Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN PADA BY.

D DENGAN KASUS
ILEUS OBSTRUKSI DI RUANGAN GARUDA ATAS
RSUD ANUTAPURA PALU

DI SUSUN OLEH :

NAMA : MUNIFA
NIM : WN1032

CI LAHAN CI INSTITUSI

Maswiyah, S.kep.,Ns Ns. Ismunandar wahyu K.,M.Tr.Kep


NIP. 198009102003122006 NIK. 20220901133

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA
2024
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Definisi Pengertian

Ileus obstruksi adalah gangguan pada aliran normal isi usus


sepanjang traktus intestinal (Price & Wilson, 2019). Obstruksi usus dapat
akut atau kronis, parsial atau total (komplit), keperahannya tergantung pada
usus yang terkena, derajat dimana lumen tersumbat dan khususnya derajar
dimana sirkulasi darah dalam dinding usus terganggu.
Ileus obstruktif adalah blok saluran usus yang menghambat pasase
cairan, flatus, dan makanan, dapat secara mekanis atau fungsional (Sabara,
2019). Ileus obstruktif adalah kerusakan parsial atau komplit ke arah depan
dari isi usus dimana obstruksi pada ileus sering terjadi karena mempunyai
segmen yang paling sempit. Ileus obstruksi adalah keadaan dimana usus
terjadi sumbatan mencegah aliran normal dari susu melalui saluran usus
yang dapat bersifat parsial atau komplit. Abstrak Ileus obstruktif
merupakan gangguan pasase usus oleh sebab adanya sumbatan atau
obstruksi dan sebab lain yang menyebabkan menyempitnya atau
tersumbatnya lumen usus.
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus
dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau
menganggu jalannya isi usus (Muttaqin, 2018). Menurut Bank data
Departemen Kesehatan Indonesia (2004) setiap tahunnya 1 dari 1000
penduduk dari segala usia didiagnosa ileus dan di Amerika diperkirakan
sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya (Jeekel, 2020)
sedangkan di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan
obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan.

2. Epidemiologi
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa
ileus obstruksi. Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000
menderita ileus obstruksi setiap tahunnya. Di Indonesia tercatat ada
7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap
dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank data
Departemen Kesehatan Indonesia.

3. Etiologi
Muttaqin (2018) menyatakan bahwa ileus obstruktif dapat
dikelompokkan menjadi 3 kelompok utama sesuai dengan penyebab
onstruksi usus, sebagai berikut:
1. Intralumen
1. Menelan benda asing walaupun telah melewati pylorus lambung
tanpa kesulitan, tetapi setelah melewati usus halus dapat
menimbulkan masalah klinik.
2. Adanya parasite seperti Ascaris Lumbricoides pada lumen
intestinal.
3. Batu empedu disertai adanya fistula kolesistenterik.
4. Sebuah bolus makanan dengan indigesti material memberikan
dampak pada terminal ileum, khususnya pasien pasca bedah
lambung.
5. Inspisasi (proses pengentalan atau pengeringan) meconium
mengakibatkan obstruksi ileum distal atau kondisi kistik fibrotic
pada pasien segala usia.
2. Obstruksi akibat lesi di dinding usus
1. Atresia neonatal dan struktur dapat menyebabkan obstruksi usus halus.
2. Penebalan dinding usus, seperti pada pasien dengan penyakit Crohn.
Penebalan ini mungkin terjadi dengan episode berulang dari obstruksi
parsial atau tidak lengkap.
3. Tuberculosis usus halus.
4. Striktur dapat terjadi ulserasi disebabkan oleh tablet kalium, agen
OAINS, dan terapi iradiasi untuk kandung kemih atau kanker
serviks.Hematom intramural dapat terjadi pada kasus trauma atau
pada pasien yang menerima dosis yang lebih tinggi dari agen
antikoagulan daripada yang diperlukan.
5. Lipoma, leiomyoma, dan tumor karsinoid jarang mengakibatkan
obstruksi, namun ini telah dilaporkan dalam hubungan limfoma
usus kecil dan adenokarsinoma.
6. Tumor sekunder (yang paling menonjol adalah pada lambung dan
kanker kolon, kanker ovarium, serta melanoma maligna).
7. Lesi polipoid mukosa atau submukosa dapat membentuk kondisi
intususepsi, yang pada gilirannya dapat mengakibatkan obstruksi
usus kecil.
3. Ekstrinsik
1. Adhesi atau perlengketan, biasanya berhubungan dengan infeksi,
riwayat operasi sebelumnya atau trauma abdominal. Adhesi ini
dapat menghambat usus kecil dan menyebabkan obstruksi
mekanik.
2. Malrotation kongenital atau volvulus. Keadaan ini dapat
mengakibatkan tidak hanya untuk obstruksi usus, tetapi juga untuk
perkembangan yang cepat terjadinya iskemia dan nekrosis.
3. Hernia dapat menyebabkan ostruksi usus halus dimana masuknya
organ intestinal ke dalam lumen hernia yang sempit memberikan
manifestasi obstruksi total pada usus halus.
4. Metastasis usus kecil dapat langsung menyerang dinding usus
menyebabkan lumen menyempit.

4. Patofisiologi
Semua peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus
adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh
penyebab mekanik atau non mekanik. Perbedaan utama adalah pada obstruksi
paralitik peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi
mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya
hilang. Sekitar 6-8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap
hari. Sebagian besar cairan diasorbsi sebelum mendekati kolon. Perubahan
patofisiologi utama pada obstruksi usus adalah adanya lumen usus yang
tersumbat, ini menjadi tempat perkembangan bakteri sehingga terjadi
akumulasi gas dan cairan (70% dari gas yang tertelan). Akumulasi gas dan
cairan dapat terjadi di bagian proksimal atau distal usus. Apabila akumulasi
terjadi di daerah distal mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intra
abdomen dan intra lumen. Hal ini dapat meningkatkan terjadinya peningkatan
permeabilitas kapiler dan ekstravasasi air dan elektrolit di peritoneal. Dengan
peningkatan permeabilitas dan ekstravasasi menimbulkan retensi cairan di
usus dan rongga peritoneum mengakibatakan terjadi penurunan sirkulasi dan
volume darah. Akumulasi gas dan cairan di bagian proksimal mengakibatkan
kolapsnya usus sehingga terjadi distensi abdomen. Terjadi penekanan pada
vena mesenterika yang mengakibatkan kegagalan oksigenasi dinding usus
sehingga aliran darah ke usus menurun, terjadilah iskemi dan kemudian
nekrotik usus. Pada usus yang mengalami nekrotik terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler dan pelepasan bakteri dan toksin sehingga terjadi
perforasi. Dengan adanya perforais akan menyebabkan bakteri akan masuk ke
dalam sirkulasi sehingga terjadi sepsis dan peritonitis.
Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah penurunan
fungsi usus dan peningkatan sekresi sehingga terjadi peminbunan di intra
lumen secara progresif yang akan menyebabkan terjadinya retrograde
peristaltic sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit. Bila hal ini tidak
ditangani dapat menyebabkan syok hipovolemik. Kehilangan cairan dan
elektrolit yang berlebih berdampak pada penurunanan curah jantung sehingga
darah yang dipompakan tidak dapat memenuhi kebutuhan seluruh tubuh
sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan pada otak, sel dan ginjal.
Penurunan perfusi dalam sel menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob
yang akan meningkatkan asam laktat dan menyebabkan asidosis metabolic.
Bila terjadi pada otak akan menyebabkan hipoksia jaringan otak, iskemik dan
infark. Bila terjadi pada ginjal akan merangsang pertukaran natrium dan
hydrogen di tubulus prksimal dan pelepasan aldosteron, merangsang sekresi
hidrogen di nefron bagian distal sehingga terjadi peningaktan reabsorbsi
HCO3- dan penurunan kemampuan ginjal untuk membuang HCO3. Hal ini
akan menyebabkan terjadinya alkalosis metabolic. (Price &Wilson, 2019).

5. Klasifikasi
1. Menurut sumbatannya
Menurut sifat sumbatannya, ileus obstruktif dibagi atas 2 tingkatan :
1) Obstruksi biasa (simple obstruction) yaitu penyumbatan mekanis di
dalam lumen usus tanpa gangguan pembuluh darah, antara lain karena
atresia usus dan neoplasma
2) Obstruksi strangulasi yaitu penyumbatan di dalam lumen usus disertai
oklusi pembuluh darah seperti hernia strangulasi, intususepsi, adhesi,
dan volvulus
2. Menurut letak sumbatannya
Menurut letak sumbatannya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 2 :
1) Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus
2) Obstruksi rendah, bila mengenai usus besar (Lewis Heitkemper Diksen,
2018).
3. Menurut etiologinya
Menurut etiologinya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 3:
1) Lesi ekstrinsik (ekstraluminal) yaitu yang disebabkan oleh adhesi
(postoperative), hernia (inguinal, femoral, umbilical), neoplasma
(karsinoma), dan abses intraabdominal.
2) Lesi intrinsik yaitu di dalam dinding usus, biasanya terjadi karena
kelainan kongenital (malrotasi), inflamasi (Chron’s disease,
diverticulitis), neoplasma, traumatik, dan intususepsi.
3) Obstruksi menutup (intaluminal) yaitu penyebabnya dapat berada di
dalam usus, misalnya benda asing, batu empedu (Lewis Heitkemper
Diksen, 2018).
4. Menurut stadiumnya
Ileus obstruktif dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan stadiumnya, antara
lain :
1) Obstruksi sebagian (partial obstruction) : obstruksi terjadi sebagian
sehingga makanan masih bisa sedikit lewat, dapat flatus dan defekasi
sedikit.
2) Obstruksi sederhana (simple obstruction) : obstruksi / sumbatan yang
tidak disertai terjepitnya pembuluh darah (tidak disertai gangguan
aliran darah).
3) Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction) : obstruksi disertai
dengan terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang
akan berakhir dengan nekrosis atau gangren (Lewis Heitkemper Diksen,
2018).

6. Manifestasi Klinis
1. Mekanik sederhana – usus halus atas
Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi,
muntah, peningkatan bising usus, nyeri tekan abdomen.
2. Mekanik sederhana – usus halus bawah
Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat, bising usus
meningkat, nyeri tekan abdomen.
3. Mekanik sederhana – kolon
Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul
terakhir, kemudian terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus,
nyeri tekan abdomen.
4. Obstruksi mekanik parsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn.
Gejalanya kram nyeri abdomen, distensi ringan dan diare.
5. Strangulasi
6. Gejala berkembang dengan cepat: nyeri hebat, terus menerus dan
terlokalisir, distensi sedang, muntah persisten, biasanya bising usus
menurun dan nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi
berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar. (Price
&Wilson, 2019).
Muttaqin (2018) menyatakan bahwa terdapat 4 tanda kardinal gejala
ileus obstruktif yaitu sebagai berikut:
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada, yaitu:
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus.

7. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien ileus obstruksi
1. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen
harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen.
Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik usus (Gambar 2.4)
yang bisabekorelasi dengan mulainya nyeri kolik yang disertai mual
dan muntah.Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu
serangan kolik (Sabiston, 1995; Sabara, 2019)
2. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun
atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defance musculair’ involunte atau
rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal (Sabiston, 1995;
Sabara, 2019).
3. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik
gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa
tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus
di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bisin
usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa
juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruksi strangulata
(Sabara, 2019).
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan rektum dan pelvis. Ia bisa
membangkitkan penemuan massa atau tumor serta tidak adanya feses di
dalam kubah rectum menggambarkan ileus obstruktif usus halus. Jika darah
makroskopik atau feses postif banyak ditemukan di dalam rektum, maka
sangat mungkin bahwa bileus obstruktif didasarkan atas lesi intrinsik di
dalam usus. Apabila isi rektum menyemprot, penyakit hirdchprung (Jeekel,
2020).

8. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus
2. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau
lipatan sigmoid yang tertutup.
3. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah,
peningkatan hitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan
peningkatan kadar serum amilase karena iritasi pankreas oleh lipatan usus.
4. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolic
(Sabara, 2019).

9. Tindakan Penanganan
Sabara (2019) menyatakan bahwa dasar pengobatan ileus obstruksi adalah
koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah
dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan
obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
1. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda –
tanda vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami
dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan
intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan
memonitor tanda - tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian
cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT
digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila
muntah dan mengurangi distensi abdomen.
2. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual/ muntah.
3. .Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul
dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi.
Berikut ini beberapa kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan operasi: Jika
obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka
tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi
intestinal sangat diperlukan. Pada umumnya dikenal 4 macam cara/tindakan bedah
yang dilakukan pada obstruksi ileus:
4. Koreksi sederhana (simple correction).
Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk membebaskan usus dari
jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi
atau pada volvulus ringan.
5. Tindakan operatif by-pass.
6. Membuat saluran usus baru yang “melewati” bagian usus yang tersumbat,
misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya. Kolostomi:
kolostomi adalah prosedur untuk membuat stoma (pembukaan) antara usus dan
dinding perut. Ini mungkin dilakukan sebelum memiliki operasi untuk menghapus
usus yang tersumbat. Kolostomi dapat digunakan untuk menghilangkan udara atau
cairan dari usus. Hal ini juga dapat membantu memeriksa kondisi perawatan
sebelum operasi. Dengan kolostomi, tinja keluar dari stoma ke dalam kantong
tertutup. Tinja mungkin berair, tergantung pada bagian mana dari usus besar
digunakan untuk kolostomi tersebut. Stoma mungkin ditutup beberapa hari setelah
operasi usus setelah sembuh.
7. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
8. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-
ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinoma colon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa
obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik
oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,
misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja,
kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.
10. Komplikasi
1. Nekrosis usus, perforasi usus, dikarenakan obstruksi yang sudah
terjadi selalu lama pada organ intra abdomen.
2. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan
baik dan cepat.
3. Syok-dehidrasi, terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume
plasma.
4. Abses Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi,
karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
5. Pneumonia aspirasi dari proses muntah,
6. Gangguan elektrolit, karena terjadi gangguan absorbsi cairan dan
elektrolit pada usus.
7. Kematian (Brunner and Suddarth, 2019).
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN ILEUS
OBSTRUKTIF
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian obstruksi usus halus terdiri atas pengkajian
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan evaluasi diagnostic. Pada
anamnesis, keluhan utama yang didapatkan sesuai dengan kondisi
klinik area obstruksi. Apabila terjadi obstrusi pada bagian
proksimal, maka keluhan muntah menjadi keluhan utama
sedangkan apabila obstruksi pada bagian distal maka keluhan
utama yang lazim adalah nyeri kolik abdomen. Keluhan nyeri
pada obstruksi usus dapat lebih komprehensif dengan pengkajian
pendekatan PQRST (Muttaqin, 2011).
Tabel Pengkajian Nyeri obstrusi usus halus dengan pendekatan PQRST
Variabel Deskripsi dan Pertanyaan Hasil Pengkajian
Provokin Pengkajian untuk Respon nyeri lebih sering
g mengidentifikasi faktor berhubungan dengan adanya
incident yang menjadi predisposisi nyeri. abdominal atau setelah
- Bagaimana peristiwa muntah- muntah.
sehingga terjadi nyeri? Nyeri kolik tidak bisa
- Faktor apa saja yang menurun
bisa menurunkan dengan istirahat.
nyeri?
Quality of Pengkajian untuk menilai bagaimana Keluhan nyeri kram pada
Pain rasa nyeri dirasakan secara subjektif. abdomen, atau perasaan nyeri
Ingat, kebanyakan deskripsi sifar seperti perut dipulas-pulas.
dari nyeri sulit ditafsirkan. Perubahan dalam karakter
- Seperti apa rasa nyeri yang nyeri dapat
dirasakan pasien?
- Bagaimana sifat nyeri yang menunjukkan perkembangan
digambarkan pasien? komplikasi yang lebih serius
(misalnya rasa sakit
yang terus menerus).
Region Pengkajian untuk mengidentifikasi Seringkali, pasien melaporkan
radiation letak nyeri secara tepat, adanya petunjuk perkiraan lokasi dan
relief radiasi dan penyebaran nyeri. sifat dari obstruksi.
- Dimana (dan tunjukkan Pasien biasanya hanya
dengan satu jari) rasa nyeri menunjukkan pada bagian
paling hebat mulai abdomen area rasa nyerinya.
dirasakan? Penyebaran nyeri dilaporkan
- Apakah rasa nyeri menyebar dari pusat abdomen yang
pada area sekitar nyeri? meradiasi seluruh abdominal.
Severity Pengkajian untuk menentukan Skala nyeri pada pasien ulkus
(scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang peptikum bervariasi pada
dirasakan pasien, bisa berdasarkan rentang 3-4 (nyeri berat
skala nyeri/gradiasi dan pasien sampai nyeri tak tertahankan).
menerangkan seberapa jauh rasa Perbedaan skala nyeri
sakit mempengaruhi kemampuan ini
fungsinya. Berat ringannya dipengaruhi oleh
suatu berbagai
keluhan nyeri bersifat subjektif. faktor, meliputi: tingkat
- Seberapa berat keluhan nyeri kerusakan mukosa akibat
yang dirasakan respon obstruksi usus halus
- Dengan menggunakan dan bagaimana pola pasien
rentang 0-4 biarkan pasien dalam menurunkan respon
akan menilai seberapa jauh nyeri.
rasa nyeri yang dirasakan.
Keterangan:
0: tidak ada
nyeri 1: nyeri
ringan
2: nyeri sedang
3: nyeri berat
4: nyeri berat sekali/tidak tertahankan
Time Pengkajian untuk mendeteksi berapa Keluhan nyeri terjadi pada
lama nyeri berlangsung kapan, beberapa pasien bervariasi.
apakah bertambah buruk pada Onset nyeri bersifat
malam hari atau siang hari. mendadak dan kemudian
- Kapan nyeri muncul (onset)? nyeri secara terus menerus
- Tenyakan apakah gejala tidak berkurang.
timbul mendadak, perlahan-
lahan atau seketika itu juga?
- Tanyakan apakah gejala-
gekala
timbul secara terus menerus
atau hilang timbul
(intermitten).
Doenges (2002) menyatakan bahwa pengkajian adalah
tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan upaya untuk
pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari
pengumpulan data, identitas dan evaluasi status kesehatan klien,
yang meliputi:
1. Muntah dan neguritasi
Tanda: 1). Transfer pasif isi lambung kedalam esofagus atau mulut.
2). Ejeksi kuat isi lambung; melibatkan proses
kompleks dibawah kontrol sistem saraf pusat
yang menyebabkan salirasi, pucat, berkeringat
dan takikardia biasa diserta mual.
2. Mual
Tanda: Rasa tidak enak secara samar menyebar
ketenggorokan atau abdomen dengan kecenderungan
untuk muntah.
3. Kontipasi
Tanda: keluarnya feses keras atau padat atau defekasi yang
jarang dengan gejala-gejala penyerta seperti
kesulitan mengeluarkan feses,
feses
berbercak darah, dan ketidaknyamanan abdomen.
4. Enkopnesic
Tanda: Aliran yang berlebihan dari feses inkontinen yang
menyebabkan kotor, sering kali karena retensi fekal atau
infeksi.
5. Diare
Tanda: Peningkatan jumlah feses yang disertai dengan
peningkatan kandungan air sebagai akibat dari perubahan
transpor air dan elektrolit melalui saluran gastrointestinal,
dapat bersifat akut atau kronik.
6. Hipoaktif, hiperaktif, atau tidak adanya bising usus
Tanda: Bukti masalah motolitas usus yang dapat disebabkan
oleh inflamasi atau obstruksi.
7. Distensi abdomen
Tanda: Kontur menonjol dari abdomen yang mungkin
disebabkan oleh perlambatan pengosongan lambung,
akumulasi gas atau feses, inflamasi atau obstruksi.
8. Nyeri abdomen
Tanda: Nyeri yang berhubungan dengan abdomen yang
mungkin teralokasi atau menyebar, akut atau kronik, sering
disebabkan oleh inflamasi obstruksi atau hemoragi.
9. Perdarahan gastrointestinal
Tanda: Dapat berasal dari sumber gastrointestinal bagian atas
atau bawah dan dapat bersifat akut atau kronik.
10. Hematemesis
Tanda: Muntah darah segar atau darah yang terdenaturasi
yang disebabkan oleh perdarahan disaluran gastrointestinal
atas atau dari darah yang tertelan dari hidung atau orofaring.
11. Hematohezin
Tanda: Keluarnya darah merah lerang melalui rektum,
biasanya menunjukkan perdarahan saluran gastrointestinal
bawah.
12. Makna
Tanda: Keluarnya feses warna gelap “seperti ter”, karena darah
yang
terdenaturasi, menunjukkan perdarahan saluran
gastrointestinal atas atau perdarahan dari kolon kanan.
13. Ikterik
Tanda: Warna kuning pada kulit atau sklera yang
berhubungan dengan disfungsi hati.
14. Disfagia
Tanda: Kesulitan menelan yang disebabkan oleh abnormalitas
fungsi neuromuskular faring atau sfringter esofagus atau oleh
gangguan esofagus.
15. Disfungsi menelan
Tanda: gangguan menelan karena defek sistem saraf pusat
atau darah struktural rongga oral, faring, atau esofagus dapat
menyebabkan masalah makan atau aspirasi.
16. Demam
Tanda: Manifestasi umum dari penyakit pada anak-anak
dengan gangguan gastrointestinal, biasanya berhubungan
dengan dehidrasi, infeksi atau inflamasi. Observasi adanya
manifestasi kemungkinan obstruksi paralitik/mekanis.
17. Nyeri abdomen kolik
Gejala: Terjadi karena peristaltik berusaha mengatasi obstruksi.
18. Distensi abdomen
Gejala: Terjadi karena akumulasi gas dan cairan diatas daerah
obstruksi.
19. Muntah
Gejala: Seringkali merupakan tanda paling awal dari
obstruksi tinggi: Tanda akhir dari obstruksi bawah (mungkin
bilius atau fehulen)
20. Dehidrasi
Gejala: Terjadi karena kehilangan cairan dan elektrolit dalam
jumlah besar ke dalam usus.
21. Abdomen kaku
Gejala: Akibat dari peningkatan distensi.
22. Bising usus
Gejala: Secara bertahap berkurang dan berhenti.
23. Distres pernapasan
Gejala: Terjadi saat diafragma terdorong ke atas masuk ke rongga
pleural.
24. Syok
Gejala: Volume plasma berkurang saat cairan dan elektrolit
hilang dari aliran darah masuk ke dalam lumen usus.
25. Sepsis
Gejala: Disebabkan oleh proliferasi bakteri dengan invasi
kedalam sirkulasi.
B. Pengkajian Fisik Ileus Obstruktif
1. Inspeksi
a. Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang
mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan
lidah kering.
b. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut
abdomen, hernia dan massa abdomen.
c. Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik usus yang
bisa bekorelasi dengan mulainya nyeri kolik yang disertai
mual dan muntah.
d. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu
serangan kolik (Sabara, 2007).
2. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi
peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup
‘defance musculair’ involuntatau rebound dan
pembengkakan atau massa yang abnormal.
3. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran
episodic gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush’)
diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam
perjalanan penyakit dan ususdi atas telah berdilatasi, maka
aktivitas peristaltik (sehingga juga bisingusus) bisa tidak ada
atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisajuga
ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruksi
strangulata.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan
ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai dengan
adanya mual, muntah, demam dan diaforesis.
2. Nyeri akut berhubungan dengan distensi abdomen.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan gangguan absorbs nutrisi.
4. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan distensi abdomen.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya port de entrée
luka pascabedah laparaskopi atau laparatomi.
6. Konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus.
No Diagnosa Keperawatan NOC (criteria hasil) NIC (Rencana Intervensi) Rasional
1. Kekurangan volume cairan tubuh Diharapakan selama Intervensi pemenuhan cairan 1. Penyebab berkurangnya cairan dan
berhubungan dengan perawatan kebutuhan 1. Identifikasi faktor penyebab, awitan elektrolit pada pasien obstruksi usus
ketidakefektifan penyerapan usus cairan dan elektrolit terpenuhi (onset), spesifikasi usia dan adanya adalah melalui muntah dan
halus yang ditandai dengan adanya dengan kriteria hasil: riwayat penyakit lain. hipersekresi cairan ke dalam lumen
mual, muntah, demam dan 1. Tanda vital normal intestinal sekunder dari respon
diaforesis. (N:70-80 x/menit, S: 36- obstruksi. Kondisi ini juga
DS: 37 C, TD: 110/70 diperparah oleh
- Haus -120/80 mmHg) ketidakmampuan kolon dalam
DO: 2. Intake dan output mengabsorbsi air disebabkan adanya
- Penurunan turgor kulit dan cairan seimbang obstruksi pada bagian proksimal
lidah 3. Turgor kulit elastic intestinal.
- Penurunan haluaran urine 4. Mukosa lembab 2. Kolaborasi skor dehidrasi. 2. Menentukan jumlah cairan yang akan
- Kulit dan membrane mukosa 5. Elektrolit dalam batas diberikan sesuai dengan derajat
kering normal dehidrasi dari individu.
- Hematocrit meningkat (Na: 135-147 mmol/L, 3. Lakukan pemasangan IVFD. 3. Apabila kondisi muntah berlanjut,
- Suhu tubuh meningkat K: 3,5-5,5 mmol/L, Cl: maka lakukan pemasangan IVFD.
- Peningkatan nadi, penurunan 94-111 mmol/L). Pemberian cairan intravena
TD disesuaikan dengan derajat dehidrasi.
Pemberian cairan RL secara tetesan
- Kondentrasi urine meningkat
cepat sebagai kompensasi awal
- Penurunan berat badan
hidrasi cairan diberikan untuk
- Kelemahan. mencegah syok hipovolemik.
4. Sebagai evaluasi penting dari
4. Dokumentasi dengan akurat tentang
asupan dan haluaran cairan. intervensi hidrasi dan
mencegah terjadinya over
5. Bantu pasien apabila muntah. hidrasi.
5. Aspirasi muntah dapat
terjadi terutama pada usia
6. Kolaborasi pemberian antimietik lanjut dengan perubahan
kesadaran.
6. Agen ini diberikan untuk
mengontrol respon muntah.
Agen ini berhubungan
dengan ekstrapiramidaldan
mempengaruhi serta
menekan
respon muntah.
2. Nyeri akut berhubungan dengan Setelah diberikan asuhan 1. Kaji respon nyeri dengan pendekatan 1. Pendekatan komprehensif
distensi abdomen. keperawatan diharapkan PQRST. untuk menentukan rencana
DS: nyeri dada hilang atau 2. Istirahatkan pasien pada saat nyeri intervensi.
- Mengungkapkan secara terkontrol dengan KH: muncul. 2. Istirahat secara fisiologis
verbal atau melaporkan nyeri 1. Pasien melaporkan nyeri akan menurunkan
DO: berkurang dengan skala kebutuhan oksigen yang
- Klien terlihat mengkerutkan nyeri 0-1 (0-4) 3. Atur posisi fisiologis. diperlukan untuk memenuhi
wajah menahan nyeri 2. Terjadi penurunan kebutuhan metabolisme
- Klien terlihat pucat dan intensitas kolik basal.
berkeringat abdominal dan dapat 3. Posisi semifowler dengan
- Ekstremitas dingin dan mengidentifikasi fleksi pada ekstremitas
berkeringat aktivitas yang bawah dapat mengurangi
- Skala nyeri 1-10 meningkatkan atau tegangan otot abdomen dan
- Klien memegang area yang menurunakn nyeri. 4. Beri oksigen nasal. juga pada kondisi
pascabedah dengan adanya
insisi sehingga dapat
menurunkan stimulus nyeri.
4. Pada fase nyeri hebat skala
nyeri
Nyeri 3 (0-4), pemberian
- Sulit berkomunikasi oksigen nasal 3 liter/menit
- Konsentrasi kurang dapat meningkatkan intake
- Tekanan Darah naik oksiegn sehingga akan
- Pernapasan cepat (takipnea) menurunkan nyeri
5. Lakukan pemasangan selang sekunder dari iskemia
nasogastrik. pada intestinal.
5. Tujuan pemasangan selang
nasogastrik pada obstruksi
usus halus adalah
intervensi dekompresi
akibat respon peningkatan
sekresi saluran
gastrointestinal. Apabila
tindakan dekompresi ini
optimal, maka akan
menurunkan distensi
6. Lakukan teknik distraksi pada saat abdominal yang menjadi
nyeri. penyebab utama nyeri
kolik abdominal pada
pasien ileus obtruksi.
7. Hadirkan orang terdekat. 6. Distraksi (pengalihan
perhatian) dapat
menurunkan stimulus
internal. Pada anak-anak
mungkin memerlukan
media alat permaina.
7. Orang terdekat seperti
orangtua kandung
menghasilkan hubungan
yang relatif positif
menurunkan
skala nyeri.
8. Anjurkan menggunakan metode 8. Metode ini selain
relaksasi napas dalam pada saat nyeri. meningkatkan oksigenasi
yang diperlukan dalam
memenuhi kebutuhan yang
tinggi pada saat nyeri tetapi
juga akan memberikan
relaksasi pada otot- otot
abdominal sehingga dapat
9. Manajemen lingkungan tenang dan menurunkan distensi otot-otot
sentuhan. abdominal yang akan
merangsang terjadinya nyeri
kolik abdomen.
9. Lingkungan tenang akan
menurunkan stimulus nyeri
10. Kolaborasi pemberian analgetik. eksternal. Manajemen
sentuhan pada saat nyeri
berupa sentuhan dukungan
psikologis dapat membantu
menurunkan nyeri.
10. Analgetik memblok lintasan
nyeri
sehingga nyeri akan berkurang.
3. Ketidakseimbangan nutrisi Setelah diberikan asuhan 1. Observasi kebiasaan diet, masukan 1. Mungkin sulit menggunakan
kurang dari kebutuhan tubuh keperawatan diharapkan pola makanan saat ini. Catat derajat kesulitan berat badan sebagai indkator
berhubungan dengan gangguan nafas efektif setelah makan. Evaluasi berat badan dan ukuran langsung status nutrisi karena
absorbs nutrisi. dilakukan tindakan tubuh. ada gambaran edema/asites.
DS: keperawatan selam di RS, Lipatan kulit trisep berguna
- Nyeri abdomen 1. Mempertahankan BB dalam mengkaji perubahan
- Menolak makan dalam batas normal massa otot dan simpanan
- Kurangnya makan 2. Tidak ada bising usus lemak subkutan.
Diet yang tepat penting
untuk
DO: 3. Nyeri perut berkurang penyembuhan dimana pasien
- Diare mungkin makan lebih baik bila
- Kekurangan makanan keluarga terlibat
- Kehilangan rambut yang 2. Auskultasi bunyi usus 2. Penurunan atau hipoaktif bising usus
berlebihan menunjukkan penurunan motilitas
- Bising usus hiperaktif gaster dan konstipasi (komplikasi
- Membrane mukosa pucat umum) yang berhubungan dengan
pembatasan pemasukan cairan,
- Tonus otot buruk rongga mulut
pilihan makanan buruk, penurunan
terbuka
aktifitas dan hipoksemia.
- Kelemahan otot yang berfungsi
3. Rasa tak enak, bau dan penampilan
untuk menelan atau
3. Berikan perawatan oral sering, adalah pencegah utama terhadap
mengunyah.
buang sekret, berikan wadah nafsu makan dan dapat membuat
khusus untuk sekali pakai dan mual, muntah dengan peningkatan
tissue. kesulitan nafas.
4. Membantu menurunkan
kelemahan selama waktu makan dan
memberikan kesempatan untuk
4. Berikan makanan porsi kecil meningkatkan masukan kalori total.
tapi sering 5. Dapat menghasilkan distensi
abdomen yang mengganggu nafas
abdomen dan gerakan diafragma,

5. Hindari makanan penghasil gas


dan minuman karbonat.
dan dapat meningkatkan dipsnea.
6. Hindari makanan yang sangat 6. Suhu ekstrem dapat mencetuskan/
panas atau sangat dingin. meningkatkan spasme batuk.
7. Timbang berat badan sesuai indikasi 7. Menentukan kebutuhan kalori,
menyusun tujuan berat badan dan
evaluasi keadekuatan rencana
nutrisi.
4. Ketidakefektifan pola napas Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor kedalaman 1. Mengetahui pergerakan dada simetris
berhubungan dengan distensi abdomen. perawatan diharapkan pola nafas pernafasan, frekuensi, atau tidak.pergerakan dada tidak
DS: pasien efektif dengan kriteria hasil dan ekspansi dada. simetris
- Dispnea : mengindikasikan terjadinya gangguan
- Napas pendek DO: 1. Menujukkan jalan nafas paten pola nafas.
- Perubahan ekskursi dada (tidak merasa tercekik, irama 2. Penggunaan otot bantu nafas
- Bradipnea nafas normal, frekuensi nafas 2. Catat upaya pernafasan termasuk mengindikasikan bahwa suplai O2
- Penurunan tekanan normal, tidak ada suara nafas penggunaan otot bantu nafas tidak adekuat.
inspirasi-ekspirasi tambahan 3. Bunyi nafas tambahan menunjukkan
- Napas cuping hidung 2. Tanda-tanda vital 3. Auskultasi bunyi nafas dan catat 4. Pasien dengan gangguan nafas
dalam batas normal bila ada bunyi nafas tambahan membutuhkan oksigen yang
- Fase ekspirasi memanjang
- Takipnea 4. Kolaborasi pemberian Oksigen dan adekuat.GDA untuk mengetahui
px GDA konsentrasi O2 dalam darah.
- Penggunaan otot bantu
5. Tanda vital menunjukan keadaan
bantu pernapasan
umum pasien. Pada pasien dengan
5. Pantau tanda vital (tekanan darah, gangguan pernafasan
nadi, frekuensi, pernafasan). TTV meningkat maka perlu
dilakukan tindakan segera.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan Diharapkan faktor risiko 1. Pantau tanda dan gejala infeksi, 1. Deteksi dini infeksi
adanya port de entrée luka dapat diatasi dengan KH: misalnya suhu tubuh, denyut jantung, memungkinkan
pascabedah laparaskopi atau 1. Terbebas dari tanda dan drainase, penampilan luka, sekresi, penanganan yang cepat
laparatomi. gejala infeksi lesi kulir, keletihan, dan malaise untuk meminimalkan
Faktor Risiko: 2. Perawatan luka pembedahan keseriusan infeksi.
- Pertahanan primer tidak (misalnya terpasang kolostomi atau
adekuat, mis. Trauma jaringan, stoma). 2. Membersihkan,
kulit luka 3. Ajarkan pasien teknik mencuci memantau, dan
- Kerusakan jaringan tangan yang benar memfasilitasi proses
- Trauma penyembuhan luka.
3. Menjamin bahwa patogen
perantara penularan infeksi
dapat terkontrol dimana
4. Kolaborasi: tangan merupakan patogen
Pemberian terapi antibiotik tumbuhnya
mikroorganisme yang
dapat menyebabkan
penularan infeksi.
4. Kolaborasi:
Terapi antibiotik dapat
mencegah terjadinya
infeksi yang lebih lanjut
dengan sistem kerjanya
menghambat mekanisme
peradangan penyebab
terjadinya
infeksi.
6. Konstipasi berhubungan dengan Setelah melakukan 1. Kaji dan catat frekuensi, warna dan 1. Mengetahui ada atau
disfungsi motilitas usus. perawatan diharapkan konsistensi feces. tidaknya kelainan yang
DS: terjadi pada
eliminasi fekal.
- Nyeri abdomen mendapatkan kembali pola 2. Auskultasi bising usus. 2. Mengetahui normal atau
- Nyeri tekan pada abdomen fungsi usus yang normal. tidaknya pergerakan
dengan atau tanpa resistensi otot Kriteria hasil: 3. Kaji adanya flatus. usus.
yang dapat dipalpasi 1. Pola eliminasi BAB 3. Adanya flatus
- Anoreksia normal: 1x/hari, dengan 4. Kaji adanya distensi abdomen. menunjukan perbaikan
- Perasaan penuh atau tekanan konsistensi lembek, BU fungsi usus.
pada rectum normal: 5-35 x/menit, 4. Gangguan motilitas usus
- Kelemahan umum 2. Tidak ada distensi dapat menyebabkan
- Sakit kepala abdomen. 5. Berikan penjelasan kepada pasien dan akumulasi gas di dalam
- Peningkatan tekanan keluarga penyebab terjadinya gangguan lumen usus sehingga
abdomen dalam BAB. terjadi distensi abdomen.
- Mual 5. Meningkatkan
- Nyeri saat defekasi. 6. Kolaborasi dalam pemberian terapi
pencahar (Laxatif). pengetahuan pasien dan
DO:
keluarga serta untuk
- Darah merah segar menyertai
meningkatkan kerjasana
pengeluaran feses
antara perawat-pasien
- Perubahan pada suara
dan keluarga.
abdomen
6. Membantu dalam
- Perubahan pada pola defekasi
pemenuhan kebutuhan
- Penurunan volume feses eliminasi.
- Distensi abdomen
- Feses kering, keras, atau
padat
- Massa abdomen dapat
dipalpasi
- Bunyi pekak pada perkusi
abdomen.
- Mengejan saat defekasi
- Tidak mampu mengeluarkan
feses.
- Muntah.

(Sumber: Diagnosa Keperawatan Nanda Nic Noc, 2020)


DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2019). Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. EGC:
Jakarta.
Doenges. (2018). Rencana Asuhan Keperawatan, ed. 3. EGC: Jakarta.
Jeekel. (2020).Anonym Mechanical Intestinal Obstruction.
Muttaqin. (2018). Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Salemba Medika: Jakarta.
Price &Wilson, (2019). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6, Volume1. Jakarta: EGC.
Sabara. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Obstruksi Usus.
Jakarta: EGC.
Wilkinson, Nancy, & Ahern. (2020). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Nanda
Nic Noc, ed. 9. Penerbit EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai