Anda di halaman 1dari 15

I.

Konsep Dasar Penyakit

ILEUS

Definisi
Ileus adalah obstuksi intestinal, khususnya yang menyebabkan gangguan peristaltic
usus. Keadaan ini sering menyertai peritonitis dan biasanya terjadi akibat gangguan pada
stimulasi saraf usus. Gejala utama ileus adalah nyeri dan distensi abdomen, muntah-muntah
(muntahannya dapat mengandung bahan feses) serta konstipasi. Jika obstruksi intestinal
tidak diatasi, pasien akan menderita sakit yang serius disertai shock dan dehydration. (kamus
sakuperawat edisi 22)
Ileus adalah ganggun atau hilangnya pasase isi usus yang menandakn adany
obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. . (medlinux.com).
Obstruksi ileus adalah Suatu Penyumbatan Mekanis Pada Usus merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau mengganggu jalannya isi usus.
(medicastore.com).

Epidemiologi
Etiologi

1. Suatu infeksi atau bekuan darah di dalam perut


2. Aterosklerosis yang menyebabkan berkurangnya aliran darah ke usus
3. Cedera pada pembuluh darah usus
4. Kelainan di luar usus, seperti gagal ginjal atau kadar elektrolit darah yang abnormal
(misalnya rendah kalium, tinggi kalsium)
5. Obat-obat tertentu
6. Kelenjar tiroid yang kurang aktif

Faktor Predisprosisi

1. Obstruksi ekstraluminal (lesi ekstrinsik) : adhesi (postoperative), hernia (inguinal, femoral,


umbilical), neoplasma (karsinoma), abses intraabdominal
2. Obstruksi intrinsik (lesi intrinsik) : kongenital (malrotasi, kista), inflamasi (Chron’s disease,
divertikulitis), neoplasma, traumatik, intussusepsi
3. Obstruksi intraluminal : gallstone, enterolith

Adhesi, hernia inkarserata dan keganasan usus besar paling sering menyebabkan
obstruksi. Pada adhesi, onsetnya terjadi secara tiba-tiba dengan keluhan perut membesar dan
nyeri perut. Dari 60% kasus ileus obstruksi di USA, penyebab terbanyak adhesi yaitu pada
operasi ginekologik, appendektomi dan reseksi kolorektal. Ileus karena adhesi umumnya
tidak disertai strangulasi.

Patofisiologi

Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional.
Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik di mana peristaltik dihambat dari permulaan,
sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten,
dan akhirnya hilang.

Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70%
dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran
air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke
dalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan
intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai
merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini
adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok—hipotensi, pengurangan
curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang
terus menerus mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan
sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan
peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam
rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia.
Patofisiologi (Pathway)

Obstruksi
usus

Akumulasi gas dan cairan


intralumen di sebekah proksimal
dari letak obstruksi

Distensi Proliferasi bakteri yang


berlangsung cepat
Kehilangan H2O
dan elektrolit
Tekanan intralumen
dipertahankan
Volume ECF
Iskemia dinding usus

Kehilangan cairan menuju


ruang peritoneum

Pelepasan bakteri dan toksin


dari usus yang nekrotik ke
dalam peritoneum dan
sirkulasi sistemik

Syok
Peritonitis
hipovolemik
septikemia
Klasifikasi

a. Ileus Mekanik

Lokasi Obstruksi

1. Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum


2. Letak Tengah : Ileum Terminal
3. Letak Rendah : Colon-Sigmoid-rectum

Stadium

1. Parsial : menyumbat lumen sebagian


2. Simple/Komplit: menyumbat lumen total
3. Strangulasi: Simple dengan jepitan vasa

b. Ileus Neurogenik

1. Adinamik : Ileus Paralitik


2. Dinamik : Ileus Spastik

c. Ileus Vaskuler : Intestinal ischemia

Gejala Klinis

Gejala Utama:

Ø  Nyeri-Kolik

 Obstruksi usus halus : kolik dirasakan disekitar umbilicus


 Obstruksi kolon : kolik dirasakan disekitar suprapubik.

Ø  Muntah

 Stenosis Pilorus : Encer dan asam


 Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan
 Obstruksi kolon : onset muntah lama.

Ø  Perut Kembung (distensi)

 Konstipasi
 Tidak ada defekasi
 Tidak ada flatus
Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat kembali
menandakan adanya hernia inkarserata. Invaginasi dapat didahului oleh riwayat buang air
besar berupa lendir dan darah. Pada ileus paralitik e.c. peritonitis dapat diketahui riwayat
nyeri perut kanan bawah yang menetap. Riwayat operasi sebelumnya dapat menjurus pada
adanya adhesi usus. Onset keluhan yang berlangsung cepat dapat dicurigai sebagai ileus
letak tinggi dan onset yang lambat dapat menjurus kepada ileus letak rendah.

Pemeriksaan Fisik

A. Strangulasi

Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis seperti:

 Takikardia
 Pireksia (demam)
 Lokal tenderness dan guarding
 Rebound tenderness
 Nyeri local
 Hilangnya suara usus local

Untuk mengetahui secara pasti hanya dengan laparotomi

B. Obstruksi

 Inspeksi
Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio inguinal, femoral
dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi dapat terlihat massa
abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi
sebelumnya.
 Auskultasi
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut bising usus dan
peristaltik melemah sampai hilang.
 Perkusi
Hipertimpani
 Palpasi
Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.
 Rectal Toucher

- Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease


- Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
- Feses yang mengeras : skibala
- Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
- Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
- Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis
C. Paralitik

Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silent abdomen
yaitu bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen didapatkan pelebaran
udara usus halus atau besar tanpa air-fluid level.

Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis, tetapi


sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu dalam resusitasi.
Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya ditemukan adanya
hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum
amilase sering didapatkan.Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi
hanya terjadi pada 38% - 50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi
non strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu dapat
ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan
alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis bila ada tanda - tanda shock,
dehidrasi dan ketosis.

b. Radiologi

Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid level” pada
foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto polos abdomen
mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84%
pada obstruksi kolon.

Pada foto polos abdomen dapat ditemukan gambaran “step ladder dan air fluid level”
terutama pada obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak gas. Jika terjadi
stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya mukosa yang reguler
dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada foto thoraks tegak menunjukkan
adanya perforasi usus. Penggunaan kontras tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan
peritonitis akibat adanya perforasi.

CT scan kadang - kadang digunakan untuk menegakkan diagnosa pada obstruksi


usus halus untuk mengidentifikasi pasien dengan obstruksi yang komplit dan pada obstruksi
usus besar yang dicurigai adanya abses maupun keganasan.
Prognosis

Saat operai pronasis tergantung kondisi klinik pasien sebelumnya. Setelah


pembedahan dekompresi, pronasi tergantung dari penyakit yang mendasarinya. Mortalitas
obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi dapat segera dilakukan.
Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi strangulasi atau komplikasi
lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%. Prognosisnya baik bila
diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.

Terapi / tindakan penanganan

 Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.


 Analgesik apabila nyeri.

Penatalaksanaan

Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok
bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus
kembali normal

 Resusitasi

Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda vital, dehidrasi
dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan gangguan
keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat.
Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda - tanda vital dan jumlah urin
yang keluar. Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric
tube (NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum
bila muntah dan mengurangi distensi abdomen.

 Farmakologis

Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis.
Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.

 Operatif

Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah sepsis
sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang
disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi. Berikut ini beberapa kondisi atau
pertimbangan untuk dilakukan operasi.
Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka
tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi intestinal
sangat diperlukan.

Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi
ileus.

a. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana
untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi,
jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
b. operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang “melewati” bagian usus yang
tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
c. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya
pada Ca stadium lanjut.
d. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus
untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,
invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang
dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena
keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan
kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.

Komplikasi

a. Nekrosis usus
b. Perforasi usus
c. Sepsis
d. Syok-dehidrasi
e. Abses
f. Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi
g. Pneumonia aspirasi dari proses muntah
h. Gangguan elektrolit
i. Meninggal
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

I. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Adapun lingkup pengkajian yang dilakukan pada klien Ileus adalah sebagai berikut :
.1. Identitas pasien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, alamat, status
perkawinan, suku bangsa.
2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat kesehatan sekarang Meliputi apa yang dirasakan klien saat pengkajian
b. Riwayat kesehatan masa lalu Meliputi penyakit yang diderita, apakah sebelumnya
pernah sakit sama.
c. Riwayat kesehatan keluarga Meliputi apakah dari keluarga ada yang menderita
penyakit yang sama.
3. Riwayat psikososial dan spiritual Meliputi pola interaksi, pola pertahanan diri, pola
kognitif, pola emosi dan nilai kepercayaan klien.
4. Kondisi lingkungan Meliputi bagaimana kondisi lingkungan yang mendukung kesehatan
klien
5. Pola aktivitas sebelum dan di rumah sakit Meliputi pola nutrisi, pola eliminasi, personal
hygiene, pola aktivitas sehari – hari dan pola aktivitas tidur.
6. Pengkajian fisik Dilakukan secara inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi, yaitu :
a. Inspeksi Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio
inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada
Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat
dicurigai bila ada bekas luka operasi sebelumnya. Kadang teraba massa seperti pada
tumor, invaginasi, hernia, rectal toucher.
Selain itu, dapat juga melakukan pemeriksaan inspeksi pada :
1) Sistem Penglihatan Posisi mata simetris atau asimetris, kelopak mata normal atau
tidak, pergerakan bola mata normal atau tidak, konjungtiva anemis atau tidak, kornea
normal atau tidak, sklera ikterik atau anikterik, pupil isokor atau anisokor, reaksi
terhadap otot cahaya baik atau tidak.
2) Sistem Pendengaran Daun telinga, serumen, cairan dalam telinga
3) Sistem Pernafasan Kedalaman pernafasan dalam atau dangkal, ada atau tidak batuk
dan pernafasan sesak atau tidak.
4) Sistem Hematologi Ada atau tidak perdarahan, warna kulit
5) Sistem Saraf Pusat Tingkat kesadaran, ada atau tidak peningkatan tekanan intrakranial
6) Sistem Pencernaan Keadaan mulut, gigi, stomatitis, lidah bersih, saliva, warna dan
konsistensi feces.
7) Sistem Urogenital Warna BAK
8) Sistem Integumen Turgor kulit, ptechiae, warna kulit, keadaan kulit, keadaan rambut.

b Palpasi
1) Sistem Pcncernaan Abdomen, hepar, nyeri tekan di daerah epigastrium
2) Sistem Kardiovaskuler Pengisian kapiler
3) Sistem Integumen Ptechiae

c Auskultasi
d Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut bising usus
dan peristaltik melemah sampai hilang.
e Perkusi
Hipertimpani

A. Pemeriksaan Diagnostik
 Radiologi Foto polos berisikan peleburan udara halus atau usus besar dengan gambaran anak
tangga dan air – fluid level. Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya perforasi –
peritonitis. Barium enema diindikasikan untuk invaginasi.
 Endoscopy, disarankan pada kecurigaan volvulus.

B. Diagnosa keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan Ileus Paralitik adalah
sebagai berikut :
a) Gangguan rasa nyaman nyeri epigastrium berhubungan dengan proses patologis
penyakitnya.
b) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual, muntah dan anoreksia.
c) Potensial terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan
tubuh.
d) Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan konstipasi.
e) Gangguan pola tidur berhubungan dengan sakit kepala dan pegal - pegal seluruh tubuh.
f) Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, dan perawatan pasien ileus
paralitik berhubungan dengan kurangnya informasi.
g) Kecemasan ringan – sedang berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan
perdarahan yang dialami pasien.

C. Perencanaan Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri epigastrium berhubungan dengan proses patologis
penyakitnya
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan rasa nyaman
nyeri terpenuhi dengan kriteria hasil : Nyeri hilang atau berkurang

Rencana tindakan :

a .) Kaji tingkat nyeri


Rasional : Untuk mengetahui seberapa berat rasa nyeri yang dirasakan dan mengetahui pemberian
terapi sesuai indikasi.

b.) Berikan posisi senyaman mungkin


Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri dan memberikan kenyamanan.

c.) Berikan lingkungan yang nyaman


Rasional : Untuk mendukung tindakan yang telah diberikan guna mengurangi rasa nyeri.

d.) Kolaborasi dalam pemberian terapi analgetik sesuai indikasi ( Profenid 3 x 1 supp ).
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan mual, muntah dan anoreksia
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan gangguan
nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil : Mual, muntah hilang, nafsu makan bertambah, makan habis
satu porsi

Rencana tindakan :

a.) Kaji keluhan mual, sakit menelan dan muntah


Rasional : Untuk menilai keluhan yang ada yang dapat menggangu pemenuhan kebutuhan nutrisi.

b.) Kolaborasi pemberian obat anti emetik (Antacid )


Rasional : Membantu mengurangi rasa mual dan muntah.
3. Potensial terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan syok
hipovolemik tidak terjadi dengan kriteria hasil : Tanda – tanda vital dalam batas normal, volume
cairan tubuh seimbang, intake cairan terpenuhi.

Rencana tindakan :

a.) Monitor keadaan umum


Rasional : Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan normalnya.

b.) Observasi tanda – tanda vital


Rasional : Merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.

c.) Kaji intake dan output cairan


Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan

d.) Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena


Rasional : Untuk memenuhi keseimbangan cairan

4. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan konstipasi


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan gangguan
pola eliminasi tidak terjadi dengan kriteria hasil : Pola eliminasi BAB normal

Rencana tindakan :

a.) Kaji dan catat frekuensi, warna dan konsistensi feces


Rasional : Untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan yang terjadi pada eliminasi fekal.

b.) Auskultasi bising usus


Rasional : Untuk mengetahui normal atau tidaknya pergerakan usas.

c.) Anjurkan klien untuk minum banyak


Rasional : Untuk merangsang pengeluaran feces.

d.) Kolaborasi dalam pemberian terapi pencahar (Laxatif)


Rasional : Untuk memberi kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sakit kepala dan pegal - pegal seluruh tubuh
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan gangguan
pola tidur teratasi dengan kriteria hasil : Pola tidur terpenuhi

Rencana tindakan :

a.) Kaji pola tidur atau istirahat normal pasien


Rasional : Untuk mengetahui pola tidur yang normal pada pasien dan dapat menentukan kelainan
pada pola tidur.

b.) Beri lingkungan yang nyaman


Rasional : Untuk mendukung pemenuhan kebutuhan aktivitas dan tidur.

c.) Batasi pengunjung selama periode istirahat


Rasional : Untuk menjaga kualitas dan kuantitas tidur pasien

d.) Pertahankan tempat tidur yang hangat, bersih dan nyaman


Rasional : Supaya pasien dapat tidur dengan nyaman

e.) Kolaborasi pemberian terapi analgetika


Rasional : Agar nengurangi rasa nyeri yang menggangu pola tidur pasien

6. Kecemasan ringan – sedang berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan
perdarahan yang dialami pasien

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kecemasan tidak
terjadi dengan kriteria hasil : Kecemasan berkurang

Rencana tindakan :
a.) Kaji rasa cemas klien
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien

b.) Bina hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga


Rasional : Untuk terbinanya hubungan saling pecaya antara perawat dan pasien.

c.) Berikan penjelasan tentang setiap prosedur yang dilakukan terhadap klien
Rasional : Agar pasien mengetahui tujuan dari tindakan yang dilakukan pada dirinya.

7. Kurang pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan pengetahuan pasien
meningkat.
Kriteria Hasil : Tingkat pengetahuan pasien meningkat
Rencana Tindakan :
a. Jelaskan pada pasien tentang penyakitnya
Rasional : Pasien dapat mengetahui mengenai penyakitnya dan mendapatkan informasi
yang akurat.
b. Berikan waktu untuk mendengarkan emosi dan perasaan pasien
Rasional : Agar pasien dapat mengungkapkan perasaannya kepada perawat
c. Beri penyuluhan mengenai penyakitnya
Rasional : Untuk meningkatkan pengetahuan pasien mengenai penyakitnya.
4. Evaluasi
1. Rasa nyeri hilang / berkurang
2. Mual, muntah hilang / berkurang dan nafsu makan bertambah
3. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
4. Pola BAB normal
5. Pola tidur terpenuhi
6. Kecemasan Berkurang
7. Memperoleh pemahaman dan pengetahuan tentang proses penyakitnya
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT ILEUS

OLEH :

KELOMPOK III

Desak Putu Putri Mealita (08.321.0171)


I Gede Nyoman Satriya (08.321.0177)
I Gede Pardiantha Pradana (08.321.0178)
Ni Kadek Novi Adnyani (08.321.0197)
Ni Made Dewi Purnamasari (08.321.0203)
Ni Putu Devi Yanti Kusuma Dewi (08.321.0208)
Noni Zance F. N (08.321.0210)
Putu Agus Suryana (08.321.0213)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2009

Anda mungkin juga menyukai