Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN BAYI BARU LAHIR RENDAH (BBLR)

PRAKTIK PENDIDIKAN PROFESI NERS STASE KEPERAWATAN


ANAK SEMESTER GANJIL 2022-2023

NAMA : NISRINA ANDHANI PUTRI


NPM : 224291517010

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS NASIONAL
2022/2023
A. KONSEP DASAR

1. Definisi

Bayi berat badan lahir rendah ialah bayi baru lahir yang berat badannya
saat lahir kurang dari 2500 gram (WHO, 1961). Berat badan lahir rendah adalah
bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir. (Huda dan
Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).
Menurut Ribek dkk. (2011), berat badan lahir rendah yaitu bayi yang
lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa memperhatikan usia
gestasi (dihitung satu jam setelah melahirkan).
Bayi berat badan lahir rendah adalah bayi dengan berat badan kurang dari
2500 gram pada waktu lahir. (Amru Sofian, 2012). Dikutip dalam buku
Nanda, (2013).
Keadaan BBLR ini dapat disebabkan oleh :
a. Masa kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat yang sesuai (masa
kehamilan dihitung mulai hari pertama haid terakhir dari haid yang
teratur).
b. Bayi small gestational age (SGA); bayi yang beratnya kurang dari
berat semestinya menurut masa kehamilannya (kecil untuk masa
kehamilan
=KMK).
c. Masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan SGA.

2. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala beratb badan lahir rendah menurut Marmi K (2015) yaitu :
a. Berat badan kurang atau sama dengan 2500 gram
b. Panjang kurang dari 45 cm, lingkar dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala
kurang dari 33 cm, kepala lebih besar
c. Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang
d. Kepala tidak mampu tegak, pernapasan 40-50x/mnt, pernapasan tidak teratur,
nadi 100-140 x/mnt
3. Etiologi
a) Faktor ibu : Riwayat kelahiran prematur sebelumnya, perdarahan
antepartum, malnutrisi, kelainan uterus, hidramnion, penyakit
jantung/penyakit kronik lainnya, hipertensi, umur ibu kurang dari 20 tahun
dan lebih dari 35 tahun, jarak dua kehamilan yang terlalu dekat, infeksi
trauma , dan lain-lain.
b) Faktor janin : Cacat bawaan, kehamilan ganda, hidramnion, ketuban pecah
dini. c) Faktor lingkungan : Kebiasaaan merokok, mionum alkohol, dan status
ekonomi
sosial.

4. Patofisiologi
Tingginya morbiditas dan mortalitas bayi berat lahir rendah masih menjadi
masalah utama. Gizi ibu yang jelek sebelum terjadinya kehamilan maupun pada
waktu sedang hamil, lebih sering menghasilkan bayi BBLR. Kurang gizi yang
kronis pada masa anak-anak dengan/tanpa sakit yang berulang akan
menyebabkan bentuk tubuh yang "Stunting/Kuntet" pada masa dewasa, kondisi
ini sering melahirkan bayi BBLR.
Faktor-faktor lain selama kehamilan, misalnya sakit berat, komplikasi
kehamilan, kurang gizi, keadaan stres pada hamil dapat mempengaruhi
pertumbuhan janin melalui efek buruk yang menimpa ibunya, atau
mempengaruhi pertumbuhan plasenta dan transpor zat-zat gizi ke janin sehingga
menyebabkan bayi BBLR.
Bayi BBLR akan memiliki alat tubuh yang belum berfungsi dengan baik.
Oleh sebab itu ia akan mengalami kesulitan untuk hidup di luar uterus ibunya.
Makin pendek masa kehamilannya makin kurang sempurna pertumbuhan alat-
alat dalam tubuhnya, dengan akibat makin mudahnya terjadi komplikasi dan
makin tinggi angka kematiannya. Berkaitan dengan kurang sempurnanya alat-
alat dalam tubuhnya, baik anatomik maupun fisiologik maka mudah timbul
masalah misalnya:
a) Suhu tubuh yang tidak stabil karena kesulitan mempertahankan suhu tubuh
yang disebabkan oleh penguapan yang bertambah akibat dari kurangnya
jaringan lemak di bawah kulit, permukaan tubuh yang relatif lebih luas
dibandingkan BB, otot yang tidak aktif, produksi panas yang berkurang
b) Gangguan pernapasan yang sering menimbulkan penyakit berat pada BBLR,
hal ini disebabkan oleh pertumbuhan dan pengembangan paru yang belum
sempurna, otot pernapasan yang masih lemah
c) Gangguan alat pencernaan dan problem nutrisi, distensi abdomen akibat dari
motilitas usus kurang, volume lambung kurang, sehingga waktu pengosongan
lambung bertambah
d) Ginjal yang immatur baik secara anatomis mapun fisiologis, produksi urine
berkurang
e) Gangguan immunologik : daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena
rendahnya kadar IgG gamma globulin. Bayi prematur relatif belum sanggup
membentuk antibodi dan daya fagositas serta reaksi terhadap peradangan masih
belum baik.
f) Perdarahan intraventrikuler, hal ini disebabkan oleh karena bayi prematur
sering menderita apnea, hipoksia dan sindrom pernapasan, akibatnya bayi
menjadi hipoksia, hipertensi dan hiperkapnea, di mana keadaan ini
menyebabkan aliran darah ke otak bertambah dan keadaan ini disebabkan oleh
karena tidak adanya otoregulasi serebral pada bayi prematur sehingga mudah
terjadi perdarahan dari pembuluh kapiler yang rapuh.

5. Penatalaksanaan
Dengan memperhatikan gambaran klinik diatas dan berbagai kemungkinan
yang dapat terjadi pada bayi BBLR, maka perawatan dan pengawasan bayi BBLR
ditujukan pada pengaturan panas badan , pemberian makanan bayi, dan
menghindari infeksi.
1) Pengaturan Suhu Tubuh Bayi BBLR

Bayi BBLR mudah dan cepat sekali menderita Hypotermia bila berada di
lingkungan yang dingin. Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh
bayi yang relatif lebih luas bila dibandingkan dengan berat badan, kurangnya
jaringan lemak dibawah kulit dan kekurangan lemak coklat ( brown fat).
Untuk mencegah hipotermi, perlu diusahakan lingkungan yang cukup
hangat untuk bayi dan dalam keadaan istirahat komsumsi oksigen paling
sedikit, sehingga suhu tubuh bayi tetap normal. Bila bayi dirawat dalam
inkubator, maka suhunya untuk bayi dengan berat badan kurang dari 2000 gr
adalah 35 °C dan untuk bayi dengan BB 2000 gr sampai 2500 gr 34 °C , agar ia
dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar 37 °C. Kelembaban inkubator
berkisar antara 50-60 persen . Kelembaban yang lebih tinggi di perlukan pada
bayi dengan sindroma gangguan pernapasan. Suhu inkubator dapat di turunkan
1 °C per minggu untuk bayi dengan berat badan 2000 gr dan secara berangsur
angsur ia dapat diletakkan di dalam tempat tidur bayi dengan suhu lingkungan
27 °C-29°C.
2) Pencegahan Infeksi
Infeksi adalah masuknya bibit penyakit atau kuman kedalam tubuh,
khususnya mikroba. Bayi BBLR sangat mudah mendapat infeksi. Infeksi
terutama disebabkan oleh infeksi nosokomial. Kerentanan terhadap infeksi
disebabkan oleh kadar imunoglobulin serum pada bayi BBLR masih rendah,
aktifitas baktersidal neotrofil, efek sitotoksik limfosit juga masih rendah dan
fungsi imun belum berpengalaman.
Infeksi lokal bayi cepat menjalar menjadi infeksi umum. Tetapi diagnosis
dini dapt ditegakkan jika cukup waspada terhadap perubahan (kelainan) tingkah
laku bayi sering merupakan tanda infeksi umum. Perubahan tersebut antara lain
: malas menetek, gelisah, letargi, suhu tubuh meningkat, frekwensi pernafasan
meningkat, muntah, diare, berat badan mendadak turun.
3) Pengaturan Intake
Pengaturan intake adalah menetukan pilihan susu, cara pemberian dan
jadwal pemberian yang sesuai dengan kebutuhan bayi BBLR. ASI (Air Susu
Ibu) merupakan pilihan pertama jioka bayi mampu mengisap. ASI juga dapat
dikeluarkan dan diberikan pada bayi jika bayi tidak cukup mengisap. Jika ASI
tidak ada atau tidak mencukupi khususnya pada bayi BBLR dapat digunakan
susu formula yang komposisinya mirip mirip ASI atau susu formula khusus
bayi BBLR.
Cara pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti tindakan pencegahan
khusus untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan masuknya udara dalam usus.
Pada bayi dalam inkubator dengan kontak yang minimal, tempat tidur atau
kasur inkubator harus diangkat dan bayi dibalik pada sisi kanannya. Sedangkan
pada bayi lebih besar dapat diberi makan dalam posisi dipangku. Pada bayi
BBLR yang lebih kecil, kurang giat mengisap dan sianosis ketika minum
melalui botol atau menetek pada ibunya, makanan diberikan melalui NGT.
Jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan kebutuhan dan berat
badan bayi BBLR. Pemberian makanan interval tiap jam dilakukan pada bayi
dengan Berat Badan lebih rendah.
4) Pernapasan
Jalan napas merupakan jalan udara melalui hidung, pharing, trachea,
bronchiolus, bronchiolus respiratorius, dan duktus alveeolaris ke alveoli.
Terhambatnya jalan nafas akan menimbulkan asfiksia, hipoksia dan akhirnya
kematian. Selain itu bayi BBLR tidak dapat beradaptasi dengan asfiksia yang
terjadi selama proses kelahiran sehingga dapat lahir dengan asfiska perinatal.
Bayi BBLR juga berisiko mengalami serangan apneu dan defisiensi
surfakatan, sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang
sebelumnya di peroleh dari plasenta. Dalam kondisi seperti ini diperlukan
pembersihan jalan nafas segera setelah lahir (aspirasi lendir), dibaringkan pada
posisi miring, merangsang pernapasan dengan menepuk atau menjentik tumit.
Bila tindakan ini gagal , dilakukan ventilasi, intubasi endotrakheal, pijatan
jantung dan pemberian natrium bikarbonat dan pemberian oksigen dan selama
pemberian intake dicegah terjadinya aspirasi. Dengan tindakan ini dapat
mencegah sekaligus mengatasi asfiksia sehingga memperkecil kematian bayi
BBLR.

6. Komplikasi
a. Kerusakan bernafas : fungsi organ belum sempurna.
b. Pneumonia, aspirasi : refleks menelan dan batuk belum sempurna .
c. Perdarahan intraventrikuler : perdarahan spontan di ventrikel otak lateral
disebabkan anoksia menyebabkan hipoksia otak yang dapat menimbulkan
terjadinya kegagalan peredaran darah sistemik.
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata (Maryunani, 2013)
1) Identitas bayi : nama, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, lingkar kepala,
lingkar dada.
2) Identitas orang tua : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat.
b. Keluhan utama : bearat badan < 2500 gr, tinggi badan < 45 cm, lingkar dada < 30
cm, lingkar kepala < 33 cm, hipotermia.
c. Riwayat penyakit sekarang

d. Riwayat penyakit keluarga Riwayat penyakit dahulu


1) Masalah yang berkaitan dengan ibu (Pantiawati, 2010)
Penyakit yang berkaitan dengan ibu seperti hipertensi, toksemia, plasenta
previa, absorpsio plasenta, inkompeten servikal, kehamilan kembar, malnutrisi dan
diabetes millitus. Status sosial ekonomi yang rendah, dan tiadanya perawatan
sebelum kelahiran/ prenatal care. Riwayat kelahiran prematur atau absorpsi,
penggunaan obat- obatan, alkohol, rokok dan kafein. Riwayat ibu : umur di bawah
16 tahun atau di atas 35 tahun dan latar belakang pendidikan rendah, kehamilan
kembar, status sosial ekonomi yang rendah, tidak adanya perawatan sebelum
kelahiran, dan rendahnya gizi, konsultasi yang pernah dilakukan, kelahiran
prematur sebelumnya dan jarak kehamilan yang berdekatan, infeksi seperti TORCH
atau penyakit hubungan seksual lain, keadaan seperti toksemia, abrupsio plasenta,
plasenta previa, dan prolapsus tali pusat, konsumsi kafein, rokok, alkohol, dan obat-
obatan, golongan darah, faktor Rh.
2) Bayi pada saat kelahiran (Pantiawati, 2010)
Umur kehamilan biasanya antara 24 sampai 37 minggu, rendahnya berat
badan pada saat kelahiran, SGA, atau terlalu besar di bandingkan umur kehamilan,
berat biasanya kurang dari 2500 gram, kurus , lapisan lemak subkutan sedikit atau
tidak ada, kepala relative lebih besar dibandingkan badan, 3 cm lebih besar
dibanding lebar dada, kelainan fisik yang mungkin terlihat, nilai APGAR pada 1
sampai 5 menit, 0 sampai 3 menunjukkan kegawatan yang parah, 4 sampai 6
kegawatan sedang, dan 7 sampai 10 normal.
e. Keadaan umum: Pada neonatus dengan BBLR, keadaannya lemah dan hanya
merintih. Keadaan akan membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan
menangis keras. Kesadaran neonatus dapat dilihat dari responnya terhadap
rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai dengan usianya tidak ada
pembesaran lingkar kepala dapat menunjukkan kondisi neonatus yang baik.
f. Tanda-tanda Vital: Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila
penanganan asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya
hipothermi bila suhu tubuh < 36 °C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh
< 37 °C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5°C - 37,5°C, nadi normal antara
120-140 kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi
post asfiksia berat pernafasan belum teratur (Potter Patricia A, 1996 : 87).
g. Kulit: Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi
preterm terdapat lanugo dan verniks.

i. Kepala: Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-


ubun besar cekung atau cembung kemungkinan adanya peningkatan tekanan
intrakranial.
j. Mata: Warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding conjunctiva,
warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksterhadap cahaya.
k. Hidung: Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
l. Mulut: Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
m. Telinga: Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan
n. Leher: Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek
o. Thorax: Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan
ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.
p. Abdomen: Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 - 2 cm dibawah arcus
costaae pada garis papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya
asites atau tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1
sampai 2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract
belum sempurna.
q. Umbilikus: Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda -
tanda infeksi pada tali pusat.
r. Genitalia: Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara
uretra pada neonatus laki - laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia
minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.
s. Anus: Perhatiakan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna
dari faeses.
t. Ekstremitas: Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang
atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
u. Refleks: Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah.

Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf pusat
atau adanya patah tulang (Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter Patricia A
1996 : 109-356).
Tanda Fisiologis
a. Gerakan bayi pasif dan tangis hanya merintih,walaupun lapar bayi tidak
menangis, bayi lebih banyak tidur dan lebih malas.

b. Suhu tubuh mudah untuk menjadi hipotermi,penyebabnya adalah : pusat


pengatur panas belum berfungsi dengan sempurna, kurangnya lemak pada
jaringan subcutan akibatnya mempercepat terjadinya perubahan suhu dan
kurangnya mobilisasi sehingga produksi panas berkurang.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Termoregulasi tidak efektif
b. Hipotermia
c. Risiko Infeksi
d. Hipovolemi
e. Defisit Nutrisi
3. Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
No Diagnosa Intervensi
Hasil
1 Termoregulasi Setelah dilakukan Regulasi temperatur
tidak efektif tindakan selama 3 x Observasi
24 jam diharapkan - Monitor suhu tubuh
termoregulasi anak tiap 2 jam
membaik dengan - Monitor tekanan
kriteria hasil : darah, frekuensi, dan
a. Kejang menurun nadi
b. Suhu kulit - Monitor warna dan
membaik suhu kulit
c. Pucat menurun - Monitor dan catat
d. Takikardi tanda dan gejala
menurun hipertemia
e. Kadar glukosa Terapeutik
darah membaik - Pasang alat pemantau
suhu kontinu jika
perlu
- Sesuaikan suhu
lingkungan dengan
kebutuhan pasien
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
antipiretik
2 Hipotermia Setelah dilakukan Manajemen
tindakan selama 3 x hipotermia
24 jam diharapkan Observasi
termoregulasi - Monitor suhu tubuh
membaik dengan - Identifikasi penyebab
kriteria hasil : hipotermia (mis :
a. Menggigil menurun terpapar suhu
b. Kulit merah menurun lingkungan rendah,
c. Kejang menurun pakaian tipis,
d. Akrosianosis menurun kekurangan lemak
e. Pucat menurun subkutan)
f. Dasar kuku sianolik - Monitor tanda dan
menurun gejala akibat
g. Hipoksia menurun hipotermia ( mis :
h. Suhu tubuh membaik hipotermia ringan,
i. Suhu kulit membaik takipnea, menggigil,
hipertensi)
Terapeutik
- Sediakan lingkungan
yang hangat (mis:atur
suhu ruangan,
inkobator)
- Ganti pakaian
dan/linen yang basah)
- Lakukan
pengahangatan pasif
(mis : kompres
hangat, botolhangat,
selimut hangat,
perawatan model
kangguru)
Edukasi
- Anjurkan
makan/minum hangat
3 Risiko Infeksi Setelah dilakukan Pencegahan infeksi
tindakan selama 3 x
Observasi
24 jam diharapkan
risiko infeksi - Monitor tanda dan
menurun dengan gejala infeksi local
kriteria hasil : dan sitemik

a. Kebersihan tangan Terapeutik


meningkat
b. Kebersihan badan - Batasi jumlah

meningkat pengunjung

c. Nafsu makan - Berikan perawatan

meningkat kulit pada daerah

d. Demam menurun edema

e. Kemerahan menurun - Cuci tangan sebelum

f. Nyeri menurun dan sesudah kontak

g. Bengkak menurun dengan pasien dan

h. Cairan berbau busuk lingkungan pasien

menurun - Pertahankan kondisi

i. Periode mengigil aseptik pada pasien

menurun beresiko tinggi

Edukasi

- Jelaskan tanda dan


gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
- Ajarkan etika batuk
- Ajarkan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
- Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
- Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu

4 Hipovolemia Setelah dilakukan Manajemen


tindakan selama 3 x hipovolemia
24 jam diharapkan
Observasi
hipovolemia
membaik dengan - Periksa tanda dan
kriteria hasil : gejala hipovolemia
(mis : nadi
a. Kekuatan nadi
meningkat,nadi teraba
meningkat
lemah, tekanan darah
b. Turgor kulit meningkat
menurun, turgor kulit
c. Output urine
menurun, haus,
meningkat
lemah)
d. Frekuensi nadi
- Monitor intake dan
membaik
output cairan
e. Tekanan darah
membaik Terapeutik
f. membran mukosa
membaik - Hitung kebutuhan
cairan
- Berikan posisi
modified
trendelenburg
- Batasi asupan cairan
oral

Edukasi

- Anjurkan
memperbanyak
asupan cairan oral
- Anjurkan
menghindari
perubahan posisi
mendadak

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis
(mis : Nacl, RL)
- Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis
(mis: Glukosa 2,5%,
Nacl 0,4%)
- Kolaborasi pemberian
cairan koloid (mis :
albumin, plasmanate)

5 Defisit Nutrisi Setelah dilakukan Manajemen nutrisi


tindakan selama 3 x
Observasi
24 jam diharapkan
defisit nutrisi - Identifikasi status
membaik dengan nutrisi
kriteria hasil : - Identifikasi alergi
makanan
a. Berat badan membaik
- Identifikasi kebutuhan
b. Nafsu makan membaik
kalori yang
c. Frekuensi makan
dibutuhkan pasien
membaik
- Monitor berat badan
d. Membran mukosa
- Monitor asupan
membaik
makanan
- Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium

Terapeutik

- Lakukan oral hygene


sebelum makan
- Fasilitasi menentukan
pedoman diet
- Sajikan makanan
secara menarik
- Berikan makanan
tinggi kalori

Edukasi

- Anjurkan diet yang


diprogramkan

Kolaborasi

- Kolaborasi dengan
ahli gizi
DAFTAR PUSTAKA

Kathleen. 1994. Pediatric Care Planning, Springhouse: USA

Latief, Abdul. Dkk, 1991, Kuliah Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Bagian Ilmu Kesehatan
Anak: Jakarta

Whalley, F. Lucille; Wong, Donna L, 1991, Nursing Care Of Infant, Mosby Company:
Philadelphia

Wong, Donna L, 1997, Pediatric Nursing, Mosby Company: St Louis, Missouri Arvin,
BMK., Egman. 1996. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC.

Bobak, Irene M, dkk. 2005. Keperawatan Maternitas. Edisi Keempat. Jakarta.EGC

Ilyas, Jumarni, dkk. 1994. Asuhan Keperawatan Perinatal. Jakarta. EGC MacDonald. 2002.
Obstetri Wilms. Jakarta. EGC

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jilid I. Edisi Kedua. Jakarta. EGC Prawirohardjo,
Sarwono. 1999. Ilmu

Kebidanan, Edisi Kedua. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2016. Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2018. Standar Luaran Keperawatan


Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2018. Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai