Disusun oleh:
2020
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
BBLR adalah bayi yang lahir dengan berta kurang dari 2.500 gram, tanpa memandang
usia kehamilan. BBLR dibedakan menjadi dua bagian yaitu BBL sangat rendah bila berat
badan kurang dari 1.500 gram dan BBLR bila berat badan lahir antara 1.501-2.499 gram.
Istilah BBLR digunakan oleh WHO untuk mengganti istilah bayi prematur. Untuk
mendapatkan keseragaman dan karena disadari tidak semua dari 2.500 gram pada waktu
lahir adalah bayi prematur. (Marmi dan Rahardjo, 2015: 225)
Acuan lain dalam pengukuran BBLR juga terdapat pada Pedoman Pemantauan
Wilayah Setempat (PWS) gizi. Pedoman tersebut mengatakan bayi berat lahir rendah
(BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram diukur pada saat
lahir atau sampai hari ke tujuh setelah lahir (Triana, 2015).
B. Etiologi
Etiologi atau penyebab dari BBLR (Proverawati dan Ismawati, 2010):
1. Faktor ibu
a. Penyakit
1) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan antepartum,
preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
2) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual, hipertensi,
HIV/AIDS, penyakit jantung.
3) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
b. Ibu
1) Angka kejadian prematitas tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20 tahun
atau lebih dari 35 tahun.
2) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun).
3) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
c. Keadaan sosial ekonomi
1) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini dikarenakan
keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.
d. Aktivitas fisik yang berlebihan.
2. Faktor janin
Faktor janin meliputi: kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi sitomegali,
rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.
3. Faktor plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh: hidramnion, plasenta previa, solutio plasenta,
sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban pecah dini.
4. Faktor lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh antara lain: tempat tinggal di dataran tinggi, terkena
radiasi, serta terpapar zat beracun.
C. Klasifikasi
Klasifikasi menurut masa gestasi atau umur kehamilan yaitu:
1. Bayi Kurang Bulan (BKB) Bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi 42 minggu
(294 hari).
2. Bayi Cukup Bulan (BCB) bayi dilahirkan dengan masa gestasi antara 37-42
minggu (259-293 hari)
3. Bayi Lebih Bulan (BLB) Bayi dilahirkan dengan masa gestasi >42 minggu (294
hari).
4. Bayi Kecil Untuk Masa Kehamilan disebut juga “Small for Gestational
Age/SGA” Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir 10 persentil menurut grafik
Lubchenco.
5. Bayi Besar Untuk Masa Kehamilan disebut juga “Large for Gestational
Age/LGA” Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir >10 persentil menurut grafik
Lubchenco (Kosim, dkk, 2014: 12-13).
6. Bayi Kurang Bulan/ Preterm: < 37 minggu.
7. Bayi Cukup Bulan/ Aterm : 37-42 minggu.
8. Bayi Lebih Bulan/ Postrem : > 42 minggu. (Medical Mini Notes, 2014: 22).
Ada dua macam BBLR, yang pertama bayi lahir kecil akibat kurang bulan, dan yang
kedua adalah bayi lahir kecil dengan berat badan yang seharusnya untuk masa gestasi
(dismatur) (Dwienda, 2014):
1. Bayi lahir kecil akibat kurang bulan (prematur)
Bayi lahir kecil akibat kurang bulan (prematur) masa gestasi < 37 minggu. Faktor
penyebabnya meliputi:
a. ibu mengalami perdarahan antepartum, trauma fisik/ psikologis atau usia ibu
masih terlalu muda (< 20 tahun) dan multigravida dengan jarak kehamilan
yang dekat.
b. keadaan sosial ekonomi yang rendah.
c. kehamilan ganda atau hidramnion. Ciri-ciri bayi prematur yaitu berat < 2500
gr, lingkar dada < 30 cm, panjang badan < 45 cm, lingkar kepala < 33 cm,
kepala lebih besar dari badannya, kulitnya tipis transparan dan banyak lanugo,
lemak subkutan minimal.
2. Bayi lahir kecil dengan berat badan yang seharusnya untuk masa gestasi
(dismatur)
Kondisi ini dapat terjadi preterm, aterm, maupun posterm. Bayi yang lahir dengan
berat sangat kecil (BB < 1500 gram atau usia < 32 minggu) sering mengalami
masalah berat seperti susah bernapas, sulit minum, ikterus berat, infeksi, dan
rentan hiportermi.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dapat ditemukan dengan bayi berat lahir rendah (Mitayani, 2009):
1. Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari 45 cm, lingkar
dada kurang dari 30 cm, dan lingkar kepala kurang dari 33cm.
2. Masa gestasi kurang dari 37 minggu.
3. Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, dan lemak subkutan amat sedikit.
4. Osofikasi tengkorak sedikit serta ubun-ubun dan sutura lebar.
5. Genitalia imatur, labia minora belum tertutup dengan labia miyora.
6. Pergerakan kurang dan lemah, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan sering
mendapatkan serangan apnea.
7. Lebih banyak tidur dari pada bangun, reflek menghisap dan menelan belum
sempurna.
E. Patofisiologi
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup
bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup
bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil dari masa
kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Masalah ini terjadi karena adanya
gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit
ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang
menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang.
Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak mengalami
hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir normal.
Kondisi kesehatan yang baik, sistem reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak
ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi
lebih besar dan lebih sehat dari pada ibu dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu
dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR,
vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia.
Ibu hamil umumnya mengalami deplesi atau penyusutan besi sehingga hanya memberi
sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal.
Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan
janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin
didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, dan BBLR. Hal ini menyebabkan morbiditas
dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi, sehingga
kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan prematur juga lebih besar (Nelson, 2010).
F. Penatalaksanaan
Langkah-langkah penanganan BBLSR Secara Umum :
1. Mempertahankan suhu tubuh dengan ketat Karena bayi BBLSR mudah mengalami
hipotermia, maka itu suhu tubuhnya harus di pertahankan dengan ketat. Cara
mempertahankan suhu tubuh bayi BBLSR dan penangannya jika lahir di puskesmas
atau petugas kesehatan yaitu:
a. Keringkan badan bayi BBLSR dengan handuk hangat.
b. Kain yang basah secepatnya diganti dengan yang kering dan hangat dan
pertahankan tubuhnya dengan tetap.
c. Berikan lingkungan hangat dengan cara kontak kulit ke kulit dan bungkus
bayi BBLSR dengan kain hangat.
d. Beri lampu 60 watt denga jarak minimal 60 cm dari bayi.
e. Beri oksigen.
f. Tali pusat dalam keadaan bersih.
2. Mencegah infeksi dengan ketat
Bayi BBLSR sangat rentan akan infeksi, maka prinsip-prinsip pencegahan infeksi
termasuk cuci tangan sebelum memegang bayi. Pencegahan infeksi, yaitu:
a. Cara kerja aseptik, cuci tangan setiap akan memegang bayi.
b. Mencegah terlalu banyak bayi dan petugas dalam satu ruangan.
c. Melarang petugas yang menderita infeksi masuk ke tempat bayi dirawat.
d. batasi tindakan seminimal mungkin (SudartAntibiotik disesuaikan dengan
pola kuman. (Memi dan Afroh, 2013:6).
3. Pengawasan nutrisi (Air Susu Ibu (ASI) Refleks menelan bayi BBLSR belum
sempurna dan sangat lemah, sehingga pemberian nutrisi harus di lakukan dengan
cermat. Sebagai langkah awal jika bayi BBLSR bisa menelan adalah tetesi ASI
dan jika bayi BBLSR belum bisa menelan segera rujuk (rujuk ke rumah sakit jika
bayi BBLSRnya di tangani di puskesmas). Prinsip umum pemberian cairan dan
nutrisi, yaitu:
a. Prinsip diberikan minum peroral sesegera mungkin.
b. Periksa refleks hisap dan menelan.
c. Motivasi ASI.
d. Pemberian nutrisi intarvena jika ada indikasi. e) Berikan multivitamin jika
minum enteral dapat diberikan secara kontinyu (Sudarti dan Afroh, 2013: 6).
Kebutuhan cairan untuk bayi baru lahir 120-150 ml/kg/hari atau 100-120
cal/kg/hari. Pemberian dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan bayi untuk
sesegera mungkin mencukupi kebutuhan cairan/kalori. Kapasitas lambung BBLR
sangat kecil sehingga minum harus diberikan tiap jam. Perhatikan apakah selama
pemberian minum bayi menjadi cepat lelah, menjadi biru atau perut
membesar/kembung (Saifuddin, 2009: 377-378).
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada bayi BBLR (Mitayani, 2009):
1. Jumlah darah lengkap: penurunan pada Hb (normal: 12-24gr/dL), Ht (normal: 33
-38% ) mungkin dibutuhkan.
2. Dektrosik: menyatakan hipoglikemi (normal: 40 mg/dL).
3. Analisis Gas Darah (AGD): menentukan derajat keparahandistres pernafasan bila ada.
Rentang nilai normal:
a. pH : 7,35-7,45
b. TCO2 : 23-27 mmol/L
c. PCO2 : 35-45 mmHg
d. PO2 : 80-100 mmHg
e. Saturasi O2 : 95 % atau lebih
4. Elektrolit serum: mengkaji adanya hipokalsemia.
5. Bilirubin: mungkin meningkat pada polisitemia.
Bilirubin normal:
a. bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl.
b. bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
6. Urinalisis: mengkaji homeostatis.
7. Jumlah trombosit (normal: 200000 - 475000 mikroliter): Trombositopenia mungkin
menyertai sepsis.
8. EKG, EEG, USG, angiografi: defek kongenital atau komplikasi
H. Komplikasi
Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara lain :
1. Hipotermi
2. Hipoglikemia simtomatik
Keadaan ini terutama terdapat pada bayi laki-laki.Penyebabnya belum jelas, tetapi
mungkin sekali disebabkan persediaan glikogen yang sangat kurang pada bayi
dismaturitas. (Kosim, 2012).
3. Gangguan cairan elektrolit
4. Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia dapat terjadi akibat adanya peningkatan kadar bilirubin pada
tubuh. Hal tersebut dapat ditemukan dalam keadaan dimana terjadi peningkatan
penghancuran sel darah merah (eritrosit) yang berkisar 80-90 hari, dan kadar zat besi
yang tinggi dalam eritrosit. (Radis, Glover, 2012).
5. Sindroma Aspirasi Mekonium
Keadaan hipoksia intrauterineakan mengakibatkan janin mengadakan “gasping”
dalam uterus. Selain itu, mekonuim akan dilepaskan ke dalam likour amnion seperti
yang sering terjadi pada “subacute fetal distress”. Akibatnya, cairan yang
mengandung mekonuiim yang lengket itu masuk ke dalam paru janin karena inhalasi.
Pada saat lahir bayi akan menderita gangguan pernafasan yang sangat menyerupai
sindrom gangguan pernafasan idiopatik. (Momeni, 2017).
6. Infeksi
7. Anemia
8. Asfiksia
Asfiksia disebabkan karena kurangnya surfaktan (ratio lesitin atau sfingomielin
kurang dari2), Pertumbuhan dan pengembangan yang belum sempurna, otot
pernafasan yang masih lemah, dan tulang iga yang mudah melengkung atau pliable
thorax. (Momeni, 2017).
9. Penyakit membrane hialin
Hal ini karena surfaktan paru belum cukup sehingga alveoli selalu kolaps.Sesudah
bayi mengadakan aspirasi, tidak tertinggal udara residu dalam alveoli, sehingga
selalu dibutuhkan tenaga negative yang tinggal pada pernafasan berikutnya.Akibat
hal iniakan tampak dispnu yang berat, retraksi egigastrium, sianosis, dan pada paru
terjadi atelektasis dan akhirnya terjadi aksudasi fibrin dan lain-lain serta terbentuk
membrane hialin(Momeni, 2017).
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang bisa ditegakkan oleh seorang perawat pada bayi dengan
BBLR (NANDA, 2011):
Definisi : inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak menyediakan ventilasi yang adekuat.
Batasan karateristik: Napas dalam, perubahan gerakan dada, mengambil posisi tiga
titik, bradipneu, penurunan tekanan ekspirasi, penurunan tekanan inspirasi,p
enurunan ventilasi semenit, penurunan kapasitas vital, dispneu, peningkatan diameter
anterior-posterior, napas cuping hidung, ortopneu, fase ekspirasi yang lama,
pernapasan pursed-lip, takipneu dan penggunaan otot-otot bantu untuk bernapas.
4. Resiko infeksi.
Intervensi Keperawatan
LAPORAN KASUS
I. BIODATA
A. Identitas Neonatus
1. Nama : By. Ny, N
2. Medrek : 82XXXXX
3. Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 15 September 2020
4. Usia : 2 hari jam 13.10
5. Jenis Kelamin : Perempuan
6. Tanggal Masuk : 15 September 2020
7. Tanggal Pengkajian : 17 September 2020
8. Diagnosa Medis : Berat badan lahir rendah
9. Jaminan Kesehatan : UMUM
B. Identitas Orangtua
1. Nama Ayah/Ibu : Tn R / Ny N
2. Usia : 45 tahun / 31 tahun
3. Pendidikan : SMA / SMA
4. Pekerjaan : Karyawan Swasta / Ibu rumah tangga
5. Agama : Islam / Islam
6. Alamat : Bandung
7. No. HP :-
Genogram :
Anak ke
Ny.
Tn . R N
PENGKAJIAN FISIK
1. Pemeriksaan Fisik
TD : - BB : 1415 gram
Nadi : 149 x/menit PB/TB : 40 cm
RR : 48 x/menit LK : 31 cm / LD : 28 cm,
Suhu : 36,1C L.Perut : 21 cm
a. Pernafasan b. Sirkulasi c. Kardiovaskuler
SKRINING NYERI
Dibutuhkan
KATEGORI PENILAIAN
Intervensi
FISIK Bila :
Postur/tonus Fleksi dan atau tegang 2 Kurang dari
Ekstensi 1 5 : Nursing
Pola tidur Gelisah atau tidak 2 Comfort
Tenang 0 Measure
Ekspresi Meringis 2 (NCM)
Menerutkan dahi 1
Menangis Ya 2
Tidak 0
Warna kulit Pucat/ Kebiruan/ Kemerahan 2
Merah muda 0
FISIOLOGIS
Respirasi Apnoe 2
Tachypnoe 1
Denyut Jantung Fluktuatif 2
Tachycardia 1
Saturasi Desaturasi 2
Normal 0
Tekanan Darah Hipo/Hipertensi 2
Normal 0
PERSEPSI PERAWAT Nyeri 2
Tidak Nyeri 0
SKOR total
Lebih Dari 5 : NCM dan Parasetamol
Lebih dari 10 : NCM, Parasetamol/Narkotik
PENGKAJIAN PSIKOSPIRITUAL
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
----------.
PENGKAJIAN SOSIOKULTURAL
Status sosial
Tempat tinggal : √ Rumah Panti Tempat penitipan anak
Yang merawat klien : √ Ibu Nenek Pengasuh Lain – lain Sebutkan
……………….......
Kerabat terdekat yang dapat dihubungi :
Nama : Tn. R Hubungan : suami Telepon:…………….
Suku : Jawa Batak Madura Betawi √ Lain – lain : Sunda
Aturan dalam budaya yang mempengaruhi kesehatan dalam
hal : .......................................................................
Sebutkan : ...............................................................................................................................................
.................................
Kebutuhan Edukasi
√ Diagnosa Medis Tata laksana penyakit Obat- obatan
Manajemen nyeri Rehabilitasi Penggunaan Alat Kesehatan
Perawatan Luka √ Diet dan Nutrisi
Lain – lain, Sebutkan : edukasi perawatan bblr dengan metode kangguru
.................................................................................................................................................................
.............
PENGKAJIAN LINGKUNGAN PERAWATAN
Kebisingan ruangan : Ya √ Tidak, Alasan :
……………………………………………………………
Pencahayaaan ruang redup ……
: Ya √ Tidak, Alasan :
Suhu ruangan yang bising ……………………………………………………………
……
Interupsi tidur : Ya √ Tidak, Alasan :
……………………………………………………………
Monitoring pemasangan alat invasive ……
: Ya √ Tidak, Alasan :
……………………………………………………………
……
: √ Ya Tidak, Alasan :
……………………………………………………………
Obat yang digunakan
Vision 2x75 mg
Genta 6 mg/36 jam
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil rontgen (15-09-2020):transient respiratory distres of new born
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal Pemeriksaan : 15-9-2020 2020
No Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
1 Hemoglobin 18,3 15,2 ~ 23,6 gr/dL
2 Leukosit 14430 4000 ~ 10000 Sel/uL
3 Eritrosit 4,9 4.76 ~ 9.65 Juta/ uL
4 Hematokrit 50 31 ~ 55 %
5 Trombosit 322.000 150000 ~ 400000 Sel/uL
KIMIA KLINIK
1 Gula Darah Sewaktu 52 60-160 Mg/dl
A. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. Ds : BBLR Defisit Nutrisi
Defisit nutrisi
2 DS: - Faktor ibu (usia kehamilan Resiko Infeksi
DO: prematur 30-31 minggu)
- Usia kehamilan
prematur 30-31 Bayi lahir prematur secara sc
minggu
- Bayi dilahirkan Prematuritas
secara sc
- Terdapat indikasi Retardasi pertumbuhan intra uterin
KPD 16 jam + PLR
+ bekas sc Berat badan bayi < 2.500 gram
- Suhu 36,1°C
- BB 1.415 gram Immaturitas jaringan dan organ
- Jumlah leukosit
14.430 sel/uL Daya tahan tubuh lemah
Resiko infeksi
3 Ds : BBLR Resiko
Termoregulasi
Do :
Tidak Efektif
- BB 1.415gram Dinding otot Rahim lemah
- suhu 36,1C
Prematuritas
Imaturasi sistem integument
B. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit Nutrisi bd ketidak mampuan mengabsorpsi nutrien
2. Resiko Infeksi bd Immaturitas tubuh
3. Resiko Termoregulasi Tidak efektif bd suplai lemak subkutan tidak memadai
D. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1 Defisit Nutrisi bd Status Nutrisi Manajeman Nutrisi 1. Untuk mengetahui kebutuhan
ketidak mampuan Observasi status nutrisi pada bayi dalam
mengabsorpsi Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi status nutrisi peningkatan kebutuhan
nutrien keperawatan 7x24 jam 2. Monitor asupan makanan nutrisinya
diharapkan pasien dapat 3. Identifikasi perlunya 2. Untuk memantau keseluruhan
memiliki keadekutan asupan penggunaan selang nasogastrik intake output nutrisi yang
nutrisi untuk memenuhi Terapeutik masuk
kebutuhan metabolisme, 4. Hentikan pemberian makan 3. Dilakukan jika asupan nutrisi
dengan kriteria hasil : melalui oral oral sudah tidak mungkin
1. BB lahir meningkat 5. Berikan diet asi 141,5cc/24 dilakukan
2500-3500 gram jamper sonde 4. Pemasangan OGT dilakukan
2. Kekuatan otot Kolaborasi untuk meningkatkan asupan
menghisap/ menelan 6. Pemberian Vision 2x75 mg nutisi pada bayi
baik 7. Kolaborasi ahli gizi untuk 5. Untuk memenuhi kebutuhan
3. Minum tidak ada mual menentukan diet nutrisi pasien
dan muntah 6. Pemberian vision sebagai
langkah farmakologi yang
berkolaborasi untuk
penanganan defisit nutrisi bayi
7. Untuk menentukan diet yang
tepat
2 Resiko Infeksi bd Status Imun Pencegan Infeksi 1. Dengan memonitor tanda dan
immaturitas tubuh gejala perawat bisa tau infeksi
Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tandan dan gejala sistemik atau lokal dan
keperawatan 4x24 jam infeksi Local dan sitemik tindakan yang perlu diberikan
kekebalan tubuh pasien 2. Batasi jumlah pengunjung 2. Membatasi jumlah pengunjung
terhadap antigen internal dan 3. Cuci tangan sebelum dan merupakan tahapan awal
eksterna meningkat, dengan sesudah kontak dengan pasien pencegahan infeksi bayi
kriteria hasil : dan lingkungan pasien karena merupakan faktor
1. Suhu tubuh dalam 4. Pemberian Genta 6 mg/36 jam primer
rentang normal (36,5- Pada kulit bayi 3. Mencegah penularan langsung
37,5C) dengan mencuci tangan
2. Leukosit dalam nilai sebelum kontak dengan bayi
infeksi kesehatannya
4. Pemberian Genta sebagai
salep antibiotik untuk
mengobati infeksi dari bakteri
pada kulit bayi
3 Resiko Termogulasi Neonatus Regulasi Temperatur Observasi
termoregulasi tidak Observasi 1. Kaji suhu tubuh bayi
efektif bd suplai Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor suhu bayi sampai sesering mungkin dan
lemak subkutan keperawatan 4x24 jam stabil (36,5°C – 37,5°C) pantau perkembangannya
tidak memadai pengaturan suhu tubuh 2. Monitor dan catat tanda dan 2. Bayi cenderung stress jika
neonatus agar tetap berada gejala hipertermia atau mengalami hipotermia
pada rentang normal, dengan hipotermia Terapeutik
kriteria hasil : Terapeutik 1. Mempermudah bayi untuk
1. Suhu tubuh dalam 1. Atur suhu inkubator sesuai beradaptasi dengan
rentang normal (36,5- kebutuhan lingkungannya
37,5C) 2. Hangatkan terlebih dahulu 2. Menjaga tubuh bayi tetap
2. Leukosit dalam nilai bahan-bahan yang akan hangat
2. Dx Resiko Infeksi
Pada bayi salah satu cara mencegah infeksi nasokomial adalah dengan cara mengeliminasi
mikroba pathogen melalui tindakan aseptic ,disinfeksi , dan sterilisasi. Teknik dasar yang paing
penting dalam mencegah dan penularan infeksi adalah dengan mencuci tanga (Potter&perry,205)
menurut peneliti , resiko terinfeksi terjadi karena petugas kesehatan yang tidak mempunyai
kesadaran dan tanggung jawab. Jika petugas kesehatan melakukan tugas mereka dengan baik
dengan mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien ataupun bersentuhan dengan
benda ataupun lingkungan dengan pasien. Dan menjelaskan kepada pihak keluarga juga ikut
mencuci tangan dengan pedoman 5 momen yang sudah diterapkan di rumah sakit. ( e-journal
keperawatan (e-Kp) volume 4 nomor 2, juli 2016 )
1. Tujuan
a. Memasukan makanan cair atau obat-obatan cair atau padat yang dicairkan
b. Mengeluarkan cairan / isi lambung dan gas yang ada dalam lambung
c. Mengirigasi karena perdarahan/ keracunan dalam lambung
d. Mencegah atau mengurangi mual dan muntah setelah pembedahan atau trauma
e. Mengambil specimen pada lambung untuk studi labolatorium
2. Ruang Lingkup
Dilakukan pada bayi yang tidak sadar (koma), tidak mampu makan melalui mulut
atau dengan masalah saluran pencernaan atas (stenosis esophagus, tumor mulut/ faring/
esophagus dll), tidak mampu menelan, pasca operasi pada mulut/ faring/ esophagus.
2. Acuan
a. Wong, Donna L. 2004. Keperawatan Pediatrik. Jakarta : ECG.
b. Sudarsono, Ratna S & Elly N. 2000. Buku Saku Prosedur Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta : ECG.
3. Definisi
Pemasangan OGT (Orogastrik Tube) adalah melakukan pemasangan OGT dari rongga
mulut ke lambung.
4. Pelaksanaan
a. Pastikan kebutuhan pasien untuk pemasangan OGT
b. Persiapan alat
OGT no.5 atau 8 (untuk anak lebih kecil)
Air atau pelumas air ( air steril untuk bayi
Sudip lidah
Sarung tangan
Penlight
Spuit ukuran 20-50 cc
Plaster dan gunting
Stetoskop
Baskom berisi air (bila tidak ada stetoskop)
Klem
Pengalas
Tissue
Bengkok
5. Persiapan pasien :
a. Sampaikan salam terapeutik
b. Jelaskan kepada keluarga pasien tentang tujuan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan.
c. Dekatkan alat
d. Persiapan lingkungan
e. Jaga privasi pasien dan ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
f. Cuci tangan
g. Tempatkan bayi pada posisi terlentang dengan kepala sedikit hiperfleksi atau
dalam posisi bersin (hidung menghadap ke langit-langit)
h. Pasang pengalas pada dada anak, letakan tissue dalam jangkauan, dan dekatkan
bengkok
i. Memakai sarung tangan
j. Mengukur panjang slang untuk memperkirakan panjang pemasangan dan tandai
titik dengan plester kecil. Dua metode standar pengukuran panjang adalah sebagai
berikut :
Mengukur dari dihidung ke daun telinga dan kemudian ke ujung prosesus
xifoideus atau
Mengukur dari hidung ke daun telinga dan kemudian ke titik tengah antara
prosesus xifoideus dan umbilikus
k. Beri tanda pada panjang slang yang sudah diukur dengan menggunakan plester
l. Lumasi OGT dengan air atau pelumas larut air
m. Ingatkan klien bawa slang akan segera dimasukan dan instruksikan klien untuk
mengatur posisi kepala ekstensi, masukan slang melalui rongga mulut
n. Masukan selang yang telah dilumasi dengan air atau pelumas larut air melalui
rongga mulut
Masukan selang melalui mulut atau arahkan selang kea rah belakang
tenggorokan
Jika anak mampu menelan sesuai perintah, sesuaikan pemasukan selang
dengan penelanan
o. Lanjutkan memasukan selang, jika terasa agak tertahan, putarlah selang dan
jangan dipaksakan untuk dimasukan
p. Lanjutkan memasang selang sampai melewati nasofaring, setelah melewati
nasofaring (3-4 cm) anjurkan klien untuk menekuk leher (fleksi) dan menelan.
q. Jangan memaksakan selang untuk masuk, jika ada hambatan atau klien tersedak,
hentikan mendorong selang. Periksa posisi selang dibelakang tenggorokan dengan
menggunakan sudip lidah dan penlight
r. Jika telah selesai memasang OGT sampai ujung yang telah ditentukan, anjurkan
klien untuk rileks dan bernapas normal
s. Periksa posisi selang dengan menggunakan kedua cara berikut :
Dengan spuit, injeksikan sedikit udara (0,5 sampai 1 ml untuk bayi
premature atau bayi yang sangat kecil, dan sampai 5 ml untuk anak yang
lebih besar) ke dalam selang sambil secara bersamaan mendengarkan
dengan stetoskop diatas area lambung
Mengaspirasi pelan-pelan untuk mendapatkan isi lambung yang
menunjukan penempatan yang tepat. Perhatikan jumlah dan karakter
cairan yang diaspirasi dan kembalikan cairan tersebut ke lambung
t. Lepaskan sarung tangan
u. Fiksaski selang dengan plester pada pipi
v. Mengatur kembali posisi setelah terpasang OGT
w. Rapikan alat-alat
x. Terminasi : tanyakan respon klien, reinforcement, kontrak waktu, salam
y. Cuci tangan
z. Dokumentasikan hasil tindakan pada catatan perawatan
DAFTAR PUSTAKA
Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI & Usman A, 2012.Buku Ajar Neonatologi edisi ke 1,
Jakarta: IDAI
Malik, S. (2020). Pengaruh Perawatan Metode Kanguru (PMK) terhadap Pencegahan Hipotermi
pada Bayi Baru Lahir. Jurnal Bidan Cerdas, 2(2), 66-71.
Marmi dan Kukuh Rahardjo. Asuhan Neonatus, Bayi, Balitas dan Anak Prasekolah. Yogyakarta:
Pustaka Belajar, 2015.
Momeni, et al, 2017.Prevalence and Risk Factors of Low Birth Weight in the Southeast of Iran,
International Journal of Preventive Medicine 2017;8:1, (Online) telah diakses pada
tanggal 12 Januari 2020 Pukul:13.11 WIB dari http://www.ncbi.nlm.gov.
Rahmawati, E. A., Rustina, Y., & Efendi, D. (2020). Toleransi Minum Enteral Bayi Prematur
Menggunakan Spuit 20 Ml dan Spuit 50 Ml. Jurnal Keperawatan Silampari, 3(2), 544-
555.
Saifuddin, AB, dkk. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Ed.4, Cet.S4, 2014.
Sudarti dan Afroh Fauziah. Buku Ajar Asuhan Neonatus Risiko Tinggi dan Kegawatan.
Yogyakarta: Nuha Medika, 2013.