Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.F DENGAN

POST OP LAPARATOMI EC ILEUS OBSTRUKTIF

DI RUANGAN KELAS I BEDAH

RSUP DR.MJAMIL PADANG

Oleh :

SUCI RAHMA YUNI

1841312076

PRAKTEK PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2019
A. KONSEP DASAR ILEUS

1. Defenisi Ileus

Ileus obstruktif adalah blok saluran usus yang menghambat

pasase cairan, flatus, dan makanan, dapat secara mekanis atau

fungsional. (Inayah, 2008).Ileus obstruktif terjadi ketika terdapat

rintangan terhadap aliran normal dari isi usus, bisa juga karena

hambatan terhadap rangsangan saraf untuk terjadinya peristaltik.

(Barbara, 2008).

Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana

merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu

jalannya isi usus (Sylvia A, Price, 2012).Obstruksi usus biasanya

mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya

lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus.

Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan

diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin

tetap hidup.

Ileus adalah keadaan dimana tidak terjadinya gerakan dan pasase

usus yang normal.Indrayani (2013) mendefenisikan ileus sebagai

gangguan atau hambatan terhadap pasase usus.Hambatan pasase usus ini

dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus atau oleh gangguan

peristaltic. Ileus timbul saat udara dan cairan sekresi tidak dapat keluar
kearah distal karena berbagai sebab, baik karena faktro instrinsik

maupun ekstrinsik (mechanical obstruction) atau paralisis (non

mechanical obstruction) (Helthon &Fishicella,2004, dalam

Halim 2008).

2. Jenis-jenis Ileus

a. Ileus Obstruksi

Ileus obstruksi adalah suatu keadaan yang menyebabkan isi

usus tidak bisa melewati lumen usus sebagai akibat adanya sumbatan

atau hambatan mekanik ( Sabiston, 2006 dalam indrayani,2013). Hal

ini dapat terjadi dikarenakan kelainan didalam lumen usus, dinding

usus, atau benda asing diluar usus yang menekan, serta kelainan

vaskulerisasi pada suatu segmen usus yang dapat menyebabkan

nekrosis segmen usus

(Indrayani,2013).

b. Ileus paralitik

Ileus paralitik adalah keadaan dimana usus tidak mampu

melakukan kontraksi peristaltic untuk menyalurkan isi lumen usus

akibat kegagalan neurogenik atau hilangnya peristaltic usus tanpa

adanya obstruksi mekanis (Indrayani,2013).

3. Klasifikasi ileus obstruksi

a. Menurut sifat sumbatan

1) Obstruksi biasa (simple obstruction)


Obstruksi biasa yaitu penyumbatan mekanis didalam lumen usus

tanpa gangguan pembuluh darah, antara lain karena atresia usus

dan neoplasma.

2) Obstruksi strangulasi

Obstruksi strangulasi yaitu penyumbatan dalam lumen usus

disertai oklusi pembuluh darah seperti hernia strangulasi,

intususepsi, adhesi dan volvulus.

b. Menurut letak sumbatan

faktor, antara lain,sebagai berikut:

1) Pertumbuhan jaringan yang tidak normal

2) Adhesi atau jaringan parut yang terbentuk setelah pembedahan

Ileus obstruksi yang terjadi karena adhesi umumnya tidak

disertai strangulasi.Adhesi adalah pita-pita jaringan fibrosa

yang sering menyebabkan obstruksi pada usus halus pasca

pembedahan abdomen.

3) Batu empedu

Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul

dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus sehingga

menyebabkan batu empedu masuk ke traktus

gastrointestinal.Batu empedu yang besar dapat terjepit diusus

halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup

ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.


4) Hernia

Hernia merupakan suatu kondisi dimana bagian usus

menonjol keluar melewati dinding abdomen. Jika hernia

tersebut mengalami strangulasi, maka akan terjadi obstruksi

intestinal atau vaskuler.

5) Feses yang besar (fecalit)

6) Invaginasi/intususepsi

Merupakan keadaan dimana bagian usus yang satu masuk

kedalam bagian usus yang lain (telescoping) sehingga terjadi

obstruksi vascular.

7) Tumor yang menutup intestinal

Tumor pada usus merupakan jaringan abnormal yang tumbuh

kedalam lumen intestinal.Obstruksi usus dapat terjadi karena

tumor yang secara langsung menutup intestinal atau

disebabkan oleh invaginasi akibat tumor.

8) Volvulus

Volvulus merupakan suatu keadaan dimana terjadi

pemuntiran atau pemutaran usus yang abnormal dari segmen

usus sepanjang aksis longitudinal usus itu sendiri, maupun

pemuntiran terhadap aksis radiimesenterii sehingga pasase

makanan terganggu.Usus melilit atau memutar sampai 180-

360 derajat.Volvulus lebih sering ditemukan pada usus besar.


Ileus obstruksi yang terjadi pada usus halus, dapat disebabkan

oleh adhesi dari bedah abdomen sebelumnya, hernia yang

melibatkan usus, penyakit crohn’s, neoplasma baik jinak maupun

ganas, invaginasi, volvulus, sindrom arteri mesenterika superior:

penekanan duodenum oleh arteri mesenterika dan aorta abdominal,

striktur iskemi, benda asing (batu empedu dalam ileum, atau benda

yang tertelan), atresia intestinaldan karsinoid.

Sementara penyebab dari ileus obstruksi yang terjadi pada usus

besar diantaranya adalah neoplasma, hernia, IBD (inflammatory

bowel disease), volvulus kolon (sigmoid, sekum kolon tranversum ),

adhesi, konstipasi, penumpukan feses, fekaloma, atresia kolon,

pseudo-obstruksi intestinal, striktur jinak (penyakit divertikular) dan

endometriosis.

b. Ileus paralitik

Penyebab dari ileus paralitik adalah:


1) Kimia, misalnya: obat antidepresan, antikolinegik, elektolit, atau
gangguan mineral (seperti menurunnya kadar kalium)
2) Komplikasi bedah intraabdominal
3) Menurunnya suplai darah ke daerah abdomen (iskemia arteri
mesenterika)
4) Trauma pada suplai darah abdomen
5) Infeksi intra abdomen
6) Penyakit ginjal atau paru-paru

7) Penggunaan obat tertentu misalnya narkotik


5. Manifestasi klinis

Menurut Saputra (2014), Ada bebrapa tanda dan gejala dari obstruksi

usus yang penting untuk diperhatikan yaitu:

a. Nyeri yang bersifat kram pada abdomen

Lokasi dan karakter nyeri dapat membantu membedakan ileus

obstruksi dan ileus paralitik. Pada ileus obstruksi biasanya rasa

nyeri akan lebih hebat, bersifat intermitten dan terlokalisasi pada

daerah abdomen tengah sedangkan rasa nyeri pada ileus paralitik

biasanya menyeluruh dan lebih ringan serta terus menenerus.

b. Nausea
c. Distensi abdomen
d. Muntah empedu dengan dengan muntahan berwarna hijau
e. Konstipasi dan singultus
f. Kenaikan suhu tubuh
g. Bising usus disebelah distal obstruksi tidak terdengar, bunyi usus
bernada tinggi terdengar disebelah proksimal obstruksi.
h. Penurunan berat badan

6. Patofisiologi

Semua peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus

adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan

oleh penyebab mekanik atau non mekanik. Perbedaan utama adalah

pada obstruksi paralitik peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan

pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian


intermitten, dan akhirnya hilang.Sekitar 6-8 liter cairan diekskresikan ke

dalam saluran cerna setiap hari.Sebagian besar cairan diasorbsi sebelum

mendekati kolon.Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus

adalah adanya lumen usus yang tersumbat, ini menjadi tempat

perkembangan bakteri sehingga terjadi akumulasi gas dan cairan (70%

dari gas yang tertelan).Akumulasi gas dan cairan dapat terjadi di bagian

proksimal atau distal usus.Apabila akumulasi terjadi di daerah distal

mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intra abdomen dan intra

lumen.Hal ini dapat meningkatkan terjadinya peningkatan permeabilitas

kapiler dan ekstravasasi air dan elektrolit di peritoneal. Peningkatan

permeabilitas dan ekstravasasi menimbulkan retensi cairan di usus dan

rongga peritoneum mengakibatakan terjadi penurunan sirkulasi dan

volume darah.Akumulasi gas dan cairan di bagian proksimal

mengakibatkan kolapsnya usus sehingga terjadi distensi

abdomen.Terjadi penekanan pada vena mesenterika yang

mengakibatkan kegagalan oksigenasi dinding usus sehingga aliran darah

ke usus menurun, terjadilah iskemi dan kemudian nekrotik usus.Pada

usus yang mengalami nekrotik terjadi peningkatan permeabilitas kapiler

dan pelepasan bakteri dan toksin sehingga terjadi perforasi. Dengan

adanya perforasi akan menyebabkan bakteri masuk ke dalam sirkulasi

sehingga terjadi sepsis dan peritonitis. (Price &Wilson, 2007).

Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah

penurunan fungsi usus dan peningkatan sekresi sehingga terjadi


peminbunan di intra lumen secara progresif yang akan menyebabkan

terjadinya retrograde

peristaltic sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit. Bila hal ini

tidak ditangani dapat menyebabkan syok hipovolemik.Kehilangan

cairan dan elektrolit yang berlebih berdampak pada penurunanan curah

jantung sehingga darah yang dipompakan tidak dapat memenuhi

kebutuhan seluruh tubuh sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan

pada otak, sel dan ginjal. Penurunan perfusi dalam sel menyebabkan

terjadinya metabolisme anaerob yang akan meningkatkan asam laktat

dan menyebabkan asidosis metabolic. Bila terjadi pada otak akan

menyebabkan hipoksia jaringan otak, iskemik dan infark. Bila terjadi

pada ginjal akan merangsang pertukaran natrium dan hydrogen di

tubulus proksimal dan pelepasan aldosteron, merangsang sekresi

hidrogen di nefron bagian distal sehingga terjadi peningkatan reabsorbsi

HCO3- dan penurunan kemampuan ginjal untuk membuang HCO3. Hal

ini akan menyebabkan terjadinya alkalosis metabolic. (Price &Wilson,

2007).

Kandungan abdomen akibat usus yang kembung akan menyebabkan

ventilasi paru-paru terganggu oleh tekanan pada diafragma. Tekanan pada

kandung kemih dapat menyebabkan retensia urine. Konstipasi terjadi pada

obstruksi mekanik karena sebagian dari feses biasanya lewat daerah

obstruksi. Jika peristaltik berhenti sepenuhnya seperti pada ileus paralitik


atau obstruksi organic yang komplit, maka tidak terjadi

defekasi sama sekali (obstruksi)(Dermawan, 2010).

7. Komplikasi

a. Gangguan vaskularisasi usus dan memicu iskemia akibat distensi dan

peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin–

toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi

b. Perforasi tukak peptik yang ditandai oleh perangsangan peritoneum

yang mulai di epigastrium dan meluas ke seluruh peritoneum akibat

peritonitis generalisata

c. Perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang

demam kurang lebih dua minggu disertai nyeri kepala, batuk, dan

malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler,

dan keadaan umum yang merosot dan berakhir pada kematian.

8. Pemeriksaan Diagnostik

a. Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen.

b. Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu

empedu, volvulus, hernia).


c. Pemeriksaan sinar x: Untuk menunjukan kuantitas abnormal dari gas

atau cairan dalam usus.

d. Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan

jumlah darah lengkap) akan menunjukan gambaran dehidrasi dan

kehilangan volume plasma dan kemungkinan infeksi.

e. Pemeriksaan radiogram abdomen sangat penting untuk menegakkan

diagnosa obstruksi usus. (Doengoes, 2012)

9. Penatalaksanaan Medis dan Farmakologi

Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan

cairan dan elektrolit, menghilangkan peregangan dan muntah dengan

kompresi, memperbaiki peritonitis dan syok bila ada, serta

menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi

usus kembali normal.

a. Perawatan

Koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit, menghilangkan

peregangan dan muntah dengan kompresi, memperbaiki peritonitis

dan syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk

memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.

b. Farmakologi
Obat antibiotik dapat diberikan untuk membantu mengobati atau

mencegah infeksi dalam perut, obat analgesic untuk mengurangi rasa

nyeri.

c. Tindakan Bedah

Kolostomi : kolostomi adalah prosedur untuk membuat stoma

(pembukaan) antara usus dan dinding perut. Ini mungkin dilakukan

sebelum memiliki operasi untuk menghapus usus

yang

tersumbat.Kolostomi dapat digunakan untuk menghilangkan udara

atau cairan dari usus.Hal ini juga dapat membantu memeriksa

kondisi perawatan sebelum operasi.Dengan kolostomi, tinja keluar

dari stoma ke dalam kantong tertutup.Tinja mungkin berair,

tergantung pada bagian mana dari usus besar digunakan untuk

kolostomi tersebut.Stoma mungkin ditutup beberapa hari setelah

operasi usus setelah sembuh.

d. Stent

Stent adalah suatu tabung logam kecil yang memperluas daerah usus

yang tersumbat.Dengan Menyisipkan stent ke dalam usus

menggunakan ruang lingkup (tabung, panjang ditekuk tipis).Stent

dapat membuka usus untuk membiarkan udara dan makanan

lewat.Menggunakan stent juga untuk membantu mengurangi gejala

sebelum operasi.
B. KONSEP DASAR LAPARATOMI

1. Defenisi laparatomi

Bedah Laparatomi adalah tindakan operasi pada daerah abdomen

merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang

dilakukan pada bedah digesif dan kandungan.Adapun tindakan digesif

yang sering dilakukan dengan teknik sayatan adalah

laparatomi.(Smeltzer,2012). Post operatif Laparatomi merupakan

tahapan setelah proses

pembedahan pada area abdomen (laparatomi) dilakukan. Dalam

Potter&Perry (2005), dipaparkan bahwa tindakan post operatif

dilakukan dalam 2 tahap yaitu periode pemulihan segera dan pemulihan

berkelanjutan setelah fase post operatif. Proses pemulihan tersebut

membutuhkan perawatan post laparatomi. Perawatan post laparatomi

adalah bentuk pelayanan perawatan yang di berikan kepada klien yang

telah menjalani operasi pembedahan abdomen.

2. Indikasi laparatomi

Indikasi seseorang untuk dilakukan tindakan laparatomi antara

lain: trauma abdomen (tumpul atau tajam) / Ruptur hepar, peritonitis,

perdarahan saluran pencernaan (Internal Blooding), sumbatan pada usus

halus dan usus besar, massa pada abdomen. Selain itu, pada bagian

obstetri dan ginecology tindakan laparatorni seringkali juga dilakukan

seperti pada operasi caesar (Syamsuhidajat & Wim De Jong, 2008).


a. Apendisitis
Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing

atau peradangan akibat infeksi pada usus buntu. Bila infeksi parah,

usus buntu itu akan pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang

ujungnya buntu dan menonjol pada bagian awal unsur atau sekum

(Jitowiyono, 2010)

b. Secsio Cesarea

Sectio sesaria adalah suatu persalinan buatan, dimana janin

dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim

dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500

gram.Jenis-jenis sectio sesaria yaitu sectio sesaria klasik dan sectio

sesaria ismika. Sectio sesaria klasik yaitu dengan sayatan

memanjang pada korpus uteri ± 10-12 cm, sedangkan sectio sesaria

ismika yaitu dengan sayatan melintang konkaf pada segmen bawah

rahim ± 10-12 cm. (Syamsuhidajat & Wim De Jong, 2008) .

c. Peritonitis

Peritonitis adalah peradangan peritonium, suatu lapisan endotelial

tipis yang kaya akan vaskularisasi dan aliran limfa. Penyebab

Peritonitis ialah infeksi mikroorganisme yang berasal dan

gastrointestinal, appendisits yang meradang typoid, tukak pada

tumor.Secara langsung dari luar misalnya operasi yang tidak steril,

trauma pada kecelakaan seperti ruptur limfa dan ruptur hati.

d. Kanker colon
Kanker kolon dan rektum terutama (95%) adenokarsinoma (muncul

dari lapisan epitel usus) dimulai sebagai polop jinak tetapi dapat

menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal serta

meluas ke dalam struktur sekitarnya.Sel kanker dapat terlepas dari

tumor primer dan menyebar ke dalam tubuh yang lain (paling sering

ke hati).Gejala paling menonjol adalah perubahan kebiasaan

defekasi.Pasase darah dalam feses adalah gejala paling umum

kedua.Gejala dapat juga mencakup anemia yang tidak diketahu

penyebabnya, anoreksia, penurunan berat badan dan keletihan.

Pembedahan adalah tindakan primer untuk kebanyakan kanker

kolon dan rektal.Pembedahan dapat bersifat kuratif atau

paliatif.Kanker yang terbatas padasatu sisi dapat diangkat dengan

kolonoskop.Kolostomi laparoskopik dengan pohpektomi, suatu

prosedur yang baru dikembangkan untuk meminimalkan luasnya

pembedahan pada beberapa kasus.Laparoskop digunakan sebagai

pedoman dalam membuat keputusan di kolon (Price & Wilson,

2006).

e. Abses Hepar

Absces adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang

tidak akibat kerusakan jaringan, Hepar adalah hati.Abses hepar

adalah rongga yang berisi nanah pada hati yang diakibatkan oleh

infeksi.
Penyebab abses hati yaitu oleh kuman gram negatif dan

penyebab yang paling terbanyak yaitu E. Coli. Komplikasi yang

paling sering adalah berupa rupture abses sebesar 5 - 15,6%,

perforasi abses ke berbagai organ tubuh seperti ke pleura, paru,

pericardium, usus, intraperitoneal atau kulit. Kadang-kadang dapat

terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase.

f. Ileus Obstruktif

Obstruksi usus didefinisikan sebagai sumbatan bagi jalan distal isi

usus.ada dasar mekanis, tempat sumbatan fisik terletak melewati

usus atau ia bisa karena suatu ileus. Ileus juga didefinisikan sebagai

jenis obstruksi apapun, artinya ketidakmampuan si usus menuju ke

distal sekunder terhadap kelainan sementara dalam motilitas.

Ileus dapat disebabkan oleh gangguan peristaltic usus akibat

pemakaian obat-obatan atau kelainan sistemik seperti gagal ginjal

dengan uremia sehingga terjadi paralysis. Penyebab lain adalah

adanya sumbatan/hambatan lumen usus akibat pelekatan atau massa

tumor. Akan terjadi peningkatan peristaltic usus sebagai usaha untuk

mengatasi hambatan.

3. Teknik sayatan laparatomi

Ada 4 (empat) cara, yaitu (Syamsuhidayat & Wim De Jong, 2008):

a. Midline insision; yaitu insisi pada daerah tengah abdomen atau pada

daerah yang sejajar dengan umbilikus.


b. Paramedian, yaitu : panjang (12,5 cm) ± sedikit ke tepi dari garis tengah.

c. Transverse upper abdomen insision, yaitu: sisi di bagian atas, misalnya

pembedahan colesistotomy dan splenektomy.

d. Transverse lower abdomen incision, yaitu : 4 cm di atas anterior spinal

iliaka, ± insisi melintang di bagian bawah misalnya: pada operasi

appendictomy.

4. Komplikasi post laparatomi

Komplikasi yang seringkali ditemukan pada pasien operasi

laparatomi berupa ventilasi paru tidak adekuat, gangguan

kardiovaskuler(hipertensi, aritmia jantung), gangguan keseimbangan

cairan dan elektrolit, dan gangguan rasa nyaman dan kecelakaan (Azis,

2010)

a. Tromboplebitis

Tromboplebitis post opersi biasanya timbul 7-14 hari setelah

operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas

dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai

emboli ke paru-paru, hati dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu

latihan kaki post operasi, dan ambulatif dini.


b. Infeksi lnfeksi luka sering muncul pada 36-46 jam setelah operasi.

Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah

stapilokokus aureus, organisme gram positif.Stapilokokus

mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang

paling penting adalah perawatan luka dengan mempertahankan

aseptik dan antiseptic.

c. Eviserasi

Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui

insisi.Faktor penyebab eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan

menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding

abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.


jantung dan terjadi vasodilatasi pada sejumlah pembuluh darah serta

membuat individu menjadi tenang. (Rice, 2006).

E. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Menurut Nursalam (2011), pengkajian merupakan suatu upaya

pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari pengumpulan data

identitas sampai evaluasi status kesehatan.

1) Identitas pasien

Meliputi nama, nomor rekam medik, umur, jenis kelamin, suku, agama,

pendidikan terakhir, alamat, orang yang dapat dihubungi, Diagnosis medis,

tanggal masuk, tanggal pengkajian.

2) Keluhan Utama

Biasanya klien dengan ileus obstruksi masuk dengan keluhan utama

adanya nyeri pada abdomen, tidak ada flatus dan tidak ada BAB.

3) Riwayat Kesehatan

• Riwayat kesehatan sekarang: Biasanya klien mengeluhkan adanya

nyeri pada luka post operasi, sulit untuk beraktivitas, dan tidak

nafsu makan.

• Riwayat kesehatan dahulu: Kaji adanya pasien pernah mengalami

penyakit yang sama sebelumnya, penyakit menular atau penyakit


keturunan lainnya. Kaji adanya riwayat batu ginjal, kebiasaan

makan tinggi purin, konsumsi minum putih, aktivitas yang

sedikit. Pernah dirawat di rumah sakit, pernah mengalami operasi

• Riwayat dalam keluarga: Biasanya terdapat keluarga yang

menderita penyakit saluran cerna seperti apendiksitis dll.

4) Pengkajian 11 Fungsional Gordon

a. Pola Persepsi-Managemen Kesehatan

Biasanya pasien datang setelah merasakan keluhan nyeri

abdomen.Pada pola ini menggambarkan persepsi, pemeliharaan

dan penanganan kesehatan. Persepsi terhadap arti kesehatan, dan

penatalaksanaan kesehatan, kemampuan menyusun tujuan,

pengetahuan tentang praktek kesehatan.

b. Pola Nutrisi

Pada pola ini menggambarkan masukan Nutrisi, balance cairan

dan elektrolit, nafsu makan, pola makan, diet, fluktuasi BB dalam

6 bulan terakhir, kesulitan menelan, mual/muntah, Kebutuhan

jumlah zat gizi, masalah /penyembuhan kulit, makanan kesukaan.

Pada pasien post operasi akan mengalami nyeri dan biasanya

terjadi perubahan nafsu makan yang menurun.

c. Pola Eliminasi
Pada penderita ileus obstruksi biasanya terjadi perubahan pola

eliminasi klien akan mengalami melena, nyeri saat defekasi,

distensi abdomen dan konstipasi.

d. Pola Latihan-Aktivitas

Pada umumnya pasien mengalami kesulitan saat beraktivitas

karena nyeri yang dirasakan pasien sebelum operasi yang

disebabkan adanya sumbatan pada usus dan setelah operasi yang

disebabkan insisi pada kulit pasien

e. Pola Kognitif Perseptual

Pasien ileus obstruksi biasanya tidak memiliki masalah dalam

penglihatan, pendengaran, dan pembauan. Pasien post laparatomi

biasanya mengeluhkan nyeri pada daerah bekas operasi, nyeri

yang dirasakan biasanya mengganggu aktivitas pasien.

f. Pola Istirahat-Tidur

Pola tidur menggambarkan, istirahat dan persepasi tentang

energy. Jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah selama

tidur, insomnia atau mimpi buruk, penggunaan obat, mengeluh

letih. Pasien post operasi biasanya kesulitan untuk tidur dan

beristirahat karena merasakan nyeri.

g. Pola Konsep Diri-persepsi Diri

Pola ini menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi

terhadap kemampuan. Kemampuan konsep diri antara lain


gambaran diri, harga diri, peran, identitas dan ide diri sendiri.

Pada umumnya pasien mengalami gangguan konsep diri,

biasanya pasien merasa sudah tidak bisa melaksanakan perannya

sebagaimana mestinya.Pasien merasakan cemas dan takut kalau

ditinggal pasangan.Merasa tidak berdaya dan berguna lagi.

h. Pola Peran dan Hubungan

Pola ini menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran

pasien terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal

pasien Pekerjaan, tempat tinggal, tidak punya rumah, tingkah laku

yang passive/agresif teradap orang lain, masalah keuangan dll.

i. Pola Reproduksi/Seksual

Pada pola ini menggambarkan kepuasan atau masalah yang aktual

atau dirasakan dengan seksualitas, dampak sakit terhadap

seksualitas, riwayat haid, pemeriksaan mamae sendiri, riwayat

penyakit hub sex, pemeriksaan genital.

j. Pola Pertahanan Diri (Coping-Toleransi Stres )

Menggambarkan kemampuan untuk menanngani stress dan

penggunaan system pendukung. Penggunaan obat untuk

menangani stress, interaksi dengan orang terdekat, menangis,

kontak mata, metode koping yang biasa digunakan, efek penyakit

terhadap tingkat stress.

k. Pola Keyakinan Dan Nilai


Menggambarkan dan menjelaskan pola nilai, keyakinan termasuk

spiritual, menerangkan sikap dan keyakinan pasien dalam

melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya.Agama,

kegiatan keagamaan dan budaya, berbagi dengan orang lain, bukti

melaksanakan nilai dan kepercayaan, mencari bantuan spiritual

dan pantangan dalam agama selama sakit.

5) Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum: Mengukur tingkat kesadaran pasien, nilai GCS dan

keadaan umum pasien.

b. Tanda-tanda vital: Mengukur tekanan darah, nadi, pernafasan, dan

suhu. Pada pasien post operasi akan mengalami nyeri, oleh sebab itu,

selalu perhatikan TTV pasien apakah meningkat atau sebaliknya

c. Pemeriksaan FisikHead to Toe

• Kepala

Inspeksi: kesimetrisan kepala, kebersihan rambut dan kulit kepala,

kekuatan rambut, lesi, dan hematoma

Palpasi: ada edema atau tidak, adanya nyeri tekan atau tidak.

• Mata

Inspeksi : Kesimetrisan mata, pemeriksaankonjungtiva,sklera,

refleks cahaya, ukuran pupil

Palpasi: Pemeriksaan edema di palpebra.

• Hidung
Inspeksi: kesimetrisan, adanya sekret atau tidak, terpasang NGT

atau tidak

Palpasi: pemeriksaan adanya benjolan atau massa di dalam

hidung.

• Telinga

Inspeksi: Kesimetrisan, adanya sekret atau tidak, ada atau tidaknya

pengeluaran darah atau cairan dari telinga

Palpasi: Pemeriksaan adanya edema dibagian telinga

• Mulut
Inspeksi: Kesimetrisan, pemeriksaan mukosa bibir, lidah, adanya gigi

berlubang atau tidak, caries atau tidak, pemeriksaan tonsil, kesulitan

menelan atau tidak.

• Leher
Pemeriksaan adanya p embesaran kelenjar getah bening atau kelenjar

thyroid, biasanya ada kaku kuduk

• Paru-paru
Inspeksi: menilai kesimetrisan dinding dada

Palpasi: menilai getaran paru saat mengucapkan “tujuh” Perkusi:


menilai paruparu dengan cara mengetuk
Auskultasi: mendengarkan suara paru-paru, apakah ada bunyi
tambahan.

• Jantung

Inspeksi: melihat denyut ictus kordis terlihat atau tidak

Palpasi: meraba denyut ictus kordis terlihat atau tidak


Perkusi: menentukan batas jantung.

Auskultasi: mendengarkan suara jantung, apakah ada bunyi

tambahan.

• Abdomen
Inspeksi: melihat keadaan perut

Palpasi : meraba hepar dan limfe apakah mengalami pembesaran

atau tidak

Perkusi: mengetuk di seluruh kuadran permukaan abdomen

Auskultasi: mendengarkan bising usus pasien.

• Ekstremitas
Mengobservasi keadaan kedua ekstremitas atas dan bawah.Menilai

kekuatan otot, gangguan pada ekstremitas, adanya lesi atau luka, dan

alat yang terpasang padaekstremitas

• Kulit

Mengobservasi keadaan kulit seperti turgor, adanya luka, lecet dan

kerusakan yang terjadi pada kulit.Penilaian pengisian kapilar refil.

• Genitalia

Kaji apakah pasien terpasang kateter atau tidak dan gangguan lain

yang dirasakan pasien.

2. Masalah Keperawatan
Kemungkinan diagnosis keperawatan yang muncul pada kasus

postlaparatomi adalah nyeri akut, resiko infeksi, disfungsi motilitas

gastrointestinal.
3. Rencana Asuhan Keperawatan Teoritis

Tabel 2.1 Daftar Diagnosa (NANDA), Kriteria Hasil (NOC), Rencana intervensi (NIC)

No NANDA NOC NIC


1 Nyeri akut Definisi : kontrol nyeri Indikator: Manajemen nyeri
pengalaman sesnsorik atau emosional • Menilai lamanya Nyeri • Lakukan penilaian nyeri secara
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan • Menilai factor penyebab komprehensif termasuk lokasi
aktual atau fungsional dengan onset karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
mendadak atau lambat dan berintensitas • Gunakan catatan nyeri dan factor presipitasi
ringan hingga berat yang berlangsung • Gunakan ukuranpencegahan • Observasi reaksi non verbal dari
kurang dari 3 bulan. • Penggunaan non analgesic untuk ketidaknyamanan
mengurangi nyeri • Tentukan dampak nyeri terhadap
Batasan Karakteristik: • Penggunaan analgesic yangtepat kehidupan sehari-hari (tidur, nafsu makan,
• Perubahan nafsu makan • Pantau tanda –tanda Vital aktivitas, kesadaran, mood, hubungan
• Perubahan tekanan darah
• Laporkan tanda / gejala nyeri pada sosial, performance kerja dan melakukan
• Perubahan frekuensi jantung tanggung jawab sehari-hari)
tenaga kesehatan professional
• Perubahan frekuensi pernafasan • Kaji kebiasaan yangmempengaruhi respon
• Laporan isyarat • Menilai gejala dari nyeri nyeri
• diaforesis • Melaporkan bila nyeri terkontrol • Pilih dan lakukan penanganan nyeri
Prilaku diatraksi (mis; mondarmandir, • Ajarkan pasien untuk memonitor nyeri
mencari orang lain dan/atau aktivitas Tingkatan nyeri Indikator: • Kolaborasikan dengan dokter jika ada
lain, aktivitas yang • Melaporkan Nyeri keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
berulang ) • Panjang episode nyeri • Monitor penerimaan pasien tentang
• Mengekspresikan Ekspresi nyeril isan
manajemen nyeri
prilaku (mis: • Tanyakan pada pasien apasajahal yang
gelisah,merengek, • Ekspresi wajah saat nyeri memberatkan rasanya nyeri
menangis, wadata, • Kegelisahan Kontrol faktor lingkungan yang dapat
iritabilitas, mendesah) • Ketegangan Otot menimbulkan ketidaknyamanan pada
• Masker wajah Fokus (mis : mata • Perubahan frekuensi pernapasan pasien (suhu ruangan, pencahayaan,
kurang bercahaya, tampak kacau, • Perubahan frekuensi Nadi keributan)
gerakan mata berpencar atau tetap pada • PerubahanTekanan darah
satu fokus • Berkeringat Pemberian analgesik :
meringis) • Hilangnya Nafsumakan • Menentukan lokasi, karakteristik, mutu,
• Prilaku berjaga jaga,
dan intensitas nyeri sebelum
Melindungi area
mengobatipasien
nyeri
• Periksa order/pesanan medis untuk obat,
• Fokus menyempit (mis: gangguan
dosis, dan frekuensi yang
persepsi nyeri, hambatan proes berfikir, ditentukananalgesik
penurunan interaksi dengan orang yang
• Cek riwayat alergi obat
dan
lingkungannya) • Mengevaluasi kemampuan
• Indikasi nyeri yang dapat diamati • pasien dalam pemilihan obat penghilang
sakit, rute, dan dosis, serta melibatkan
• Perubahan posisi untuk menghindari
pasien dalam pemilihan tersebut
nyeri
• Memberikan perawatan yang dibutuhkan
• Sikap melindungi tubuh
dan aktifitas lain yang memberikan efek
• Dilaktasi pupil
relaksasi sebagai respon darianalgesi
• Melaporkan nyeri • Mengevaluasi efektivitas analgesic pada
• Fokus pada diri sendiri interval tertentu, terutama setelah dosis
• Gangguan tidur awal, pengamatan juga diakukan melihat
adanya tanda dan gejala buruk atau tidak
Faktor yang berhubungan : menguntungkan (berhubungan dengan
• Agen cedera (biologi, kimia, pernapasan, depresi, mual muntah, mulut
fisika, psikologi ) kering dan
konstipasi)
• Dokumentasikan respon pasien tentang
analgesik, catat efek yang merugikan
• Kolaborasikan dengan dokter jika terjadi
perubahan obat, dosis, rute pemberian, atau
interval, serta membuat rekomendasi
spesifikberdasar pada prinsip equianalgesic
• Mengajari tentang penggunaan analgesik,
strategi menurunkan efek samping, dan
harapan untuk keterlibatan dalam membuat
keputusan dalam manajemen nyeri.

Terapi Relaksasi Aktivitas :

• Jelaskan rasionalitas dari terapi relaksasi,


manfaatnya.
• Kaji apakah intervensi relaksasi di masa
laluberguna
• Pertimbangkan kesediaan individu untuk
berpartisipasi, kemampuanpartisipan,
preferensi, pengalaman masa lalu dan
kontraindikasi sebelum memilih terapi
relaksasi yang spesifik.
• Sediakan deskripsi yang jelas tentang
terapi sebelum memilih
jenis terapi relaksasi
• Ciptakan suasana yang tenang dengan
cahaya lampu yang redup dan suhu yang
nyaman
• Bantu individu untuk menciptakan posisi
yang nyaman dengan mata yang tertutup
• Kondisikan hal–hal yang memunculkan
prilaku relaksasi seperti bernafas dalam,
pernafasan perut, menguap, atau
berimajinasi
• Ajak pasien untuk relaks dan biarkan
terjadi sensasi
• Gunakan suara
yangrendah,pelan, dan berintonasi yang
menentramkan
Gunakan terapi relaksasi sebagai strategi
tambahan dari pengobatan nyeri.
2 Disfungsi motalitas gastrointestinal 1. fungsi gastrointestinal a. Penahapan diet
Defenisi: indikator: • Tentukan munculnya suara perut
Peningkatan, penurunan, • toleransi terhadap makanan • Berikan nutrisi per oral, sesuai kebutuhan
ketidakefektifan, atau kurang aktifitas • nafsu makan • Klem selang NGT dan monitor toleransi
peristaltic didalam system • waktu pengosongan lambung pasien sesuai kebutuhan
gastrointestinal. • frekwensi BAB • Monitor kesadaran pasien dan
warna feses adanya reflek menelan, sesuai
Batasan karakteristik:
• Akselerasi pengosongan lambung • bising usus kebutuhan
• warna cairan lambung • Monitor toleransi menelan terhadap
• Diare kepingan es dan air
• Distensi abdomen • jumlah residu cairan lambung
ketika aspirasi • Tentukan apakah pasien bisa buang angin
• Feses kering/ keras • Kolaborasi dengan tenaga
• pH cairan lambung
• Kram abdomen kesehatan lain untuk meningkatkan diet
• serum albumin
• Nyeri abdomen secepat mungkin jika tidak ada
• hematokrit
• Mual komplikasi
• glukosa darah
• Muntah • Tingkatkan diet dari cairan jernih, cair,
• nyeri perut
• Peningkatan residu lambung lembut sampai dengan diet regular atau
• distensi perut
• Perubahan bising usus khusus untuk dewasa.
• perut melunak • Tingkatkan diet dari air gula atau cairan
• Regurgitasi
• regurgitasi elektrolit oral, formula tingkat menengah
• Residu lambung berwarna empedu
• refluks lambung sampai formula tingkat lanjut
• Tidak flatus
• peningkatan peristaltic • Monitor toleransi peningkatan diet
Faktor yang
darah pada feses • Tawarkan makan 6 kali dengan porsi
berhubungan • peningkatan hitung sel darah kecil dibanding makan 3 kali jika
putih diperlukan
• ansietas
• penurunan hitung sel darah • Temukan cara untuk bisa memasukkan
• gaya kurang gerak
putih makanan kesukaan
• imobilitas
• diferensiasi hitung sel darah pasien dalam diet yang dianjurkan
• malnutrisi putih • Ciptakan lingkungan yang
• memakan kontaminan (mis. • dyspepsia memungkinkan makanan disajikan sebaik
Radioaktif, makanan, air) • mual mungkin.
• pemberian makan enteral • muntah
• penuaan • hematemesis b. Monitor Nutrisi
• prematuritas • diare • Monitor adanya mual dan muntah
• program pengobatan • konstipasi • Monitor turgor kulit dan mobilitas
• pembedahan • penurunan berat badan • Identifikasi perubahan berat badan
• perdarahan gastrointestinal terakhir
• Monitor adanya pucat, kemerahan dan
2. Status nutrisi : intake jaringan konjungtiva yang kering
makanan dan cairan Indikator: • Berikan nutrisi enteral sesuai
• Asupan makanan secara oral kebutuhan
• Asupan makanan secara • Pastikan ketersediaan terapi diet progresif
tube feeding • Monitor nilai albumin, total protein,
hemoglobin, kreatinin dan hematokrit.
Monitor menu makanan dan
pilihannya
3 Risiko infeksi berhubungan dengan a. Kontrol resiko: proses infeksi
prosedur invasif Indikator :
a. Perawatan daerah insisi
• Mengenali factor resiko
Definisi : keadaan yang mana seseorang • Jelaskan prosedur pada pasien
individu terkait infeksi
beresiko terserang organisme penyebab • Mengetahui perilaku • Periksa daerah sayatan terhadap
yang
infeksi yang meningkat. kemerahan, bengkak, atau tandatanda
berhubungan
Batasan Karakteristik infeksi
dengan resiko infeksi
- Prosedure invasif Catat karakteristik drainase
• Mengidentifikasi tanda dan • Bersihkan daerah sekitar luka dan sekitar
- Tidak cukup pengetahuan dalam
menghindari gejala slang drainase dengan teknik steril
paparan lingkungan infeksi
• Jaga posisi selang drainase
- Trauma • Mencuci tangan.
- Malnutrisi • Lepaskan jahitan, slep, drain, sesuai
- Peningkatan paparan lingkungan indikasi.
a. Penyembuhan luka:
terhadap patogen primer Indicator: • Ajarkan pasien untuk mengatur posisi
- Imun yang tidak adekuat untuk meminimalkan
- Penyakit kronis Faktor resiko : • Memperkirakan
kondisi kulit tekanan didaerah insisi
- Prosedur invasif
- Ketidakcukupan pengetahuan untuk • Memperkirakan kondisi tepi
menghindari luka
paparan pathogen • Drainase (-) b. Perlindungan infeksi Aktivitas :
• Eritema sekitar luka (-)
- Tidak adekuat pertahanan sekunder
• Bau (-) • Monitor adanya tanda dan gejala infeksi
(penurunan hb, • Peningkatan suhu kulit (-) sistemik dan local
leukopenia) • Monitor hitung granulosis, WBC dan
- Tidak adekuat pertahanan tubuh hasil diferensial
primer (trauma jaringan) • Batasi jumlah pengunjung
- Penyakit kronis • Pertahankan teknik asepsis
- malnutrisi • Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup
.
• Anjurkan asupan cairan
• Anjurkan istirahat
• Anjurkan peningkatan mobilisasi dan
latihan
• Anjurkan pasien dan keluarga cara
mencegah infeksi (dengan cuci tangan).
4. Implementasi
Implementasi keperawatan dilaksanakan berdasarkan keadaan dan kebutuhan
paasien yang meliputi tindakan madiri keperawatan dan tindakan kolaboratif.
Semua implementasi yang dilakukan harus didokumentasikan dalam catatan
keperawatan klien.

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan dinilai berdasarkan respon klien yaitu S (data
subjektif) yaitu yang dikatakan oleh pasien, O (data objektif), yaitu data yang
didapatkan perawat berdasarkan observasi, pemeriksaan penunnjang, A
(analisa) kesimpulan pencapaian tujuan berdasrkan krieria hasil yang sudah
ditetapkan sebelumnya dan P (Planning) rencana selanjutnya berdasarkan hasil
evaluasi yang dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai