Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN BERAT BAYI LAHIR


RENDAH (BBLR) DI RUANG NICU PICU RSD DR. SOEBANDI JEMBER

oleh
Siti Nur Rofi’ah
NIM 212311101156

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2022
1. Kasus
a. Masalah Utama
Pola napas tidak efektif
b. Diagnosa Medis
BBLR
2. Proses Terjadinya Masalah
a. Pengertian
Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) merupakan bayi yang lahir dengan berat badan
kurang dari 2500 g. Acuan pengukuran BBLR terdapat dalam Pedoman Pemantauan
Wilayah Setempat (PWS) gizi. Dalam pedoman tersebut BBLR merupakan bayi dengan
berat kurang dari 2500 gram diukur pada saat lahir atau sampai hari ke tujuh setelah
lahir. BBLR terjadi pada bayi yang lahir kurang bulan yaitu kurang dari 37 minggu.
Bayi yang dilahirkan dengan BBLR umumnya kurang mampu meredam tekanan
lingkungan sehingga dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan
perkembangan, bahkan mengganggu kelangsungan hidupnya (Putra,2012)
Anak dengan riwayat BBLR akan meningkatkan resiko kejadian kurang gizi 10x
lebih besar dibandingkan anak yang tidak memiliki riwayat BBLR. Bayi dengan berat
lahir rendah juga akan memiliki daya tahan tubuh yang lebih rendah dibandingkan bayi
yang lahir normal. Dengan demikian, maka bayi dengan berat lahir rendah akan mudah
terserang penyakit terutama penyakit infeksius (Septikasari, 2018).
b. Penyebab
Beberapa penyebab bayi dengan berat lahir rendah diantaranya yaitu:
(Hanum,2014)
A. Faktor ibu
1. Penyakit
a. Mengalami komplikasi kehamilan seperti anemia, preeklamsi, eklamsia, dan
infeksi kandung kemih
b. Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual, hipertensi, HIV-
AIDS, dan penyakit jantung
c. Penyalahgunaan obat, merokok, dan mengkonsumsi alkohol
2. Ibu
c. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
d. Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun)
e. Mempunyai riwayat BBLR
3. Keadaan sosial ekonomi
a. Sosial ekonomi rendah
b. Aktivitas fisik yang berlebihan
c. Perkawinan yang tidak sah
B. Faktor janin
Faktor janin meliputi kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi sitomegali,
rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.
C. Faktor plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh hidramnion, plasenta previa, salutio plasenta,
sindrom transfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), dan ketuban pecah dini.
D. Faktor lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh yaitu tempat tinggal di dataran tinggi, terkena
radiasi, serta terpapar zat beracun.
c. Patofisiologi
Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya BBLR terdiri dari faktor ibu, faktor
janin, faktor plasenta, dan faktor lingkungan. BBLR dengan faktor resiko terjadi karena
sistem reproduksi ibu sudah mengalami penipisan akibat sering melahirkan. Kehamilan
yang berulang-ulang juga akan mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke janin, dimana jumlah
nutrisi akan berkurang. Faktor lain yang menjadi pengaruh BBLR yaitu (Pudjiaji, 2010);
a. Gizi
Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak
mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melanjutkan bayi dengan berat badan
normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, sistem reproduksi akan normal, tidak
menderita sakit dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil dan hamil. Ibu dengan
kondisi kurang gizi kronis pada masa kehamilan akan melahirkan bari BBLR, vitalitas
yang rendah dan kematian yang tinggi.
b. Anemia
Anemia merupakan kondisi dengan kadar HB yang berada dibawah normal.
Anemia merupakan salah satu gangguan yang sering terjadi selama kehamilan. Ibu
hamil umumnya akan mengalami selama defisiensi zat besi, sehingga hanya
memberikan sedikit zat besi pada janin. Pada umumnya kadar hemoglobin ibu akan
turun sampai dibawah 11g/dl selama trimester III. Kekurangan zat besi dapat
menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun
sel otak. Pada ibu hamil yang menderita anemia akan lebih beresiko melahirkan bayi
BBLR.
d. Tanda Gejala
Tanda dan gejala Berat Bayi Lahir Rendah yaitu : (Proverawati, 2010)
a. Berat kurang dari 2500 g
b. Panjang kurang dari 45 cm
c. Lingkar dada kurang dari 30 cm
d. Lingkar kepala kurang dari 33 cm
e. Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang\Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
f. Kepala lebih besar
g. Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya
h. Otot hipotonik lemah merupakan otot yang tidak ada gerakan aktif pada lengan dan
siku
i. Pernafasan tidak teratur (apnea)
j. Paha abduksi, sendi lutut fleksi-lurus, tumit mengkilap, dan telapak kaki halus
k. Pernafasan 40-50x per menit dan nadi 100-140x per menit
l. Pergerakan kurang dan lemah serta tangisan lemah
Menurut Astutik & Ertiana (2018), bayi BBLR dapat dikelompokkan menjadi 2
yaitu:
a. Menurut harapan hidupnya
1. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) atau low birth weight (LBW) yaitu bayi
dengan berat lahir 1500-2500 g
2. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) atau very low birth weight (VLBW)
yaitu Bayi dengan berat lahir 1000-1500 g
3. Bayi Berat Lahir Ekstrim Rendah (BBLER) yaitu extremely low birth weight
(ELBW) bayi dengan berat lahir kurang dari 1000 g
b. Menurut masa gestasinya
1. Prematuritas murni/ Sesuai Masa Kehamilan (SMK)
Bayi dengan masa gestasi kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai
dengan berat badan masa gestasi. Kepala relatif lebih besar dari badannya, kulit
tipis, transparan, lemak subkutan kurang, tangisnya lemah dan jarang.
2. Dismaturitas/Kecil Masa Kehamilan (KMK)
Bayi lahir 37 minggu dan berat badan tidak sesuai dengan berat badan masa
gestasi. Hal ini menunjukkan bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin.

6. Penanganan
A. Non Farmakologi Pada BBLR
1. Mempertahankan Suhu Tubuh Bayi
Bayidenganberatbadan lahir rendah (BBLR) akan cepat mengalami kehilangan
panas badan dan menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum
berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah, dan permukaan badan yang relatif
luas. Bayi dengan berat badan lahir rendah harus dirawat di dalam inkubator. Bila
belum memiliki inkubator, bayi dengan dengan berat badan lahir rendah dapat
dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi air panas atau
menggunakan metode kangguru yaitu perawatan bayi baru lahir seperti bayi
kangguru dalam kantung ibunya (Proverawati, 2010).
2. Pengaturan dan Pengawasan Intake Nutrisi
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang paling utama untuk
diberikan pada bayi BBLR. Pemberian ASI dapat diberikan secara langsung oleh ibu
apabila bayi mampu menghisap. Bila bayi belum mampu menghisap maka ASI dapat
diperas dan diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan memasang
sonde ke lambung. Jika ASI tidak ada atau tidak mencukupi khususnya pada bayi
BBLR dapat digunakan susu formula yang komposisinya mirip ASI atau susu
formula khusus bayi BBLR. Permulaan cairan yang diberikan sekitar 200 cc/
kgBB/hari. Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului dengan
menghisap cairan lambung. Reflek menghisap pada bayi masih lemah, sehingga
pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi dengan frekuensi yang lebih
sering (Proverawati, 2010).
3. Pemberian Makanan Bayi BBLR
Pemberian makanan pada bayi BBLR harus diikuti tindakan pencegahan khusus
untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan masuknya udara dalam usus. Pada bayi
dalam inkubator dengan kontak yang minimal, tempat tidur atau kasur inkubator
harus diangkat dan bayi dibalik pada sisi kanannya. Sedangkan pada bayi lebih besar
dapat diberi makan dalam posisi dipangku. Pada bayi BBLR yang lebih kecil, kurang
giat menghisap, dan sianosis ketika minum melalui botol atau menetek pada ibunya,
makanan diberikan melalui Naso Gastric Tube (NGT). Jadwal pemberian makanan
disesuaikan dengan kebutuhan dan berat badan bayi BBLR. Pemberian makanan
interval tiap jam dilakukan pada bayi dengan berat badan lebihrendah (Proverawati,
2010).
4. Pencegahan Infeksi
Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) sangat mudah mendapat infeksi
terutama disebabkan oleh infeksi nosokomnial. Pencegahan infeksi dapat dilakukan
dengan memberi perlindungan terhadap bayi BBLR dari bahaya infeksi dan tidak
boleh kontak dengan penderita infeksi dalam bentuk apapun. Upaya pencegahan
infeksi dapat dilakukan dengan menggunakan masker dan baju khusus dalam
penanganan bayi, perawatan luka tali pusat, perawatan mata, hidung, kulit, tindakan
aseptis dan antiseptik alat-alat yang digunakan, isolasi pasien, jumlah pasien dibatasi,
rasio perawat pasien idea, mengatur kunjungan, menghindari perawatan yang terlalu
lama, mencegah timbulnya asfiksia dan pemberian antibiotik yang tepat
(Proverawati, 2010).
5. Penimbangan Berat Badan
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi dan erat
kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan harus
dilakukan denganketat (Proverawati, 2010).
6. PemberianOksigen
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi preterm BBLR,
akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan. Pemberian oksigen untuk mengurangi
bahaya hipoksia dan sirkulasi yang tidak memuaskan harus berhati-hati agar tidak
terjadi hiperoksia yang dapat menyebabkan fibroplasia retrolental dan fibroplasias
paru. Pemberian oksigen dilakukan melalui tudung kepala, dengan alat CPAP
(Continous Positive Airway Pressure) atau pipa endrotakela untuk pemberian
oksigen yang aman dan stabil. Pemantauan tekanan oksigen (pO2) arteri pada bayi
juga harus dilakukan terus-menerus agar porsi oksigen dapat diatur dan sesuai
sehingga bayi terhindar dari bahaya hipoksia atau hiperoksia. Konsentrasi oksigen
yang diberikan sekitar 30-35% dengan menggunakan head box dengan dan
menghindari penggunaan konsentrasi oksigen yang tinggi dalam masa yang panjang
akan menyebabkan kerusakan pada jaringan retina bayi yang dapat menimbulkan
kebutaan (Proverawati, 2010).
7. Pengawasan Jalan Nafas
Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) tidak dapat beradaptasi dengan
asfiksia yang terjadi dalam proses kelahiran sehingga dapat lahir dengan asfiksia
perinatal. Bayi BBLR juga berisiko mengalami serangan apneu dan difesiensi
surfaktan, sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang sebelumnya
diperoleh dari plasenta. Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan nafas
segera setelah lahir (aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi miring, merangsang
pernapasan dengan menepuk atau menjentik tumit. Bila tindakan tersebut gagal,
dilakukan ventilasi, intubasi endotrakeal, pijatan jantung, dan pemberian oksigen dan
selama pemberian intake dicegah terjadinya aspirasi. Melalui semua tindakan diatas
dapat mencegah sekaligus mengatasi asfiksia sehingga memperkecil kematian bayi
BBLR (Proverawati, 2010).
B. Farmakologi Pada BBLR
Pemberian terapi antibiotik ceftazidime sebanyak 85 mg/12 jam. Pemberian
ceftazidime karena pada BBLR memiliki resiko tinggi terhadap infeksi akibat bayi
kurang bulan tidak mengalami transfer transplasental igG maternal selama trimester
tiga, fagositosis terganggu, dan tingginya infeksi nosokomnial yang berasal dari alat-
alat resusitasi, humidifier, inkubator, susu formula, pompa payudara, rentang waktu
perawatan bayi yang lama, dan tangan petugas kesehatan pada unit perawatan intensif
pada BBLR (Ayu, 2014).
Pemberian Aminofilin 10,2 mg loading dose dan 5 mg/12 jam untuk merangsang
pusat napas dengan meningkatkan kepekaan terhadap CO2, meningkatkan frekuensi
nafas, menyebabkan relaksasi otot termasuk otot polos bronkus, menurunkan hipoksia
akibat depresi napas, dan meningkatkan aktivitas diafragma. Jangka waktu pemberian
Aminofilin diberikan berdasarkan usiagestasi (Ayu, 2014).
Pemberian trofik feeding menggunakan selang OGT karena bayi memiliki
refleks rooting dan isap yang lemah. Trofik feeding dimulai dengan dosis 0,5 - 1
cc/kgBB/jam dengan pemberian dosis dilakukan secara bertahap (Ayu, 2014).
Pemberian cairan dan elektrolit tambahan yang disesuaikan dengan BB bayi dan
umur bayi (Ayu, 2014).
C. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
1. Foto thoraks / baby gram pada bayi yang baru lahir dengan usia kehamilan
kurang bulan, hal ini dapat dimulai pada umur bayi 8 jam. Gambaran foto
thoraks pada bayi dengan penyakit membrane hyaline karena kekurangan
surfaktan berupa terdapatnya retikulogranular pada parenkim dan bronkogram
udara. Pada kondisi berat hanya tampak gambaran white lung.
2. USG kepala, terutama pada bayi dengan usia kehamilan 35 minggu dimulai pada
umur 2 hari setelah proses persalinan untuk mengetahui adanya hidrosefalus
atau perdarahan intracranial dengan memvisualisasi ventrikel dan struktur otak
garis tengah dengan fontanel anterior yang terbuka.
b. Laboratorium
1. Pemeriksaan Darah rutin
a. Hematokrit (HTC)
 Bayi usia 1 hari 48 – 69%

 Bayi usia 2 hari 48 – 75%

 Bayi usia 3 hari 44 – 72%

b. Hemoglobin (Hb) untuk bayi dengan usia 1 – 3 hari 14,5 – 22,5 g/dl.
c. Hb A > 95& dari total atau 0,95 fraksi Hb.
d. Hb F
 Bayi usia 1 hari 63 – 92%

 Bayi usia 5 hari 65 – 88%

 Bayi usia 3 minggu 55 – 85%

 Usia 6 – 9 minggu 31 – 75%

e. Jumlah Leukosit
 Bayi baru lahir 9,0 – 30,0 x 103 sel / mm3 (µL)

 Bayi usia 1 hari / 24 jam 9,4 – 43,0 x 103 sel / mm3 (µL)
 Bayi usia 1 bulan 5,0 – 19,5 x 103 sel / mm3 (µL)

2. Bilirubin
a. Total (serum)
 Tali pusat <2,0 mg/dl

 0 – 1 hari 8,0 mg/dl

 1 – 2 hari 12,0 mg/dl

 2 – 5 hari 16,0 mg/dl

 Kemudian 2,0 mg/dl

b. Direk (terkonjugasi)
 0,0 – 0,2 mg/dl

c. Glukosa (8-12 jam post natal), disebut hipoglikemi bila konsentrasi glukosa
plasma < 50 mg/dl
d. Analisa gas darah
1. Tekanan parsial CO2 (PCO2) bayi baru lahir 27-40 mmHg
2. Tekanan parsial O2 (PO2)
a. Lahir 8-24 mmHg
b. 5-10 menit 33-75 mmHg
c. 30 menit 31-83 mmHg
d. > 1 jam 55-80 mmHg
e. 1 hari 54-95 mmHg
f. Kemudian (menurun sesuai usia) 83-100 mmHg
3. Saturasi oksigen (SaO2)
a. Bayi baru lahir 85-90%
b. Kemudian 95-99%
4. pH bayi premature (48 jam) 7,35-7,50
a. Elektrolit darah (k/p)
5. Natrium
a. Serum atau plasma
 Bayi baru lahir 136-146 mEq/L

 Bayi 139-146 mEq/L

b. Urine 24 jam 40-220 mEq/L


2. Kalium
a. Serum bayi baru lahir 3,0-6,0 mEq/L
b. Plasma (heparin) 3,4-4,5 mEq/L
c. Urine 24 jam 2,5-125 mEq/L
3. Klorida
a. Serum/plasma
1. Tali pusat 96-104 mEq/L
2. Bayi baru lahir 97-110 mEq/L
3. a. Pohon masalah Etiologi
Pathway

Faktor Ibu Faktor Janin


Faktor Plasenta

BBLR

Permukaan tubuh relatif Jaringan lemak Prematuritas Fungsi organ-organ belum baik
lebih luas subkutan lebih tipis

Penurunan Mata
Penguapan Pemaparan dengan Kehilangan Kekurangan Hati Usus Ginjal
daya tahan
berlebih suhu luar panas cadangan
Imaturitas
melalui kulit energi Konjugasi Dinding Peristaltik Imaturitas
lambung blm ginjal Lensa
Resiko bilirubin
Kehilangan Kehilangan lunak sempurna mata
Infeksi blm baik
cairan panas Malnutrisi
Sekunder
Mudah Pengosongan Retrolentral
Hiperbilirubin terapi
kembung lambung blm Fibroplasia
Dehidrasi Hipotermia Hipoglikemi baik

Ikterus Retinopaty

Paru Otak Kulit

Reflek menelan
-Pertumbuhan dinding Imaturitas sentrum2 vital Halus & mudah lecet
blm sempurna
dada blm sempurna
-Vaskuler paru imatur
Regulasi pernafasan Resiko infeksi
Defisit Nutrisi pioderma
Insufiensi pernafasan
Pola Napas Tidak Pernafasan periodic
Efektif Sepsis
Peny. membran hialin
Pernafasan biot
b. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
a) Keluhan utama
Bayi menangis lemah, reflek menghisap lemah, bayi kedinginan atau suhu tubuh
rendah
b) Riwayat penyakit sekarang
Lahir spontan atau SC, umur kehamilan antara 24 sampai 37 minggu, berat badan
kurang dari 2500 gram, apgar score 1-5 menit : 0-3 menunjukkan kegawatan
parah, 4-6 kegawatan sedang, dan 7-10 normal
c) Riwayat penyakit dahulu
Ibu mempunyai riwayat kelahiran prematur, hidroamnion, dan gemeli
d) Riwayat penyakit keluarga
Terdapat penyakit penyerta kehamilan misalnya DM, TB, Paru, Tumor
Kandungan, Kista, Hipertensi
1. Pola sehari-hari
a. Pola nutrisi : reflek sucking lemah, volume lambung kurang, daya absorbsi
kurang/lemah sehingga kebutuhan nutrisi terganggu
b. Pola istirahat : terganggu karena hipotermia
c. Pola personal hygiene : tahap awal tidak dimandikan
d. Pola aktivitas : gerakan kaki dan tangan lemas
e. Pola eliminasi : BAB yang pertama kali keluar yaitu mekonium, produksi urin
rendah
f. Toleransi stress dan koping : akan menangis saat merasa lapar, tidak nyaman,
dan saat kotor
2. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan umum
Kesadaran : composmentis
Nadi : 180 x/menit pada menit pertama lalu turun hingga 120-140 x/menit
RR : 80 x/menit pada menit pertama lalu turun hingga 40 x/menit
Suhu : kurang dari 36,5o C
b. Pemeriksaan fisik
a) Sistem sirkulasi : frekuensi dan irama jantung rata-rata 120-160 x/menit,
bunyi jantung (murmur), warna kulit bayi pucat atau sianosis, CRT >3
detik
b) Sistem pernapasan : bentuk dada barel (cembung), cuping hidung,
penggunaan otot aksesoris, interkostal: frekuensi dan keteraturan
pernapasan rata-rata antara 40-60 x/menit, bunyi napas stridor, wheezing,
atau ronkhi
c) Sistem gastrointestinal : distensi abdomen (lingkar perut tambah, kulit
mengkilat), muntah, refleks menelan dan menghisap lemah, BAB (jumlah,
warna, karakteristik, konsistensi, dan bau)
d) Sistem genitalia : abnormalitas genitalia, hipospadia, urin (jumlah, warna,
berat jenis, PH)
e) Sistem neurologis dan muskuloskeletal : gerakan bayi, menghisap,
menggenggam, refleks moro, plantar, posisi bayi, lingkar kepala <33 cm,
respon pupil, tulang kartilago, telinga belum tumbuh sempurna
f) Sistem termogulasi : suhu kulit dan aksila, suhu lingkungan
g) Sistem kulit : keadaan kulit, tekstur dan turgor kulit kering, halus,
terkelupas
h) Pemeriksaan fisik : Berat badan <2500 g, panjang badan <46 cm, lingkar
dada <30 cm, lingkar lengan atas, lingkar perut, keadaan rambut tipis dan
halus, lanugo pada punggung dan wajah, nilai Apgar pada menit 1 dan ke
5, dan kulit keriput
d. Msd ms md
e. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis atas respon pasien,
keluarga, atau komunitas terhadap kesehatan dan proses kehidupan aktual atau
potensial. Diagnosa keperawatan merupakan dasar atas pemilihan intervensi
keperawatan untuk mencapai hasil yang mana perawat bertanggung jawab dan
bertanggung gugat.
1. Pola napas tidak efektif b.d. depresi pusat pernafasan, hambatan upaya
napas, penurunan energy d.d. dispnea, penggunaan otot bantu pernafasan
2. Defisit nutrisi b.d. ketidakmampuan menelan makanan d.d. berat badan
menurun minimal 10% dibawah rnetang ideal, membran mukosa pucat
3. Hipotermia b.d. kekurangan lemak subkutan, terpapar suhu lingkungan
rendah, malnutrisi, tidak beraktivitas d.d. kulit teraba dingin, suhu tubuh
dibawah normal
4. Resiko infeksi b.d. malnutrisi, ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder:
penurunan hemoglobin
f. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


No
1. Pola napas tidak efektif b.d. depresi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen jalan napas (1.14509)
pusat pernafasan, hambatan upaya 3 x 24 jam, diharapkan ola napas tidak Observasi
napas, penurunan energy d.d. dispnea, efektif dapat teratasi dengan kriteria 1. Monitor pola napas
penggunaan otot bantu pernafasan hasil; 2. Monitor sputum
(D.0005) Pola napas (L.01004) Terapeutik
1. Dispnea dipertahankan pada skala 2 1. Pertahankan kepatenan jalan napas
(cukup meningkat) ditingkatkan ke dengan head-tilt dan chin-lift
skala 5 (menurun). 2. Posisikan semi fowler atau fowler
2. Penggunaan otot bantu napas 3. Lakukan penghisapan lendir kurang
dipertahankan pada skala 2 (cukup dari 15 detik
meningkat) ditingkatkan ke skala 5 kolaborasi
(menurun). 7. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
3. Dispnea dipertahankan pada skala 2 ekspektoran, mukolitik jika perlu
(cukup meningkat) ditingkatkan ke
skala 5 (menurun).
2. Defisit nutrisi b.d. ketidakmampuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nutrisi (1.03119)
menelan makanan d.d. berat badan 3 x 24 jam, diharapkan defisit nutrisi Observasi
menurun minimal 10% dibawah dapat teratasi dengan kriteria hasil; 1. Identifikasi status nutrisi
rnetang ideal, membran mukosa pucat Status nutrisi bayi (L.03031) 2. Identifikasi laergi dan intoleran
(D.0019) 1. Berat badan dipertahankan pada makanan
skala 2 (cukup menurun) 3. Identifikasi kebutuhan kalori dan
ditingkatkan ke skala 5 (eningkat). jenis nutrien
2. Membran mukosa 4. Monitor berat badan
kuningdipertahankan pada skala 2 5. Monitor hasil pemeriksaa
(cukup meningkat) ditingkatkan ke laboratorium
skala 5 (menurun). Terapeutik
3. Pucat dipertahankan pada skala 2 1. Berikan makanantinggi kalori dan
(cukup meningkat) ditingkatkan ke tinggi protein
skala 5 (menurun). 2. Hentikan pemberian makan melalui
selang nasogatrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan
3. Hipotermia b.d. kekurangan lemak Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen hipotermia (1.14507)
subkutan, terpapar suhu lingkungan 3 x 24 jam, diharapkan hipotermia dapat Observasi
rendah, malnutrisi, tidak beraktivitas teratasi dengan kriteria hasil; 1. Monitor suhu tubuh
d.d. kulit teraba dingin, suhu tubuh Termoregulasi neonatus (L.14135) 2. Identifikasi penyebab hipotermia
dibawah normal (D.0131) 1. Suhu tubuh dipertahankan pada 3. Monitor tanda gejala akibat
skala 2 (cukup meningkat) hipotermia
ditingkatkan ke skala 5 (menurun) Terapeutik
2. Suhu kulit dipertahankan pada skala 1. Sediakan lingkungan yang hangat
2 (cukup meningkat) ditingkatkan 2. Ganti pakaian atau linen yang basah
ke skala 5 (menurun) 3. Lakukan penghangatan pasif
3. Frekuensi nadi dipertahankan pada 4. Lakukan penghangatan aktif
skala 2 (cukup meningkat) eksternal
ditingkatkan ke skala 5 (menurun)

4. Resiko infeksi b.d. malnutrisi, Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegagan infeksi (1.14539)
ketidakadekuatan pertahanan tubuh 3 x 24 jam, diharapkan resiko infeksi Observasi
sekunder: penurunan hemoglobin dapat dicegah dengan kriteria hasil; 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
(D.0142) Status nutrisi (L.03030) lokal dan sistemik
1. Porsi makanan yang dihabiskan Terapeutik
dipertahankan pada skala 2 (cukup 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah
menurun) ditingkatkan ke skala 5 kontak dengan pasien dan
(meningkat) lingkungan pasien
Kontrol resiko (L.14128) 2. Pertahankan teknik aseptik pada
1. Pemantauan perubahan status pasien berisiko tinggi
kesehatan dipertahankan pada skala 1.
2 (cukup menurun) ditingkatkan ke
skala 5 (meningkat)
DAFTAR PUSTAKA
Astutik, R.Y & Ertiana,D. 2018. Anemia Dalam Kehamilan. Jember. CV Pustaka Abadi
Depkes RI.2014. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
Hanum S, Hasanah O, Elita V. 2014. Gambaran morbiditas bayi dengan berat badan lahir
rendah (BBLR) di ruang Perinatologi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.JOM
PSIK:1 (2) https://www.neliti.com/id/publications/189313/gambaran-morbiditas-
bayi-dengan-berat-badan-lahir-rendah-bblr-di-ruang-perinatol [diakses tanggal 09
September 2019 Pukul 14.04 WIB]
Kemenkes RI.2014. Profil Kesehatan Indonesia 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia
Kosim, Yunanto A, Dewi R.2012.Buku ajar neonatologi edisi 1.Jakarta:IDAI
Latifah.,Lulu, Sefita Aryuti Nirmala, Sri Astuti.2017.Hubungan Antara BBLR dengan
Kejadian Ikterus di Rumah Sakit Umum Daerah Soreang Periode Januari-
Desember Tahun 2015.Midwife Journal:3(2) http://jurnal.ibijabar.org/hubungan-
antara-bayi-berat-lahir-rendah-dengan-kejadian-ikterus-di-rumah-sakit-umum-
daerah-soreang-periode-januari-desember-tahun-2015/ [diakses tanggal 12
September 2019 Pukul 19.04 WIB]
Mahayana., Sagung Adi Sresti, Eva Chundrayetti, Yulistini.2015.Faktor Resiko yang
Berpengaruh terhadap Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di RSUP Dr.M.Djamil
Padang.Jurnal Kesehatan Andalas:4(3)
Proverawati, A dan Ismawati, C. 2010. Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta: Nuha
Medika
Pudjiadi Antonius, H., Hegar Badriul, dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta: IDAI
Putra, S.R(2012). Asuhan Neonatus Bayi dan Balita Untuk Keperawatan dan Kebidanan.
Yogyakarta: D-Medika.
Septikasari,M. 2018. Status Gizi dan Faktor Yang Mempengaruhi. Yogyakarta. UNY
Press
Tyas, S. C., & Notobroto, H. B. (2014). Analisis hubungan kunjungan neonatal, asfiksia
dan BBLR dengan kematian neonatal, Surabaya. Jurnal Biometrika dan
Kependudukan: 3(2)

Anda mungkin juga menyukai