Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PENGEMBANGAN PROFESI

BAYI BARU LAHIR RENDAH


(BBLR)

OLEH :

Nama : SRI WAHIDAH, A.Md. Keb


NIP : 19780520 200604 2 039
Jabatan : Bidan Pelaksanan Lanjutan
Unit Kerja : UPTD Puskesmas Sababilah

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO SELATAN


DINAS KESEHATAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bayi lahir dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu factor
resiko yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa
perinatal. Selain itu bayi berat lahir rendah dapat mengalami gangguan mental dan
fisik pada usia tumbuh kembang selanjutnya, sehingga membutahkan biaya
perawatan yang tinggi.
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah salah satu hasil dari ibu hamil yang
menderita energy kronis dan akan mempunyai status gizi buruk. BBLR berkaitan
dengan tingginya angka kematian bayi dan balita, juga dapat berdampak serius
pada kualitas generasi mendatang, yaitu akan memperlambat pertumbuhan dan
perkambangan anak, serta berpengaruh pada penurunan kecerdasan.
Salah satu indicator untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat adalah
angka kematian bayi (AKB). Angka kematian bayi di Indonesia saat ini masih
tergolong tinggi, maka kematian bayi di Indonesia tercatat 510 per 1000 kelahiran
hidup pada tahun 2003. Ini memang bukan gambaran yang indah karena masih
tergolong tinggi bila di bandingkan dengan Negara-negara di ASEAN. Penyebab
kematian bayi terbanyak karena kelahiran bayi berat lahir rendah (BBLR),
sementara itu prevalensi BBLR pada saat ini diperkirakan 7-14% yaitu sekitar
459.200-900.000 bayi ( depkes RI 2005)
BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) diartikan sebagai bayi yang lahir dengan
berat badan kurang dari 2500 gram. BBLR merupakan prediktor tertinggi angka
kematian bayi, terutama dalam satu bulan pertama kehidupan (Kemenkes
RI,2015). Bayi BBLR mempunyai risiko kematian 20 kali lipat lebih besar di
bandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat badan normal. Lebih dari 20 juta
bayi di seluruh dunia lahir dengan BBLR dan 95.6% bayi BBLR lahir di negara
yang sedang berkembang, contohnya di Indonesia. Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia tahun 2014-2015, angka prevalensi BBLR di Indonesia
masih tergolong tinggi yaitu 9% dengan sebaran yang cukup bervariasi pada
masing-masing provinsi.Angka terendah tercatat di Bali (5,8%) dan tertinggi di
Papua (27%),sedangkan di Provinsi Jawa Tengah berkisar 7% (Kemenkes
RI,2015)
BBLR disebabkan oleh usia kehamilan yang pendek (prematuritas),dan IUGR
(Intra Uterine Growth Restriction) yang dalam bahasa Indonesia disebut
Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) atau keduanya. Kedua penyebab ini
dipengaruhi oleh faktor risiko, seperti faktor ibu, plasenta,janin dan lingkungan.
Faktor risiko tersebut menyebabkan kurangnya pemenuhan nutrisi pada janin
selama masa kehamilan. Bayi dengan berat badan lahir rendah umumnya
mengalami proses hidup jangka panjang yang kurang baik. Apabila tidak
meninggal pada awal kelahiran, bayi BBLR memiliki risiko tumbuh dan
berkembang lebih lambat dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat
badan normal. Selain gangguan tumbuh kembang, individu dengan riwayat BBLR
mempunyai faktor risiko tinggi untuk terjadinya hipertensi, penyakit jantung dan
diabetes setelah mencapai usia 40 tahun (Juaria dan Henry, 2014) .

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan BBLR ?
2. Apa penyebab BBLR ?
3. Bagaimana tanda – tanda klinis BBLR ?
4. Apa saja komplikasi pada BBLR ?
5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada BBLR ?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada BBLR ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan BBLR
2. Untuk mengetahui etiologi BBLR
3. Untuk mengetahui tanda – tanda klinis BBLR
4. Untuk mengetahui komplikasi pada BBLR
5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada BBLR
6. Untuk megetahui pentalaksanaan pada BBLR
D. Manfaat
1. Mahasiswa mengerti apa yang dimaksud dengan BBLR
2. Mahasiswa mengerti etiologi BBLR
3. Mahasiswa mengerti tanda – tanda klinis BBLR
4. Mahasiswa mengerti komplikasi pada BBLR
5. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan diagnostik pada BBLR
6. Mahasiswa mengetahui pentalaksanaan pada BBLR
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi baru lahir yang
saat dilahirkan memiliki berat badan senilai < 2500 gram tanpa menilai masa
gestasi. (Sholeh, 2014). Pada tahun 1961 oleh World Health Organization (WHO)
semua bayi yang telah lahir dengan berat badan saat lahir kurang dari 2.500 gram
disebut Low Birth Weight Infants atau Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Banyak
yang masih beranggapan apabila BBLR hanya terjadi pada bayi prematur atau
bayi tidak cukup bulan. Tapi, BBLR tidak hanya bisa terjadi pada bayi prematur,
bisa juga terjadi pada bayi cukup bulan yang mengalami proses hambatan dalam
pertumbuhannya selama kehamilan (Profil Kesehatan Dasar Indonesia, 2014).
Bayi berat lahir rendah ( BBLR ) adalah bayi dengan berat lahir kurang
dari 2500 gram ( berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah
lahir ).
Klasifikasi BBLR
a. Berdasarkan BB lahir
1. BBLR : BB < 2500gr
2. BBLSR : BB 1000-1500gr
3. BBLESR : BB <1000 gr
b. Berdasarkan umur kehamilan
a. Prematur
Adalah bayi lahir dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu dan
mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa
kehamilan atau disebut Neonatus Kurang Bulan – Sesuai Masa
Kehamilan ( NKB- SMK).
b. Dismaturitas.
Adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
seharusnya untuk masa kehamilan, dismatur dapat terjadi dalam
preterm, term, dan post term.
c. Dismatur ini dapat juga:
a. Neonatus Kurang Bulan – Kecil untuk Masa Kehamilan (NKB-
KMK),
b. Neonatus Cukup Bulan-Kecil Masa Kehamilan ( NCB-KMK ),
c. Neonatus Lebih Bulan-Kecil Masa Kehamilan ( NLB- KMK )

B. PENYEBAB
 Faktor Ibu
a. Gizi saat hamil kurang
b. Umur < 20 tahun / lebih 35 tahun
c. Jarak kehamilan dan bersalin terlalu dekat.
d. Ibu pendek, tinggi badan < 145 cm
e. Penyakit menahun ibu, hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah,
perokok dan narkotik.
 Faktor kehamilan
a. Kehamilan hidramnion
a. Hamil ganda
b. Perdarahan antepartum
c. Komplikasi kehamilan, pre eklamsi, KPD
 Faktor janin
a. Cacat bawaan
a. Infeksi dalam rahim
b. Gangguan metabolisme pada janin.

C. TANDA-TANDA KLINIS
Manifestasi klinis atau biasa disebut gambaran klinis biasanya digunakan
untuk menggambarkan sesuatu kejadian yang sedang terjadi. Manifestasi klinis
dari
BBLR dapat dibagi berdasarkan prematuritas dan dismaturitas. Manifestasi klinis
dari premataturitas yaitu :
a. Berat lahir bernilai sekitar < 2.500 gram, panjang badan < 45 cm, lingkaran
dada < 30 cm, lingkar kepala < 33 cm.
b. Masa gestasi kurang dari 37 minggu.
c. Kulit tipis dan mengkilap dan lemak subkutan kurang.
d. Tulang rawan telinga yang sangat lunak.
e. Lanugo banyak terutama di daerah punggung.
f. Puting susu belum terbentuk dengan bentuk baik.
g. Pembuluh darah kulit masih banyak terlihat.
h. Labia minora belum bisa menutup pada labia mayora pada bayi jenis
kelamin perempuan, sedangkan pada bayi jenis kelamin laki – laki belum
turunnya testis.
i. Menangis dan lemah.
j. Pernapasan kurang teratur.
k. Sering terjadi serangan apnea.
l. Refleks tonik leher masih lemah.
m. Refleks mengisap serta menelan belum mencapai sempurna (Saputra, 2014)
Gambaran klinis BBLR secara umum adalah :
a. Berat kurang dari 2500 gram
b. Panjang kurang dari 45 cm
c. Lingkar dada kurang dari 30 cm
d. Lingkar kepala kurang dari 33 cm
e. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
f. Kepala lebih besar
g. Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang
h. Otot hipotonik lemah
i. Pernapasan tak teratur dapat terjadi apnea
j. Eksremitas : paha abduksi, sendi lutut / kaki fleksi-lurus
k. Kepala tidak mampu tegak
l. Pernapasan 40 – 50 kali / menit
m. Nadi 100 – 140 kali / menit

D. TATA LAKSANA BBLR


Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) menjadi perhatian yang cukup besar serta
memerlukan penanganan yang tepat dan cepat. Untuk mengatasi masalah-masalah
yang terjadi. Penanganan BBLR meliputi Hal – hal berikut :
1. Mempertahankan suhu dengan ketat. BBLR mudah mengalami hipotermia.
Maka, suhu sering diperhatikan dan dijaga ketat.
2. Mencegah infeksi dengan ketat. Dalam penanganan BBLR harus
memperhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi karena sangat rentan. Bayi
BBLR juga memiliki imunitas yang sangat kurang. Hal sekecil apapun harus
perlu diperhatikan untuk pencegahan bayi BBLR. Salah satu cara pencegahan
infeksi, yaitu dengan mencuci tangan sebelum memegang bayi.
3. Pengawasan nutrisi dan ASI. Refleks menelan pada BBLR belum sempurna
dan lemahnya refleks otot juga terdapat pada bayi BBLR Oleh karena itu,
pemberian nutrisi harus dilakukan dengan hati-hati.
4. Penimbangan ketat. 13 Universitas Muhammadiyah Surabaya Penimbangan
berat badan harus perlu dilakukan secara ketat karena peningkatan berat
badan merupakan salah satu status gizi/nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan
daya tahan tubuh (Syafrudin dan Hamidah, 2009)
Ada juga penatalaksanaan menurut Proverawati, A. 2010 yaitu
Penatalaksanaan umum pada bayi dengan BBLR dapat dilakukan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Mempertahankan Suhu
Tubuh Bayi Keadaan bayi BBLR akan mudah mengalami rasa kehilangan
panas badan dan menjadi hipotermi, karena pada pusat pengaturan panas
badan belum berfungsi secara baik dan optimal, metabolismenya masih
rendah, dan permukaan badannya yang sangat relatif luas. Maka, bayi
harus di rawat pasa suatu alat di dalam inkubator sehingga mendapatkan
kehangatan atau panas badan sesuai suhu dalam rahim. Inkubator terlebih
dahulu dihangatkan, sampai sekitar 29,40C untuk bayi dengan berat badan
sebesar 1,7 kg dan suhu sebesar 32,20C untuk bayi yang memiliki berat
badan lebih kecil. Bila tidak memiliki alat atau tidak terdapat inkubator,
bayi dapat dibungkus menggunakan kain dan pada sisi samping dapat
diletakkan botol ysng diisi dengan air hangat. Selain itu, terdapat metode
kanguru yang dapat dilakukan dengan cara menempatkan atau
menempelkan bayi secara langsung di atas dada ibu.
2. Pengaturan dan Pengawasan Intake Nutrisi
Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi yang dimaksud yaitu
menentukan pilihan susu yang sesuai, tata cara pemberian dan pemberan
jadwal yang cocok dengan kebutuhan bayi dengan BBLR. ASI (Air Susu
Ibu) merupakan pilihan utama apabila bayi masih mampu mengisap.
Tetapi, jika bayi tidak mampu untuk mengisap maka dapat dilakukan
dengan cara ASI dapat diperas terlebih dahulu lalu diberikan kepada bayi
dengan menggunakan sendok atau dapat 14 Universitas Muhammadiyah
Surabaya dengan cara memasang sonde ke lambung secara langsung. Jika
ASI tidak dapat mencukupi atau bahkan tidak ada, khusus pada bayi
dengan BBLR dapat digunakan susu formula yang komposisinya mirip
ASI atau biasanya dapat disebut susu formula khusus untuk bayi BBLR
(Hartini, 2017).
3. Pencegahan Infeksi
Bayi BBLR memiliki imun dan daya tahan tubuh yang relatif kecil
ataupun sedikit. Maka, sangat berisiko bayi BBLR akan sering terkena
infeksi. Pada bayi yang terkena infeksi dapat dilihat dari tingkah laku,
seperti memiliki rasa malas menetek, gelisah, letargi, suhu tubuh yang
relatif meningkat, frekuensi pernapasan cenderung akan meningkat,
terdapat muntah, diare, dan berat badan mendadak akan semakin turun.
Fungsi perawatan di sini adalah memberi perlindungan terhadap bayi
BBLR dari bahaya infeksi. Oleh karena itu, bayi tidak boleh kontak
dengan penderita infeksi dalam bentuk apapun. Digunakan masker dan
baju khusus dalam penanganan bayi, perawatan luka tali pusat, perawatan
mata, hidung, kulit, tindakan asepsis dan antisepsis alatalat yang
digunakan, rasio perawat pasien ideal, menghindari perawatan yang
terlalu lama, mencegah timbulnya asfiksia dan pemberian antibotik yang
tepat (Kusparlina, 2016)
4. Hidrasi
Pada bayi BBLR tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya
kekurangan cairan dan elektrolit. Maka, perlu dilakukan tindakan hidrasi
untuk menambah asupan cairan serta elektrolit yang tidak cukup untuk
kebutuhan tubuh.
5. Pemberian Oksigen
Pemberian oksigen dapat dilakukan apabila diperlukan pada bayi BBLR.
Pemberian oksigen ini dilakukan untuk mengurangi bahaya 15
Universitas Muhammadiyah Surabaya hipoksia dan sirkulasi. Apabila
kekurangan oksigen pada bayi BLR dapat menimbulkan ekspansi paru
akibat kurngnya surfaktan dan oksigen pada alveoli. Konsentrasi oksigen
yang dapt diberikan pada bayi BBLR sekitar 30%-35% dengan
menggunakan head box. Konsentrasi oksigen yang cukup tinggi dalam
waktu yang panjang akan dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan
retina. Oksigen dapat dilakukan melalui tudung kepala, dapat
menimbulkan kebutaan pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
Sebisa mungkin lakukan dengan bahaya yang sangat kecil mungkin dapat
dilakukan dengan pemberian alat CPAP (ContinousPositive Airway
Pressure) atau dengan pipa endotrakeal untuk pemberian konsentrasi
oksigen yang cukup aman dan relatif stabil
6. Pengawasan Jalan Nafas
Salah satu bahaya yang paling besar dalam bayi BBLR yaitu
terhambatnya jalan nafas. Jalan nafas tersebut dapat menimbulkan
asfiksia, hipoksia, dan akhirnya kematian. Selain itu bayi BBLR susah
dalam beradaptasi apabila terjadi asfiksia selama proses kelahiran
sehingga menyebabkan kondisi pada saat lahir dengan asfiksia perinatal.
Bayi BBLR memiliki resiko mengalami serangan apneu dan defisiensi
surfaktan, sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang
sebelumnya diperoleh dari plasenta. Dalam kondisi seperti ini diperlukan
tindakan pemberian jalan nafas segera setelah lahir (aspirasi lendir),
dibaringkan pada posisi yang miring, merangsang pernapasan dengan cara
menepuk atau menjentik tumit. Bila tindakan ini dapat gagal, dilakukan
ventilasi, intubasi endotrakheal, pijatan jantung dan pemberian oksigen
dan selama pemberian intake dicegah untuk terjadinya aspirasi. Tindakan
ini dapat dicegah untuk mengatasi asfiksia sehingga dapat memperkecil
kejadian kematian bayi BBLR (Proverawati, 2010)

E. KOMPLIKASI
a. Sindrom gangguan pernapasan idiopatik disebut juga penyakit membran
hialin karena pada stadium terakhir akan terbentuk membran hialin yang
melapisi alveoulus paru.
b. Pneumonia Aspirasi
c. Disebabkan karena infeksi menelan dan batuk belum sempurna, sering
ditemukan pada bayi prematur.
d. Perdarahan intra ventikuler
e. Perdarahan spontan diventikel otot lateral biasanya disebabkan oleh karena
anoksia otot. Biasanya terjadi kesamaan dengan pembentukan membran
hialin pada paru. Kelainan ini biasanya ditemukan pada atopsi.
f. Hyperbilirubinemia
g. Bayi prematur lebih sering mengalami hyperbilirubinemia dibandingkan
dengan bayi cukup bulan. Hal ini disebabkan faktor kematangan hepar
sehingga konjungtiva bilirubium indirek menjadi bilirubium direk belum
sempurna.
h. Masalah suhu tubuh
i. Masalah ini karena pusat pengeluaran nafas badan masih belum sempurna.
Luas badan bayi relatif besar sehingga penguapan bertambah. Otot bayi masih
lemah, lemak kulit kurang, sehingga cepat kehilangan panas badan.
Kemampuan metabolisme panas rendah, sehingga bayi BBLR perlu
diperhatikan agar tidak terlalu banyak kehilangan panas badan dan dapat
dipertahankan sekitar (36,5 – 37,5 0C) (Manuaba, 1998 : 328
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Masa neonatus dan beberapa minggu sesudahnya masih merupakan masa yang
rawan karena disamping kekebalan yang masih kurang juga gejala penyakit
spesifik. Pada periode-periode tersebut tidak dapat dibedakan/sulit dibedakan
dengan penyakit lain sehingga sulit dideteksi pada usia minggu-minggu pertama
kelainanyang timbul banyak yang berkaitan dengan masa kehamilan/proses
persalinan sehingga perlu penanganan segera dan khusus.
Bayi lahir dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu factor
resiko yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa
perinatal. Selain itu bayi berat lahir rendah dapat mengalami gangguan mental dan
fisik pada usia tumbuh kembang selanjutnya, sehingga membutahkan biaya
perawatan yang tinggi.

B. Saran
1. Meningkatkan pengawasan pada bayi baru lahir dengan BBLR.
2. Menambah informasi dan pengetahuan tentang asuhan kebidanan pada bayi
baru lahir dengan BBLR.
3. Meningkatkan pelayanan pada bayi baru lahir dengan BBLR.
DAFTAR PUSTAKA

Balitbang Kemenkes RI, 2018, Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS, Jakarta:


Balitbang Kemenkes RI. Bothamley, J, 2013, Patofisiologi dalam Kehamilan,
Jakarta: ECG.

Cunningham, F. G, Leveno, K. J, Bloom, S. L, Hauth, J. C, Gilstrap III LC &


Wenstrom KD, 2010, Williams Obstetrics. 23rd Ed, New York: McGraw-Hill
Education.

Cunningham, F. G, Leveno, K. J, Bloom, S. L, Hauth, J. C, Gilstrap III LC &


Wenstrom KD, 2012, Williams Obstetrics. 23rd Ed, New York: McGraw-Hill
Education.

Depkes RI, 2008, Modul (Buku Acuan) Manajemen Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Untuk Bidan di Desa, Jakarta: Depkes RI.

Dinas Kesehatan Provinsi D. I. Yogyakarta, 2018, Profil Kesehatan Daerah Istimewa


Yogyakarta 2017, Yogyakarta: Dinas Kesehatan Provinsi D. I. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai