Anda di halaman 1dari 17

ILEUS OBSTRUKSI

I. KONSEP ILEUS OBSTRUKSI


A. Pengertian
Ileus obstruksi atau obstruksi usus adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal
isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat bersifat akut maupun kronis, parsial
maupun total. Obstruksi usus kronis biasanya mengenai kolon akibat adanya karsinoma atau
pertumbuhan tumor, dan perkembangannya lambat. Sebagian besar obstruksi mengenai usus
halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini
dan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.
Obstruksi usus dapat bersifat parsial atau komplet. Keparahannya tergantung pada daerah
usus yang terkena, derajat dimana lumen itu tersumbat, khususnya dimana sirkulasi darah
dalam dinding usus terganggu.
B. Etiologi
Obstruksi usus terjadi bila sumbatan mencegah aliran normal dari isi usus melalui saluran
usus. Aliran ini dapat terjadi karena dua tipe proses.
1. Mekanis, terjadi obstruksi intramural atau mural yang disebabkan oleh tekanan
ekstrinsik (tekanan pada dinding usus). Contoh kondisi yang dapat menyebabkan
obstruksi mekanis adalah intususespsi, tumor polipoid dan neoplasma, stenosis,
perlekatan (adhesi), hernia, dan abses. Obstruksi mekanis selanjutnya digolongkan
sebagai obstruksi mekanis simpleks (hanya terdapat satu tempat obstruksi) dan
obstruksi lengkung tertutup (sedikitnya terdapat dua tempat obstruksi). Obstruksi
lengkung tertutup tidak dapat didekompresi, sehingga tekanan intralumen meningkat
cepat dan mengakibatkan penekanan pembuluh darah, iskemia, dan infark.
2. Fungsional, (ileus paralitik atau ileus adinamik) muskulatur usus tidak mampu
mendorong isi sepanjang usus. Peristaltik usus dihambat akibat pengaruh toksin atau
trauma yang mempengaruhi pengendalian otonom motilitas usus. Contohnya adalah
amiloidosis, distrofi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus atau gangguan
neurologis seperti penyakit Parkinson. Obstruksi fungsional dapat juga bersifat
sementara sebagai akibat dari penganganan usus selama pembedahan.
Kebanyakan obstruksi usus (85%) terjadi dalam usus halus. Perlekatan (adhesi) paling
umum menyebabkan obstruksi usus halus (insiden sebanyak 60%), diikuti dengan hernia dan
neoplasma. Penyebab lainnya adalah intususespsi, volvulus (pemutaran usus), dan ileus
paralitik. Daftar penyebab obstruksi mekanis dan grafik bagaimana hal ini terjadi
selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1. Penyebab Mekanis dari Obstruksi Usus
Penyebab Perjalanan Penyakit Akibat
Perlekatan Lengkung usus menjadi 3 atau 4 hari pasca
melekat pada area yang sembuh operatif menghasilkan
secara lambat atau pada jaringan perputaran lengkung usus
parut setelah pembedahan abdomen
Intususepsi Salah satu bagian dari usus Penyempitan lumen usus
menyusup ke dalam bagian lain
yang ada dibawahnya
Volvulus Usus memutar dan kembali ke Lumen usus menjadi
keadaan semula tersumbat. Gas dan cairan
terkumpul dalam usus yang
terjebak
Hernia Protrrusi usus melalui area Aliran usus mungkin
yang lemat dalam usus atau dinding tersumbat total. Aliran darah
atau otot abdomen ke area tersebut juga dapat
tersumbat
Tumor Tumor yang ada dalam dinding Lumen usus menjadi
usus meluas ke lumen usus, atau tersumbat sebagain, bila
tumor di luar usus menyebabkan tumor tidak diangkat
tekanan pada dinding usus mengakibatkan obstruksi
lengkap

C. Patofisiologi
Terdapat kemiripan proses patofisiologis yang terjadi setelah obstruksi usus, tanpa
memandang penyebab obstruksi baik mekanis atau fungsional. Perbedaan utamanya adalah
pada obstruksi paralitik (fungsional), peristaltik dihambat sejak awal, sedangkan pada
obstruksi mekanis, awalnya peristaltik diperkuat kemudian timbul intermitten dan akhirnya
menghilang.
Obstruksi usus yang secara khusus terjadi pada usus halus, menyebabkan akumulasi isi
usus, cairan dan gas terjadi di daerah atas usus yang mengalami obstruksi. Distensi dan retensi
cairan mengurangi absorpsi dan merangsang lebih banyak sekresi lambung. Dengan
peningkatan distensi, tekanan dalam lumen usus meningkat, menyebabkan penurunan
tekanan kapiler vena, dan arteriola. Sekitar 8 liter cairan disekresi ke dalam saluran cerna
setiap harinya, dengan tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen
dengan cepat.
Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan timbulnya lingkaran setan
penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal
peregangan usus adalah iskemia akibat peregangan dan peningkatan permeabilitas yang
disebabkan oleh nekrosis, disertai dengan absorpsi toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum
dan sirkulasi sistimeik. Pada gilirannya hal ini terjadilah edema, kongesti, nekrosis dan
akhirnya rupture atau perforasi dari dinding usus dengan akibat peritonitis.
Muntah refluks dapat terjadi akibat distensi abdomen. Muntah mengakibatkan
kehilangan ion hidrogen dan kalium dari lambung, serta menimbulkan penurunan klorida dan
kalium dalam darah, yang akhirnya mencetuskan alkalosis metabolik. Pengaruh kehilangan
cairan tersebut dapat menyebabkan pengerutan ruang cairan ekstra sel yang mengakibatkan
syok hipotensi, berkurangnya curah jantung, berkurangnya perfusi jaringan, dan asidosis
metabolik. Dehidrasi dan asidosis yang kemudian juga dapat terjadi, disebabkan karena
hilangnya cairan dan natrium. Dengan kehilangan cairan akut, syok hipovolemik dapat
terjadi.
D. Tanda dan Gejala
Gejala awal pada obstruksi usus halus biasanya berupa nyeri kram yang terasa seperti
gelombang dan bersifat kolik. Nyeri biasanya menyerupai kejang di pertengahan abdomen
(terutama daearah praumbilikal) dan memberat bila letak obstruksi makin tinggi. Pasien
dapat mengeluarkan darah dan mukus, tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus.
Terjadi muntah. Pada awal mengandung makanan tak dicerna, selanjutnya muntah air
dan mengandung empedu, hitam, dan fekal. Frekuensi muntah bervariasi tergantung letak
obstruksi. Bila obstruksi pada usus halus bagian atas, maka muntah akan lebih sering terjadi
dibandingkan dengan obstruksi yang terjadi pada ileum atau usus besar.
Pada obstruksi komplit, gelombang peristaltic pada awalnya menjadi sangat keras dan
akhirnya berbalik arah, dan isi usus terdorong ke depan mulut. Apabila obstruksi terjadi pada
ileum, maka muntah fekal dapat terjadi. Pertama, pasien memuntahkan isi lambung,
kemudian isi duodenum dan jejunum yang mengandung empedu, dan akhirnya disertai
dengan nyeri parokisme, pasien memuntahkan isi ileum yaitu suatu bahan mirip fekal yang
berwarna lebih gelap.
Tanda yang pasti adalah dehidrasi. Pasien mengalami haus terus menerus, mengantuk,
malaise umum, dan lidah serta membrane mukosa menjadi pecah-pecah. Abdomen menjadi
distensi. Semakin ke bawah obstruksi yang terjadi di gastrointestinal, semakin jelas distensi
abdomennya. Apabila obstruksi berlanjut tidak diatasi, dapat terjadi syok akibat dehidrasi dan
kehilangan volume plasma.
E. Pathway

Obstruksi Usus

Akumulasi gas dan cairan intralumen


disebelah paroksimal dari letak obstruksi usus

Proliferasi bakteri yang Kehilangan H2O


Distensi berlangsung cepat dan elektrolit

Tekanan intralumen meningkat dipertahankan Volume ECF menurun

Iskemia dinding usus

Kehilangan cairan meuju rongga


peritoneum

Pelepasan bakteri dan toksin dari usus


yang nekrosis ke dalam peritoneum dan
sirkulasi sistemik

Peritonitis septikemia Syok Hipovolemik

F. Komplikasi yang muncul


Akibat dari obstruksi usus dapat terjadi:
1. Ketidakseimbangan elektrolit, akibat dari lumen usus yang tersumbat, secara progresif
akan teregang oleh cairan dan gas (70% gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan
intralumen, yang menurunkan aliran air dan natrium dari lumen usus ke darah.
2. Peritonitis, hal ini dikarenakan akibat absorb toksin dalam rongga peritoneum
sehingga terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intraabdomen terutama pada
obstruksi usus yang berlangsung cepat.
3. Perforasi, dikarenakan terlalu tingginya tekanan intra lumen dan obstruksi yang terjadi
sudah terlalu lama pada organ intraabdomen.
4. Sepsis, infeksi akibat peritonitis yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
5. Syok hipovolemik, hal ini terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
G. Pemeriksaan khusus dan penunjang
Pemeriksaan radiografi abdomen sangat penting dalam menegakkan diagnosis obstruksi
usus. Obstruksi mekanis usus halus ditandai dengan adanya udara dalam usus halus, tetapi
tidak terdapat di dalam kolon. Sedangkan pada obstruksi kolon ditandai oleh adanya gas
diseluruh kolon, tetapi sedikit atau tidak ada gas dalam usus halus. Bila foto polos tidak
memberi kepastian diagnosis akhir, dilakukan pemeriksaan radiografi dengan barium untuk
megetahui letak obstruksi.
Pemeriksaan laboratorium misalnya elektrolit dan darah lengkap akan menunjukkan
gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma, dan kemungkinan infeksi.
H. Terapi
Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan melakukan intubasi dan dekompresi,
memperbaiki peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memulihkan
kontinuitas dan fungsi usus kembali normal.
Banyak kasus ileus adinamik yang dapat sembuh dengan dekompresi dan intubasi saja.
Obstruksi usus halus jauh lebih berbahaya dan lebih cepat berkembang dari pada obstruksi
kolon. Mortalitas tanpa strangulasi adalah 5%-8% asalkan dapat segera dilakukan operasi.
Kerterlambatan pembedahan atau timbulnya strangulasi atau penyulit lain akan meningkatkan
mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%.
Apabila usus tersumbat secara lengkap, maka strangulasi yang terjadi memerlukan
intervensi bedah. Sebelum pembedahan, terapi intravena diperlukan untuk mengganti
penipisan air, natrium, klorida, dan kalium.
Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus sangat tergantung pada penyebab
obstruksi. Penyebab paling umum dari obstruksi adalah hernia dan perlekatan, prosedur bedah
mencakup perbaikan hernia dan pemisahan perlekatan pada usus tersebut. Pada beberapa
situasi, bagian usus yang terkena dapat diangkat dan dibentuk anastomosis. Kompleksitas
prosedur bedah untuk obstruksi usus tergantung pada durasi obstruksi dan kondisi usus yang
ditemukan selama pembedahan.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
A. Pre Operatif
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
2. Konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus
B. Intra Operatif
1. Kecemasan
2. Risiko cedera akibat posisi operasi
3. Risiko pendarahan
4. Risiko infeksi
5. Nyeri akut
6. Risiko jatuh
III. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) Rencana Tindakan (NIC)
1 Kekurangan volume cairan Fluid Balance Fluid Management
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan perawatan minimal 3×24 jam Aktivitas:
kehilangan cairan aktif diharapkan: 1. Kaji kebutuhan cairan pasien
No. Indikator A T 2. Observasi tanda-tanda vital: N, TD, P, S
1 Tekanan darah 3 5 3. Observasi tingkat kesadaran dan tanda-tanda syok
2 Intake dan output cairan seimbang 2 4 4. Observasi bising usus pasien tiap 1-2 jam
3 Turgor kulit elastic 3 5 5. Monitor intake dan output secara ketat
4 Mukosa lembab 3 5 6. Pantau hasil laboratorium serum elektrolit, hematokrit
5 Serum elektrolit 3 4 7. Beri penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang tindakan yang
(Na: 135-147 mmol/L, K: 3,5-5,5 mmol/L, dilakukan: pemasangan NGT dan puasa.
Cl: 94-111 mmol/L).
Keterangan:
1: severe
2: substantial
3: moderate
4: mild
5: none
2. Konstipasi berhubungan Bowel Elimination Bowel Management
dengan disfungsi motilitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan minimal 3×24 jam Aktivitas:
usus klien dapat: 1. Kaji dan catat frekuensi, warna dan konsistensi feces
No Indikator A T 2. Auskultasi bising usus
1 Pola eliminasi 3 5 3. Kaji adanya flatus
2 Konsistensi lembek 3 5 4. Kaji adanya distensi abdomen
3 Distensi abdomen 3 5 5. Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga penyebab terjadinya
4 Konstipasi 3 5 gangguan dalam BAB
Keterangan: 6. Kolaborasi dalam pemberian terapi pencahar (Laxatif)
1: severe
2: substantial
3: moderate
4: mild
5: none
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) Rencana Tindakan (NIC)
3. Kecemasan berhubungan Anxiety level (1211) Persiapan pembedahan (2930)
dengan ancaman status Definisi: Keparahan manifestasi kekhawatiran, ketegangan, atau Definisi: Memberikan pelayanan kepada pasien segera sebelum operasi
terkini ditandai dengan perasaan tidak tenang yang muncul dari sumber yang tidak dapat dan memeriksa prosedur dan pemeriksaan yang diperlukan serta
perasaan khawatir diidentifikasi. mendokumentasikan dalam catatan medis
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam, Aktivitas:
terdapat penurunan tingkat kecemasan dengan indikator: 1. Perkuat pengajaran preoperasi
No. Indikator A T 2. Lengkapi ceklist preoperasi
1. Wajah tegang 4 5 3. Pastikan riwayat dan pemeriksaan fisik lengkap tercatat dalam
2. Meremas-remas tangan 4 5 catatan perkembangan
3. Peningkatan tekanan darah 5 5 4. Periksa lembar persetujuan tindakan yang telah ditandatangani
4. Peningkatan nadi 5 5 5. Periksa hasil laboratorium dan hasil tes diagnostik
6. Periksa bahwa persediaan darah telah ada
Keterangan: 7. Periksa bahwa EKG telah dilakukan
1 : Berat 8. Tulis daftar alergi pasien
2 : Cukup berat 9. Periksa gelang identitas, tanda alergi
3 : Sedang 10. Jelaskan npenggunaan obat-obatan pada preoperasi
4 : Ringan 11. Berikan dukungan pasien yang sedang dalam tingkat kecemasan
5 : Tidak ada 12. Berikan informasi kepada keluarga mengenai tempat menunggu

Anxiety reduction (5820)


Definisi: Meminimalkan kekhawatiran, ketakutan, prasangka, atau
perasaan tidak tenang yang berhubungan dengan sumber bahaya yang
diantisipasi dan tidak jelas.
Aktivitas:
1. Kaji tanda kecemasan secara verbal dan non verbal
2. Jelaskan semua prosedur pengobatan dan perawatan
3. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
4. Dengarkan keluhan pasien dengan penuh perhatian
5. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, persepsi, dan
ketakutan.
4. Risiko cidera akibat posisi Kontrol risiko Pengaturan posisi: intraoperative
operasi Definisi: Tindakan individu untuk mengerti, mencegah, Definisi: Memindahkan pasien atau bagian tubuh tertentu yang akan
Domain 11: mengeliminasi atau mengurangi ancaman kesehatan yang telah dilakukan operasi untuk mengurangi risiko ketidaknyamanan dan
Keamanan/perlindungan dimodifikasi komplikasi
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) Rencana Tindakan (NIC)
Kelas 2: Cedera fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4×4 jam, Aktivitas:
Definisi: Rentan mengalami terdapat penurunan risiko cedera dengan indikator: 1. Cek keutuhan kulit
perubahan anatomi dan fisik No. Indikator A T 2. Kunci roda pasa meja operasi
yang tidak disengaja akibat 1. Mengidentifikasi faktor risiko 4 5 3. Tentukan jumlah petugas yang sesuai untuk memindah pasien
sikap tubuh atau peralatan 2. Mengenali faktor risiko individu 4 5 4. Topang kepala dan leher ketika memindah pasien
yang digunakan saat 3. Mengembangkan strategi efektif 4 5 5. Koordinasi pengaturan atau pemindahan posisi sesuai jenis
prosedur invasif bedah yang kontrol risiko anestesi dan tingkat kesadaran
dapat mengganggu 6. Lindungi mata dengan tepat
kesehatan 7. Gunakan alat bantu untuk menopang ektremitas
Faktor risiko: 8. Imobilisasi atau topang bagian tubuh dengan benar
a. Gangguan 9. Pertahankan kesejajaran tubuh dengan tepat
sensorik/persepsi akibat 10. Berikan posisi operasi yang sesuai (supinasi)
anestesi 11. Atur meja operasi sesuai dengan kebutuhan
b. imobilisasi 12. Monitor posisi traksi dan alat
13. Monitor posisi operasi
14. Catat posisi pasien dan alat-alat yang digunakan.
15. Memastikan kelengkapan alat dan bahan medis
5. Risiko infeksi Infection severity Infection protection
Domain 11: Definisi: Tingkat keparahan infeksi dan gejala terkait Definisi: Pencegahan dan deteksi dini infeksi pada pasien berisiko
Keamanan/Perlindungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam, Aktivitas:
Kelas 1: Infeksi terdapat penurunan risiko infeksi dengan indikator: 1. Sediakan lingkungan yang aseptik selama tindakan operasi
Definisi: Berisiko terhadap No. Indikator A T 2. Batasi jumlah personel tenaga kesehatan selama tindakan operasi
invasi dan multiplikasi 1. Kemerahan luka post operasi 5 5 berlangsung
organisme patogen yang 3. Kaji agen yang dapat menyebabkan infeksi (pastikan alat yang
dapat mempengaruhi Keterangan: akan dipakai untuk tindakan operasi dalam kondisi steril dan tidak
kesehatan 1 : Berat expired)
Faktor Risiko: 2 : Cukup berat 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan prosedur
a. Prosedur invasif 3 : Sedang 5. Lakukan scrubing, gowning dan gloving dengan tepat
(pemasangan iv line, 4 : Ringan 6. Pertahankan teknik steril selama melakukan tindakan
dower catheter, dan 5 : Tidak ada 7. Bila terjadi kontaminasi alat, segera pisahkan dengan alat yang
prosedur operatif) steril.
8. Tutup luka operasi dengan tepat
9. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika diperlukan
10. Pisahkan sampah medis infeksius
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) Rencana Tindakan (NIC)
6. Risiko perdarahan Circulation status Bleeding precaution
Domain 11: Definisi: Aliran darah yang searah dan tidak terhambat dengan Definisi: Pengurangan stimulasi yang dapat menyebabkan perdarahan
Keamanan/Perlindungan aliran yang tepat melalui pembuluh darah besar pada sirkulasi atau perdarahan pada pasien yang berisiko
Kelas 2: Cedera Fisik sistemik Aktivitas
Definisi: Rentan mengalami Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam, 1. Monitor lokasi yang mungkin terjadi perdarahan
penurunan volume darah terdapat penurunan risiko pendarahan dengan indikator: 2. Monitor drain post operasi
yang dapat mengganggu No. Indikator A T 3. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, WPK
kesehatan. 1. Tekanan darah sistol dan diastol dalam 5 5 4. Kolaborasi pemberian produk darah berupa trombosit
Faktor Risiko: batas normal maks < 20% dari batas 5. Instruksikan pasien dan keluarga melaporkan jika terjadi perdarahan
a. Program pengobatan normal
(terapi pembedahan) 2. Frekuensi nadi 5 5
3. Saturasi oksigen 5 5
4. Capillary refill time 5 5
Keterangan:
1 : Deviasi berat dari kisaran normal
2 : Deviasi yang cukup besar dari kisaran normal
3 : Deviasi sedang dari kisaran normal
4 : Deviasi ringan dari kisaran normal
5 : Tidak ada deviasi dari kisaran normal
7. Nyeri akut berhubungan Pain level Pain management
dengan agen cedera pasca Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam, Aktivitas:
operasi ditandai dengan terdapat penurunan tingkat nyeri dengan indikator: 1. Kaji keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala)
ekspresi nyeri dan No. Indikator A T 2. Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil. Tinggikan tempat tidur
mengeluhkan nyeri 1 Frekuensi nyeri 3 5 sesuai kebutuhan
2 Ekspresi akibat nyeri 3 5 3. Dorong untuk sering mengubah posisi. Bantu untuk bergerak di
tempat tidur, sokong area yang sakit di atas dan bawah, hindari
gerakan yang menyentak
4. Berikan masase yang lembut
5. Ajarkan teknik nonfarmakologi (relaksasi, distraksi, relaksasi
progresif)
6. Beri obat sebelum aktivitas/ latihan yang direncanakan sesuai
petunjuk.
7. Kolaborasi: Berikan obat-obatan analgetik
8. Berikan kompres hangat jika dibutuhkan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) Rencana Tindakan (NIC)
8. Risiko jatuh Fall occurrence Fall prevention
Domain 11: Keamanan dan Definisi: Jumlah banyaknya pasien jatuh Definisi: Pencegahan khusus pada pasien dengan risiko cedera karena
Perlindungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam, jatuh
Kelas 2: Cedera Fisik terdapat penurunan risiko jatuh dengan indikator: Aktivitas:
Definisi: Peningkatan No. Indikator A T 1. Identifikasi penurunan kognitif dan fisik yang dapat meningkatkan
kerentanana untuk jatuh 1 Jatuh dari bed/brankard 5 5 risiko jatuh
yang dapat menyebabkan 2 Jatuh saat transfer 5 5 2. Identifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi risiko jatuh
bahaya fisik 3. Kaji riwayat jatuh pasien.
Faktor Risiko: Keterangan: 4. Identifikasi karakteristik lingkungan yang meningkatkan risiko jatuh
a. Lingkungan (lingkungan 1 : Jatuh ≥ 10x 5. Gunakan teknik transfer yang aman
yang tidak familiar) 2 : Jatuh 7-9x 6. Gunakan side rail sesuai panjang dan tinggi yang dapat mencegah
b. Agen farmaseutikal 3 : Jatuh 4-6x pasien jatuh dari bed
(penggunaan obat 4 : Jatuh 1-3x
anestesi) 5 : Tidak jatuh
Hemicolectomy

A. Definisi
Suatu tindakan pembedahan dengan mengangkat sebagian dari kolon beserta pembuluh
darah dan saluran limfe

Gambar 1. Tipe kolektomi


B. Ruang lingkup
1. Keganasan pada sekum, kolon asenden, fleksura hepatika dan kolon tranversum kanan
2. Keganasan pada kolon transversum kiri, fleksura lienalis, kolon desenden.
3. Poliposis kolon
4. Trauma kolon.
Dalam kaitan penegakan diagnosis dan pengobatan, diperlukan beberapa disiplin ilmu yang
terkait, antara lain: patologi anatomi, radiologi
C. Indikasi operasi
1. Untuk semua karsinoma kolon yang bersifat operable
2. Trauma kolon
3. Poliposis kolon
D. Kontra indikasi operasi
1. Umum
2. Khusus (inoperable)
E. Diagnosa banding
1. Massa periappendikuler
2. Amuboma
3. Divertikulitis
4. Radang granulamatous kolon
5. Inflamatory bawel disease
F. Pemeriksaan penunjang: Ba Enema, Foto thorak, kolonoskopi-biopsi, USG abdomen
G. Tipe kolektomi
1. Hemikolektomi kanan
Hemikolektomi kanan dilakukan untuk mengangkat suatu tumor atau penyakit pada
kolon kanan. Dilakukan pada kasus tumor bersifat kuratif dengan melakukan reseksi pada
kasus karsinoma sekum, kolon asenden. Pembuluh darah ileokolika, kolika kanan dan
cabang kanan pembuluh darah kolika media diligasi dan dipotong. Sepanjang 10 cm
ileum terminal juga harus direseksi, yang selanjutnya dibuat anastomosis antara ileum
dan kolon transversum.

Gambar 2. Prosedur hemicolectomy dextra


2. Hemikolektomi Kanan Diperluas
Hemikolektomi kanan diperluas (Extended Right Colectomy) dapat dilakukan untuk
mengangkat tumor pada fleksura hepatika atau proksimal kolon transversum. Standar
hemikolektomi kanan diperluas adalah dengan mengikut sertakan pemotongan pembuluh
darah kolika media. Kolon kanan dan proksimal kolon transversum direseksi dilanjutkan
anastomosis primer antara ileum dan bagian distal kolon transversum. Jika supply darah
diragukan, reseksi diperluas sampai fleksura lienalis dan selanjutnya membuat
anstomosis ileum dengan kolon desenden.
3. Kolektomi Transversum
Suatu tumor pada pertengahan kolon transversum dapat direseksi dengan melakukan
ligasi pada pembuluh darah kolika media sekaligus mengangkat seluruh kolon
transversum yang diikuti membuat anastomosis kolon asenden dengan kolon desenden.
Bagaimanapun, suatu kolektomi kanan diperluas dengan anastomosis antara ileum
terminal dengan kolon desenden merupakan anastomosis yang aman dengan
menghasilkan fungsi yang baik.
4. Hemikolektomi kiri
Suatu tumor pada kolon transversum bagian distal, fleksura lienalis, atau kolon
descenden direncanakan untuk dilakukan hemikolektomi kiri. Cabang kiri dari pembuluh
darah kolika media, kolika kiri dan cabang pertama dari pembuluh darah sigmoid
dilakukan ligasi dan dipotong. Selanjutnya dilakukan anastomosis kolo transversum
dengan kolon sigmoid.
5. Hemikolektomi Kiri Diperluas
Digunakan untuk mengangkat tumor pada kolon transversum bagian distal. Pada operasi
ini, dilakukan kolektomi kiri dengan perluasan ke bagian proksimal cabang kanan
pembuluh darah kolika media.
6. Kolektomi Sigmoid
Tumor pada kolon sigmoid dengan melakukan ligasi dan pemotongan cabang sigmoid
dari arteri mesenterika inferior. Umumnya, kolon sigmoid dilakukan reseksi setinggi
refleksi peritoneum dilanjutkan anastomosis antara kolon desenden dan rektum bagian
proksimal. Untuk menghindari tension pada anastomosis maka perlu dilakukan
pembebasan fleksura lienalis.
7. Kolektomi Total atau Sub total
Dilakukan pada pasien dengan kolitis fulminan termasuk familial adenomatous polyposis
atau karsinoma kolon yang sinkronus. Sesuai prosedur, pembuluh darah ileokolika,
pembuluh darah kolika dekstra, kolika media, kolika sinistra dilakukan ligasi dan
dipotong. Selanjutnya ileum terminal sampai sigmoid direseksi. Anastomosis ileo-rektal.
H. Teknik operasi
1. Setelah penderita diberi narkose dengan endotrakeal, posisi telentang.
2. Dilakukan desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik, kemudian
dipersempit dengan linen steril.
3. Dibuat insisi midline, diperdalam memotong linea alba sampai tampak peritoneum dan
peritoneum dibuka secara tajam.
4. Lesi pada kolon kanan diinspeksi dan dipalpasi untuk menilai dapat tidaknya dilakukan
pengangkatan tumor (menentukan resektabilitas). Jika lesi diprediksi ganas, palpasi pada
kelenjar mesokolon dan hepar untuk melihat metastase (menentukan stadium).
5. Dengan menggunakan kasa lebar, usus kecil dialihkan kebagian kiri agar ekspose dari
kolon asenden tampak jelas.
6. Suatu insisi dibuat pada refleksi peritoneum yang menutupi dinding lateral kolon asenden
dimulai dari batas sekum sampai dengan daerah pada fleksura hepatika. Batas daerah
bebas tumor harus diperhatikan. Saat masuk ke fleksura hepatika, pastikan bahwa bagian
kolon kanan dapat dibebaskan termasuk ligamentum hepatokolika yang mengandung
pembuluh darah dapat dipotong dan diligasi.
7. Angkat kolon kanan ke arah kiri untuk memastikan bahwa tidak ada cedera pada ureter
kanan.dan vasa spermatika. Juga diperhatikan puncak dari kolon asenden sampai batas
fleksura hepatika akan terjadinya cedera dari duodenum part 3.
8. Selanjutnya identifikasi dari a. kolika media sampai sepanjang cabang kanan yang akan
dilakukan transeksi. Lakukan klem pada mesokolon daerah transeksi dan dipotong.
Cabang kanan dari a. kolika media diligasi ganda dan dipotong, begitu pula a. kolika
dekstra dan a. ileokolika.
9. Ileum terminal dipreparasi untuk dilakukan reseksi bersama sekum dan apendiks.
Selanjutnya dilakukan reseksi ileum terminal dan sebagian kolon transversum dan
dilanjutkan anastomosis ileotransversotomi end to end. Segmen kolon dan kelenjar getah
bening pada mesokolon yang diangkat sebagai dalam satu kesatuan diperiksakan patologi
anatomi.
10. Perdarahan yang masih ada dirawat, kemudian luka pembedahan ditutup lapis demi lapis.
Tindakan yang sama diperlakukan pada hemikolektomi kiri, dimana reseksi kolon
dilakukan pada kolon transversum kiri dan kolon desenden dan dilakukan kolotransverso-
sigmoidostomi end to end.
I. Komplikasi operasi
1. Perdarahan
2. Kebocoran dari anastomosis yang dapat menimbulkan peritonitis dan sepsis
3. Fistel
4. Cedera ureter
5. Cedera vasa spermatika
Prognosis
Prognosis untuk karsinoma kolon tergantung pada:
1. Stadium penyebaran tumor. Karsinoma yang terbatas pada mukosa angka kelangsungan
hidup 5 tahun, 97-100%. Karsinoma yang terbatas pada dinding usus tanpa penyebaran,
80%, dengan penyebaran kelenjar, 35-60 % dan dengan metastase jauh < 5%.
2. Derajat patologi anatomi.
3. Komplikasi yang ditimbulkan
Tergantung penyakit lain yang mendasari (underlying disease)
J. Mortalitas
Angka kematian pada operasi hemikolektomi elektif sekitar 2% sedangkan pada
hemikolektomi emergensi dapat mencapai 20%.
K. Perawatan pasca bedah
1. Pertahankan masa gastrik tube 1-3 hari
2. Pengelolaan cairan dan elektrolit
3. Diet peroral diberikan segera setelah saluran pencernaan berfungsi, dimulai dengan diet
cair dan bertahap diberikan makanan lunak dan selanjutya padat
4. Mobilisasi sedini mungkin
5. Kontrol rasa sakit sehingga seminimal mungkin
L. Follow-up
Untuk kasus karsinoma kolon:
1. Pemeriksaan fisik.
2. Pemeriksaan kadar CEA setiap 3 bulan untuk 2 tahun pertama dan setiap 6 bulan untuk
5 tahun berikutnya.
3. Kolonoskopi 1 tahun pasca operasi, diulang 1 tahun berikutnya bila ditemukan
abnomalitas atau 3 tahun berikutnya bila ditemukan normal.
4. Pemeriksaan lainnya seperti CT scan Ultrasonografi, pemeriksaan fungsi liver dan bone
scan dilakukan bila ada indikasi.
5. Pemeriksaan Ro. Thoraks setiap tahun.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2005. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC
Bulecheck, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., Wagner, C. M. 2013. Nursing
Interventions Classification (NIC) 6th Edition. USA: Elsevier Mosby
Corwin, E. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Herdman, T. H., Kamitsuru, S. 2015. NANDA International Nursing Diagnoses: Definition &
Classification 2015-2017. Oxford: Wiley Blakwell.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., Swanson, E. 2013. Nursing Outcomes Classification
(NOC) 5th Edition. SA: Elsevier Mosby
Price, S.A & Wilson, L.M. 2005. Patofisiologi; Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6
Volume 1. Jakarta: EGC
Smeltzer, C. S. & Bare, G. B. 2008. Brunner & Suddarth’s Texbook of Medical-Surgical
Nursing11th Edition. Philadelpia: Lippincot Williams & Wilkins
Wijaya, A. S., Putri, Y. M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa).
Yogyakarta: Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai