Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

BBLR merupakan salah satu faktor resiko yang mempunyai kontribusi


terhadap kematian bayi khususnya pada masa parinatal. Selain itu bayi BBLR
dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang
selanjutnya sehingga membutuhkan biaya keperawatan yang tinggi. Bayi
dengan berat lahir rendah (BBLR) hingga saat ini masih merupakan masalah
di seluruh dunia karena merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada
masa bayi baru lahir. Masih tingginya prevalensi gizi kurang pada anak balita
berhubungan dengan faktor banyaknya bayi dengan berat badan lahir
rendah(BBLR). BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas,
morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak
jangka panjang terhadap kehidupan nya dimasa depan (Atikah dan Cahyo,
2010). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sulistiawati (2014)
padasuku Tengger menyebutkan adanya budaya tabu makanan saat hamil,
yaitupadajenisbuah-buahan, lauk, sayuran, makanan di anggap panas dan
tidak lazim seperti kembar atau dempet. Budaya tabu terhadap makanan juga
mempengaruhi zat gizi dari makan yang di peroleh ibu hamil. Kebutuhan zat
gizi meningkat ketika saat hamil dan tabu makanan dapat memperparah
kejadian kurang gizi saat kehamilan. Bila tabu makanan dilakukan dengan
ketat maka dapat mempengaruhi zat gizi ibu saat hamil dan dapat terjadi
defisiensi zat gizi (Sulistiawati 2014).
Resiko terbesar BBLR adalah wanita yang melahirkan pada usia remaja
(Atikah dan Cahyo, 2010). Umur ibu merupakan salah satu factor yang
menyebabkan kejadian bayi dengan berat lahir rendah, dimana angka kejadian
tertinggi BBLR adalah pada usia di bawah 20 tahun dan pada multigravida
yang jarak antara kelahirannya terlalu dekat, kejadian terendah adalah pada
usia ibu hamil antara 26-30 tahun (Atikah dan Cahyo, 2010). Berdasarkan
WHO (2010) prevalansi bayi berat lahir rendah di perkirakan 15% dari

1
seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3% - 38% dan lebih sering terjadi
di negara - negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah.Angka kejadian di
Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu
berkisar antara 9% - 30%, hasil studi di 7 daerah multicenter di peroleh angka
BBLR dengan rentang 2,1% - 17,2%.
Komplikasi yang di alami bayi dengan berat lahir rendah meliputi
asfiksia, aspirasi atau gagal bernafas secara spontan dan teratur sesaat atau
beberapa menit setelah lahir, hipotermia atau gangguan termoregulasi,
gangguan nutrisi dan resiko infeksi.Masalah pada bayi dengan berat badan
lahir rendah juga meliputi permasalahan pada system pernafasan, susunan
syaraf pusat, kardiovaskuler, hematologi, gastrointestinal, ginjal dan
termoregulasi (Atikah dan Cahyo, 2010). Dan upaya untuk menurunkan angka
BBLR dan mengantisipasi angka BBLR yang turun untuk tidak meningkat
kembali.
Salah satu dapat dilakukan guna mencegah terjadinya BBLR adalah
Mengusahakan semua ibu hamil mendapatkan perawatan antenatal yang
komprehensif.Memperbaiki status gizi ibu hamil, dengan mengkonsumsi
makanan yang lebih sering atau lebih banyak, dan lebih di utamakanmakanan
yang mengandung nutrient yang memadai.Menghentikan kebiasaan merokok,
menggunakan obat-obatan terlarang dan alcohol pada ibu
hamil.Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali
selama kurun kehamilan dan di mulai sejak umur kehamilan muda.Apabila
kenaikan berat badannya kurang dari 1 kg per bulan, sebaiknya segera
berkonsultasi dengan ahli gizi (Atikah dan Cahyo, 2010). Kebutuhan zat besi
sangat penting bahkan di mulai sebelum kehamilan. Memberikan tablet
tambah darah (TTD) yang mengandung zat besi dan asam folat sebanyak 90
tablet selama kehamilan. Hal ini di lakukan sebagai upaya mengurangi anemia
pada ibu hamil dan risiko terjadinya BBLR, kematian ibu dan bayi. Selain zat
besi, zat gizi mikro lainnya juga di perlukan ibu hamil. Zat gizi mikro dari
asupan makanan kurang mencukupi kebutuhan ibuhamil sehingga perlu
adanya konsumsi suplemen mikronutrien secara rutin (Sudarti, 2013).

2
B. Rumusan masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada bayi dengan diagnosa medis berat bayi
lahir rendah di puskesmas Sungai Ambawang?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu mengidentifikasi asuhan keperawatan pada bayi
dengan diagnosa medis berat bayi lahir rendah di puskesmas Sungai
Ambawang
2. Tujuan Khusus
a. Mengkaji bayi dengan diagnosa medis berat bayi lahir rendah di
puskesmas Sungai Ambawang
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada bayi dengan diagnosa medis
berat bayi lahir rendah di puskesmas Sungai Ambawang
c. Merencanakan tindakan keperawatan pada bayi dengan diagnosa
medis berat bayi lahir rendah di puskesmas Sungai Ambawang
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada bayi dengan diagnosa medis
berat bayi lahir rendah di puskesmas Sungai Ambawang
e. Mengevaluasi tindakan keperawatan pada bayi dengan diagnosa medis
berat bayi lahir rendah di puskesmas Sungai Ambawang
f. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada bayi dengan diagnosa
berat bayi lahir rendah di puskesmas Sungai Ambawang

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis
Dapat menerapkan ilmu yang telah di peroleh serta mendapatkan
pengalaman dalam melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung
pada pasien sehingga dapat di gunakan sebagai berkas penulis di dalam
melaksanakan tugas sebagai perawat

3
2. Bagi institusi pendidikan
Sebagai tambahan sumber kepustakaan dan perbandingan asuhan
keperawatan
3. Bagi klien dan keluarga
Agar keluarga klien mengetahui dan mengalami perubahan fisiologi yang
terjadi pada tubuh pasien secara kesadaran bagi keluaerga klien untuk
memperhatikan kondisi tubuh
4. Bagi masyarakat
Merupakan informasi kepada masyarakat mengenai penyakit berat bayi
lahir rendah

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Definisi BBLR
Bayi berat badan lahir rendah ialah bayi baru lahir yang berat
badannya saat lahir kurang dari 2500 gram Berat badan lahir rendah
adalah bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir.
(Huda dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).
Menurut Ribek dkk. (2011), berat badan lahir rendah yaitu bayi
yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa
memperhatikan usia gestasi (dihitung satu jam setelah melahirkan).
Bayi berat badan lahir rendah adalah bayi dengan berat badan
kurang dari 2500 gram pada waktu lahir. (Amru Sofian, 2012). Dikutip
dalam buku Nanda, (2013) Keadaan BBLR ini dapat disebabkan oleh :

1. Masa kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat yang sesuai


(masa kehamilan dihitung mulai hari pertama haid terakhir dari haid
yang teratur).
2. Bayi small gestational age (SGA); bayi yang beratnya kurang dari
berat semestinya menurut masa kehamilannya (kecil untuk masa
kehamilan
=KMK).
3. Masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan SGA.

B. Klasifikasi
BBLR menurut Amru Sofian (2012) dibedakan dalam dua golongan, yaitu :
1. Prematuritas murni
Masa gestasi kurang dari 37 minggu dan berat badan lahir sesuai untuk
masa kehamilan.

2. Dismaturitas
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk

5
masa gestasi itu, artinya bayi mengalami pertumbuhan intrauterine dan
merupakan bayi kecil untuk masa kehamilan.
C. Etiologi
Menurut Huda dan Hardi dalam NANDA NIC NOC (2013) penyebab
kelahiran bayi berat badan rendah, yaitu:

1. Faktor ibu : Riwayat kelahiran prematur sebelumnya, perdarahan


antepartum, malnutrisi, kelainan uterus, hidramnion, penyakit
jantung/penyakit kronik lainnya, hipertensi, umur ibu kurang dari 20 tahun
dan lebih dari 35 tahun, jarak dua kehamilan yang terlalu dekat, infeksi
trauma , dan lain-lain.
2. Faktor janin : Cacat bawaan, kehamilan ganda, hidramnion, ketuban pecah
dini.
3. Faktor lingkungan : Kebiasaaan merokok, mionum alkohol, dan status
ekonomi sosial.

D. Manifestasi Klinik
Menurut Huda dan Hardi (2013) manifestasi klinis BBLR adalah :

1. Sebelum bayi lahir

a. Pada anamnesa sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus


prematurus dan lahir mati.
b. Pembesaran uterus tidak sesuai tuanya kehamilan.
c. Pergerakan janin yang pertama (Queckening) terjadi lebih lambat,
gerakan janin lebih lambat walaupun kehamilannya sudah agak lanjut.
d. Pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai menurut
seharusnya .
e. Sering dijumpai kehamilan dengan oligohidramnion atau bisa pula
dengan hidramnion, hiperemesis gravidarum dan pada hamil lanjut
dengan toksemia gravidarum atau perdarahan ante partum.
2. Setelah bayi lahir
a. Berat lahir < 2500 gram

6
b.Panjang badan < 45 cm
c. Lingkaran dada < 30 cm
d.Lingkaran kepala < 33 cm
e. Umur kehamilan < 37 minggu
f. Kepala relatif lebih besar dari badannya
g.Kulit tipis, transparan, lanugonya banyak
h.Lemak subkutan kurang, sering tampak peristaltik usus
i. Tangisnya lemah dan jarang
j. Pernapasan tidak teratur dan sering terjadi apnea
k.Otot-otot masih hipotonik, paha selalu dalam keadaan abduksi
l. Sendi lutut dan pergelangan kaki dalam keadaan flexi atau lurus dan
kepala mengarah ke satu sisi.
m. Refleks tonik leher lemah dan refleks moro positif
n.Gerakan otot jarang akan tetapi lebih baik dari bayi cukup bulan
o.Daya isap lemah terutama dalam hari-hari pertama
p.Kulit mengkilat, licin, pitting edema
q.Frekuensi nadi berkisar 100-140 / menit.

E. Patofisiologi
Tingginya morbiditas dan mortalitas bayi berat lahir rendah masih
menjadi masalah utama. Gizi ibu yang jelek sebelum terjadinya kehamilan
maupun pada waktu sedang hamil, lebih sering menghasilkan bayi BBLR.
Kurang gizi yang kronis pada masa anak-anak dengan/tanpa sakit yang
berulang akan menyebabkan bentuk tubuh yang “Stunting/Kuntet” pada masa
dewasa, kondisi ini sering melahirkan bayi BBLR.

Faktor-faktor lain selama kehamilan, misalnya sakit berat, komplikasi


kehamilan, kurang gizi, keadaan stres pada hamil dapat mempengaruhi
pertumbuhan janin melalui efek buruk yang menimpa ibunya, atau
mempengaruhi pertumbuhan plasenta dan transpor zat-zat gizi ke janin
sehingga menyebabkan bayi BBLR. Bayi BBLR akan memiliki alat tubuh yang
belum berfungsi dengan baik. Oleh sebab itu ia akan mengalami kesulitan

7
untuk hidup di luar uterus ibunya. Makin pendek masa kehamilannya makin
kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya, dengan akibat makin
mudahnya terjadi komplikasi dan makin tinggi angka kematiannya.

Berkaitan dengan kurang sempurnanya alat-alat dalam tubuhnya, baik


anatomik maupun fisiologik maka mudah timbul masalah misalnya :
a) Suhu tubuh yang tidak stabil karena kesulitan mempertahankan suhu tubuh
yang disebabkan oleh penguapan yang bertambah akibat dari kurangnya
jaringan lemak di bawah kulit, permukaan tubuh yang relatif lebih luas
dibandingkan BB, otot yang tidak aktif, produksi panas yang berkurang
b) Gangguan pernapasan yang sering menimbulkan penyakit berat pada BBLR,
hal ini disebabkan oleh pertumbuhan dan pengembangan paru yang belum
sempurna, otot pernapasan yang masih lemah
c) Gangguan alat pencernaan dan problem nutrisi, distensi abdomen akibat dari
motilitas usus kurang, volume lambung kurang, sehingga waktu
pengosongan lambung bertambah
d) Ginjal yang immatur baik secara anatomis mapun fisiologis, produksi urine
berkurang
e) Gangguan immunologik : daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang
karena rendahnya kadar IgG gamma globulin. Bayi prematur relatif belum
sanggup membentuk antibodi dan daya fagositas serta reaksi terhadap
peradangan masih belum baik.
f) Perdarahan intraventrikuler, hal ini disebabkan oleh karena bayi prematur
sering menderita apnea, hipoksia dan sindrom pernapasan, akibatnya bayi
menjadi hipoksia, hipertensi dan hiperkapnea, di mana keadaan ini
menyebabkan aliran darah ke otak bertambah dan keadaan ini disebabkan
oleh karena tidak adanya otoregulasi serebral pada bayi prematur sehingga
mudah terjadi perdarahan dari pembuluh kapiler yang rapuh (Amru, 2012).

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan janin intyrauterin serta
menemukan gangguan perttumbuhan, misalnya pemeriksaan USG.

8
2. Memeriksa kadar gula darah dengan destrostix atau di laboratorium.
3. Pemerioksaan hematokrit.
4. Bayi membutuhkan lebih banyak kalori dibandingkan dengan bayi SMK
5. Melakukan tracheal-washing pada bayi yang diduga akan menderita
aspirasi mekonium (Wong, 2015).

G. Penatalaksanaan
Dengan memperhatikan gambaran klinik diatas dan berbagai
kemungkinan yang dapat terjadi pada bayi BBLR, maka perawatan dan
pengawasan bayi BBLR ditujukan pada pengaturan panas badan , pemberian
makanan bayi, dan menghindari infeksi (Wong, 2015).
1. Pengaturan Suhu Tubuh Bayi BBLR
Bayi BBLR mudah dan cepat sekali menderita Hypotermia bila berada di
lingkungan yang dingin. Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan
tubuh bayi yang relatif lebih luas bila dibandingkan dengan berat badan,
kurangnya jaringan lemak dibawah kulit dan kekurangan lemak coklat (
brown fat) Untuk mencegah hipotermi, perlu diusahakan lingkungan yang
cukup hangat untuk bayi dan dalam keadaan istirahat komsumsi oksigen
paling sedikit, sehingga suhu tubuh bayi tetap normal. Bila bayi dirawat
dalam inkubator, maka suhunya untuk bayi dengan berat badan kurang dari
2000 gr adalah 35 derajat C dan untuk bayi dengan BB 2000 gr sampai
2500 gr 34 deratjat Celsius , agar ia dapat mempertahankan suhu tubuh
sekitar 37 C. Kelembaban inkubator berkisar antara 50-60 persen .
Kelembaban yang lebih tinggi di perlukan pada bayi dengan sindroma
gangguan pernapasan. Suhu inkubator dapat di turunkan 1 derajat Celsius
per minggu untuk bayi dengan berat badan 2000 gr dan secara berangsur-
angsur dapat diletakkan di dalam tempat tidur bayi dengan suhu
lingkungan 27 -29 derajat celsius
2. Bila inkubator tidak ada, pemanasan dapat dilakukan dengan membungkus
bayi dan meletakkan botol-botol hangat di sekitarnya atau dengan
memasang lampu petromaks di dekat tempat tidur bayi atau dengan

9
menggu nakan metode kangguru. Cara lain untuk mempertahankan suhu
tubuh bayi sekiter 36-37 derajat Celsius

3. alat perspexheat shield yang diselimuti pada bayi di dalam inkubator. Alat
ini berguna untuk mengurangi kehilangan panas karena radiasi. Akhir-
akhir ini telah mulai digunakan inkubator yang dilengkapi dengan alat
temperatur sensor (thermistor probe). Alat ini ditempelkan di kulit bayi.
Suhu inkubator di kontrol oleh alat servomechanism. Dengan cara ini suhu
kulit bayi dapat dipertahankan pada derajat yang telah ditetapkan
sebelumnya. Alat ini sangat bermanfaat untuk bayi dengan berat lahir
yang sangat rendah.
Bayi dalam inkubator hanya dipakaikan popok. Hal ini penting
untuk memudahkan pengawasan mengenai keadaan umum,perubahan
tingkah laku, warna kulit, pernapasan, kejang dan sebagainya sehingga
penyakit yang diderita dapat dikenal sedini mungkin dan tindakan serta
pengobatan dapat dilaksanakan secepat – cepatnya.

H. Komplikasi
1. Kerusakan bernafas : fungsi organ belum sempurna.
2. Pneumonia, aspirasi : refleks menelan dan batuk belum sempurna .
3. Perdarahan intraventrikuler : perdarahan spontan di ventrikel otak lateral
disebabkan anoksia menyebabkan hipoksia otak yang dapat menimbulkan
terjadinya kegagalan peredaran darah sistemik (Ribek dkk, 2011)

10
II. KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Aktivitas/ istirahat
Bayi sadar mungkin 2-3 jam bebrapa hari pertama tidur sehari rata-
rata 20 jam.
2. Pernafasan
a. Takipnea sementara dapat dilihat, khususnya setelah kelahiran
cesaria atau persentasi bokong.
b. Pola nafas diafragmatik dan abdominal dengan gerakan sinkron
dari dada dan abdomen, perhatikan adanya sekret yang
mengganggu pernafasan, mengorok, pernafasan cuping hidung,
3. Makanan/ cairan

Berat badan rata-rata 2500-4000 gram ; kurang dari 2500 gr


menunjukkan kecil untuk usia gestasi, pemberian nutrisi harus
diperhatikan. Bayi dengan dehidrasi harus diberi infus. Beri minum
dengan tetes ASI/ sonde karena refleks menelan BBLR belum
sempurna,kebutuhan cairan untuk bayi baru lahir 120-150ml/kg BB/
hari.
4. Berat badan
Kurang dari 2500 gram
5. Suhu
BBLR mudah mengalami hipotermia, oleh sebab itu suhu tubuhnya
harus dipertahankan.
6. Integumen
Pada BBLR mempunyai adanya tanda-tanda kulit tampak mengkilat
dan kering.

11
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan Pola Nafas
2. Ketidakefektifan Bersihan jalan nafas
3. Risiko ketidakseimbangan temperatur tubuh
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
5. Ketidakefektifan pola minum bayi
6. Hipotermi
7. Resiko infeksi

12
C. Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI


NO
KEPERAWATAN (NANDA) HASIL (NOC) KEPERAWATAN
(NIC)
1. Ketidakefektifan Pola nafas NOC : NIC :
1. Respiratory status : Ventilation Airway Management
Definisi : Pertukaran udara 2. Respiratory status : Airway 1. Buka jalan nafas, guanakan
inspirasi dan/atau ekspirasi patency. teknik chin lift atau jaw thrust
tidak adekuat 3. Vital sign Status bila perlu
Kriteria Hasil : 2. Posisikan pasien untuk
Batasan karakteristik :  Mendemonstrasikan batuk memaksimalkan ventilasi
• Penurunan tekanan inspirasi/ efektif dan suara nafas yang 3. Identifikasi pasien perlunya
ekspirasi. bersih, tidak ada sianosis dan pemasangan alat jalan nafas
• Penurunan pertukaran udara per dyspneu (mampu mengeluarkan buatan
menit sputum, mampu bernafas dengan 4. Pasang mayo bila perlu
• Menggunakan otot mudah, tidak ada pursed lips). 5. Lakukan fisioterapi dada jika
pernafasan tambahan  Menunjukkan jalan nafas yang perlu
• Nasal flaring paten (klien tidak merasa 6. Keluarkan sekret dengan batuk
• Dyspnea tercekik, irama nafas, frekuensi atau suction
• Orthopnea pernafasan dalam rentang 7. Auskultasi suara nafas,
• Perubahan penyimpangan dada normal, tidak ada suara nafas catat adanya suara
• Nafas pendek abnormal). tambahan
• Pernafasan pursed-lip  Tanda Tanda vital dalam 8. Lakukan suction pada mayo
• Tahap ekspirasi berlangsung rentang normal (tekanan darah, 9. Berikan bronkodilator bila
sangat lama nadi, pernafasan). perlu
• Peningkatan diameter anterior- 10. Berikan pelembab udara
posterior Kassa basah NaCl Lembab
• Pernapasan rata- 11. Atur intake untuk

13
rata/minimal Bayi : < cairan mengoptimalkan
25 atau > 60 keseimbangan.
Usia 1-4 : < 20 atau > 30 12. Monitor respirasi dan status
Usia 5-14 : < 14 atau > 25 O2
Usia > 14 : < 11 atau > 24
• Kedalaman pernafasan Oxygen Therapy
• Dewasa volume tidalnya 500 ml 13. Bersihkan mulut, hidung dan
saat istirahat secret trakea
• Bayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg 14. Pertahankan jalan nafas yang
• Timing rasio paten
• Penurunan kapasitas vital 15. Atur peralatan oksigenasi
Faktor yang berhubungan : 16. Monitor aliran oksigen
• Hiperventilasi 17. Pertahankan posisi pasien
• Deformitas tulang 18. Onservasi adanya tanda tanda
• Kelainan bentuk dinding dada hipoventilasi
• Penurunan energi/kelelahan 19. Monitor adanya kecemasan
• Perusakan/pelemahan muskulo- pasien terhadap oksigenasi
skeletal
• Obesitas Vital sign Monitoring
• Posisi tubuh 20. Monitor TD, nadi, suhu, dan
• Kelelahan otot pernafasan RR
• Hipoventilasi sindrom 21. Catat adanya fluktuasi
• Nyeri tekanan darah
• Kecemasan 22. Monitor VS saat pasien
• Disfungsi Neuromuskuler berbaring, duduk, atau
• Kerusakan persepsi/kognitif berdiri
• Perlukaan pada jaringan syaraf 23. Auskultasi TD pada
tulang belakang kedua lengan
• Imaturitas Neurologis dan bandingkan

14
24. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
25. Monitor kualitas dari nadi
26. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
27. Monitor suara paru
28. Monitor pola pernapasan
abnormal
29. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
30. Monitor sianosis perifer
31. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
32. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign.

2 Ketidakefektifan Bersihan jalan nafas. NOC : NIC :


1. Respiratory status : Ventilation Airway Suction
Definisi : Ketidakmampuan untuk 2. Respiratory status : Airway 1. Auskultasi suara nafas
membersihkan sekresi atau obstruksi patency sebelum dan sesudah
dari saluran pernafasan untuk 3. Aspiratio suctioning.
mempertahankan kebersihan jalan n Control 2. Informasikan pada klien dan
nafas. Kriteria keluarga tentang suctioning
Hasil : 3. Minta klien nafas dalam
Batasan Karakteristik : Mendemonstrasikan batuk sebelum suction
- Dispneu, Penurunan suara nafas efektif dan suara nafas yang dilakukan.

15
- Orthopneu bersih, tidak ada sianosis dan 4. Berikan O2 dengan
- Cyanosis dyspneu (mampu mengeluarkan menggunakan nasal untuk
- Kelainan suara nafas (rales, sputum, mampu bernafas memfasilitasi suksion
wheezing) dengan mudah, tidak ada pursed nasotrakeal
- Kesulitan berbicara lips) 5. Gunakan alat yang steril
- Batuk, tidak efekotif atau tidak ada  Menunjukkan jalan nafas yang sitiap melakukan tindakan
- Mata melebar paten (klien tidak merasa 6. Anjurkan pasien untuk
- Produksi sputum tercekik, irama nafas, frekuensi istirahat dan napas dalam
- Gelisah pernafasan dalam rentang setelah kateter dikeluarkan
- Perubahan frekuensi dan irama normal, tidak ada suara nafas dari nasotrakeal
nafas abnormal) 7. Monitor status oksigen pasien
 Mampu mengidentifikasikan 8. Ajarkan keluarga bagaimana
Faktor-faktor yang berhubungan: dan mencegah factor yang cara melakukan suksion
• Lingkungan : merokok, dapat menghambat jalan nafas 9. Hentikan suksion dan
menghirup asap rokok, perokok berikan oksigen apabila
pasif-POK, infeksi pasien menunjukkan
• Fisiologis : disfungsi bradikardi, peningkatan
neuromuskular, hiperplasia saturasi O2, dll.
dinding bronkus, alergi jalan Airway Management
nafas, asma. 10. Buka jalan nafas, guanakan
Obstruksi jalan nafas : spasme jalan teknik chin lift atau jaw
nafas, sekresi tertahan, banyaknya thrust bila perlu
mukus, adanya jalan nafas buatan, 11. Posisikan pasien untuk
sekresi bronkus, adanya eksudat di memaksimalkan ventilasi
alveolus, adanya benda asing di jalan 12. Identifikasi pasien perlunya
nafas. pemasangan alat jalan nafas
buatan
13. Pasang mayo bila perlu
14. Lakukan fisioterapi dada jika

16
perlu
15. Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
16. Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
17. Lakukan suction pada mayo
18. Kolaborasikan pemberian
bronkodilator bila perlu
19. Berikan pelembab udara
kassa basah NaCl Lembab
20. Atur intake untuk
cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
21. Monitor respirasi dan status
oksigen.

3 Risiko ketidakseimbangan NOC : NIC :


temperatur tubuh 1. Hydration Temperature Regulation
2. Adherence Behavior (pengaturan suhu)
Definisi : Risiko kegagalan 3. Immune Status 1. Monitor suhu minimal tiap 2
mempertahankan suhu tubuh dalam 4. Infection status jam
batas normal. 5. Risk control 2. Rencanakan monitoring suhu
Faktor factor resiko: 6. Risk detection secara kontinyu
3. Monitor TD, nadi, dan RR
• Perubahan metabolisme dasar 4. Monitor warna dan suhu kulit
• Penyakit atau trauma yang 5. Monitor tanda-tanda
mempengaruhi pengaturan suhu hipertermi dan hipotermi
• Pengobatan pengobatan yang 6. Tingkatkan intake cairan dan

17
menyebabkan vasokonstriksi dan nutrisi
vasodilatasi 7. Selimuti pasien untuk
• Pakaian yang tidak sesuai dengan mencegah hilangnya
suhu lingkungan kehangatan tubuh
• Ketidakaktifan atau aktivitas berat 8. Ajarkan pada pasien cara
• Dehidrasi mencegah keletihan akibat
• Pemberian obat penenang panas
• Paparan dingin atau 9. Diskusikan tentang
hangat/lingkungan yang panas pentingnya pengaturan suhu
dan kemungkinan efek
negatif dari kedinginan
10. Beritahukan tentang indikasi
terjadinya keletihan dan
penanganan emergency
yang diperlukan
11. Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan penanganan
yang diperlukan
12. Berikan anti piretik jika
perlu.
4 Ketidakseimbangan nutrisi kurang NOC : NIC :
dari kebutuhan tubuh 1. Nutritional Status Nutrition Management
2. Nutritional Status : food and 1. Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup Fluid Intake Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk keperluan metabolisme tubuh. 3. Nutritional Status : nutrient untuk menentukan jumlah
Batasan karakteristik : Intake kalori dan nutrisi yang
- Berat badan 20 % atau lebih di 4. Weight control dibutuhkan pasien.
bawah ideal Kriteria Hasil : 3. Anjurkan pasien untuk
- Dilaporkan adanya intake  Adanya peningkatan berat meningkatkan intake Fe

18
makanan yang kurang dari RDA badan sesuai dengan tujuan 4. Anjurkan pasien untuk
(Recomended Daily Allowance)  Berat badan ideal sesuai dengan meningkatkan protein dan
- Membran mukosa dan konjungtiva tinggi badan vitamin C
pucat  Mampu mengidentifikasi 5. Berikan substansi gula
- Kelemahan otot yang digunakan kebutuhan nutrisi 6. Yakinkan diet yang dimakan
untuk menelan/mengunyah  Tidak ada tanda tanda malnutrisi mengandung tinggi serat
- Luka, inflamasi pada rongga mulut  Menunjukkan peningkatan untuk mencegah konstipasi
- Mudah merasa kenyang, sesaat fungsi 7. Berikan makanan yang
setelah mengunyah makanan pengecapan dari menelan terpilih ( sudah
- Dilaporkan atau fakta 5. Tidak terjadi penurunan berat dikonsultasikan dengan ahli
adanya kekurangan makanan badan yang berarti gizi)
- Dilaporkan adanya perubahan 8. Ajarkan pasien bagaimana
sensasi rasa membuat catatan makanan
- Perasaan ketidakmampuan harian.
untuk mengunyah makanan 9. Monitor jumlah nutrisi dan
- Miskonsepsi kandungan kalori
- Kehilangan BB dengan makanan 10. Berikan informasi tentang
cukup kebutuhan nutrisi
- Keengganan untuk makan 11. Kaji kemampuan pasien
- Kram pada abdomen untuk mendapatkan nutrisi
- Tonus otot jelek yang dibutuhkan
- Nyeri abdominal dengan atau Nutrition Monitoring
tanpa patologi 12. BB pasien dalam batas normal
- Kurang berminat terhadap 13. Monitor adanya penurunan
makanan berat badan
- Pembuluh darah kapiler mulai 14. Monitor tipe dan jumlah
rapuh aktivitas yang biasa
- Diare dan atau steatorrhea dilakukan
Kehilangan rambut yang cukup 15. Monitor interaksi anak atau

19
banyak (rontok) orangtua selama makan
- Suara usus hiperaktif 16. Monitor lingkungan selama
- Kurangnya informasi, makan
misinformasi 17. Jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak
Faktor-faktor yang berhubungan : selama jam makan
Ketidakmampuan pemasukan atau 18. Monitor kulit kering dan
mencerna makanan atau perubahan pigmentasi
mengabsorpsi zat-zat gizi 19. Monitor turgor kulit
berhubungan dengan faktor biologis, 20. Monitor kekeringan, rambut
psikologis atau ekonomi kusam, dan mudah patah
21. Monitor mual dan muntah
22. Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
23. Monitor makanan kesukaan
24. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
25. Monitor pucat,kemerahan,
dan kekeringan
jaringan konjungtiva
26. Monitor kalori dan intake
nuntrisi
27. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral. Catat
jika lidah berwarna magenta,
scarlet

20
5 Ketidakefektifan pola minum bayi NOC : NIC :
1. Breastfeeding Estabilshment : Breastfeeding assistance
infant 1. Fasilitasi kontak ibu dengan
2. Knowledge : breastfeeding bayi sawal mungkin
3. Breastfeeding Maintenance (maksimal 2 jam setelah lahir
Kriteria Hasil : )
 Klien dapat menyusui dengan 2. Monitor kemampuan bayi
efektif untuk menghisap
 Memverbalisasikan tehnik 3. Dorong orang tua untuk
untk meminta perawat untuk
mengatasi masalah menyusui menemani saat menyusui
 Bayi menandakan kepuasan sebanyak 8-10 kali/hari
menyusu 4. Sediakan kenyamanan
 Ibu menunjukkan harga diri dan privasi
yang positif dengan menyusui selama menyusui
5. Monitor kemampuan bayi
untuk menggapai putting
6. Dorong ibu untuk tidak
membatasi bayi menyusu
7. Monitor integritas kulit sekitar
putting
8. Instruksikan perawatan
putting untuk mencegah
lecet.
9. Diskusikan penggunaan
pompa ASI kalau bayi
tidakmampu menyusu
10. Monitor peningkatan
pengisian ASI

21
11. Jelaskan penggunaan susu
formula hanya jika
diperlukan
12. Instruksikan ibu untuk
makan makanan bergizi
selama menyusui
13. Dorong ibu untuk minum
jika sudah merasa haus
14. Dorong ibu untuk
menghindari penggunaan
rokok danPil KB selama
menyusui
15. Anjurkan ibu untuk memakai
Bra yang nyaman, terbuat
dari cootn dan menyokong
payudara
10. Dorong ibu
untukmelanjutkan laktasi
setelah pulang
bekerja/sekolah

6 Hipotermi NOC : NIC :


1. Thermoregulation Temperature Regulation
Definisi : temperatur suhu 2. Thermoregulation : neonate 1. Monitor suhu minimal tiap 2
dibawah rentang normal. Kriteria Hasil : jam
Batasan karateristik :  Suhu tubuh dalam rentang 2. Rencanakan monitoring suhu
- Penurunan suhu tubuh dibawah normal secara kontinyu
rentang normal.  Nadi dan RR dalam rentang 3. Monitor TD, nadi, dan RR
- Pucat normal 4. Monitor warna dan suhu kulit

22
- Kulit dingin 5. Monitor tanda-tanda
- Kuku sianosis hipertermi dan hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
7. Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
9. Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan suhu
dan kemungkinan efek
negatif dari kedinginan
Beritahukan tentang
indikasi terjadinya keletihan
dan penanganan emergency
yang diperlukan
11. Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan penanganan
yang diperlukan
12. Berikan anti piretik jika perlu
Vital sign Monitoring
13. Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
14. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
15. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau

23
berdiri
16. Auskultasi TD pada
kedualengan
dan
bandingkan
17. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
18. Monitor kualitas dari nadi
19. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
20. Monitor suara paru
21. Monitor pola pernapasan
abnormal
22. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
23. Monitor sianosis perifer
24. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
10. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

7 Resiko infeksi NOC : NIC :


1. Immune Status Infection Control (Kontrol
Definisi : Peningkatan resiko 2. Knowledge : Infection control infeksi)
masuknya organisme patogen 3. Risk control 1. Bersihkan lingkungan
Faktor-faktor resiko : Kriteria Hasil : setelah dipakai pasien lain

24
- Prosedur Invasif  Klien bebas dari tanda dan gejala 2. Pertahankan teknik isolasi
Ketidakcukupan pengetahuan infeksi 3. Batasi pengunjung bila perlu
untu kmenghindari paparan Menunjukkan kemampuan Instruksikan pada
patogen untuk mencegah timbulnya pengunjung untuk mencuci
- Trauma infeksi tangan saat berkunjung dan
- Kerusakan jaringan dan  Jumlah leukosit dalam batas setelah berkunjung
peningkatan paparan lingkungan normal meninggalkan pasien
- Ruptur membran amnion  Menunjukkan perilaku hidup 5. Gunakan sabun antimikrobia
- Agen farmasi (imunosupresan) sehat untuk cuci tangan
- Malnutrisi 6. Cuci tangan setiap
- Peningkatan paparan sebelum dan
lingkungan patogen sesudah tindakan kperawtan
- Imonusupresi 7. Gunakan baju, sarung
- Ketidakadekuatan imum buatan tangan sebagai alat
- Tidak adekuat pertahanan pelindung
sekunder (penurunan Hb, 8. Pertahankan lingkungan
Leukopenia, penekanan respon aseptik selama
inflamasi) pemasangan alat
- Tidak adekuat pertahanan tubuh 9. Ganti letak IV perifer dan
primer (kulit tidak utuh, trauma line central dan dressing
jaringan, penurunan kerja silia, sesuai dengan petunjuk
cairan tubuh statis, perubahan umum
sekresi pH, perubahan 10. Gunakan kateter intermiten
peristaltik). untuk menurunkan infeksi
- Penyakit kronik kandung kencing
11. Tingktkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila
perlu
Infection Protection (proteksi

25
terhadap infeksi)
13. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
14. Monitor hitung granulosit,
WBC
15. Monitor kerentanan terhadap
infeksi
16. Batasi pengunjung
17. Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
18. Partahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
19. Pertahankan teknik isolasi
k/p
20. Berikan perawatan kuliat
pada area epidema
21. Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
22. Ispeksi kondisi luka / insisi
bedah
23. Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
24. Dorong masukan cairan
25. Dorong istirahat
26. Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep
27. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi

26
28. Ajarkan cara menghindari
infeksi
29. Laporkan kecurigaan infeksi
30. Laporkan kultur positif

27
28

Anda mungkin juga menyukai