TINJAUAN PUSTAKA
2.2.2 Etiologi
a. Faktor Ibu
1. Penyakit misalnya: malaria, anemia, sifilis, dan infeksi TORCH
2. Komplikasi pada kehamilan misalnya: perdarahan antepartum, pre-eklampsi
berat, eklamsia, dan kelahiran preterm
3. Usia ibu dan paritas: BBLR banyak terjadi pada ibu hamil yang berusia di
bawah 20 tahun dan pada ibu multigravida, yang jarak antar kelahirannya
terlalu dekat
4. Faktor kebiasaan ibu misalnya: ibu merokok, minum minuman beralkohol
dan menggunakan narkoba
b. Faktor janin
Yaitu prematur,hidramnion, kehamilan kembar, dan kelainan kromosom.
c. Faktor Lingkungan
Misalnya daerah tempat tinggal di daratan tinggi, radiasi, sosial ekonomi
rendah dan paparan zat racun
(Saputra, 2014)
2.2.4 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada bayi dengan berat badan lahir rendah,
terutama berhubungan dengan 4 proses adaptasi pada bayi baru lahir diantaranya:
1. Sistem Pernafasan: Sindrom aspirasi mekonium, asfiksia neonatorum, sindrom
distres respirasi, penyakit membran hialin
2. Sistem Kardiovaskuler: patent ductus arteriosus
3. Termoregulasi: Hipotermia
4. Hipoglikemia simtomatik
Komplikasi yang terjadi pada bayi prematur yaitu :
a. Sindrom gangguan pernapasan idiopatik disebut juga penyakit membran hialin
karena pada stadium terakhir akan terbentuk membran hialin yang melapisi
alveoulus paru.
b. Pneumonia Aspirasi
Disebabkan karena infeksi menelan dan batuk belum sempurna, sering
ditemukan pada bayi prematur.
c. Perdarahan intra ventikuler
Perdarahan spontan diventikel otot lateral biasanya disebabkan oleh karena
anoksia otot. Biasanya terjadi kesamaan dengan pembentukan membran hialin
pada paru. Kelainan ini biasanya ditemukan pada atopsi.
d. Hyperbilirubinemia
Bayi prematur lebih sering mengalami hyperbilirubinemia dibandingkan
dengan bayi cukup bulan. Hal ini disebabkan faktor kematangan hepar
sehingga konjungtiva bilirubium indirek menjadi bilirubium direk belum
sempurna.
e. Masalah suhu tubuh
Masalah ini karena pusat pengeluaran nafas badan masih belum sempurna.
Luas badan bayi relatif besar sehingga penguapan bertambah. Otot bayi masih
lemah, lemak kulit kurang, sehingga cepat kehilangan panas badan.
Kemampuan metabolisme panas rendah, sehingga bayi BBLR perlu
diperhatikan agar tidak terlalu banyak kehilangan panas badan dan dapat
dipertahankan sekitar (36,5 37,50 C)
Komplikasi yang terjadi pada bayi dismatur pada umumnya maturitas
fisiologik bayi ini sesuai dengan masa gestasinya dan sedikit dipengaruhi oleh
gangguan-gangguan pertumbuhan di dalam uterus. Dengan kata lain, alat-alat
dalam tubuhnya sudah berkembang lebih baik bila dibandingkan dengan bayi
dismatur dengan berat yang sama. Dengan demikian bayi yang tidak dismatur
lebih mudah hidup di luar kandungan. Walaupun demikian harus waspada akan
terjadinya beberapa komplikasi yang harus ditangani dengan baik.
a. Aspirasi mekonium yang sering diikuti pneumotaritas Ini disebabkan stress
yang sering dialami bayi pada persalinan.
b. Usher (1970) melaporkan bahwa 50% bayi KMK mempunyai hemoglobin
yang tinggi yang mungkin disebabkan oleh hipoksia kronik di dalam uterus.
c. Hipoglikemia terutama bila pemberian minum terlambat agaknya
hipoglikemia ini disebabkan oleh berkurangnya cadangan glikogen hati dan
meningginya metabolisme bayi.
d. Keadaan lain yang mungkin terjadi ; asfiksia, perdarahan paru yang pasif,
hipotermia, cacat bawaan akibat kelainan kromosom (sindrom down's, turner
dan lain-lain) cacat bawaan oleh karena infeksi intrauterine dan sebagainya.
Komplikasi pada BBLR jika bayi dismatur adalah, sebagai berikut :
a. Suhu tubuh yang tidak stabil.
b. Gangguan pernafasan yang sering menimbulkan penyakit berat pada BBLR.
c. Gangguan alat pencernaan dan nutrisi.
d. Ginjal yang immatur baik secara otomatis maupun fungsinya.
e. Perdarahan mudah terjadi karena pembuluh darah yang rapuh.
f. Gangguan immunologi.
(Surasmi, 2003).
2.2.5 Penatalaksanaan
Menurut Khosim (2008) penatalaksanaan bayi dengan BBLR dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1) Medikamentosa
Pemberian Vitamin K1:
a. Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau
b. Per oral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur
3-10 hari, dan umur 406 minggu)
2) Diatetik
Pemberian nutrisi yang adekuat
a. Apabila daya isap belum baik, bayi dicoba untuk menetek sedikit demi
sedikit
b. Apabila bayi belum bisa meneteki pemberian ASI diberikan melalui sendok
atau pipet
c. Apabila bayi belum ada reflek menghisap dan menelan harus dipasang siang
penduga/ sonde fooding
Bayi premature atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena refleks
menghisapnya masih lemah. Untuk bayi demikian sebaiknya ASI dikeluarkan
dengan pompa atau diperas dan diberikan pada bayi dengan pipa lambung atau
pipet. Dengan memegang kepala dan menahan bawah dagu, bayi dapat dilatih
untuk menghisap sementara ASI yang telah dikeluarkan yang diberikan dengan
pipet atau selang kecil yang diberikan dengan pipet atau selang kecil yang
menempel pada putting. ASI merupakan pilihan utama:
a. Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup
dengan cara apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan
bayi menghisap paling kurang sehari sekali.
b. Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20g/hari
selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.
Pemberian minum bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut berat badan
lahir dan keadaan bayi adalah sebagai berikut:
1. Berat lahir 1750-2500 gram
a. Bayi sehat
Biarkan bayi menyusu pada ibu semau bayi. Ingat bahwa bayi kecil
lebih mudah merasa letih dan malas minum, anjurkan bayi menyusu
lebih sering (contoh; setiap 2 jam) bila perlu
Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan untuk menilai
efektifitas menyusui. Apabila bayi kurang dapat menghisap tambahkan
ASI peras dengan menggunakan salah satu alternative cara pemberian
minum.
b. Bayi sakit
Apabila bayi dapat minum per oral dan tidak memerlukan cairan IV,
berikan minum seperti pada bayi sehat
Apabila bayi memerlukan cairan intravena:
- Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama
- Mulai berikan minum per oral pada hari ke-2 segera setelah bayi
stabil. Anjurkan pemberian ASI apabila ibu ada dan bayi
menunjukkan tanda-tanda siap untuk menyusu
Apabila masalah sakitnya menghalangi proses menyusui (contoh;
gangguan nafas, kejang), berikan ASI peras melalui pipa lambung:
- Berikan cairan IV dan ASI menurut umur
- Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; 3 jam sekali). Apabila
bayi telah mendapat minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih
tampak lapar berikan tambahan ASI setiap kali minum. Biarkan bayi
menyusu apabila keadaan bayi sudah stabil dan bayi menunjukkan
keinginan untuk menyusu dan dapat menyusu tanpa terbatuk atau
tersedak.
2. Berat lahir 1500-1749 gram
a. Bayi sehat
Berikan ASI peras dengan cangkir/sendok. Bila jumlah yang
dibutuhkan tidak dapat diberikan menggunakancangkir/sendok atau
ada resiko terjadi aspirasi ke dalam paru (batuk atau tersedak), berikan
minum dengan pipa lambung. Lanjutkan dengan pemberian
menggunakan cangkir/sendok apabila bayi dapat menelan tanpa batuk
atau tersedak (ini dapat berlangsung setelah 1-2 hari namun ada
kalanya memakan waktu lebih dari 1 minggu)
Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (missal setiap 3 jam). Apabila
bayi telah mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak
lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum.
Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan
sendok/cangkir, coba untuk menyusui langsung.
b. Bayi sakit
Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama
Beri ASI peras dengan pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi
jumlah cairan IV secara perlahan.
Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; tiap 3 jam). Apabila bayi
telah mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak
lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum.
Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/sendok apabila
kondisi bayi sudah stabil dan bayi dapat menelan tanpa batuk atau
tersedak
Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan
cangkir/sendok, coba untuk menyusui langsung
3. Berat lahir 1250-1499 gram
a. Bayi sehat
Beri ASI peras melalui pipa lambung
Beri minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; setiap 3 jam). Apabila bayi
telah mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak
lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum
Lanjutkan pemberian minum mengguanakan cangkir/sendok
Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan
cangkir/sendok, coba untuk menyusui langsung
b. Bayi sakit
Beri cairan intravena hanya selama 24 jam pertama
Beri ASI peras melalui pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi
jumlah cairan intravena secara perlahan
Beri minum 8 kali dalam 24 jam (setiap 3 jam). Apabila bayi telah
mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar,
beri tambahan ASI setiap kali minum
Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/sendok
Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan
cangkir/sendok, coba untuk menyusui langsung
3) Suportif
Hal utama yang dilakukan adalah mempertahankan suhu tubuh normal:
a. Membersihkan jalan napas
b. Memotong tali pusat dan perawatan tali pusat
c. Membersihkan badan bayi dengan kapas nany oil/minyak
d. Memberikan obat mata
e. Membungkus bayi dengan kain hangat
f. Pengkajian keadaan kesehatan pada bayi dengan berat badan lahir rendah
g. Mempertahankan suhu tubuh bayi dengan cara:
h. Membungkus bayi dengan menggunakan selimut bayi yang dihangatkan
terlebih dahulu
i. Menidurkan bayi di dalam incubator buatan yaitu dapat dibuat dari
keranjang yang pinggirnya diberi penghangat dari buli-buli panas atau botol
yang diisi air pIanas. Buli-buli panas atau botol-botol ini disimpan dalam
keadaan berdiri tutupnya ada disebelah atas agar tidak tumpah dan tidak
mengakibatkan luka bakar pada bayi. Buli-buli panas atau botol inipun harus
dalam keadaan terbungkus, dapat menggunakan handuk atau kain yang
tebal. Bila air panasnya sudah dingin ganti airnya dengan air panas kembali.
j. Suhu lingkungan bayi harus dijaga
Kamar dapat masuk sinar matahari
Jendela dan pintu dalam keadaan tertutup untuk mengurangi hilangnya
panas dari tubuh baIyi melalui proses radiasi dan konveksi
k. Badan bayi harus dalam keadaan kering
l. Gunakan salah satu cara menghangatkandan mempertahankan suhu tubuh
bayi, seperti kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care, pemancar panas,
incubator atau ruangan hangat yang tersedia di tempat fasilitas kesehatan
setempat sesuai petunjuk
m. Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin
n. Ukur suhu tubuh dengan berkala
o. Yang juga harus diperhatikan untuk penatalaksanaan suportif ini adalah:
Jaga dan pantau pateInsi jalan nafas
Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit
p. Bila terjadi penyulit, harus dikoreksi dengan segera (contoh; hipotermia,
kejang, gangguan nafas, hiperbilirubinemia)
q. Berikan dukungan emosional pada ibu dan anggota keluarga lainnya
r. Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila tidak memungkinkan, biarkan
ibu berkunjung setiap saat dan siapkan kamar untuk menyusui
4) Pemantauan (Monitoring)
a. Pemantauan saat dirawat
1. Terapi
Bila diperlukan terapi untuk penyulit tetap diberikan
Preparat besi sebagai suplemen mulai diberikan pada usia 2 minggu
1. Tumbuh kembang
Pantau berat badan bayi secara periodic
Bayi akan kehilanIIIIgan berat badan selama 7-10 hari pertama
(sampai 10% untuk bayi dengan berat lahir 1500 gram dan 15% untuk
bayi dengan berat lahir <1500>
Bila bayi sudah mendapatkan ASI secara penuh (pada semua kategori
berat lahir) dan telah berusia lebih dari 7 hari:
- Tingkatkan jumlah ASI dengan 20 ml/kg/hari sampai tercapai
jumlah 180 ml/kg/hari
- Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan penigkatan berat badan bayi
agar jumlah pemberian ASI tetap 180 ml/kg/hari
- Apabila kenaikan berat badan tidak adekuat, tingkatkan jumlah
pemberian ASI hingga 200 ml/kg/hari
- Ukur berat badan setiap hari, panjang badan dan lingkar kepala
setiap minggu.
2.2.3 Penyebab
Menurut Cunningham (2009), penyebab persalinan prematur, yaitu
1. Indikasi medis dan obstetris
Preeklamsia, distres janin, kecil masa kehamilan, dan solusio plasenta
merupakan indikasi paling umum atas intervensi medis yang mengakibatkan
kelahiran kurang bulan. Penyebab lainnya yang kurang umum adalah hipertensi
kronik, plasenta previa, perdarahan tanpa sebab yang jelas, diabetes, penyakit
ginjal, isomunisasi Rh, dan malformasi kongenital.
2. Ketuban pecah dini preterm
Didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum persalinan dan sebelum
37 minggu. Ketuban pecah dini prematur dapat disebabkan oleh beragam
mekanisme patologis, termasuk status soisal ekonomi rendah, indeks massa
tubuh rendah (<19,8), kekurangan gizi, dan merokok. Perempuan dengan
riwayat ketuban pecah dini preterm sebelumnya memiliki risiko yang lebih
tinggi terjadinya rekuensi pada kehamilan berikutnya.
3. Persalinan kurang bulan spontan
Konsentrasi progesteron serum tidak menurun menjelang persalinan.
Meskipun demikian, karena antagonis progesteron, seperti RU486, memicu
kurang persalinan kurang bulan, penurunan konsentrasi progesteron lokal
mungkin berperan.
Pada kehamilan aterm, aktivasi inflamasi desidua tampaknya dimediasi
setidaknya sebagian oleh sistem parakrin desidua janin dan mungkin melalui
penurunan konsentrasi progesteron lokal. Namun, pada banyak kasus
persalinan kurang bulan dini, aktivasi desidua tampaknya muncul pada kasus
perdarahan intrauteri atau infeksi intrauteri yang samar.
4. Abortus yang mengancam
Perdarahan ringan dan berat dihubungkan dengan persalinan kurang bulan,
solusio plasenta, dan keguguran sebelulm 24 minggu pada kehamilan
berikutnya.
5. Faktor gaya hidup
Merokok, pertambahan berat badan ibu yang tidak adekuat, penggunaan
narkoba, perempuan gemuk, usia ibu yang terlalu muda atau terlalu tua,
kemiskinan, bertubuh pendek, kekurangan vitamin C, faktor pekerjaan, seperti
berdiri atau berjalan lama, kondisi kerja yang berat, dan jam kerja yang terlalu
panjang. Faktor psikologis seperti depresi, cemas, dan stres kronik.
6. Faktor genetik
Gen imunoregulator yang memperparah korioamnionitis dalam kasus
kelahiran kurang bulan.
7. Cacat lahir
8. Interval antara kehamilan dan kelahiran kurang bulan
Rentang waktu yang pendek antara kehamilan satu dan lainnya telah
diketahui selama beberapa waktu berkaitan dengan hasil perinatal yang buruk.
Pada beberapa penelitian melaporkan bahwa rentang waktu yang lebih pendek
dari 18 bulan dan lebih panjang dari 59 bulan dikaitkan dengan peningkatan
risiko kelahiran kurang bulan dan bayi kecil masa kehamilan.
9. Riwayat kelahiran kurang bulan
Risiko kelahiran kurang bulan berulang, untuk wanita yang pelahiran
pertamanya kurang bulan, meningkat tiga kali lipat dibandingkan dengan
wanita yang bayi pertamanya lahir aterm.
10. Infeksi
Infeksi intrauteri memicu persalinan kurang bulan akibat aktivasi sistem
imun bawaan.
2.2.6 Penatalaksanaan
Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat yang perlu untuk
pertumbuhan dan perkembangan diri dengan lingkungan hidup di luar uterus maka
perlu diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian makan bila perlu
pemberian oksigen, mencegah infeksi serta mencegah kekurangan vitamin dan zat
besi.
a. Pengaturan Suhu
Bayi prematur mudah dapat cepat sekali menderita hipotermia bila berada
di lingkungan yang dingin. Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan suhu
bayi yang relatif lebih luas bila dibandingkan dengan berat badan, kurangnya
aliran lemak di bawah kulit dan kekurangan lemak. Untuk mencegah hipotermi,
perlu di usahakan lingkungan yang cukup hangat dalam keadaan istirahat
konsumsi oksigen paling sedikit, sehingga suhu tubuh bayi tetap normal. Bila bayi
dirawat di dalam inkubator, maka suhunya untuk bayi dengan berat badan kurang
dari 2 kg adalah 35 C dan untuk bayi dengan berat badan 2,5 kg 34C, agar ia
dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar 37C, sebelum memasukkan bayi
dalam incubator terlebih dahulu hangatkan sampai sekitar 29,4C , unntuk bayi
dengan berat 1,7 kg dan 32,2C untuk bayi yang lebih kecil. Bayi dirawat dalam
keadaan telanjang hal ini memungkinkan pernapasan yang adekuat, bayi dapat
bergerak tanpa di batasi pakaian, observasi terhadap pernapasan lebih mudah.
Kelembapan inkubator berkisar antara 50-60 persen (Proverawati, 2010).
b. Makanan Bayi
Pada bayi prematur refleks isap, telan dan batuk belum sempurna,
kapasitas lambung masih sedikit, kebutuhan protein 3-5g/hari dan tinggi kalori
(110 kal/kg/hari), agar berat badan bertambah sebaik-baiknya. Jumlah ini lebih
tinggi dari yang diperlukan bayi cukup bulan. Pemberian minum dimulai pada
waktu bayi berumur 3 jam agar bayi tidak menderita hipoglikemia dan
hiperbilirubinemia (Maryanti, 2011).
c. Pemberian Minum
Pada bayi dengan berat di atas 1500 gram dapat dimulai dengan 3 ml/kg
setiap 2 jam dan setiap kali bayi akan di beri minum , cairan lambung harus di
keluarkan pemberian minum berikutnya dapat ditambah 1 ml20 ml setiap kali
minum. Berikutnya mungkin dapat diberi minum setiap 3 jam. Bilah cairan
lambung yang diisap lebih dari 2 ml maka jumlah susu yang akan diberikan harus
dikurangi dengan jumlah cairan yang dikeluarkan sebelumnya. Kegagalan
pemberian pengganti ASI dapat dilihat dari turunnya berat badan yang lebih dari
10 % yang disebabkan oleh pencemaran kuman pathogen atau susunan nutrisi
yang tidak sesuai dengan kebutuhan bayi. Bayi dengan dehidrasiharus diberi infus.
Beri minum dengan tetes ASI/sonde karna refleks menelan belum sempurna,
permulaan cairan diberikan sekitar 50-60 cc / kg BB / hari dan terus dinaikkan
sampai mencapai sekitar 200 cc/kg BB/hari (Wiknjosastro, 2006).
Rumus untuk satu kali pemberian minum :
BB perhari x jumlah kebutuhan dalam air =.................cc
d. Menghindari infeksi
Bayi permaturitas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh
yang masih lemah, kemampuan leokosit masih kurang, dan pembentukan antibodi
belum sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif sudah dilakukan sejak
pengawasan antenatal sehinggaa tidak terjadi persalinan prematuritas. Dengan
demikian perawatan dan pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan
terisolasi dangan baik (Maryanti, 2011)
2.3.6 Pencegahan
Setelah lahir, dapat dicegah atau derajat keparahannya dikurangi dengan
pemberian surfaktan eksogen intratrakeal segera setelah lahir di kamar bersalin
atau dalam beberapa jam setelah lahir. Surfaktan eksogen dapat diberikan
berulang selama perjalanan SGN pada pasien yang terpasang intubasi endotrakeal,
ventilasi mekanik, dan terapi okseigen (Nelson, 2011).
2.3.7 Penatalaksanaan
b. Manajemen Umum
Jaga jalan napas tetap bersih dan terbuka.
Terapi oksigen sesuai dengan kondisi:
Nasal kanul atau head box dengan kelembaban dan konsentrasi yang cukup
untuk mempertahankan tekanan oksigen arteri antara 60-70 mmHg (saturasi
oksigen 90%) dan pH harus dipertahankan 7,25.
Jika PaO2 tidak dapat dipertahankan di atas 50 mmHg (hipoksemia), dan
kebutuhan konsentrasi inspirasi mencapai 70-100%, CPAP nasal harus
ditambahkan dengan tekanan 8-10 cm H2O. Bila terjadi gagal napas (PCO2
>60 mmHg, pH <7,20 dan PaO2 <50 mmHg dengan indikasi, jet frekuensi
tinggi (150-600 napas/menit, dan osilator (900-3000 napas/menit) telah
berhasil menanani gagal napas yang disebabkan SGN berat. Penggunaan
NCPAP sedini mungkin (early NCPAP) untuk stabilisasi bayi BBLSR sejak
di ruang persalinan juga direkomendasikan untuk mencegah kolaps alveoli.
Pada pemakaian nasal prong, perlu lebih hati-hati karena pemakaian yang
terlalu ketat dapat merusak septum nasi.
Ventilator mekanik digunakan pada bayi dengan HMD berat atau
komplikasi yang menimbulkan apneu persisten. Indikasi rasional untuk
penggunaan ventilator adalah:
- Jaga kehangatan
- Pemberian infus cairan intravena dengan dosis rumatan.
- Pemberian nutrisi bertahap, diutamakan ASI.
- Antibiotik diberikan dengan spektrum luas, biasanya dimulai dengan
ampisilin 50mg/kg intravena tiap 12 jam dan gentamisin, untuk berat
lahir <2 kg dosis 3 mg/kgBB per hari. Jika tak terbukti ada infeksi,
pemberian antibiotik dihentikan.
- Analisis gas darah dilakukan berulang untuk manajemen respirasi.
Tekanan parsial O2 diharapkan antara 50-70 mmHg, paCO2
diperbolehkan antara 45-60 mmHg (permissive hypercapnia). pH
diharapkan tetap di atas 7,25 dengan saturasi oksigen antara 88-92%
(Antonius, 2009).
c. Pemberian Surfaktan
Diberikan dalam 24 jam pertama jika bayi terbukti mengalami penyakit
membran hialin, diberikan dalam bentuk dosis berulang melalui pipa
endotrakea setiap 6-12 jam untuk total 2-4 dosis, tergantung jenis preparat
yang dipergunakan. Survanta (bovine survactant) diberikan dengan dosis total
4 mL/kgBB intratrakea (masing-masing 1mL/kg berat badan untuk lapangan
paru depan kiri dan kanan serta paru belakang kiri dan kanan), terbagi dalam
beberapa kali pemberian, biasanya 4 kali (masing-masing dosis total atau 1
ml/kg). Dosis total 4 ml/kgBB dapat diberikan dalam jangka waktu 48 jam
pertama kehidupan dengan interval minimal 6 jam antar pemberian. Bayi tidak
perlu dimiringkan ke kanan atau ke kiri setelah pemberian surfaktan, karena
surfaktan akan menyebar sendiri melalui pipa endotrakeal. Selama pemberian
surfaktan dapat terjadi obstruksi jalan napas yang disebabkan oleh viskositas
obat. Efek samping dapat berupa perdarahan dan infeksi paru (Antonius,
2009).
d. Bedah
Tindakan bedah dilakukan jika timbul komplikasi yang bersifat fatal
seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, empisema subkutan. Tindakan
yang segera dilaksanakan adalah mengurangi tekanan rongga dada dengan
pungsi toraks, bila gagal dilakukan drainase (Antonius, 2009).
e. Suportif
Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialis lainnya, dll) Bila terjadi
apneu berulang atau perlu bantuan ventilator maka harus dirujuk ke Rumah
Sakit dengan fasilitas Pelayanan Neonatal Level III yang tersedia fasilitas
NICU (Antonius, 2009).
2.3.8 Pemantauan
a. Efektifitas terapi dipantau dengan memperhatikan perubahan gejala klinis yang
terjadi.
b. Setelah BKB/BBLR melewati masa krisis yaitu kebutuhan oksigen sudah
terpenuhi dengan oksigen ruangan/atmosfer, suhu tubuh bayi sudah stabil diluar
inkubator, bayi dapat minum sendiri /menetek, ibu dapat merawat dan
mengenali tanda-tanda sakit pada bayi dan tidak ada komplikasi atau penyulit
maka bayi dapat berobat jalan.
c. Pada BBLR, ibu diajarkan untuk melakukan perawatan metode kanguru
(PMK).
d. Rekomendasi pemeriksaan Retinopathy of Prematurity (ROP):
e. Bayi dengan berat lahir 1500 g atau usia gestasi 34 minngu
f. Pemeriksaan pada usia 4 minggu atau pada usia koreksi 32-33 minggu
(Antonius, 2009).
2.9.4 Cairan
Tabel 1 : Kebutuhan cairan inisial pada neonatus
Kalsium 3-4
Magnesium 0,3-0,5
Fosfor 1-2 mmol/kg
2.9.6 Energi
Umumnya bayi baru lahir untuk dapat tumbuh memerlukan kalori
50-60 kkal/kg BB/hari (to maintain weight) dan 100-200 kkal/kg
BB/hari (to induce weight-gain).
2.9.6.1 Karbohidrat
Sumber utama karbohidrat berasal dari glukosa. Untuk mencegah
terjadinya hipoglikemia, kebutuhan yang diperlukan untuk bayi cukup bulan
adalah 6-8 mg/kg BB/menit dan bayi kurang bulan adalah 4 mg/kg BB/menit,
dapat ditingkatkan 0,5-1 mg/kg BB/menit setiap hari sampai 12-14 mg/kg
BB/menit dalam 5-7 hari. Kebutuhan akan meningkat pada keadaan stress
(misalnya : sepsis, hipotermia) atau bayi dengan ibu Diabetes Mellitus.
2.9.6.2 Protein
Pemberian protein biasanya dimulai dalam 48 jam pemberian nutrisi
parenteral dan diberikan dalam bentuk asam amino sintetik. Dosis yang
dianjurkan adalah sebagai berikut :
a. Neonatus dengan BB
< 1000 g
Pemberian awal dengan 0,5-1 g/kg BB/hari, kemudian ditingkatkan lagi
0,25-0,5 g/kg BB/hari sampai mencapai 2,5-3,5 g/kg BB/hari dan asam
amino 2-2,5 g/kg BB/hari.
b. Neonatus dengan BB
> 1000 g
Pemberian awal dengan dosis 1 g/kg BB/hari, kemudian ditingkatkan
1 g/kg
BB/hari sampai mencapai 1,5-3,5 g/kg
BB/hari.
2.9.6.3 Asam Amino
Mencegah katabolisme asam
amino
Pengenalan yang cepat melalui TPN memberikan keseimbangan
nitogen yang positif
Menurunkan frekuensi dan tingkat keparahan dari hiperglikemia
neonatal dengan merangsang sekresi insulin endogen dan merangsang
pertumbuhan meningkatkan pelepasan insulin dan insuline-like growth
factor
2.9.6.4 Lemak
Pemberian lemak dapat menggunakan emulsi lemak 10% yang
mengandung 10 g trigliserida dan 1,1 kkal/ml atau 20% yang mengandung
20 g trigliserida dan 2 kkal/ml. Kebutuhan lemak pada pemberian NPT adalah
sebagai berikut :
a. Nonatus dengan BB < 1000 g
Pemberian awal 0,5 g/kg BB/hari, kemudian ditingkatkan 0,25-0,5 g/kg
BB/hari sampai mencapai 2-2,5 g/kg BB/hari.
b. Neonatus dengan BB > 1000 g
Pemberian awal di mulai dengan dosis 1 g/kg BB/hari, kemudian
ditingkatkan
1 g/kg BB/hari sampai mencapai 3 g/kg BB/hari.
Pemberian emulsi lemak dimulai setelah pemberian dekstrosa dan asam
amino dapat di toleransi dengan baik oleh neonatus dan pemberian emulsi lemak
sebaiknya dalam 24 jam. Untuk perkembangan otak diperlukan asam lemak rantai
panjang seperti asam linoleat dan asam arakhidonat. Pada bayi kurang bulan dan
Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) sering defisiensi asam lemak.
Manifestasi klinis defisiensi asam lemak antara lain : dermatitis, pertumbuhan
rambut yang buruk, trombositopenia, gagal tumbuh dan mudah terjadi infeksi.
Pada pemberian lemak, harus dilakukan monitoring terhadap kadar trigliserida
darah, pemberian harus dikurangi jika kadar trigliserida > 150 mg/dl. Hati-
hati pemberian lemak pada bayi dengan penyakit paru atau hati.
Pemberian infus lemak harus di hentikan, jika terjadi :
Sepsis
Unsur Kelumit :
Zinc 100-200 mcg 400-600 mcg
Copper (cupric sulfate) 10-20 mcg 20 mcg
Manganese sulfat 2-10 mcg 2-10 mcg
Kromium klorida 0,14-0,2 mcg 0,14-0,2 mcg
2.9.6.7 Komplikasi
Mekanik
Pada kateter vena sentral dapat terjadi : sindroma vena cava superior,
aritmia atau tamponade jantung, trombus intrakardial, efusi pleura atau
kilotorak, emboli paru dan hidrosefalus sekunder terhadap trombosis vena
jugularis.
Infeksi
Sepsis sering disebabkan oleh Staphylococcus epidermis, Stretococcus
viridans, Escheria Coli, Pseudomonas spp dan Candida albicans. Infeksi
ditanggulangi dengan pemberian antibiotik. Kejadian sepsis dapat
berkurang dengan digunakannya kateter karet silikon perkutaneus.
Metabolik
Pada bayi berat lahir amat sangat rendah sering terjadi hiperglikemia,
karena produksi insulin yang tidak adekuat dan berkurangnya sensitivitas
terhadap insulin. Hipoglikemia terjadi karena penghentian infus glukosa
atau kelebihan pemberian insulin.
Pada bayi kurang bulan kelebihan beban protein akan menimbulkan
azotemia, hiperammonia.
Resiko terjadi hiperbilirubinemia meningkat pada bayi cukup bulan dan
pemberian NPT yang lama tanpa disertai enteral feeding. Keadaan
ini biasanya terjadi secara dini dan lebih berat pada keadaan pemberian
protein yang tinggi dan cairan dekstrosae yang hipertonis. Penyebabnya
multi faktor, biasanya dihubungkan dengan stimulasi aliran empedu,
malnutrisi, defisiensi atau toksis terhadap asam amino.
Kelainan metabolik yang berhubungan dengan pemberian lipid,
antara lain: kolestatik, hiperlipidemia dan hiperkolesterolemia.
2.9.6.8 Pemantauan
Tujuan pemantauan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan
menilai keberhasilan terapi.
Manuver ini berfokus pada fleksor pasif dari tonus otot biseps dengan
mengukur sudut mundur singkat setelah sendi siku difleksi dan
ekstensikan. Arm recoil dilakukan dengan cara evaluasi saat bayi
terlentang. Pegang kedua tangan bayi, fleksikan lengan bagian bawah
sejauh mungkin dalam 5 detik, lalu rentangkan kedua lengan dan
lepaskan.Amati reaksi bayi saat lengan dilepaskan. Skor 0: tangan
tetap terentang/ gerakan acak, Skor 1: fleksi parsial 140-180 , Skor 2:
fleksi parsial 110- 140 , Skor 3: fleksi parsial 90-100 , dan Skor 4:
kembali ke fleksi penuh.
d. Popliteal Angle
Manuver ini menilai pematangan tonus fleksor pasif sendi lutut dengan
menguji resistensi ekstremitas bawah terhadap ekstensi. Dengan bayi
berbaring telentang, dan tanpa popok, paha ditempatkan lembut di
perut bayi dengan lutut tertekuk penuh. Setelah bayi rileks dalam
posisi ini, pemeriksa memegang kaki satu sisi dengan lembut dengan
satu tangan sementara mendukung sisi paha dengan tangan yang lain.
Jangan memberikan tekanan pada paha belakang, karena hal ini dapat
mengganggu interpretasi. Kaki diekstensikan sampai terdapat resistensi
pasti terhadap ekstensi. Ukur sudut yang terbentuk antara paha dan
betis di daerah popliteal. Perlu diingat bahwa pemeriksa harus
menunggu sampai bayi berhenti menendang secara aktif sebelum
melakukan ekstensi kaki. Posisi Frank Breech pralahir akan
mengganggu maneuver ini untuk 24 hingga 48 jam pertama usia
karena bayi mengalami kelelahan fleksor berkepanjangan intrauterine.
Tes harus diulang setelah pemulihan telah terjadi
e. Scarf Sign
Manuver ini menguji tonus pasif fleksor gelang bahu. Dengan bayi
berbaring telentang, pemeriksa mengarahkan kepala bayi ke garis
tengah tubuh dan mendorong tangan bayi melalui dada bagian atas
dengan satu tangan dan ibu jari dari tangan sisi lain pemeriksa
diletakkan pada siku bayi. Siku mungkin perlu diangkat melewati
badan, namun kedua bahu harus tetap menempel di permukaan meja
dan kepala tetap lurus dan amati posisi siku pada dada bayi dan
bandingkan dengan angka pada lembar kerja, yakni, penuh pada
tingkat leher (-1); garis aksila kontralateral (0); kontralateral baris
puting (1); prosesus xyphoid (2); garis puting ipsilateral (3); dan garis
aksila ipsilateral (4)
f. Heel to Ear
Manuver ini menilai tonus pasif otot fleksor pada gelang panggul
dengan memberikan fleksi pasif atau tahanan terhadap otot-otot
posterior fleksor pinggul. Dengan posisi bayi terlentang lalu pegang
kaki bayi dengan ibu jari dan telunjuk, tarik sedekat mungkin dengan
kepala tanpa memaksa, pertahankan panggul pada permukaan meja
periksa dan amati jarak antara kaki dan kepala serta tingkat ekstensi
lutut (bandingkan dengan angka pada lembar kerja). Penguji mencatat
lokasi dimana resistensi signifikan dirasakan. Hasil dicatat sebagai
resistensi tumit ketika berada pada atau dekat: telinga (-1); hidung (0);
dagu (1); puting baris (2); daerah pusar (3); dan lipatan femoralis (4)
2. Penilaian Maturitas Fisik
a. Kulit
Lanugo adalah rambut halus yang menutupi tubuh fetus. Pada extreme
prematurity kulit janin sedikit sekali terdapat lanugo. Lanugo mulai
tumbuh pada usia gestasi 24 hingga 25 minggu dan biasanya sangat
banyak, terutama di bahu dan punggung atas ketika memasuki minggu
ke 28. Lanugo mulai menipis dimulai dari punggung bagian bawah.
Daerah yang tidak ditutupi lanugo meluas sejalan dengan maturitasnya
dan biasanya yang paling luas terdapat di daerah lumbosakral. Pada
punggung bayi matur biasanya sudah tidak ditutupi lanugo. Variasi
jumlah dan lokasi lanugo pada masing-masing usia gestasi tergantung
pada genetik, kebangsaan, keadaan hormonal, metabolik, serta
pengaruh gizi. Sebagai contoh bayi dari ibu dengan diabetes
mempunyai lanugo yang sangat banyak. Pada melakukan skoring
pemeriksa hendaknya menilai pada daerah yang mewakili jumlah
relatif lanugo bayi yakni pada daerah atas dan bawah dari punggung
bayi.
c. Permukaan Plantar
Garis telapak kaki pertama kali muncul pada bagian anterior ini
kemungkinan berkaitan dengan posisi bayi ketika di dalam kandungan.
Bayi dari ras selain kulit putih mempunyai sedikit garis telapak kaki
lebih sedikit saat lahir. Di sisi lain pada bayi kulit hitam dilaporkan
terdapat percepatan maturitas neuromuskular sehingga timbulnya garis
pada telapak kaki tidak mengalami penurunan. Namun demikian
penialaian dengan menggunakan skor Ballard tidak didasarkan atas ras
atau etnis tertentu. Bayi very premature dan extremely immature tidak
mempunyai garis pada telapak kaki. Untuk membantu menilai
maturitas fisik bayi tersebut berdasarkan permukaan plantar maka
dipakai ukuran panjang dari ujung jari hingga tumit. Untuk jarak
kurang dari 40 mm diberikan skor -2, untuk jarak antara 40 hingga 50
mm diberikan skor -1. Hasil pemeriksaan disesuaikan dengan skor di
tabel.
d. Payudara
e. Mata/Telinga
Daun telinga pada fetus mengalami penambahan kartilago seiring
perkembangannya menuju matur. Pemeriksaan yang dilakukan terdiri
atas palpasi ketebalan kartilago kemudian pemeriksa melipat daun
telinga ke arah wajah kemudian lepaskan dan pemeriksa mengamati
kecepatan kembalinya daun telinga ketika dilepaskan ke posisi
semulanya Pada bayi prematur daun telinga biasanya akan tetap terlipat
ketika dilepaskan. Pemeriksaan mata pada intinya menilai kematangan
berdasarkan perkembangan palpebra. Pemeriksa berusaha membuka
dan memisahkan palpebra superior dan inferior dengan menggunakan
jari telunjuk dan ibu jari. Pada bayi extremely premature palpebara
akan menempel erat satu sama lain. Dengan bertambahnya maturitas
palpebra kemudian bisa dipisahkan walaupun hanya satu sisi dan
meningggalkan sisi lainnya tetap pada posisinya. Hasil pemeriksaan
pemeriksa kemudian disesuaikan dengan skor dalam tabel. Perlu
diingat bahwa banyak terdapat variasi kematangan palpebra pada
individu dengan usia gestasi yang sama. Hal ini dikarenakan terdapat
faktor seperti stress intrauterin dan faktor humoral yang mempengaruhi
perkembangan kematangan palpebra.
f. Genital (Pria)
Testis pada fetus mulai turun dari cavum peritoneum ke dalam scrotum
kurang lebih pada minggu ke 30 gestasi. Testis kiri turun mendahului
testis kanan yakni pada sekitar minggu ke 32. Kedua testis biasanya
sudah dapat diraba di canalis inguinalis bagian atas atau bawah pada
minggu ke 33 hingga 34 kehamilan. Bersamaan dengan itu, kulit
skrotum menjadi lebih tebal dan membentuk rugae.
Skor Down
0 1 2
Kecepatan < 60x/menit 60-80x/menit > 80x/menit
napas
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak ada sianosis Tidak tampak sianosis Sianosis (+) dg. O2
dg O2
Udara masuk (+) Udara masuk berkurang Tidak ada udara
masuk
Megap- Tidak megap- Terdengar melalui Terdengar tanpa
megap megap stetoskop menggunakan
peralatan