Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN BAYI

BERAT LAHIR RENDAH (BBLR)


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak
Dosen Pengampu :

Disusun Oleh :
Pamor Oktalia (010116A061)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


UNIVERSITAS NGUDI WALUYO UNGARAN
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

World Health Organization (WHO) mendefinisikan Berat Badan Lahir


Rendah (BBLR) sebagai bayi yang terlahir dengan berat kurang dari 2500gram.
BBLR masih terus menjadi masalah kesehatan masyarakat yang signifikan secara
global karena efek jangka pendek maupun panjangnya terhadap kesehatan.

Pada tahun 2011, 15% bayi di seluruh dunia (lebih dari 20 juta jiwa), lahir
dengan BBLR. Sebagian besar bayi dengan BBLR dilahirkan di negara
berkembang termasuk Indonesia, permasalahan ini hingga World Health
Assembly pada tahun 2012 mengesahkan Comprehensive Implementation Plan on
Maternal, Infant and Young Child Nutrition dengan menargetkan 30% penurunan
BBLR pada tahun 2025 (WHO, 2014).

Di Indonesia sendiri persentase BBLR tahun 2013 mencapai 10,2%


artinya, satu dari sepuluh bayi di Indonesia dilahirkan dengan BBLR. Jumlah ini
masih belum bisa menggambarkan kejadian BBLR yang sesungguhnya,
mengingat angka tersebut didapatkan dari dokumen/catatan yang dimiliki oleh
anggota rumah tangga, seperti buku Kesehatan Ibu dan Anak dan Kartu Menuju
Sehat. Sedangkan jumlah bayi yang tidak memiliki catatan berat badan lahir, jauh
lebih banyak. Hal ini berarti kemungkinan bayi yang terlahir dengan BBLR
jumlahnya jauh lebih banyak lagi (Balitbangkes and Kemenkes RI, 2013)

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, kejadian BBLR di Jawa Timur


sendiri tidak jauh berbeda dengan persentase nasional yaitu berada pada kisaran
10%. Kabupaten Nganjuk sebagai salah satu kabupaten yang ada di Jawa Timur
perlu mendapatkan perhatian khusus karena jumlah kematian bayi dan balita pada
tahun 2012 di kabupaten ini menempati peringkat kedua tertinggi di Jawa timur
setelah Kabupaten Jember Lebih serius lagi, 46% kematian bayi dan neonatus di
Kabupaten Nganjuk pada tahun 2013 disebabkan oleh BBLR (Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur, 2013).

Ratusan hasil penelitian di berbagai negara mengemukakan bahwa BBLR


lebih sering terjadi pada keluarga yang berpendapatan rendah. Penelitian Dickute
et al. (2003) menunjukkan bahwa bayi yang lahir dari keluarga dengan level
sosioekonomi rendah berisiko 2,5 kali lebih besar dilahirkan dengan BBLR
dibandingkan dengan bayi yang lahir dari keluarga level sosio ekonomi
menengah. Fakta tersebut membuat kita perlu mengalihkan perhatian pada
kelompok keluarga sangat miskin. Di Indonesia ada sebuah program yang khusus
ditujukan untuk keluarga sangat miskin (KSM). Program ini di berbagai belahan
dunia disebut dengan bantuan tunai bersyarat atau Conditional Cash Transfer
(CCT).
B. Tujuan
1. Tujuan Intruksional Umum
Makalah ini disusun agar mahasiswa dapat mengetahui tentang
bayi berat lahir rendah (BBLR).
2. Tujuan Intruksional Khusus
Setelah disampaikannya materi tentang bayi berat lahir rendah
(BBLR) mahasiswa dapat :
a. Mengetahui pengertian bayi berat lahir rendah.
b. Mengetahui etiologi bayi berat lahir rendah.
c. Mengetahui manifestasi bayi berat lahir rendah.
d. Mengetahui patofisiologi bayi berat lahir rendah.
e. Mengetahui pemeriksaan diagnostic bayi berat lahir rendah.
f. Mengetahui penatalaksanaan bayi berat lahir rendah.
g. Mengetahui asuhan keperawatan bayi berat lahir rendah.

C. Manfaat
Dengan dibuatnya laporan pendahuluan ini diharapkan pembaca
mampu mengetahui tentang bayi berat lahir rendah (BBLR) dan bisa
mencegah dari sejak dini.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Istilah prematuritas telah diganti dengan berat badan lahir rendah
(BBLR) karena terdapat dua bentuk penyebab kelahiran bayi dengan berat
badan kurang dari 2.500 gram, yaitu karena umur hamil kurang dari 37
minggu, berat badan lebih rendah dari semestinya, sekalipun umur cukup,
atau karena kombinasi keduanya.
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang
berat badannya saat kelahiran kurang dari 2.500 gram (sampai dengan
2.499 gram). Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang
lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram tanpa memperhatikan
usia gestasi (Farida Linda Sari Siregar, tt).
Menurut Depkes RI (2008), BBLR adalah bayi yang lahir dengan
berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa kehamilan.
Pada tahun 1961 oleh WHO semua bayi yang lahir dengan berat badan
lahir kurang dari 2500 gram disebut Law Birth Weight Infant (BBLR).
Berdasarkan pengertian di atas ada beberapa pengelompokan
BBLR sebagai berikut (Mitayani, 2009) :
1. Prematuritas murni
Bayi yang lahir dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan
berat badan sesuai dengan gestasi atau yang disebut neonatus kurang
bulan sesuai dengan masa kehamilan.
2. Baby small for gestational age (SGA)
Berat badan lahir tidak sesuai dengan masa kehamilan. SGA terdiri dari
tiga jenis, yaitu :
 Simetris (intrauterus for gestational age), yaitu gangguan nutrisi pada
awal kehamilan dan dalam jangka waktu yang lama.
 Asimetris (intrauterus growth retardation), yaitu terjadi defisit pada
fase akhir kehamilan.
 Dismaturitas, yaitu bayi yang lahir kurang dari berat badan yang
seharusnya untuk masa gestasi, dan bayi mengalami retardasi
pertumbuhan intrauteri, serta merupakan bayi kecil untuk masa
kehamilan.

Sedangkan pengelompokan BBLR berdasarkan ukuran sebagai


berikut (Wong, 2008) :

1. Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi yang berat
badannya kurang dari 2500 gram, tanpa memperhatikan usia gestasi.
2. Bayi berat badan lahir ekstrem rendah (BBLER) merupakan bayi yang
berat badannya kurang dari 1000 gram.
3. Bayi berat badan lahir sangat rendah (BBLRR) merupakan bayi yang
berat badannya kurang dari 1500 gram.
4. Bayi berat badan lahir moderat (BBLM) merupakan bayi yang berat
badannya 1501 sampai 2500 gram.
5. Bayi berat badan sesuai usia gestasinya merupakan bayi yang berat
badannya antara persentil ke-10 sampai ke-90 pada kurva
pertumbuhan intrauterin.
6. Berat badan kecil untuk usianya atau kecil untuk usia gestasinya
merupakan bayi yang laju pertumbuhan intrauterinnya lambat dan
yang berat badan lahirnya kurang dari persentil ke-10 pada kurva
pertumbuhan intrauterin.
7. Retardasi pertumbuhan intrauterin (IUGR) ditemukan pada bayi yang
pertumbuhan intrauterinnya mengalami retardasi (terkadang
digunakan istilah pengganti yang lebih deskritif untuk bayi kecil untuk
usia gestasinya).
8. Bayi besar untuk usia gestasinya merupakan bayi yang berat badan
lahirnya diatas persentil ke-90 pada kurva pertumbuhan intrauterin.
B. Etiologi
Beberapa faktor penyebab dari bayi dengan berat badan lahir
rendah (Proverawati dan Ismawati, 2010), yaitu :
1. Faktor ibu, terdiri dari :
a. Penyakit,
 Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan
antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
 Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,
hipertensi, HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung.
 Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
b. Ibu,
 Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada usia
< 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
 Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1
tahun).
 Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
c. Keadaan sosial ekonomi,
 Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini
dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang
kurang.
 Aktivitas fisik yang berlebihan.
 Perkawinan yang tidak sah.
d. Status gizi ibu hamil,
Status gizi sebelum dan selama hamil dapat memengaruhi
pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Ada beberapa cara yang
dapat digunakan untuk mengetahui status gizi ibu hamil, salah
satunya dengan memantau pertambahan berat badan selama hamil.
Berat badan ibu hamil harus memadai, bertambah sesuai dengan
umur kehamilan. Jika berat badan ibu kurang akan beresiko
melahirkan bayi dengan berat badan kurang (BBLR) (Waryana,
2010).
Berikut kenaikan berat badan normal bagi wanita hamil di tiap
trisemester (Waryana, 2010) :
 Trisemester I (0-12 minggu), kenaikan berat badan sebesar 0,7-
1,4 kg.
 Trisemester II (sampai usia 28 minggu), kenaikan berat badan
sebesar 6,7-7,4 kg.
 Trisemester III (sampai usia 40 minggu), kenaikan berat badan
sebesar 12,7-13,4 kg.
(Anitasari Setyaningsih, 2013)
2. Faktor janin, meliputi kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi
sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.
3. Faktor plasenta, disebabkan oleh : hidramnion, plasenta previa, solutio
plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban
pecah dini.
4. Faktor lingkungan, yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal di
dataran tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada bayi dengan berat
lahir rendah, sebagai berikut (Mitayani, 2009) :
1. Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari 45 cm,
lingkar dada kurang dari 30 cm, dan lingkar kepala kurang dari 33cm.
2. Masa gestasi kurang dari 37 minggu.
3. Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, dan lemak subkutan amat sedikit.
4. Osofikasi tengkorak sedikit serta ubun-ubun dan sutura lebar.
5. Genitalia imatur, labia minora belum tertutup dengan labia miyora.
6. Pergerakan kurang dan lemah, tangis lemah, pernafasan belum teratur
dan sering mendapatkan serangan apnea.
7. Lebih banyak tidur dari pada bangun, reflek menghisap dan menelan
belum sempurna.
Manifestasi berat bayi blahir rendah sebelum dilahirkan menurut
Farida Linda Sari Siregar, sebagai berikut :
1. pada anamnesa sering dijumpai adanya riwayat abortus partus
prematurus dan lahir mati,
2. pergerakan janin yang pertama (quikening) terjadi lebih lambat,
gerakan janin lebih lambat, walaupun kehamilannya sudah agak lanjut,
3. pembesaran uterus tidak sesuai tuanya kehamilan,
4. pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai menurut
seharusnya, dan
5. sering dijumpai kehamilan dengan oligohidramnion atau bisa pula
hidramnion, hiperemesis gravidarum dan pada hamil lanjut dengan
toxemia gravidarum.

D. Patofisiologis
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan
yang belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan
dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu),
tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil dari masa kehamilannya, yaitu
tidak mencapai 2.500 gram. Masalah ini terjadi karena adanya gangguan
pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh
penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan
keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi
berkurang.
Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan
janin tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi
dengan berat badan lahir normal. Kondisi kesehatan yang baik, sistem
reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi
pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih
besar dan lebih sehat dari pada ibu dengan kondisi kehamilan yang
sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering
melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi,
terlebih lagi bila ibu menderita anemia.
Ibu hamil umumnya mengalami deplesi atau penyusutan besi
sehingga hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk
metabolisme besi yang normal. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan
gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun
sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam
kandungan, abortus, cacat bawaan, dan BBLR. Hal ini menyebabkan
morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna
lebih tinggi, sehingga kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan premature
juga lebih besar (Nelson, 2010).

E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk berat bayi lahir
rendah sebagai berikut :
1. Jumlah sel darah putih : 18.000/mm3, netrofil meningkat sampai
23.000- 24.000/mm3, hari pertama setelah lahir (menurun bila ada
sepsis ).
2. Hematokrit ( Ht ) : 43%- 61 % ( peningkatan sampai 65 % atau lebih
menandakan polisitemia, penurunan kadar menunjukkan anemia atau
hemoragic prenatal/perinatal ).
3. Hemoglobin (Hb) : 15-20 gr/dl (kadar lebih rendah berhubungan
dengan anemia atau hemolisis berlebihan ).
4. Bilirubin total : 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1-2 hari,
dan 12 mg/dl pada 3-5 hari.
5. Destrosix : tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah
kelahiran rata-rata 40-50 mg/dl meningkat 60-70 mg/dl pada hari
ketiga.
6. Pemantauan elektrolit ( Na, K, Cl ) : biasanya dalam batas normal pada
awalnya.
7. Pemeriksaan Analisa gas darah.
F. Risiko Permasalahan yang Muncul pada Bayi BBLR
Risiko permasalahan yang sering terjadi pada bayi BBLR adalah
(Proverawati & Ismawati, 2010) :
1. Gangguan metabolic
Terjadi karena sedikitnya lemak dalam tubuh dan system
pengaturan suhu tubuh bayi baru lahir belum matang. Asupan glukosa
yang kurang berakibat pada sel-sel saraf otak mati dan memengaruhi
kecerdasan bayi kelak. Hiperglekemia merupakan masalah yang sering
terjadi pada bayi premature yang mendapat cairan glukosa berlebih
secara intravena tetapi mungkin juga terjadi pada bayi BBLR lainnya.
Masalah pemberian ASI pada BBLR terjadi karena ukuran tubuh bayi
yang kecil, kurang energy, lemah, lambungnya kecil, dan refleks
menghisap yang masih lemah.
2. Gangguan imunitas
Daya tahan tubuh terhadap infeksi masih lemah karena rendahnya
kadar IgG. Bayi premature relative belum sanggup membentuk
antibody dan daya fagositosis serta reaksi terhadap infeksi belum baik.
Hal ini terjadi karena system kekebalan tubuh bayi belum matang. Bayi
juga dapat terkena infeksi jalan lahir atau tertular infeksi dari ibu
melalui plasenta.
3. Gangguan pernapasan
Sindroma gangguan pernapasan pada bayi BBLR adalah
perkembangan imatur pada system pernapasan atau tidak adekuatnya
jumlah surfaktan pada paru-paru. Bayi BBLR dapat mengalami
gangguan pernapasan oleh karena bayi menelan air ketuban sehingga
masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengganggu pernapasannya.
Ini tidak hanya dialami bayi BBLR sata, tetapi juga bayi cukup bulan.
Khusus bayi premature, umumnya gangguan pernapasannya berkaitan
dengan organ paru-paru yang belum matang.
4. Gangguan system peredaran darah
Perdarahan pada neonatus mungkin dapat disebabkan karena
kekurangan factor pembekuan darah dan factor fungsi pembekuan darah
abnormal atau menurun. Sebagai tindakan pencegahan terhadap
perdarahan otak dan saluran cerna pada bayi dapat diberikan injeksi
vitamin K yang berfungsi untuk mempertahankan mekanisme
pembekuan darah abnormal.
5. Gangguan cairan dan elektrolit
Kerja ginjal masih belum matang, menyebabkan kemampuan
mengatur pembuangan sisa metabolism dan air masih belum sempurna.
Saluran pencernaan bayi BBLR belum berfungsi sempurna sehingga
penyerapan makanan masih lemah. Aktivitas otot pencernaan juga
belum sempurna sehingga pengosongan lambung berkurang.
Masalah jangka panjang yang mungkin muncul pada bayi BBLR,
antara lain (Proverawati & Ismawati, 2010) :
1. Gangguan perkembangan dan pertumbuhan
Pada bayi BBLR, pertumbuhan dan perkembangan lebih lambat
berkaitan dengan maturitas otak.
2. Gangguan bicara dan komunikasi
Penelitian longitudinal menunjukkan perbedaan kecepatan bicara
yang menarik antara BBLR dan berat lahir normal (BLN). Pada bayi
BBLR kemampuan bicaranya akan terlambat dibandingkan BLN
sampai usia 6,5 tahun.
3. Gangguan neurologi dan kognisi
Gejala neurologis yang paling sering dilaporkan adalah cerebral
palsy. Semakin kecil usia kehamilan bayi maka semakin tinggi
resikonya. Gejala neurologi lain adalah retardasi mental, MMR (motor,
metal retardsi) dan kelianan EEG (dengan atau tanpa epilepsy).
Gangguan selama periode perinatal akan meningkatkan resiko
neurologis. Untuk usia kehamilan tua BBLSR (sehat) tetap beresiko
untuk gangguan belajar dan gangguan perilaku.
4. Gangguan atensi dan hiperaktif
Dikenal sebagai Minimal Brain Disorders yang merupakan
gangguan neurologi. Penelitian menunjukkan bahwa gangguan ini lebih
banyak dengan berat lahir < 2041 gram. Sering disertai dengan gejala
ringan dan perubahan perilaku. Paling sering disertai gangguan
disfungsi intregasi sensori.
Menurut Proverawati & Ismawati (2010) penyebab terjadinya bayi
BBLR secara umum bersifat multifaktorial sehingga kadang mengalami
kesulitan untuk melakukan tindakan pencegahan. Namun, penyebab
terbanyak terjadinya bayi BBLR adalah kelahiran premature. Semakin
muda usia kehamilan maka semakin besar risiko jangka panjang dan
jangka pendek yang dapat terjadi.
(Anitasari Setyaningsih, 2013)
Komplikasi yang mungkin muncul akibat dari bayi berat lahir
rendah, antara lain (Mitayani, 2009) :
a. Sindrom aspirasi mekonium
Sindrom aspirasi mekonium adalah gangguan pernapasan pada bayi
baru lahir yang disebabkan oleh masuknya mekonium (tinja bayi) ke
paru-paru sebelum atau sekitar waktu kelahiran (menyebabkan
kesulitan bernafas pada bayi).
b. Hipoglikemi simptomatik
Hipoglikemi adalah kondisi ketidaknormalan kadar glokosa serum yang
rendah. Keadaan ini dapat didefinisikan sebagai kadar glukosa dibawah
40 mg/dL. Hipoglikemi sering terjadi pada BBLR, karena cadangan
glukosa rendah ,terutama pada laki-laki.
c. Penyakit membran hialin yang disebabkan karena membrane surfaktan
belum sempurna atau cukup, sehingga alveoli kolaps.
Sesudah bayi mengadakan aspirasi, tidak tertinggal udara dalam alveoli,
sehingga dibutuhkan tenaga negative yang tinggi untuk pernafasan
berikutnya.
d. Asfiksia neonatorum
Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.
e. Hiperbilirubinemia (gangguan pertumbuhan hati)
Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar
bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva,
mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada bayi BBLR yaitu
dengan menerapkan beberapa metode Developemental care, sebagai
berikut :
1. Pemberian posisi
Pemberian posisi pada bayi BBLR sangat mempengaruhi pada
kesehatan dan perkembangan bayi. Bayi yang tidak perlu mengeluarkan
energi untuk mengatasi usaha bernafas, makan atau mengatur suhu
tubuh dapat menggunakan energi ini untuk pertumbuhan dan
perkembangan.
Posisi telungkup merupakan posisi terbaik bagi kebanyakan bayi
preterm dan BBLR yang dapat menghasilkan oksigenasi yang lebih
baik, lebih menoleransi makanan, dan pola tidur istirahatnya lebih
teratur. Bayi memperlihatkan aktifitas fisik dan penggunaan energi
lebih sedikit bila diposisikan telungkup. Akan tetapi ada yang lebih
menyukai postur berbaring miring fleksi.
Posisi telentang lama bagi bayi preterm dan BBLR tidak disukai,
karena tampaknya mereka kehilangan keseimbangan saat telentang dan
menggunakan energi vital sebagai usaha untuk mencapai keseimbangan
dengan mengubah postur. Posisi telentang jangka lama bayi preterm
dan BBLR dapat mengakibatkan abduksi pelvis lebar (posisi kaki
katak), retraksi dan abduksi bahu, peningkatan ekstensi leher dan
peningkatan ekstensi batang tubuh dengan leher dan punggung
melengkung. Sehingga pada bayi yang sehat posisi tidurnya tidak boleh
posisi telungkup (Wong, 2008).
2. Minimal handling
 Dukungan respirasi
Banyak bayi BBLR memerlukan oksigen suplemen dan bantuan
ventilasi, hal ini bertujuan agar bayi BBLR dapat mencapai dan
mempertahankan respirasi. Bayi dengan penanganan suportif ini
diposisikan untuk memaksimalkan oksigenasi. Terapi oksigen
diberikan berdasarkan kebutuhan dan penyakit bayi.
 Termoregulasi
Kebutuhan yang paling krusial pada bayi BBLR adalah pemberian
kehangatan eksternal setelah tercapainya respirasi. Bayi BBLR
memiliki masa otot yang lebih kecil dan deposit lemak cokelat lebih
sedikit untuk menghasilkan panas, kekurangan isolasi jaringan lemak
subkutan, dan kontrol refleks yang buruk pada kapiler kulitnya. Pada
saat bayi BBLR lahir mereka harus segera ditempatkan dilingkungan
yang hangat hal ini untuk mencegah atau menunda terjadinya
hipotermi.
 Perlindungan terhadap infeksi
Perlindungan terhadap infeksi merupakan salah satu penatalaksanaan
asuhan keperawatan pada bayi BBLR untuk mencegah terkena
penyakit. Lingkungan perlindungan dalam inkubator yang secara
teratur dibersihkan dan diganti merupakan tindakan yang efektif
terhadap agens infeksi yang ditularkan melalui udara. Sumber infeksi
meningkat secara langsung berhubungan dengan jumlah personel
dan peralatan yang berkontak langsung dengan bayi.
 Hidrasi
Bayi resiko tinggi sering mendapat cairan parenteral untuk asupan
tambahan kalori, elektrolit, dan air. Hidrasi yang adekuat sangat
penting pada bayi preterm, karena kandungan air ekstraselulernya
lebih tinggi (70% pada bayi cukup bulan dan sampai 90% pada bayi
preterm). Hal ini dikarenakan permukaan tubuhnya lebih luas dan
kapasitas osmotik dieresis terbatas pada ginjal bayi preterm yang
belum berkembang sempurna, sehingga bayi tersebut sangat peka
terhadap kehilangan cairan.
 Nutrisi
Nutrisi yang optimal sangat kritis dalam manajemen bayi BBLR,
tetapi terdapat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi mereka
karena berbagai mekanisme ingesti dan digesti makanan belum
sepenuhnya berkembang. Jumlah, jadwal, dan metode pemberian
nutrisi ditentukan oleh ukuran dan kondisi bayi. Nutrisi dapat
diberikan melalui parenteral ataupun enteral atau dengan kombinasi
keduanya.
Kebutuhan bayi untuk tumbuh cepat dan pemeliharaan harian harus
dipenuhi dalam keadaan adanya banyak kekurangan anatomi dan
fisiologis. Meskipun beberapa aktivitas menghisap dan menelan
sudah ada sejak sebelum lahir, namun koordinasi mekanisme ini
belum terjadi sampai kurang lebih 32 sampai 34 minggu usia gestasi,
dan belum sepenuhnya sinkron dalam 36 sampai 37 minggu.
Pemberian makan bayi awal ( dengan syarat bayi stabil secara
medis) dapat menurunkan insidens faktor komplikasi seperti
hipoglikemia, dehidrasi, derajat hiperbilirubinemia bayi BBLR dan
preterm yang terganggu memerlukan metode alternatif, air steril
dapat diberikan terlebih dahulu. Jumlah yang diberikan terutama
ditentukan oleh pertambahan berat badan bayi BBLR dan toleransi
terhadap pemberian makan sebelum dan ditingkatkan sedikit demi
sedikit sampai asupan kalori yang memuaskan dapat tercapai.
Bayi BBLR dan preterm menuntut waktu yang lebih lama dan
kesabaran dalam memberikan makan dibandingkan pada bayi cukup
bulan, dan mekanisme oral-faring dapat terganggu oleh usaha
pemberian makan yang terlalu cepat. Penting untuk tidak membuat
bayi kelelahan atau melebihi kapasitas mereka dalam menerima
makanan.
3. Perawatan Metode Kanguru (Kangaroo Mother Care)
Perawatan metode kanguru (PMK) merupakan salah satu alternatif
cara perawatan yang murah, mudah, dan aman untuk merawat bayi
BBLR. Dengan PMK, ibu dapat menghangatkan bayinya agar tidak
kedinginan yang dapat membuat bayi BBLR mengalami bahaya dan
mengancam hidupnya, hal ini dikarenakan pada bayi BBLR belum
dapat mengatur suhu tubuhnya karena sedikitnya lapisan lemak
dibawah kulitnya.
PMK dapat memberikan kehangatan agar suhu tubuh pada bayi
BBLR tetap normal, hal ini dapat mencegah terjadinya hipotermi karena
tubuh ibu dapat memberikan kehangatan secara langsung kepada
bayinya melalui kontak antara kulit ibu dengan kulit bayi, ini juga dapat
berfungsi sebagai pengganti dari inkubator.
PMK dapat melindungi bayi dari infeksi, pemberian makanan yang
sesuai untuk bayi (ASI), berat badan cepat naik, memiliki pengaruh
positif terhadap peningkatan perkembangan kognitif bayi, dan
mempererat ikatan antara ibu dan bayi, serta ibu lebih percaya diri
dalam merawat bayi (Perinansia, 2008).
Beberapa teknik yang dapat dilakukan pada bayi BBLR, sebagai
berikut (Perinansia, 2008) :
a. Bayi diletakkan tegak lurus di dada ibu sehingga kulit bayi
menempel pada kulit ibu.
b. Sebelumnya cuci tangan dahulu sebelum memegang bayi.
c. Pegang bayi dengan satu tangan diletakkan dibelakang leher sampai
punggung bayi.
d. Sebaiknya tidak memakai kutang atau beha (perempuan) atau kaos
dalam (laki-laki) selama PMK.
e. Topang bagian bawah
rahang bayi dengan ibu
jari dan jari-jari lainnya,
agar kepala bayi tidak tertekuk dan tidak menutupi saluran napas
ketika bayi berada pada posisi tegak.
f. Tempatkan salah satu tangan dibawah bokong bayi, kemudian
lekatkan antara kulit dada ibu dan bayi seluas-luasnya.
g. Pertahankan posisi bayi dengan kain gendongan, sebaiknya ibu
memakai baju yang longgar dan berkancing depan.
h. Kepala bayi sedikit tengadah supaya bayi dapat bernapas dengan
baik.
i. Sebaiknya bayi tidak memakai baju, bayi memakai topi hangat,
memakai popok dan memakai kaus kaki.
j. Selama perpisahan antara ibu dan bayi, anggota keluarga (ayah
nenek, dll), dapat juga menolong melakukan kontak kulit langsung
ibu dengan bayi dalam posisi kanguru.

PMK tidak diberikan sepanjang waktu tetapi hanya dilakukan jika


ibu mengunjungi bayinya yang masih berada dalam perawatan di
inkubator dengan durasi minimal satu jam secara terus-menerus dalam
satu hari atau disebut PMK intermiten. Sedangkan PMK yang diberikan
sepanjang waktu yang dapat dilakukan di unit rawat gabung atau
ruangan yang dipergunakan untuk perawatan metode kanguru disebut
PMK kontinu.

4. Perawatan pada incubator


Inkubator adalah suatu alat untuk membantu terciptanya suatu
lingkungan yang optimal, sehingga dapat memberikan suhu yang
normal dan dapat mempertahankan suhu tubuh. Pada umumnya terdapat
dua macam inkubator yaitu incubator tertutup dan inkubator terbuka
(Hidayat, 2005).
 Perawatan bayi dalam inkubator tertutup
 Inkubator harus selalu tertutup dan hanya dibuka apabila dalam
keadaan tertentu seperti apnea, dan apabila membuka inkubator
usahakan suhu bayi tetap hangat dan oksigen harus selalu
disediakan.
 Tindakan perawatan dan pengobatan diberikan melalui hidung.
 Bayi harus dalam keadaan telanjang (tidak memakai pakaian)
untuk memudahkan observasi.
 Pengaturan panas disesuaikan dengan berat badan dan kondisi
tubuh.
 Pengaturan oksigen selalu diobservasi.
 Inkubator harus ditempatkan pada ruangan yang hangat kira-kira
dengan suhu 27 derajat celcius.
 Perawatan bayi dalam inkubator terbuka
 Pemberian inkubator dilakukan dalam keadaan terbuka saat
pemberian perawatan pada bayi.
 Menggunakan lampu pemanas untuk memberikan keseimbangan
suhu normal dan kehangatan.
 Membungkus dengan selimut hangat.
 Dinding keranjang ditutup dengan kain atau yang lain untuk
mencegah aliran udara.
 Kepala bayi harus ditutup karena banyak panas yang hilang
melalui kepala.
 Pengaturuan suhu inkubator disesuaikan dengan berat badan
sesuai dengan ketentuan.
ASUHAN KEPERAWATAN

BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR)

No. Diagnosa Tujuan Intervensi


Keperawatan
1 Pola nafas tidak Setelah dilakukan asuhan  Observasi pola Nafas.
efektif berhubungan keperawatan selama 3 x 24  Observasi frekuensi
dengan maturitas jam, klien memiliki kontrol dan bunyi nafas
pusat pernafasan, Pola napas menjadi efektif  Observasi adanya
keterbatasan dengan kriteria hasil : sianosis.
perkembangan otot,  RR 30-60 x/mnt  Monitor dengan teliti
penurunan  Sianosis (-) hasil pemeriksaan gas darah.
energi/kelelahan,  Sesak (-)  Tempatkan kepala
ketidakseimbangan  Ronchi (-) pada posisi hiperekstensi.
metabolik. 
 Whezing (-) Beri O2 sesuai
program dokter
 Observasi respon bayi
terhadap ventilator dan terapi
O2.
 Atur ventilasi ruangan
tempat perawatan klien.
 Kolaborasi dengan
tenaga medis lainnya

2 Hipotermi Setelah dilakukan asuhan  Observasi tanda-tanda


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 vital.
kontrol suhu yang jam, klien memiliki kontrol  Tempatkan bayi pada
imatur dan suhu tubuh dengan kriteria incubator.
penurunan lemak hasil :  Awasi dan atur
tubuh subkutan.  Suhu normal 36-
37C. control temperature dalam
 Kulit hangat. incubator sesuai kebutuhan.
 Sianosis (-)  Monitor tanda-tanda
 Ekstremitas hangat Hipertermi.
 Hindari bayi dari
pengaruh yang dapat
menurunkan suhu tubuh.
 Ganti pakaian setiap
basah
 Observasi adanya
sianosis.

3 Gangguan kebutuhan Setelah dilakukan asuhan Observasi intake dan output.


nutrisi : kurang dari keperawatan selama 3 x 24 Observasi reflek hisap dan
kebutuhan tubuh jam, klien memiliki kontrol menelan.
berhubungan dengan nutrisi dapat terpenuhi  Beri
ketidak mampuan dengan kriteria hasil : minum sesuai program
mencerna nutrisi  Reflek  Pasang
karena imaturitas. hisap dan menelan baik NGT bila reflek menghisap
 Muntah dan menelan tidak ada.
(-)  Monitor
 Kembu tanda-tanda intoleransi
ng (-) terhadap nutrisi parenteral.
 BAB  Kaji
lancar kesiapan untuk pemberian
 Berat nutrisi enteral
badan meningkat 15 gr/hr  Kaji
 Turgor kesiapan ibu untuk menyusu.
elastis  Timbang BB setiap
hari.
4 Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan  Kajii tanda-tanda
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 infeksi.
pertahanan jam, klien tidak terjadi  Isolasi bayi dengan
imunologis yang infeksi dengan kriteria bayi lain.
kurang hasil :  Cuci tangan sebelum
 Suhu 36-37C dan sesudah kontak dengan
 Tidak ada tanda- bayi.
tanda infeksi.  Gunakan masker
 Leukosit 5.000- setiap kontak dengan bayi.
10.000  Cegah kontak dengan
orang yang terinfeksi.
 Pastikan semua
perawatan yang kontak
dengan bayi dalam keadaan
bersih/steril.
 Kolaborasi dengan
dokter.
 Berikan antibiotic
sesuai program.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dalam hal ini kelompok kami menarik kesimpulan bahwa bayi baru
lahir yang berat badannya saat kelahiran kurang dari 2.500 gram (sampai
dengan 2.499 gram). Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi
yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram tanpa
memperhatikan usia gestasi.
Di Indonesia sendiri persentase BBLR tahun 2013 mencapai 10,2%
artinya, satu dari sepuluh bayi di Indonesia dilahirkan dengan BBLR.
Jumlah ini masih belum bisa menggambarkan kejadian BBLR yang
sesungguhnya, mengingat angka tersebut didapatkan dari
dokumen/catatan yang dimiliki oleh anggota rumah tangga, seperti buku
Kesehatan Ibu dan Anak dan Kartu Menuju Sehat. Sedangkan jumlah bayi
yang tidak memiliki catatan berat badan lahir, jauh lebih banyak. Hal ini
berarti kemungkinan bayi yang terlahir dengan BBLR jumlahnya jauh
lebih banyak lagi.
B. SARAN
Setelah dibuatnya makalah ini harapannya para pembaca khususnya
keluarga yang mempunyai anak dengan BBLR dapat memahami tentang
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) mulai dari penyebab, tanda gejala dll .
Dalam hal ini peran perawat juga sangat penting untuk memberikan
penyuluhan. Tujuannya agar dapat mencegah lebih dini adanya Bayi
Berat Lahir Rendah (BBLR).
Untuk perawat, perlu meningkatkatkan pengetahuan dan keterampilan
tentang Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
Diagnosa :

1.Ketidakefektifan Pola Nafas

2. Ketidakefektifan Bersihan jalan nafas

3. Risiko ketidakseimbangan temperatur tubuh

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


5. Ketidakefektifan pola minum bayi

6. Hipotermi

7. Resiko infeksi

Anda mungkin juga menyukai