup (paling sedikit 2 obstruksi). Karena
lengkung tertutup tidak dapat didekompresi, tekanan intralumen meningkat
dengan cepat, mengakibatkan penekanan pebuluh darah, iskemia dan
infark(strangulasi). Sehingga menimbulkan obstruksi strangulata yang disebabkan
obstruksi mekanik yang berkepanjangan. Obstruksi ini tidak mengganggu suplai
darah, menyebabkan gangren dinding usus.
3. Etiologi
Adapun beberapa penyebab dari obstruksi usus adalah sebagai berikut :
1. Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering ileus obstruktif,
sekitar 50-70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi
intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang
disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami
operasi abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat
menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-anak.
2. Hernia inkarserata eksternal (inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau
parastomal) merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus obstruktif,
dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat
operasi abdomen. Hernia interna (paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan
hernia foramen Winslow) juga bisa menyebabkan hernia.
3. Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen,
sedangkan tumor metastase atau tumor intra abdominal dapat menyebabkan
obstruksi melalui kompresi eksternal.
4. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus
yang mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus
mesentericus dapat sebagai petunjuk awal adanya intususepsi.
5. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut
selama masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
6. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti malrotasi
usus. Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.
7. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong empedu
menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang
menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang
besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup
ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
8. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi
radiasi, atau trauma operasi.
9. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau penumpukan
cairan.
10. Benda asing, seperti bezoar
11. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau hernia
Littre.
12. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum distalis dan
kolon kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium.
4. Patofisiologi
Peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obstruksi usus tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau
fungsional. Perbedaan utamanya adalah obstruksi paralitik, paralitik dihambat dari
permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat
kemudian intermiten akhirnya hilang. Lumen usus yang tersumbat profesif akan
terenggang oleh cairan dan gas. Akumulasi gas dan cairan didalam lumen usus
sebelah proksimal dari letak obstruksi mengakibatkan distensi dan kehilangan H2O
dan elektrolit dengan peningkatan distensi maka tekanan intralumen meningkat,
menyebabkan penurunan tekanan vena dan kapiler arteri sehingga terjadi iskemia
dinding usus dan kehilangan cairan menuju ruang peritonium akibatnya terjadi
pelepasan bakteri dan toksin dari usus, bakteri yang berlangsung cepat menimbulkan
peritonitis septik ketika terjadi kehilangan cairan yang akut maka kemungkinan terjadi
syok hipovolemik. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi
stranggulasi akan menyebabkan kematian. (Pice and Wilson, hal 404).
Ileus obstruktif atau obstruksi usus merupakan penyumbatan intestinal
mekanik yang terjadi karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi
dinding usus sehingga menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal
tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu. Akan terjadi pengumpulan isi
lumen usus yang berupa gas dan cairan, pada bagian proximal tempat penyumbatan,
yang menyebabkan pelebaran dinding usus (distensi).
Sumbatan usus dan distensi usus menyebabkan rangsangan terjadinya
hipersekresi kelenjar pencernaan. Dengan demikian akumulasi cairan dan gas makin
bertambah yang menyebabkan distensi usus tidak hanya pada tempat sumbatan tetapi
juga dapat mengenai seluruh panjang usus sebelah proximal sumbatan. Sumbatan ini
menyebabkan gerakan usus yang meningkat (hiperperistaltik) sebagai usaha alamiah.
Sebaliknya juga terjadi gerakan anti peristaltik. Hal ini menyebabkan terjadi serangan
kolik abdomen dan muntah-muntah.
5. Pathway Ileus Obstruktif

6. Manifestasi Klinik
1. Mekanika sederhana usus halus atas
Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah empedu
awal, peningkatan bising usus (bunyi gemerincing bernada tinggi terdengar pada
interval singkat), nyeri tekan difus minimal.
2. Mekanika sederhan usus halus bawah
Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat, muntah sedikit atau tidak ada
kemudian mempunyai ampas, bising usus dan bunyi “hush” meningkat, nyeri
tekan difus minimal.
3. Mekanika sederhana kolon
Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir, kemudian
terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan difus minimal.
4. Obstruksi mekanik parsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya kram
nyeri abdomen, distensi ringan dan diare.
5. Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat; nyeri parah, terus menerus dan terlokalisir;
distensi sedang; muntah persisten; biasanya bising usus menurun dn nyeri tekan
terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah atau
mengandung darah samar.
7. Komplikasi
1. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
2. Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra
abdomen.
3. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
4. Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma
(Brunner and Suddarth, 2001, hal 1122).
8. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus
2. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan
sigmoid yang tertutup.
3. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah; peningkatan
hitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan peningkatan kadar
serum amilase karena iritasi pankreas oleh lipatan usus.
4. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolik.
9. Penatalaksanaan Medis (Bedah)
1. Koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit:
2. Terapi Na+, K+, komponen darah
3. Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan interstisial
4. Dekstrosa dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler
5. Dekompresi selang nasoenteral yang panjang dari proksimal usus ke area
penyumbatan; selang dapat dimasukkan dengan lebih efektif dengan pasien
berbaring miring ke kanan.
6. Implementasikan pengobatan unutk syok dan peritonitis.
7. Hiperalimentasi untuk mengoreksi defisiensi protein karena obstruksi kronik, ileus
paralitik atau infeksi.
8. Reseksi usus dengan anastomosis dari ujung ke ujung.
9. Ostomi barrel-ganda jika anastomosis dari ujung ke ujung terlalu beresiko.
10. Kolostomi lingkaran untuk mengalihkan aliran feses dan mendekompresi usus
dengan reseksi usus yang dilakukan sebagai prosedur kedua.
10. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah, demam dan
atau diforesis.
2. Nyeri berhubungan dengan distensi, kekakuan
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen dan atau
kekakuan.
4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan.
11. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan 1
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah, demam dan atau
diforesis.
Tujuan: kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil:
 Tanda-tanda vital normal
 intake dan output seimbang
Intervensi:
 Pantau tanda vital dan observasi tingkat kesadaran dan gejala syok
 Pantau cairan parentral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
 Pantau selang nasointestinal dan alat penghisap rendah dan intermitten.
Ukur haluaran drainase setiap 8 jam, observasi isi terhadap warna dan
konsistensi
 Posisikan pasien pada miring kanan; kemudian miring kiri untuk
memudahkan pasasse ke dalam usus; jangan memplester selang ke hidung
sampai selang pada posisi yang benar
 Pantau selang terhadap masuknya cairan setiap jam
 Kateter uretral indwelling dapat dipasang; laporkan haluaran kurang dari
50 ml/jam
 Ukur lingkar abdomen setiap 4 jam
 Pantau elektrolit, Hb dan Ht
 Siapkan untuk pembedahan sesuai indikasi
 Bila pembedahan tidak dilakukan, kolaborasikan pemberian cairan per oral
juga dengan mengklem selang usus selama 1 jam dan memberikanjumlah
air yang telah diukur atau memberikan cairan setelah selang usus diangkat.
 Buka selang, bila dipasang, pada waktu khusus seusai pesanan, untuk
memperkirakan jumlah absorpsi.
 Observsi abdomen terhadap ketidaknyamanan, distensi, nyeri atau
kekauan.
 Auskultasi bising usus, 1 jam setelah makan; laporkan tak adanya bising
usus.
 Cairan sebanyak 2500 ml/hari kecuali dikontraindikasikan.
 Ukur masukan dan haluaran sampai adekuat.
 Observasi feses pertama terhadap warna, konsistensi dan jumlah; hindari
konstipasi
Diagnosa Keperawatan 2
Nyeri berhubungan dengan distensi, kekakuan
Tujuan: rasa nyeri teratasi atau terkontrol
Kriteria hasil: pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan; menyatakan
nyeri pada tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan relaks.
Intervensi:
 Pertahankan tirah baring pada posisi yang nyaman; jangan menyangga
lutut.
 Kaji lokasi, berat dan tipe nyeri
 Kaji keefektifan dan pantau terhadap efek samping anlgesik; hindari
morfin
 Berikan periode istirahat terencana.
 Kaji dan anjurkan melakukan lathan rentang gerak aktif atau pasif setiap 4
jam.
 Ubah posisi dengan sering dan berikan gosokan punggung dan perawatan
kulit.
 Auskultasi bising usus; perhatikan peningkatan kekauan atau nyeri;
berikan enema perlahan bila dipesankan.
 Berikan dan anjurkan tindakan alternatif penghilang nyeri.
Diagnosa Keperawatan 3
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen dan atau
kekakuan.
Tujuan : pola nafas menjadi efektif.
Kriteria hasil: pasien menunjukkan kemampuan melakukan latihan pernafasan,
pernafasan yang dalam dan perlahan.
Intervensi :
 Kaji status pernafasan; observasi terhadap menelan, “pernafasan cepat”
 Tinggikan kepala tempat tidur 40-60 derajat.
 Pantau terapi oksigen atau spirometer insentif
 Kaji dan ajarkan pasien untuk membalik dan batuk setiap 4 jam dan napas
dalam setiap jam.
 Auskultasi dada terhadap bunyi nafas setiap 4 jam.
Diagnosa Keperawatan 4
Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan.
Tujuan : ansietas teratasi
Kriteria hasil : pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini dan
mendemonstrasikan keterampilan kooping positif dalam menghadapi ansietas.
Intervensi :
 Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang
berhasil pada waktu lalu.
 Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut;
berikan penenangan.
 Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai
penyakit, tindakan dan prognosis.
 Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres.
 Dorong dukungan keluarga dan orang terdekat.
DAFTAR PUSTAKA

Nettina, Sandra M. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa Setiawan dkk. Ed. 1.
Jakarta: EGC; 2001

Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta :
EGC; 2001.

Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And
Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998

Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes.


Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994

Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I.
Jakarta: Salemba Medika; 2001.

Anda mungkin juga menyukai