2. Epidemiologi/Insiden Kasus
Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di
dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara
berkembang atau social ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian
BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi
disbanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2.500 gram (WHO, 2007). BBLR
termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas,morbiditas dan disabilitas
neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap
kehidupannya dimasa depan. (United Nations Children’s Fund/World Health
Organization, 2009). Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah
dengan daerah lainnya,yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah
multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentang 2,1%-17,2%. Secara nasional
berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5%. Angka ini lebih besar
dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju
Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7%. (Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
2004 ; 307-313)
Amerika Serikat : premature murni (7,1 % orang kulit putih dan 17, 9 % orang
kulit berwarna) dan BBLR (6-16 %)
RSCM pada tahun 1986 sebesar 24 % angka kematian perinatal dan 73 %
disebabkan BBLR.
(Mitayani, (2009); hal 174)
3. Penyebab/Faktor Predisposisi
Etiologi atau penyebab dari berat badan lahir rendah maupun usia bayi belum sesuai
dengan masa gestasinya adalah sebagai berikut : (Mitayani, (2009); hal 172-173)
a. Komplikasi Obstetri
1) Multiple gestation
2) Incompetence
3) Pro (premature rupture of membrane) dan korionitis
4) Pregnancy Induce Hypertention (PIH)
5) Plasenta previa
6) Ada riwayat kelahiran prematur
b. Komplikasi Medis
1) Diabetes maternal
2) Hipertensi kronis
3) Infeksi traktus urinarius
c. Faktor Ibu
1) Penyakit : hal yang berhubungan dengan kehamilan seperti toksemia
gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, infeksi akut,
serta kelainan kardiovaskular.
2) Usia ibu : angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia ibu dibawah
20 tahun dan multi gravid yang jarak kelahirannya terlalu dekat. Kejadian
terendah ialah pada usia 26 – 35 tahun.
3) Keadaan sosial ekonomi : keadaan ini sangat berpengaruh terhadap sosial
ekonomi yang rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik
dan pengawasan antenatal yang kurang.
4) Kondisi ibu saat hamil : peningkatan berat badan ibu yang tidak adekuat dan
ibu yang perokok., dan kelainan janin.
d. Faktor Janin
1) Cacat bawaan
2) Infeksi dalam rahim
e. Faktor Kehamilan
1) Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum
2) Komplikasi kehamilan : preeklamsia/eklamsia, ketuban pecah dini
f. Faktor Lingkungan
Praktik Profesi Keperawatan Anak
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes WIRA MEDIKA PPNI BALI
4. Patofisiologi
(Pathway terlampir)
5. Klasifikasi
Ada dua golongan bayi berat badan lahir rendah : (Mitayani, 2009; hal 172)
a. Prematuritas Murni
Yaitu bayi yang lahir dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat
badan bayi sesuai dengan gestasi atau yang disebut neonates kurang bulan sesuai
untuk masa kehamilan (NKB-SMK).
b. Bayi Small for Gestational Age (SGA)
Yaitu berat bayi lahir tidak sesuai dengan masa kehamilan. SGA sendiri terdiri
atas tiga jenis :
1) Simetris (intranterus for gestational age)
Yaitu terjadi gangguan nutrisi pada awal kehamilan dan dalam jangka waktu
yang lama.
2) Asimetris (intrauterus growth retardation)
Yaitu terjadi deficit nutrisi pada fase akhir kehamilan.
3) Dismaturitas
Yaitu bayi yang lahir kurang dari berat badan yang seharusnya untuk masa
gestasi dan si bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauteri serta
merupakan bayi kecil untuk masa kehamilan.
Bayi berat lahir rendah dapat juga dibagi menjadi 3 stadium : (Mitayani, 2009; hal
173-174)
a. Stadium I
Bayi tampak kurus dan relatif lebih panjang, kulit longgar, kering seperti permen
karet, namun belum terdapat noda mekonium.
b. Stadium II
Bila didapatkan tanda-tanda stadium I ditambah warna kehijauan pada kulit,
plasenta, dan umbilicus hal ini disebabkan oleh mekonium yang tercampur dalam
Praktik Profesi Keperawatan Anak
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes WIRA MEDIKA PPNI BALI
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada bayi dengan berat badan lahir rendah
adalah sebagai berikut : (Mitayani, 2009; hal 173)
a. Berat badan kurang dari 2.500 gram.
b. Panjang badan kurang dari 45 cm.
c. Lingkar dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm.
d. Masa gestasi kurang dari 37 minggu.
e. Kepala lebih besar dari tubuh.
f. Kulit tipis, tansparan, lanigo banyak, dan lemak subkutan amat sedikit.
g. Osifikasi tengkorak sedikit serta ubun-ubun dan sutura lebar.
h. Genetalia imatur, labia minora belum tertutup dengan labia mayora.
i. Tulang rawan dan daun telinga belum cukup, sehingga elastisitas belum
sempurna.
j. Pergerakan kurang dan lemah, tangis lemah, pernapasan belum teratur, dan sering
mendapat serangan apnea.
k. Bayi lebih banyak tidur daripada bangun, reflek mengisap dan menelan belum
sempurna.
7. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Jumlah sel darah putih : 18.000/mm3, netrofil meningkat sampai
23.000-24.000/mm3, hari pertama setelah lahir (menurun bila ada sepsis)
b. Hematokri (Ht) : 43%-61% (peningkatan 65% atau lebih menandakan polisitemia,
penurunan kadar menunjukka anemia atau hemoragic prenatal/perinatal)
c. Hemoglobin (Hb) : 15-20 gr/dl (kadar yang lebih rendah berhubungan dengan
anemia atau hemolisis berlebihan)
d. Bilirubin total : 6 mg/dl hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1-2 hari, dan 12 mg/dl
pada 3-5 hari
e. Destrosix : tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah kelahiran rata-
rata 40-50 mg/dl meningkat 60-70 mg/dl pada hari ketiga
f. Pemantauan gas darah sesuai kebutuhan : normal untuk analisa gas darah apabila
kadar Pa O2 50-70 mmHg dan kadar PaCO2 35-45 mmHg dan SaO2 92%-94%
g. Pemeriksaan kromosom sesuai indikasi
h. Pemantauan elektrolit (Na, K, Cl) : biasanya dalam batas normal pada awalnya
i. Pemeriksaan sinar X sesuai kebutuhan (missal : foto thorax)
8. Therapy/Tindakan Penanganan
a. Pastikan bayi terjaga tetap hangat. Bungkus bayi dengan kain lunak, kering,
selimuti, dan gunakan topi untuk menghindari adanya kehilangan panas.
b. Awasi frekuensi pernapasan, terutama dalam 24 jam pertama guna mengetahui
sindrom aspirasi mekonium/sindrom gangguan pernapasan idiopatik.
c. Pantau suhu di sekitar bayi, jangan sampai bayi kedinginan. Hal ini karena bayi
BBLR mudah hipotermia akibat ulas dari permukaan tubuh bayi relative lebih
besar dari lemak subkutan.
d. Motivasi ibu untuk menyusui dalam 1 jam pertama.
e. Jika bayi haus, beri makanan dini (early feeding), yang berguna untuk mencegah
hipoglikemia .
f. Jika bayi sianosis aatau sulit bernapas (frekuesi kurang dari 30 atau lebih dari 60
kali permenit), tarik dinding dada ke dalam dan merintih, beri oksigen lewat
kateter hidung atau nasal prong.
g. Cegah infeksi karena rentan akibat pemindahan immunoglobulin G (IgG) dari ibu
ke janin terganggu.
h. Periksa kadar gula darah setiap 8-12 jam.
(Mitayani, 2009; hal 175)
Per oral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur 3-
10 hari, dan umur 4-6 minggu)
b. Diatetik
Bayi prematur atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena refleks
menghisapnya masih lemah. Untuk bayi demikian sebaiknya ASI dikeluarkan
dengan pompa atau diperas dan diberikan pada bayi dengan pipa lambung atau
pipet. Dengan memegang kepala dan menahan bawah dagu, bayi dapat dilatih
untuk menghisap sementara ASI yang telah dikeluarkan yang diberikan dengan
pipet atau selang kecil yang menempel pada puting. ASI merupakan pilihan utama
: (Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), 2004)
Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup
dengan cara apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan
bayi menghisap paling kurang sehari sekali.
Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 g/hari
selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.
Pemberian minum bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut berat badan lahir
dan keadaan bayi adalah sebagai berikut :
1) Berat lahir 1750 – 2500 gram
Bayi Sehat
Biarkan bayi menyusu pada ibu semau bayi. Ingat bahwa bayi kecil lebih
mudah merasa letih dan malas minum, anjurkan bayi menyusu lebih sering
(contoh; setiap 2 jam) bila perlu.
Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan untuk menilai
efektifitas menyusui. Apabila bayi kurang dapat menghisap, tambahkan
ASI peras dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian
minum.
Bayi Sakit
Apabila bayi dapat minum per oral dan tidak memerlukan cairan IV,
berikan minum seperti pada bayi sehat.
Apabila bayi memerlukan cairan intravena:
1. Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama.
2. Mulai berikan minum per oral pada hari ke-2 atau segera setelah bayi
stabil. Anjurkan pemberian ASI apabila ibu ada dan bayi menunjukkan
tanda-tanda siap untuk menyusu.
3. Apabila masalah sakitnya menghalangi proses menyusui (contoh;
gangguan nafas, kejang), berikan ASI peras melalui pipa lambung :
Berikan cairan IV dan ASI menurut umur
Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; 3 jam sekali). Apabila
bayi telah mendapat minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih
tampak lapar berikan tambahan ASI setiap kali minum. Biarkan
bayi menyusu apabila keadaan bayi sudah stabil dan bayi
menunjukkan keinginan untuk menyusu dan dapat menyusu tanpa
terbatuk atau tersedak.
2) Berat lahir 1500-1749 gram
Bayi Sehat
Berikan ASI peras dengan cangkir/sendok. Bila jumlah yang dibutuhkan
tidak dapat diberikan menggunakan cangkir/sendok atau ada resiko terjadi
aspirasi ke dalam paru (batuk atau tersedak), berikan minum dengan pipa
lambung. Lanjutkan dengan pemberian menggunakan cangkir/ sendok
apabila bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak (ini dapat
berlangsung setela 1-2 hari namun ada kalanya memakan waktu lebih dari
1 minggu)
Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (misal setiap 3 jam). Apabila bayi
telah mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar,
beri tambahan ASI setiap kali minum.
Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/
sendok, coba untuk menyusui langsung.
Bayi Sakit
Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama
Beri ASI peras dengan pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah
cairan IV secara perlahan.
Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; tiap 3 jam). Apabila bayi
telah mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar,
beri tambahan ASI setiap kali minum.
c. Suportif
Hal utama yang perlu dilakukan adalah mempertahankan suhu tubuh normal : (Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI), 2004 ; 307-313)
Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi,
seperti kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care, pemancar panas, inkubator
atau ruangan hangat yang tersedia di tempat fasilitas kesehatan setempat sesuai
petunjuk.
Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin
Ukur suhu tubuh dengan berkala
Yang juga harus diperhatikan untuk penatalaksanaan suportif ini adalah :
Jaga dan pantau patensi jalan nafas
Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit
Bila terjadi penyulit, harus dikoreksi dengan segera (contoh; hipotermia, kejang,
gangguan nafas, hiperbilirubinemia)
Berikan dukungan emosional pada ibu dan anggota keluarga lainnya
Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila tidak memungkinkan, biarkan ibu
berkunjung setiap saat dan siapkan kamar untuk menyusui.
9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada bayi berat badan lahir rendah adalah sebagai
berikut : (Mitayani, 2009; hal 174)
a. Sindrom aspirasi mekonium (menyebabkan kesulitan bernapas pada bayi).
b. Hipoglikemi simtomatik, terutama pada laki-laki.
c. Penyakit membrane hialin : disebabkan karena surfaktan paru belum sempurna /
cukup, sehingga alveoli kolaps. Sesudah bayi mengadakan inspirasi, tidak
tertinggal udara residu dalam alveoli, sehingga selalu dibutuhkan tenaga negative
yang tinggi untuk pernapasan berikutnya.
d. Asfiksia neonatorum.
e. Hiperbilirubinemia.
a. Bayi dismatur sering mendapatkan hiperbilirubinemia, hal ini mungkin
disebabkan karena gangguan pertumbuhan hati.
11. Prognosis
Pada saat ini harapan hidup bayi dengan berat 1501-2500 gram adalah 95%,
tetapi berat bayi kurang dari 1500 gram masih mempunyai angka kematian yang
tinggi. Kematian diduga karena displasia bronkhopulmonal, enterokolistisnekrotikans,
atau infeksi sekunder.
BBLR yang tidak mempunyai cacat bawaan selama 2 tahun pertama akan
mengalami pertumbuhan fisik yang mendekati bayi cukup bulan dengan berat sesuai
masa gestasi. Pada BBLR, makin imatur dan makin rendah berat lahir bayi, makin
besar kemungkinan terjadi kecerdasan berkurang dan gangguan neurologik.
12. Pencegahan
Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/ preventif adalah langkah
yang penting. Hal-hal yang dapat dilakukan: (Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI),
2004 ; 307-313)
a. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama
kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang diduga
berisiko, terutama faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi BBLR harus
cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan kesehatan yang
lebih mampu
Praktik Profesi Keperawatan Anak
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes WIRA MEDIKA PPNI BALI
Kepala kecil dengan dahi menonjol, batang hidung cekung, hidung pendek
mencuat, bibir atas tipis, dan dagu maju
Tonus otot dapat tampak kencang dengan fleksi ekstremitas bawah dan
atas serta keterbatasan gerak
Pelebaran tampilan mata
4) Makanan/cairan
Disproporsi berat badan dibandingkan dengan panjang dan lingkar kepala
Kulit kering pecah-pecah dan terkelupas dan tidak adanya jaringan
subkutan
Penurunan massa otot, khususnya pada pipi, bokong, dan paha
Ketidakstabilan metabolic dan hipoglikemi/hipokalsemia
5) Keamanan
Suhu berfluktuasi dengan mudah
Tidak terdapat garis alur pada telapak tangan
Warna mekonium mungkin jelas pada jari tangan dan dasar tali pusat
dengan warna kehijauan
Menangis mungkin lemah
6) Seksualitas
Labia minora wanita mungkin lebih besar dari labia mayora dengan
klitoris menonjol
Testis pria mungkin tidak turun, ruge mungkin banyak atau tidak pada
skrotum
e. Pemeriksaan Diagnostik
1) Jumlah darah lengkap : penurunan pada Hb/Ht mungkin dihubungkan dengan
anemia atau kehilangan darah
2) Dektrosik : menyatakan hipoglikemi
3) Analisa Gas Darah (AGD) : menentukan derakat keparahan distress
pernafasan bila ada
4) Elektrolit serum : mengkaji adanya hipokalsemia
5) Bilirubin : mungkin meningkat pada polisitemia
6) Urinalisis : mengkaji hemostasis
7) Jumlah trombosit : trombositopenia mungkin menyertai sepsis
8) EKG, EGG, USG, angiografi : defek congenital atau komplikasi
3. Rencana Keperawatan
a. Diagnosis 1 : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas pusat
pernapasan, keterbatasan perkembangan otot, penurunan enregi atau kelelahan,
dan ketidakseimbangan metabolik.
Praktik Profesi Keperawatan Anak
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes WIRA MEDIKA PPNI BALI
1) Kaji suhu dengan memeriksa suhu rectal pada awlnya, selanjutnya periksa
suhu axial atau gunakan alat thermostat de ngan dasar terbuka dan penyebar
hangat.
Rasional : hipotermia membuat bayi cenderung merasa stress karena dingin,
penggunaan simpanan lemak tidak dapat diperbaharui bila ada dan penurunan
sensivitas untuk meningkatkan kadar CO2 atau penurunan kadar O2.
2) Tempatkan bayi pada incubator atau dalam keadaan hangat.
Rasional : mempertahankan lingkungan termonetral, membantu mencegah
stress karena dingin.
3) Pantau sistem pengatur suhu, penyebar hangat (pertahankan batas atas pada
98,6oF, bergantung pada ukuran dan usia bayi ).
Rasional : hipertemia dengan peningkatan laju metabolism kebutuhan oksigen
dan glukosa serta kehilangan air dapat terjadi bila suhu lingkungan yang
terlalau tinggi.
4) Kajian haluaran dan berat jenis urine.
Rasional : penurunan keluaran dan peningktan berat jenis urine dihubungkan
dengan penurunan perfusi ginjal selama periode stress karena dingin.
5) Pantau penambahan berat badan berturut-turut. Bila pertambahan berat badan
tidak adekuat, tingkatkan suhu lingkungan sesuai indikasi.
Rasional : ketidakadekuatan penambahan berat badan meskipun masukan
kalori adekuat dapat menandakan bahwa kalori digunakan untuk
mempertahankan suhu lingkungan tubuh, sehingga memerlukan peningkatan
suhu lingkungan.
6) Perhatikan perkembangan takikardi, warna kemerahan, diaphoresis letargi,
apnea, atau aktivitas kejang.
Rasional : tanda-tanda hipertemia ini dapat berlanjut pada kerusakan otak bila
tidak teratasi.
Kolaborasi
1) Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi (AGD, glukosa serum,
elektrolit, dan kadar bilirubin).
Rasional : stress dingin meningkatkan kebutuhan terhadap gula glukosa dan
oksigen serta dapat mengakibatkan masalah asam basa bila bayi mengalami
metabolism anerobik bila kadar oksigen yang cukup tidak tersedia.
Peningkatan kadar bilirubun indirek dapat terjadi karena pelepasan asam
Praktik Profesi Keperawatan Anak
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes WIRA MEDIKA PPNI BALI
lemak dari metabolism lemak coklat dengan asam lemak bersaing dengan
bilirubin pada bagian ikatan di albumin.
2) Berikan obat-obatan sesuai dengan indikasi.
Fenobarbital
Rasional : membantu mencegah kejang berkenaan dengan perubahan
fungsi SSP yang disebabkan hipertemia.
Natrium bikarbonat
Rasional : memperbaiki asidosis yang dapat terjadi pada hipotermia dan
hipertermia.
4. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.
Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan
kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain. Tindakan
kolaborasi asalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan
bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain.
5. Evaluasi
Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan
tujuan yang hendak dicapai.
DAFTAR PUSTAKA
Budi Santosa, (2006) Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006, Jakarta : Prima
Medika
Doengoes, dkk. (2007) Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3, Jakarta : EGC
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Bayi Berat Lahir Rendah. Dalam : Standar Pelayanan
Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Jakarta : 2004 ; 307-313
Mitayani, (2009) Asuhan Keperawatan Maternitas, Jakarta : Salemba Medika
Setyowati T. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bayi Lahir dengan Berat Badan Rendah
(Analisa data SDKI 1994). Badan Litbang Kesehatan, 1996. Avaliable from :
http://www.digilib.litbang.depkes.go.id. Last Update : 2003 [diakses tanggal 10
November 2009].
Sitohang NA. Asuhan keperawatan pada bayi berat lahir rendah. Medan : Universitas
Sumatera Utara. 2004
Suradi R. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Melihat situasi dan kondisi bayi. Avaliable from :
http://www.IDAI.or.id. Last Update : 2006. [diakses pada tanggal 10 November 2009].
United Nations Children’s Fund/World Health Organization. Low Birthweight. UNICEF,
New York, 2004. Avaliable from : http://www.childinfo.org/areas/birthweight.htm. Last
Update : Nov 2007 [diakses tanggal 10 November 2009].
World Health Organization (WHO). Development of a strategy towards promoting optimal
fetal growth. Avaliable from :
http://www.who.int/nutrition/topics/feto_maternal/en.html. Last update : January 2007
[diakses pada tanggal 10 November 2009].