Anda di halaman 1dari 32

TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK

BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)

Kep

Oleh:

DEWI YANTI IMELDA. S

NIM 21010081

PROGRAM S-1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PEKANBARU MEDICAL CENTER
2022

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
BBLR merupakan salah satu penyebab kematian pada bulan pertama kelahiran
seorang bayi. Kejadian BBLR menyebabkan berbagai dampak kesehatan masyarakat
baik dimasa bayi dilahirkan maupun dimasa perkembangannya di waktu yang akan
datang (Jayant, 2011).
BBLR akan meningkatkan angka kesakitan dan angka kematian bayi, BBLR
merupakan individu manusia yang karena berat badan, usia kehamilan dan factor
penyebab kelahirannya kurang dari standar kelahiran bayi normal (Maryuni,2013).
Data World Health Organisation WHO) Angka kematian bayi (AKB) di dunia
34 per 1.000 kelahiran hidup, AKB di negara berkembang 37 per 1.000 kelahiran
hidup, dan AKB di negara maju 5 per 1.000 kelahiran hidup, Asia Tenggara 24 per
1.000 kelahiran hidup, Asia Selatan 43 per 1.000 kelahiran hidup dan Asia Barat 21
per 1.000 kelahiran hidup.Penyebab utama kematian bayi adalah bayi berat badan lahir
rendah BBLR, asfiksia dan infeksi (WHO 2014).
Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah
lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun
2013 secara nasional angka BBLR sekitar 10,2%. Angka ini lebih rendah dari hasil
riset kesehatan dasar tahun 2010 yaitu sebesar 11,1%. Sekitar 57% kematian bayi
terjadi pada bayi umur dibawah 1 bulan dan utamanya disebabkan oleh gangguan
perinatal dan bayi berat lahir rendah. Menurut perkiraan, setiap tahunnya sekitar
400.000 bayi lahir dengan berat badan rendah. (Kemenkes RI, 2016).
AKB di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara seperti Malaysia
dan Singapura yang sudah mencapai dibawah 10 per 1.000 kelahiran hidup.Kematian
bayi merupakan salah satu indikator sensitiv untuk mengetahui derajat kesehatan suatu
negara dan bahkan untuk mengukur tingkat kemajuan suatu bangsa. Tingginya angka
kematian bayi menunjukkan masih rendahnya kualitas sektor kesehatan di negara

2
tersebut. AKB dengan penyebab terbesar di Indonesia antara lain BBLR 29%, Sepsis
dan Pneumonia 25 %, Asfiksia dan Trauma 23 %. (Depkes RI,2014 ).

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien BBLR
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien BBLR
b. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien BBLR
c. Mahasiswa mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada pasien BBLR
d. Mahasiswa mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien BBLR
e. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada pasien BBLR

C. Manfaat
1. Mahasiswa mengerti apa yang dimaksud dengan BBLR
2. Mahasiswa mengerti etiologi BBLR
3. Mahasiswa mengerti diagnosa keperawatan BBLR
4. Mahasiswa mengerti membuat rencana tindakan keperawatan BBLR
5. Mahasiswa mengetahui tindakan keperawatan pada BBLR
6. Mahasiswa mengetahui evaluasi tindakan keperawatan pada BBLR

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

1. Pengertian BBLR

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2.500 gram tanpa memandang usia kehamilan. Berat saat lahir adalah berat bayi yang
ditimbang dalam 1 jam setelah lahir.Acuan lain dalam pengukuran BBLR juga terdapat
pada pedoman Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) gizi. Dalam pedoman tersebut
bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi lahir dengan berat kurang dari 2.500 gram
diukur pada saat lahir atau sampai hari ke tujuh setelahlahir. (Putra, 2012).

Klasifikasi BBLR Menurut Berat Lahir yaitu:


a. Bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan berat 1500 – 2499 gram.
b. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) dengan berat lahir 1000 – 1499 gram.
c. Bayi berat lahir ekstrem rendah (BBLER) dengan berat lahir < 1000 gram.

Klasifikasi BBLR Menurut Masa Kehamilan yaitu:


a. Prematuritas Murni atau Sesuai Masa Kehamilan /SMK
Bayi yang lahir dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badan
sesuai dengan masa kehamilan.
Kepala relatif lebih besar dari badannya , kulit tipis transparan, lemak subkutan
kurang, tangisnya lemah dan jarang.
b. Dismaturitas atau Kurang Masa Kehamilan / KMK
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa
gestasinya. Hal tersebut menunjukkan bayi mengalami gangguan pertumbuhan
intrauterine dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya.
(Rukmono,2013).

4
2. Gambaran Klinis BBLR

Tanda-tanda BBLR dibagi menjadi 2 yaitu tanda-tanda bayi pada kurang bulan
dan tanda-tanda bayi pada bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK).
a. Tanda-tanda bayi Kurang Bulan
Tanda-tanda bayi kurang bulan meliputi : kulit tipis dan mengkilap, tulang rawan
telinga sangat lunak karena belum terbentuk sempurna, lanugo masih banyak
ditemukan terutama pada bagian punggung, jaringan payudara belum terlihat,
putting masih berupa titik, pada bayi perempuan labia mayora belum menutupi labia
minora, pada laki-laki skrotum belum banyak lipatan, testis kadang belum turun,
rajah telapak kaki kurang dari 1/3 bagian atau belum terbentuk, kadang disertai
dengan pernapasan tidak teratur, aktifitas dan tangisnya lemah, serta reflek
menghisapdan menelan tidak efektif/ lemah (berdasarkan data dari Depkes RI,
2015).
b. Tanda-tanda Bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)
Tanda-tanda bayi kecil untuk masa kehamilan meliputi: umur bayi cukup, kurang
atau lebih bulan tetapi beratnya kurang dari 2.500 gram, gerakannya cukup aktif,
tangisnya cukup kuat, kulit keriput, lemak bawah kulit tipis, payudara dan putting
sesuai masa kehamilan, bayi perempuan bila cukup bulan labia mayora menutupi
labia minora, bayi laki-laki testis mungkin telah turun, rajah telapak kaki lebih dari
1/3 bagian, serta menghisap cukup kuat. (berdasarkan data dari Depkes RI, 2015).
c. Epidemiologi Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Prevalensi berat bati lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran
di dunia dengan batasan 3,3- 38% dan lebih sering terjadi di negara berkembang
atau sosial ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR
didapatkan di negara berkembang. Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi
antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9 – 30%. Secara
Nasional berdasarkan analisis lanjut SDK I angka BBLR sekitar 7,5% kelahiran bayi
dengan BBLR di Indonesia masih tergolong tinggi dengan presentase tahun 2014
11,1% (SDKI, 2015).

5
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi BBLR
1) Faktor obstetrik
a) Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan baik hidup maupun mati.
Kehamilan dan persalinan pertama meningkatkan risiko kesehatan yang timbul
karena ibu belum pernah mengalami kehamilan sebelumnya, selain itu jalan
lahir baru akan dilalui janin. Sebaiknya risiko terjadinya BBLR pada ibuyang
pernah melahirkan anak empat kali atau lebih rahim akan menjadi semakin
melemah karena jaringan parut uterus akibat kehamilan berulang menyebabkan
tidak kuatnya persediaan darah ke plasenta sehingga plasenta tidak mendapat
aliran darah yang cukup untuk menyalurkan nutrisi ke janin (Damelash, 2015).
b) Pre-eklamsia
Pre-ekalmsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai proteinuria. Ibu dengan pre-eklamsia meningkatkan risiko BBLR hal
ini disebabkan karena implantasi plasenta yang abnormal yang merupakan
predisposisi wanita dengan pre-eklamsia mengalami keadaan intrauterine yang
buruk yang menyebabkan terjadinya perfusi plasenta sehingga menyebabkan
hipoksia yang berdampak pada pertumbuhan janin dan berujung pada kejadian
BBLR (Mitao, 2016).
c) Riwayat obstetrik buruk
Riwayat obstetrik buruk yaitu riwayat abortus, riwayat persalinan prematur,
riwayat BBLR, bayi lahir mati, riwayat persalinan dengan tindakan (ekstaksi
vacuum dan ekstrasi forsep),pre-eklamsia/eklamsia juga berpengaruh terhadap
BBLR.(Manuaba, 2012).

2) Sosial demografi
a) Usia ibu
Usia ibu adalah waktu hidup ibu bersalin sejak lahir sampai hamil. Saat terbaik
untuk seorang wanita hamil adalah saat usia 20 – 35 tahun, karena pada usia itu

6
seorang wanita sudah mengalami kematangan organ- organ reproduksi dan
secara psikologi sudah dewasa. (Prawirohardjo, 2010).
Usia dibagi menjadi berisiko (<20 tahun dan >35 tahun) dan tidak berisiko (20
– 35 tahun). Pada usia<20 tahun organ reproduksi belum berfungsi sempurna
sehingga terjadi persaingan memperebutkan gizi untuk ibu yang masih dalam
tahap perkembangan dengan janin. Pada usia>35 tahun kematangan organ
reproduksi mengalami penurunan. Hal ini dapat mengakibatkan timbulnya
masalah kesehatan pada saat persalinan dan berisiko terjadinya BBLR
(Damelash, 2015).
Penyulit kehamilan pada usia remaja lebih tinggi dibandingkan antara usia 20-
35 tahun. Keadaan ini disebabkan belum matangnya alat reproduksi untuk
hamil, sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun pertumbuhan dan
perkembangan janin. Keadaan tersebut akan menyulitkan bila ditambah dengan
tekanan (stress) psikologis, sosial ekonomi, sehingga memudahkan persalinan
premature (preterm), berat badan lahir rendah dan kelainan bawaan, kegururan,
mudah menjadi infeksi, keracunan kehamilan. (Manuaba, 2012). Umur ibu >35
tahun kurangnya fungsi reproduksi dan masalah kesehatan seperti anemia dan
penyakit kronis sehingga memudahkan terjadinya persalinan premature.
(Manuaba, 2012).
Usia ibu merupakan faktor risiko pertama yang termasuk dalam Tujuh Terlalu
dan Tiga Pernah. Tujuh Terlalu adalah primi tua, primi tua sekunder, umur >35
tahun, grande multi, anak terkecil <2 tahun, tinggi badan rendah <145 cm dan
berat badan <45 kg.Tiga Pernah adalah riwayat obstetrik jelek, persalinan
dengan infus/ transfusi, uri manual, tindakan pervaginam,bekas operasi
Caesar. (Prawirohardjo, 2010).

b) Gizi hamil
Status gizi selama kehamilan adalah salah satu faktor penting dalam
menentukan pertumbuhan janin. Status gizi ibu hamil akan berdampak pada
berat badan lahir, angka kematian perinatal, keadaan kesehatan perinatal, dan

7
pertumbuhan bayi setelah kelahiran. Situasi status gizi ibu hamil sering
digambarkan melalui prevalensi anemia dan Kurang Energi Kronis (KEK) pada
ibu hamil.
Anemia adalah suatu keadaan dimana jumlah hemoglobin dalam darah kurang
dari normal. Hemoglobin ini dibuat di dalam sel darah merah, sehingga anemia
dapat terjadi baik karena sel darah merah mengandung terlalu sedikit
hemoglobin maupun karena jumlah sel darah yang tidak cukup.
Diagnosis anemia kehamilan dapat dilakukan dengan anamnesa. Pada
anamnesa akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-
kunang, dan keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda. Untuk
menegakkan diagnose kehamilan dapat dilakukan pemeriksaan kadar Hb. Hasil
pemeriksaan
kadar Hb dapat digolongkan sebagai berikut: (Manuaba, 2012).
- Hb ≥ 11 gr/dL : Tidak anemia
- Hb 9 – 10 gr/dL: Anemia ringan
- Hb 7 - 8 gr/dL : Anemia sedang
- Hb ,7 gr/dL : Anemia berat
Anemia pada dua trisemester pertama akan meningkatkan risiko persalinan
prematur atau BBLR. Selain itu, anemia akan meningkatan risiko pendarahan
selama persalinan dan membuat ibu lebih sulit melawan infeksi. Kurang Energi
Kronis (KEK) adalah keadaan dimana seseorang mengalami kekurangan gizi
(kalori dan protein) yang berlangsung lama atau menahun. Dengan ditandai
berat badan kuang dari 40 kg atau tampak kurus dan dengan lingkar lengan atas
(LILA) kurang dari 23,5 cm. (Kemenkes RI, 2017).

c) Indeks massa tubuh (IMT)


IMT merupakan indicator yang menunjukkan bahwa telah terjadi
keseimbangan zat gizi di dalam tubuh orang dewasa dengan tercapainya
berat badan yang normal, yaitu berat badan yang sesuai untuk tinggi
badannya. IMT yang normal adalah 18,5 – 25,0 kg/m2. Pada perempuan

8
dengan IMT rata-rata atau rendah, sedikit penambahan berat badan
selama kehamilan dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan janin
sehingga terjadi BBLR. Hal ini terjadi akibat penurunan ekspansi
pembuluh darah sehingga meningkatkan curah jantung yang tidak kuat
dan menurunkan aliran darah ke plasenta. (Cunningham, 2012).

d) Status sosial ekonomi


Keluarga bayi dengan status ekonomi rendah dan tinggal di pedesaan
cenderung mengalami kejadian BBLR lebih tinggi dibandingkan
dengan keluarga status ekonomi tinggi dan tinggal di perkotaan.
Keluarga bayi dengan status ekonomi rendah mempunyai risiko BBLR
sebesar 1,33 kali dibandingkan keluarga dengan status ekonomi tinggi
karena berhubungan dengan kurangnya pemenuhan nutrisi ibu dan
pemantauan kehamilan. (Cunningham, 2012).

e) Status pernikahan
Remaja yang hamil di luar nikah menghadapi berbagai masalah
psikologis yaitu rasa takut, kecewa, menyesal, dan rendah diri terhadap
kehamilan sehingga terjadi usaha untuk menghilangkan dengan
menggugurkan kandungannya atau tidak mengurusi kehamilannya
sehingga dapat kekurangan nutrisi dan menyebabkan BBLR. Ibu
dengan kehamilan di luar nikah berpeluang 1,8 kali berisiko memiliki
bayi berat lahir rendah (BBLR) (Damelash, 2015).

f) Pendidikan
Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
seseorang berperilaku. Tingkat pendidikan merupakan faktor yang
mendasari dalam pengambilan keputusan. Semakin tinggi pendidikan
ibu akan semakin mampu mengambil keputusan bahwa pelayanan
kesehatan selama hamil dapat mencegah gangguan sedini mungkin bagi

9
ibu dan janinnya termasuk mencegah kejadian BBLR.Tingkat
pendidikan juga sering dihubungkan dengan tingkat sosial ekonomi
dalam konteks kesehatan, dimana tingkat pendidikan yang rendah dapat
membatasi pekerjaan (Notoatmodjo, 2010).

3. Komplikasi BBLR
Komplikasi BBLR pada bayi premature

a) Asfiksia
Asfiksia disebabkan karena kurangnya surfaktan (ratio lesitin atau sfingomielin
kurang dari2), Pertumbuhan dan pengembangan yang belum sempurna, otot
pernafasan yang masih lemah, dan tulang iga yang mudah melengkung atau
pliable thorax. (Momeni, 2017).

- Masalah pemberian ASI


Hal tersebut dikarenakan ukuran tubuh BBLR yang kecil, kurang energi, lemah,
lambungnya kecil, dan tidak dapat menghisap dengan kuat. (Momeni, 2017).

- Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia dapat terjadi akibat adanya peningkatan kadar bilirubin
pada tubuh. Hal tersebut dapat ditemukan dalam keadaan dimana terjadi
peningkatan penghancuran sel darah merah (eritrosit) yang berkisar 80-90 hari,
dan kadar zat besi yang tinggi dalam eritrosit. (Radis, Glover, 2012).
Komplikasi BBLR pada bayi dismatur

- Sindrom aprirasi meconium


Keadaan hipoksia intrauterineakan mengakibatkan janin mengadakan
“gasping” dalam uterus. Selain itu, mekonuim akan dilepaskan ke dalam likour
amnion seperti yang sering terjadi pada “subacute fetal distress”. Akibatnya,
cairan yang mengandung mekonuiim yang lengket itu masuk ke dalam paru

10
janin karena inhalasi. Pada saat lahir bayi akan menderita gangguan pernafasan
yang sangat menyerupai sindrom gangguan pernafasan idiopatik. (Momeni,
2017).

- Penyakit membrane hialin


Hal ini karena surfaktan paru belum cukup sehingga alveoli selalu
kolaps.Sesudah bayi mengadakan aspirasi, tidak tertinggal udara residu
dalam alveoli, sehingga selalu dibutuhkan tenaga negative yang tinggal
pada pernafasan berikutnya.Akibat hal iniakan tampak dispnu yang
berat, retraksi egigastrium, sianosis, dan pada paru terjadi atelektasis
dan akhirnya terjadi aksudasi fibrin dan lain-lain serta terbentuk
membrane hialin(Momeni, 2017).

- Hipoglikemia simtomatik
Keadaan ini terutama terdapat pada bayi laki-laki.Penyebabnya belum
jelas, tetapi mungkin sekali disebabkan persediaan glikogen yang
sangat kurang pada bayi dismaturitas. (Kosim, 2012).

11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas
b. Masalah yang berkaitan dengan ibu
1. Penyakit seperti hipertensi, toksemia, plasenta previa, kehamilan
kembar, malnutrisi dan diabetes melitus.
2. Riwayat kelahiran prematur atau aborsi, penggunaan obat-obatan,
alkohol dan rokok.
c. Bayi pada saat kelahiran
1. Berat badan biasanya < 2500 gr, kurus, lapisan lemak subkutan sedikit
atau tidak ada, kepala relatif lebih besar dibanding dada. (lingkar kepala
< 33 cm, lingkar dada < 30cm), panjang badan 45 cm.
2. Kardiovaskuler : denyut jantung rata-rata 120-160 per menit pada
bagian apikal, kebisingan jantung terdengar pada seperempat bagian
interkostal, aritmia, tekanan darah sistor 45-60 mmHg, nada bervariasi
antara 100-160x/ menit.
3. Gastrointestinal : penonjolan abdomen, pengeluaran mikonium
biasanya terjadi dalam waktu 12 jam, refleks menelan dan menghisap
yang lemah, peristaltik usia dapat terlihat.
4. Mukoloskeletal : tulang kertilago telinga belum tumbuh dengan
sempurna, lembut.
5. Paru : jumlah pernafasan rata-rata antara 40-60 permenit diselingi
periode apnea, pernafasan tidak teratur, flaring nasal, dengkuran,
terdengar suaara gemeresiklipoprotein paru-paru.
6. Urinaria : berkemih terjadi setelah 8 jam kelahiran, ketidak mampuan
untuk melarutkan eksresi kedalam urine.
7. Reproduksi : bayi perempuan : klitoris yang menonjol dengan labia
mayora yanng belum berkembang ; bayi laki-laki skrotum yang belum

12
berkembang sempurna dengan ruga ynag kecil, testis tidaktirun kedalam
skrotum.

d. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan atau gejala yang menyebabkan klien
dibawa ke Rumah sakit. Biasanya yang dikeluhkan pada bayi BBLR
adalah berat badan lahir kurang dari 2500 gram, pernapasan cepat, bayi
kurang bisa menyusu.
2. Riwayat Penyakit
Saat Ini Pada riwayat perjalanan ini, diuraikan secara kronologis, terinci
dan jelas mengenai keadaan kesehatan penderita sebelum ada keluhan
sampai bayi dibawa ke rumah sakit (bagaimana keadaan bayi dari lahir
dan obat-obatan apa yang telah diberikan).
3. Riwayat antenatal
Hal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat antenatal pada kasus
BBLR yaitu : Keadaan ibu selama hamil dengan penyakit anemia,
hipertensi, gizi buruk, penyakit kolagen : infeksi maternal seperti
rubella, tumor uterus, kebiasaan merokok, ketergantungan obat-obatan
dengan efek samping teratogenik (anti metabolik, anti konvulsan,
trimetadon) atau dengan penyakit seperti diabetes mellitus,
kardiovaskuler dan paru. Kehamilan dengan resiko persalinan preterm
misalnya kelahiran multiple, kelainan kongenital, riwayat persalinan
preterm. Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan
(kehamilan postdate atau preterm).
4. Riwayat kesehatan keluarga
Gangguan kardiopulmonal, penyakit infeksi, gangguan genetik,
diabetes mellitus.

13
5. Pola Fungsional Sehat (Gordon)
a. Pola Nutrisi- Metabolik
Hal yang perlu dikaji pada bayi dengan BBLR, gangguan absorbsi
gastrointentinal, muntah aspirasi, kelemahan menghisap sehingga
perlu diberikan cairan parentral atau personde sesuai dengan
kondisi bayi untuk mencukupi kebutuhan elektrolit, cairan, kalori
dan juga untuk mengoreksi dehidrasi, asidosis metabolik,
hipoglikemi disamping untuk pemberian obat intravena. Kebutuhan
minum pada neonatus :
1) Hari ke 1 = 50-60 cc/kg BB/hari
2) Hari ke 2 = 90 cc/kg BB/hari
3) Hari ke 3 = 120 cc/kg BB/hari
4) Hari ke 4 = 150 cc/kg BB/hari
5) Tiap harinya sampai mencapai 180 – 200 cc/kg BB/hari.
b. Pola Eliminasi
1) BAB : frekuensi, jumlah, konsistensi, perhatikan adanya darah
dalam feses.
2) BAK : frekuensi, jumlah.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Kadaan umum
b. Tanda-tanda vital : Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipotermi
bila suhu tubuh < 37 °C. Sedangkan suhu normal tubuh antara
36,5°C-37,5°C, nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi
normal antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi post asfiksia
berat pernapasan belum teratur.
c. Head to toe :
1. Kepala :
Hal yang perlu dikaji rambut tipis dan halus, sutura tengkorak
dan fontanel melebar: penonjolan fontanel karena
ketidakadekuatan pertumbuhan tulang mungkin terlihat. Cacat

14
bawaan (Myrocepalus, hydrocepalus, dan lain-lain), trauma
jalan lahir. Kepala kecil dengan dahi menonjol, kemungkinan
ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-
ubun besar cekung atau cembung kemungkinan adanya
peningkatan tekanan intrakranial.
2. Mata :
Pelebaran tampilan mata (dihubungkan dengan hipoksia in utero
kronis), kemungkinan cacat bawaan (mikroftalmia, katarak, dan
lain-lain). Warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak
ada bleeding konjungtiva.
3. Hidung :
Batang hidung cekung, hidung pendek mencuat, tanda-tanda
distres pernafasan mungkin ada, khususnya pada adanya
sindrom aspirasi mekonium, mukus mungkin hijau pekat,
pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
4. Mulut :
Bibir atas tipis, dagu maju, refleks menelan dan menghisap yang
lemah, mukosa mulut (kotor, bersih), ada lendir atau tidak.
5. Telinga :
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan, bentuk/simetris,
letaknya, pendengaran, cacat bawaan, dan lain-lain.
6. Muka :
Pals muka, tanda-tanda dismorfik, seperti lipatan epkantus, jarak
mata yang lebar, adanya kelainan bentuk, kelainan letak, trauma.
7. Leher :
Perhatikan kebersihannya karena leher neonatus pendek, trauma
atau akibat fiksasi posisi bayi dapat menimbulkan hematom atau
fibrosis.
8. Jantung :

15
Denyut jantung rata-rata 120 sampai 160 permenit pada bagian
apical dengan ritme yang teratur; pada saat kelahiran, kebisingan
jantung terdengar pada seperempat bagian interkostal, yang
menunjukkan aliran darah dari kanan kiri karena hipertensi atau
atelektasis paru.
9. Abdomen :
Dapat tampak skafoid atau konkaf, pengeluaran mekonium
biasanya terjadi dalam waktu 12 jam ; ada atau tidak ada anus ;
ketidaknormalan congenital lain.
10. Genetalia :
Bagi perempuan: klitoris yang menonjol dengan labia mayora
yang belum berkembang; bagi laki-laki: skrotum yang belum
berkembang sempurna dengan ruga yang kecil, testis tidak turun
ke dalam skrotum.
11. Anus :
Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar
serta warna dari feses.
12. Ekstremitas :
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya
patah tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-
jari tangan serta jumlahnya, warna mekonium mungkin jelas
pada jari tangan.
13. Pertumbuhan dan Perkembangan :
Riwayat tumbuh kembang meliputi berat badan, panjang badan,
lingkar kepala/dada dan lengan saat lahir, BB lahir normal 2500-
3000 gram, PB 45-50 cm, LK 32-37 cm

16
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada neonatus dengan BBLR antara
lain:
a. Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan produksi surfactan yang
belum optimal.
b. Resiko terjadinya hipotermi b/d lapisan lemak pada kulit yang masih tipis.
c. Resiko gangguan penemuan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek
menghisap lemah.
d. Resiko terjadinya infeksi b/d tali pusat yang belum kering, imunitas yang
belum sempurna, ketuban meconial.
e. Resiko terjadinya hipoglikemia sehubungan dengan metabolisme yang
meningkat.
f. Gangguan hubungan interpersonal antara bayi dan ibu sehubungan dengan
perawatan intensif
.
3. Intervensi
a. Diagnosa 1 : Gangguan pertukaran gas b/d produksi surfactan yang belum
optimal.
Tujuan : Kebutuhan O2 bayi terpenuhi
Kriteria :
1. Pernafasan normal 40-60 kali permenit.
2. Pernafasan teratur.
3. Tidak cyanosis.
4. Wajah dan seluruh tubuh berwarn kemerahan (pink variable).
5. Gas darah normal
PH = 7,35 – 7,45
PCO2 = 35 mm Hg
PO2 = 50 – 90 mmHg

17
Intervensi Raasional
1. Letakkan bayi terlentang Memberi rasa nyaman dan
dengan alas yang data, kepala mengantisipasi flexi leher yang
lurus, dan leher sedikit dapat mengurangi kelancaran
tengadah/ekstensi dengan jalan nafas.
meletakkan bantal atau
selimut diatas bahu bayi
sehingga bahu terangkat 2-3
cm.
2. Bersihkan jalan nafas, mulut, Jalan nafas harus tetap
hidung bila perlu. dipertahankan bebas dari lendir
untuk menjamin pertukaran gas
yang sempurna.
3. Observasi gejala kardinal dan Deteksi dini adanya kelainan.
tanda-tanda cyanosis tiap 4
jam.
4. Kolaborasi dengan team Mencegah terjadinya
medis dalam pemberian O2 hipoglikemia.
dan pemeriksaan kadar gas
darah arteri.

b. Diagnosa 2 : Resiko terjadinya hipotermi b/d lapisan lemak pada kulit yang
masih tipis.
Tujuan : Tidak terjadi hipotermia
Kriteria :
1. Suhu tubuh 36,5 – 37,5°C.
2. Akral hangat
3. Warna seluruh tubuh kemerahan

18
Intervensi Rasional
1. Letakkan bayi terlentang Mengurangi kehilangan panas
diatas pemancar panas (infant pada suhu lingkungan sehingga
warmer) meletakkan bayi menjadi hangat.
2. Singkirkan kain yang sudah Mencegah kehilangan tubuh
dipakai untuk mengeringkan melalui konduksi.
tubuh, letakkan bayi diatas
tubuh, letakkan bayi diatas
handuk / kain yang kering dan
hangat.
3. Observasi suhu bayi tiap 6 Perubahan suhu tubuh bayi dapat
jam. menentukan tingkat hipotermia.
4. Kolaborasi dengan team Mencegah terjadinya
medis untuk pemberian Infus hipoglikemia.
Glukosa 5% bila ASI tidak
mungkin diberikan.

c. Diagnosa 3 : Resiko gangguan penemuan kebutuhan nutrisi sehubungan


dengan reflek menghisap lemah.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria :
1. Bayi dapat minum pespeen / personde dengan baik.
2. Berat badan tidak turun lebih dari 10%.
3. Retensi tidak ada.

19
Intervensi Rasional
1. Lakukan observasi BAB dan Deteksi adanya kelainan pada
BAK jumlah dan frekuensi eliminasi bayi dan segera
serta konsistensi. mendapat tindakan / perawatan
yang tepat.
2. Monitor turgor dan mukosa Menentukan derajat dehidrasi dari
mulut. turgor dan mukosa mulut.
3. Monitor intake dan out put. Mengetahui keseimbangan cairan
tubuh (balance).
4. Beri ASI/PASI sesuai Kebutuhan nutrisi terpenuhi
kebutuhan. secara adekuat.
5. Lakukan control berat badan Penambahan dan penurunan berat
setiap hari. badan dapat di monitor.
6. Lakukan control berat badan Penambahan dan penurunan berat
setiap hari. badan dapat di monitor.

d. Diagnosa 4 : Resiko terjadinya infeksi b/d tali pusat yang belum kering,
imunitas yang belum sempurna, ketuban meconial.
Tujuan : Selama perawatan tidak terjadi komplikasi (infeksi)
Kriteria :
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi.
2. Tidak ada gangguan fungsi tubuh.
Intervensi Rasional
1. Lakukan teknik aseptik dan Pada bayi baru lahir daya tahan
antiseptik dalam memberikan asuhan tubuhnya kurang / rendah.
keperawatan.
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah Mencegah penyebaran infeksi
melakukan tindakan. nosokomial.

20
3. Pakai baju khusus/ short waktu Mencegah masuknya bakteri dari baju
masuk ruang isolasi (kamar bayi). petugas ke bayi.
4. Lakukan perawatan tali pusat Mencegah terjadinya infeksi dan
dengan triple dye 2 kali sehari. memper-cepat pengeringan tali pusat
karena mengan-dung anti biotik, anti
jamur, desinfektan.
5. Jaga kebersihan (badan, pakaian) dan Mengurangi media untuk
lingkungan bayi. pertumbuhan kuman.
6. Observasi tanda-tanda infeksi dan Deteksi dini adanya kelainan.
gejala kardinal.
7. Hindarkan bayi kontak dengan sakit. Mencegah terjadinya penularan
infeksi.
8. Kolaborasi dengan team medis untuk Mencegah infeksi dari pneumonia.
pemberian antibiotik.
9. Siapkan pemeriksaan laboratorat Sebagai pemeriksaan penunjang.
sesuai advis dokter yaitu
pemeriksaan DL, CRP.

e. Diagnosa 5 : Resiko terjadinya hipoglikemia sehubungan dengan


metabolisme yang meningkat.
Tujuan : Tidak terjadi hipoglikemia selama masa perawatan
Kriteria :
1. Akral hangat
2. Tidak cyanosis
3. Tidak apnea
4. Suhu normal (36,5°C -37,5°C).
5. Distrostik normal (> 40 mg).

21
Intervensi Rasional
1. Berikan nutrisi secara adekuat dan Mencega pembakaran glikogen dalam
catat serta monitor setiap tubuh dan untuk pemantauan intake dan
pemberian nutrisi. out put.
2. beri selimut dan bungkus bayi serta Menjaga kehangatan agar tidak terjadi
perhatikan suhu lingkungan proses pengeluaran suhu yang
berlebihan sedangkan suhu lingkungan
berpengaruh pada suhu bayi.
3. Observasi gejala kardinal (suhu, Deteksi dini adanya kelainan.
nadi, respirasi).
4. Kolaborasi dengan team medis Untuk mencegah terjadinya
untuk pemeriksaan laborat yaitu hipoglikemia lebih lanjut dan kompli-
distrostik. kasi yang ditimbulkan pada organ -
organ tubuh yang lain.

f. Diagnosa 6 : Gangguan hubungan interpersonal antara bayi dan ibu


sehubungan dengan perawatan intensif.
Tujuan : Terjadinya hubungan batin antara bayi dan ibu
Kriteria :
1. Ibu dapat segera menggendong dan meneteki bayi.
2. Bayi segera pulang dan ibu dapat merawat bayinya sendiri.
Intervensi Rasional
1. para ibu / keluarga diberitahu Ibu mengerti keadaan bayinya dan
tentang keadaan bayinya mengura-ngi kecemasan serta untuk
sekarang. kooperatifan ibu/keluarga.
2. Bantu orang tua / ibu Membantu memecah-kan permasalahan
mengungkapkan perasaannya. yang dihadapi.
3. Orientasi ibu pada lingkungan Ketidaktahuan memperbesar stressor.
rumah sakit.

22
4. Tunjukkan bayi pada saat ibu Menjalin kontak batin antara ibu dan bayi
berkunjung (batasi oleh kaca walaupun hanya melalui kaca pembatas.
pembatas).
5. Lakukan rawat gabung jika Rawat gabung merupakan upaya
keadaan ibu dan bayi jika keadaan mempererat hubungan ibu dan
bayi memungkinkan. bayi/setelah bayi diperbolehkan pulang.

4. Evaluasi
a. Kebutuhan O2 bayi terpenuhi
b. Tidak terjadi hipotermia
c. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
d. Selama perawatan tidak terjadi komplikasi (infeksi)
e. Tidak terjadi hipoglikemia selama masa perawatan
f. Terjadinya hubungan batin antara bayi dan ibu

23
LAMPIRAN JURNAL TERBARU

24
Jurnal Ilmiah Kesehatan 2021

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT


LAHIR RENDAH (BBLR) DI RSUD GUNUNG JATI KOTA CIREBON

Lia Yulianti
Politeknik Bhakti Asih Purwakarta
Email: lia.yulianti.1980@gmail.com

ABSTRACT

Background: In Indonesia, infant deaths due to BBLR case is categorized high. According to
Rikesdas result in 2013, the highest percentage of BBLR is in Central Sulawesi Province (16.8%)
while the lowest is in North Sumatera (7.2%). In West Java, it is recorded at 11.8%.
Methods: This study uses a descriptive method with a cross sectional approach. Data retrieval
from hospital medical record data (Secondary). The population of this study were all babies born
weighing less than 2500 grams.. The sample of this study is all the population of infants with low
birth weight (total sampling), that is, 381 infants. Data analysis in this study was carried out using
univariate and bivariate analysis.
Results: According to the study result, it is found out that the incident of BBLR is 87.1%. Based
on the results obtained by Chi Square test, there are 5 variables that are not related with the
incidents of BBLR; those variables are gemelli (p=0.413), preeclampsia (p= 0.499), early
membrane rupture (p=0.300), and anemia during pregnancy (p=713). And there are two related
variables, age (p=0.002) and parity (p=0.000).
Conclusion: From the study results, it is expected that the study is able to perform early detection
of the incident of BBLR detect and to be used as suggestion for related institution to concentrate
more in delivering information on factors and risks that may happen in BBLR. It is also expected
that there will be further varied research with different methods.
Keywords: Age, Parity, and Low Birth Weight Baby.

ABSTRAK
Latar Belakang: Di Indonesia kematian bayi akibat dari kasus BBLR masih tergolong tinggi,
menurut hasil Rikesdas tahun 2013 kejadian berat badan lahir rendah paling tinggi di Provinsi
Sulawesi Tengah sebesar (16,8%) dan paling rendah di Provinsi Sumatera Utara sebesar (7,2%),
dan di Provinsi Jawa Barat sebesar (11,8%).
Metode: Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan cross sectional.
Pengambilan data dari data rekam medik RS (Sekunder). Populasi penelitian ini merupakan
seluruh bayi yang lahir dengan berat Kurang dari 2500. Sampel penelitian ini merupakan semua
populasi bayi yang mengalami BBLR (Total sampling) yaitu, 381 bayi. Analisa data pada
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis univariat dan bivariat.
Hasil: Dari hasil penelitian, diketahui bahwa kejadian BBLR sebesar 87,1%. Hasil penelitian
dengan uji Chi Square terdapat 5 variabel yang tidak ada hubungan dengan kejadian Berat Badan
Lahir rendah (BBLR) yaitu, gemelli (p-value 0,413), preeklampsia (p-value 0,499), ketuban
pecah dini (p-value 0,300), anemia dalam kehamilan (p-value 0, 715). Dan ada 2 variabel yang
berhubungan antara umur (p-value 0,002) dan paritas (p-value 0,000).
Kesimpulan: Saran yang diajukan untuk Penelitian ini diharapkan dapat mendeteksi secara dini
terhadap kejadian BBLR serta dapat dijadikan masukan bagi instansi untuk lebih konsentrasi
dalam penyampaian tentang mengenai faktor-faktor dan resiko yang dapat terjadi pada BBLR
disamping sebagai bahan masukan perlu adanya penelitian lanjutan yang lebih beragam dan
metode yang berbeda.
Kata Kunci: Usia, Paritas dan Berat Bayi Lahir rendah

Page | 49
Jurnal Ilmiah Kesehatan 2021

Latar Belakang dari fasilitas pelayanan kesehatan di


Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Indonesia kematian bayi akibat dari kasus
merupakan salah satu yang disebabkan ibu BBLR masih tergolong tinggi, persentase
hamil mengalami energi kronis dan IMT BBLR tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi
(Indeks Masa Tubuh) kurus (underweiht). Tengah (16,8%) dan terendah di Sumatera
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dikaitkan Utara (7,2%), sedangkan di Provinsi Jawa
dengan angka kematian bayi dan balita, yang Barat sendiri, tercatat (11,8%) dengan
dapat menyebabkan kualitas generasi penyebab BBLR di antaranya umur, paritas,
mendatang, yaitu dapat menyebabkan kehamilan gemelli, preeklampsia, ketuban
keterlambatan pertumbuhan dan pecah dini (KPD), anemia pada kehamilan
perkembangan anak, serta berpengaruh pada (Profil Kesehatan Indonesia, 2014).
menurunnya kecerdasan anak (Depkes RI, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat
2013). (2014) mengatakan jumlah AKB di Provinsi
United Nations International Children’s Jawa Barat masih sangat tinggi, yakni jumlah
Emergency Fund (UNICEF) tahun 2014 AKB mencapai 4,19 per 1.000 kelahiran
menyatakan bahwa Angka Kematian Bayi hidup dan penyebab langsung kejadian
(AKB) di dunia sebesar 35 kematian per kematian bayi di Jawa Barat adalah Asfiksia
1.000 kelahiran hidup dan Berat badan lahir bayi baru lahir, infeksi, dan BBLR kurang
rendah (BBLR) merupakan salah satu dari 2.500 gram. (Depkes Jabar, 2014)
penyebab angka kematian bayi (AKB) yang Angka kematian bayi merupakan
cukup banyak (WHO, 2014) indikator yang sangat penting untuk
Angka kejadian BBLR sebanyak 90% di mengetahui gambaran permasalahan
negara berkembang dan angka kematiannya kesehatan yang ada di masyarakat dan untuk
sebanyak 35 kali lebih tinggi, hal tersebut mengetahui angka kematian bayi di kota
bisa terjadi karena di pengaruhi oleh Cirebon. Pada tahun 2012 kasus kematian
beberapa faktor ibu yang mempunyai bayi sebanyak 67 per 5.636 lahir hidup.
penyakit pada saat kehamilan dan faktor Sedangkan pada tahun 2014 terjadi kasus
umur ibu.(WHO, 2014) BBLR sebanyak 195 kasus (3,57%) dan 7
Berdasarkan Survey Demografi dan kematian bayi di sebabkan karena BBLR.
Kesehatan Indonesia (SDKI) AKB di (Dinkes, Kota Cirebon 2014).
Indonesia pada tahun 2013 tercatat 25 Kematian bayi disebabkan oleh
kematian per 1.000 kelahiran hidup atau pertumbuhan janin yang terhambat,
angka kejadian Berat badan lahir rendah kekrangan gizi, bayi lahir prematur, dan
(BBLR) sekitar 7,5%, hal ini terbilang tinggi BBLR sebesar 40,68 %. Selain hal diatas,
apabila dibandingkan dengan negara – Usia kehamilan mulai dari 28 minggu sampai
negara di bagian ASEAN. (SDKI, 2012) hari ke 7 stekah persalinan maerupakan
Berdasarkan hasil pengumpulan data permulaan penyebab Kematian bayi. (Profil
indikator kesehata di provinsi yang berasal Depkes RI, 2012).

Page | 49
Jurnal Ilmiah Kesehatan 2021

Berdasarkan data yang didapatkan dari Penelitian ini menggunakan metode


catatan rekam medik di RSUD Gunung Jati deskriptif dengan pendekatan kuantitatif.
Cirebon yakni angka kejadian ibu bersalin Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Kota
dengan BBLR sebanyak 320 kasus dengan Cirebon. Populasi penelitian ini merupakan
presentasi 18% dan mengalami peningkatan seluruh bayi dengan berat lahir ≤ 2500 gram
pada tahun 2016 adalah 381 kasus dengan dari bulan Januari sampai bulan Desember
presentasi 25%. (Rekam medik, RSUD 2016 yaitu, sebanyak 381 bayi.
Gunung Jati Kota Cirebon, 2017) Teknik pengambilan sampel dalam
Melihat masih tingginya kejadian bayi penelitian ini adalah total sampling sebanyak
berat lahir rendah di Cirebon khususnya di 381 sampel. Untuk mendapatkan penelitian
RSUD Gunung Jati Cirebon, maka dari itu tentang faktor-faktor yang berhubungan
peneliti tertarik untuk meneliti tentang faktor dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) di
yang mempengaruhi kejadian ibu bersalin Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati
dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) di Kota Cirebon. Peneliti menggunakan alat
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cirebon. pengumpulan data sekunder yang didapatkan
Tujuan Penelitian dari Ruang bersalin dan Rekam Medik di
Mengetahui faktor-faktor yang Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati
berhubungan dengan kejadian BBLR di Kota Cirebon.
RSUD Kota Cirebon. Hasil Penelitian
Metode Penelitian
Tabel 1. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di
RSUD Gunung Jati Kota Cirebon

BBLR BBLSR Total


Variabel
f % F % f %
Umur
<20->35 Tahun 145 43.7 24 49 169 44,4 0,002
20-35 Tahun 187 56,3 25 51 212 55,6

Paritas
163 49,1 11 50,9 174 45,7
2-4 anak 0,000
169 22,4 38 77,6 207 54,3
1->4 anak

Gemelli
190 57,2 25 42,8 215 56,4
Ya 0,413
142 51 24 49 166 43,6
Tidak

Preeklamsi
111 33,4 14 28,6 125 32,8
Ya 0,499
221 28,6 35 71,4 256 67,2
Tidak

Ketuban Pecah Dini


117 35,2 21 42,9 138 36,2
Ya 0,300
215 64,8 28 57,1 243 63,8
Tidak

Anemia pada kehamilan 201 60,5 31 63,3 232 60,9

Page | 50
Jurnal Ilmiah Kesehatan 2021

BBLR BBLSR Total


Variabel
f % F % f %
Ya 131 39,5 18 36,7 149 39,1 0,715
Tidak

Berdasarkan tabel 1, hasil penelitian mengalami kehamilan gemelli sebanyak


menunjukkan Adanya hubungan antara 166 bayi. Jumlah BBLR dengan ibu
umur ibu dengan kejadian BBLR di Rumah mengalami pre-eklampsia sebanyak 125
Sakit Umum Daerah Gunung Jati Kota bayi dan tidak mengalami pre-eklampsia
Cirebon. P Value = 0.002, dan Paritas sebanyak 256 bayi. Jumlah BBLR dengan
dengan nilai p-value 0,000, artinya ada Ibu yang mengalami KPD sebanyak 136
hubungan antara faktor umur ibu dengan bayi dan yang tidak mengalami KPD
kejadian BBLR. Dan Tidak terdapat sebanyak 245 bayi. Jumlah BBLR dengan
hubungan antara gemelli dengan nilai P- ibu yang mengalami anemia sebanyak 232
value 0.413, preeklamsi dengan nilai p- bayi dan yang tidak mengalami anemia
value 0.499, ketuban pecah dini dengan sebanyak 149 bayi.
nilai p-value 0.300, dan anemia dengan 1. Hubungan umur ibu dengan kejadian
nilai p-value 0,713 dengan kejadian BBLR BBLR
di Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati Hubungan umur ibu dengan kejadian
Kota Cirebon. BBLR menurut Manuaba (2010) umur ibu
Pembahasan merupakan salah satu faktor penyebab
Dalam penelitian ini, kejadian bayi terjadinya BBLR, umur ibu yang kurang
dengan berat lahir rendah atau yang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun
disingkat BBLR dibagi menjadi 2 beresiko jika terjadi kehamilan.
kelompok kategori. Kategori yang pertama Menurut Kemenkes RI (2013), usia ibu
yaitu kelompok bayi yang berat lahir nya yang berisiko (>35 tahun) yang
rendah atau BBLR yang berat badannya menyatakan bahwa pada ibu yang tua usia
kurang dari 2500 gram, dan kelompok bayi >35 tahun meskipun mereka telah
yang berat lahirnya sangat rendah atau berpengalaman, tetapi kondisi badannya
BBLSR yang berat badan nya kurang dari serta kesehatannya sudah mulai menurun
1500 gram. sehingga dapat mempengaruhi janin intra
Berdasarkan variabel independen, uterin dan dapat menyebabkan kelahiran
BBLR dengan umur ibu <20 - >35 tahun BBLR.
sebanyak 169 bayi, sedangkan umur 20 – Berdasarkan hasil penelitian bahwa
35 tahun sebanyak 212 bayi. BBLR dengan bayi yang lahir dengan berat badan rendah
paritas ibu 2 – 4 sebanyak 174 bayi, dan atau BBLR adalah bayi yang lahir dari ibu
paritas 1 >4 sebanyak 207 bayi. BBLR yang umur nya beresiko yaitu umur <20 -
dengan ibu mengalami kehamilan gemelli >35 tahun. hasil uji statistik dengan
sebanyak 215 dan ibu yang tidak menggunakan Chi Square terdapat adanya

Page | 51
Jurnal Ilmiah Kesehatan 2021

hubungan antara umur ibu dengan kejadian dengan kejadian BBLR pada ibu bersalin di
bayi berat lahir rendah atau BBLR. RSUD Gunung Jati dengan p value = 0,008.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil Hasil penelitian oleh Anita terdapat adanya
penelitian oleh Dina terdapat adanya hubungan antara paritas dengan kejadian
hubungan antara umur ibu dengan kejadian BBLR di Puskesmas Semarang tahun 2015
bayi berat lahir rendah BBLR di RSUD dengan p value = 0,000. Hasil penelitian
Gunung Jati kota Cirebon dengan p value oleh Maria tahun 2010 di RSUP Dr. Kariadi
= 0,008. Hasil penelitian oleh Anita yaitu, terdapat adanya hubungan yang bermakna
terdapat adanya hubungan antara umur ibu antara kejadian BBLR dengan paritas ibu
dengan kejadian BBLR di Puskesmas dengan p value = 0,015.
Semarang tahun 2015 dengan p value = 3. Hubungan Gemelli dengan kejadian BBLR
0,002. Hasil penelitian oleh Maria terdapat Berat badan janin pada kehamilan
adanya hubungan antara umur ibu dengan kembar lebih ringan daripada janin pada
kejadian BBLR di RSUP dr. Kariadi 2010 kehamilan tunggal dengan umur kehamilan
dengan p value = 0,006. yang sama. Sampai kehamilan 30 minggu
2. Hubungan paritas ibu dengan kejadian kenaikan berat badan janin kembar sama
BBLR dengan janin kehamilan tunggal. Setelah
Paritas ibu merupakan salah satu itu, kenaikan berat badan lebih kecil karena
faktor penyebab terjadinya kelahiran bayi regangan yang berlebihan sehingga
dengan berat lahir yang rendah (Manuaba, menyebabkan peredaran darah plasenta
2012). Paritas yang beresiko melahirkan mengurang. Berat badan satu janin pada
BBLR adalah paritas 0 yaitu bila ibu kehamilan kembar rata-rata 1000 gram
pertama kali hamil dan mempengaruhi lebih ringan daripada kehamilan tunggal
kondisi kejiwaan serta janinnya, dan paritas (Prawirohardjo, 2013).
lebih dari 4 dapat berpengaruh pada Tidak ditemukan adanya kesenjangan
kehamilan berikutnya, kondisi ibu belum antara teori yang sudah dipaparkan diatas
pulih jika hamil kembali (Prawirohardjo, dengan hasil penelian ini, didapatkan
2013). mayoritas bayi yang lahir dengan berat
Berdasarkan hasil penelitian badan rendah atau BBLR adalah bayi yang
didapatkan data terbanyak adalah BBLR yang mengalami gemelli. Hasil uji statistik
dari ibu dengan paritas 1->4. Hasil uji dengan menggunakan Chi Square tidak ada
statistik dengan menggunakan Chi Square hubungan antara gemelli dengan kejadian
terdapat adanya hubungan antara paritas ibu bayi berat lahir rendah atau BBLR dengan
dengan kejadian bayi berat lahir rendah p-value 0,413.
atau BBLR. Berdasarkan hasil penelitian oleh Alin
Hasil Penelitian ini sesuai dengan Arlindania bahwa tidak ada hubungan
hasil penelitian oleh Dina terdapat adanya antara kehamilan kembar dengan BBLR di
hubungan yang bermakna antara paritas ibu RSUD Gunung Jati dengan p value = 0,440.

Page | 52
Jurnal Ilmiah Kesehatan 2021

Kemudian hasil penelitian Anita 2015 Hasil penelitian ini pun bertentangan
dengan hasil penelitian tidak ada hubungan dengan hasil penelitian oleh Fuji Asih pada
bermakna antara kehamilan ganda (gemelli) tahun 2014 bahwa ada pengaruh antara pre-
dengan berat badan lahir rendah dengan p eklampsia dengan kejadian bayi berat lahir
value = 0,276. Selain itu, hasil penelitian rendah di RS Prikasih Jakarta Selatan pada
oleh Lina Fajrina bahwa bahwa tidak ada tahun 2014 dengan p value = 0,532.
hubungan antara faktor kembar dengan 5. Hubungan Ketuban pecah dini dengan
kejadian BBR di RSUP Dr. M. Jamil kejadian BBLR
Padang pada tahun 2013 dengan p value = Ketuban dinyatakan pecah sebelum
0,432. waktunya bila terjadi sebelum proses
Dari teori yang memaparkan tentang persalinan berlangsung. Ketuban Pecah
pengaruh kehamilan ganda atau gemelli Dini (KPD) disebabkan oleh karena
tidak terdapat kesenjangan dengan hasil berkurangnya kekuatan membran yang
penelitian sebelumnya serta hasil penelitian diakibatkan oleh adanya infeksi yang dapat
yang dilakukan peneliti yang menyatakan berasal dari vagina dan serviks. Pada
tidak ada hubungan antara gemelli dengan persalinan normal selaput ketuban biasanya
kejadian bayi berat lahir rendah di Rumah pecah atau di pecahkan setelah pembukaan
Sakit Umum Daerah Kota Cirebon. lengkap, apabila ketuban pecah dini,
4. Hubungan Preeklamsi dengan kejadian merupakan masalah yang penting dalam
BBLR obstetri yang berkaitan dengan penyulit
Pre-eklampsia dapat mengakibatkan kelahiran prematur dan terjadinya infeksi
keterlambatan pertumbuhan janin dalam ibu (Mansjoer, 2011).
kandungan atau IUGR dan kelahiran mati. Berdasarkan hasil uji statistik dengan
Hal ini disebabkan karena Pre-eklampsia menggunakan Chi Square tidak terdapat
pada ibu akan menyebabkan perkapuran di adanya hubungan antara ketuban pecah dini
daerah plasenta, sedangkan bayi dengan kejadian BBLR.
memperoleh makanan dan oksigen dari Hasil penelitian ini sesuai dengan
plasenta, dengan adanya perkapuran di hasil penelitian oleh Alin Arlindania tahun
daerah plasenta, suplai makanan dan 2015 tidak ada hubungan antara ketuban
oksigen yang masuk ke janin berkurang pecah dini dengan kejadian BBLR di
(Ilyas, 2010). Rumah Sakit Umum Gunung Jati Kota
Berdasarkan hasil penelitian Cirebon dengan nilai p value = 0,536.
didapatkan angka tertinggi BBLR dengan 6. Hubungan anemia dengan kejadian BBLR
ibu yang mengalami pre-eklampsia. Hasil Kadar Hb ibu hamil sangat
uji statistik dengan menggunakan Chi mempengaruhi berat bayi yang dilahirkan.
Square tidak ada hubungan antara pre- Seorang ibu hamil dikatakan menderita
eklampsia dengan kejadian bayi berat lahir anemia bila kadar hemoglobinnya dibawah
rendah atau BBLR. 11 gr/dl.

Page | 53
Jurnal Ilmiah Kesehatan 2021

Keadaan ini disebabkan karena 2. Hasil analisis menunjukan bahwa ada


kurangnya suplai oksigen dan nutrisi pada hubungan antara paritas dengan kejadian
plasenta yang akan berpengaruh pada BBLR di Rumah Sakit Umum Daerah
fungsi plasenta terhadap pertumbuhan Gunung Jati Kota Cirebon P-value
janin. Hasil penelitian Hilli AL (2009) 0.000.
menyatakan adanya hubungan yang linier 3. Hasil analisis menunjukan bahwa tidak
antara anemia ibu hamil dengan berat badan ada hubungan antara gamelli dengan
bayi lahir. Berat badan bayi lahir rendah di kejadian BBLR di Rumah Sakit Umum
temukan pada ibu hamil dengan anemia Daerah Gunung Jati Kota Cirebon P-
berat, sementara berat badan lahir masih value 0.413.
dalam batas normal pada ibu hamil dengan 4. Hasil analisis menunjukan bahwa ada
anemia ringan dan anemia sedang hubungan antara preeklamsi dengan
meskipun lebih rendah dibndingkan dari kejadian BBLR di Rumah Sakit Umum
ibu hamil tidak anemia. Daerah Gunung Jati Kota Cirebon P-
Berdasarkan hasil penelitian yang value 0.499.
telah dilakukan didapatkan angka 5. Hasil analisis menunjukan bahwa ada
responden tertinggi pada BBLR yang hubungan antara ketuban pecah dini
mengalami anemia. Hasil uji statistik dengan kejadian BBLR di Rumah Sakit
dengan menggunakan Chi Square tidak ada Umum Daerah Gunung Jati Kota
hubungan antara premature dengan Cirebon P-value 0.300.
kejadian BBLR. 6. Hasil analisis menunjukan bahwa ada
Hasil penelitian ini sesuai dengan hubungan antara anemia dengan
hasil penelitian lain oleh Anita 2015 tidak kejadian BBLR di Rumah Sakit Umum
ada hubungan antara anemia dengan Daerah Gunung Jati Kota Cirebon P-
kejadian BBLR di Puskesmas Semarang value 0.713.
dengan p value = 0,449. Hasil penelitian Daftar Pustaka
oleh Maria menunjukan hasil yang sama Aziz, Hidayat Alimul, (2009). Asuhan
yaitu, tidak ada pengaruhnya antara Neonatus, bayi, dan Balita. Cetakan
premature dan dismatur dengan kejadian I. EGC. Jakarta
bayi berat lahir rendah di RSUP Dr. Kariadi Depkes, (2012). Buku Kedaruratan
tahun 2010 dengan p value = 0,089. Neonatal. Jakarta: Departemen
Kesimpulan Kesehatan RI Pusat Pendidikan
1. Hasil analisis menunjukan bahwa ada Tenaga Kesehatan
hubungan antara umur ibu dengan Dinas Kesehatan Kota Cirebon, (2014).
kejadian BBLR di Rumah Sakit Umum Profil kesehatan kota Cirebon tahun
Daerah Gunung Jati Kota Cirebon P- 2014
value 0.002.

Page | 54
Jurnal Ilmiah Kesehatan 2021

Ilyas, dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Varney, Helen, (2009). Buku Ajar Asuhan
Perinatal Cetakan I Edisi 2. Jakarta: Kebidanan Edisi 4. Jakarta : EGC.
Buku Kedokteran. EGC Wiknjosastro, (2011). Ilmu Kebidanan.
Mansjoer. K. Dkk. (2013). Kapita Selekta Jakarta : YBP-SP
Kedokteran jilid I Edisi Ketiga
Jakarta: Media Aescu Lapius.
Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Manuaba, IBG, dkk. (2009). Buku Ajar
Patologi Obstetri. Jakarta : EGC
Mochtar, R. (2013). Sinopsis Obstetri
Cetakan Ke II Edisi Kedua. Jakarta
EGC
Notoatmodjo, Soekidjo, (2010). Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. (2011). Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta
Prawirohardjo, Sarwono. (2013). Ilmu
Kebidanan. PT. Bina Pustaka. Jakarta
Prawirohardjo, Sarwono. (2011). Ilmu
Kandungan. Jakarta: PT. Bina
Pustaka
Prawirohardjo, sarwono. (2010). Buku
Panduan Praktis Playanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal.
PT. Bina Pustaka. Jakarta.
Rukiyah, Ai Yeyeh dkk., (2009). Asuhan
Neonatus, Bayi Dan Anak Balita.
Jakarta: Trans Info Media
Saifuddin, Abdul Bari, (2009). Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Yayasan
Bina Pustaka.
Sugiyono, (2009). Statistik Untuk Penelitian.
Bandung: CV. Alfabeta

Page | 55

Anda mungkin juga menyukai