Anda di halaman 1dari 29

MASALAH GIZI PADA BAYI BERAT LAHIR RENDAH

A. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

1. Defenisi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat

badan kurang dari 2.500 gram tanpa memandang masa kehamilan. Dahulu

neonatus dengan berat badan lahir kurang 2500 gram atau sama dengan 2500

gram disebut premature. Pembagian menurut berat badan ini sangat mudah tetapi

tidak memuaskan. Sehingga lambat laun diketahui bahwa tingkat morbiditas dan

mortalitas pada neonatus tidak hanya bergantung pada berat badan lahir saja,

tetapi juga pada tingkat maturitas bayi itu sendiri (WHO, 2014).

2. Klasifikasi BBLR

Klasifikasi BBLR menurut (Tando, 2016) ada beberapa cara dalam

mengelompokkannya yaitu :

a. Klasifikasi BBLR menurut harapan hidupnya :

1) Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) berat lahir 1500-2500 gr

2) Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) berat lahir 1000-1500 gr

3) Bayi Berat Lahir Ekstrim Rendah (BBLER) berat lahir 1000 gr

b. Menurut masa gestasinya :

1) Prematuritas murni: Masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat

badanya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi berat atau biasa

disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan.

2) Dismaturitas: Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan

seharusnya untuk masa gestasi itu. Berat bayi mengalami retardasi


pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi yang kecil untuk masa

kehamilannya (Proverawati & Ismawati, 2012).

3. Tanda-tanda Bayi Berat Lahir Rendah

Bayi yang lahir dengan berat badan rendah mempunyai ciri-ciri :

a. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu.

b. Berat badan kurang dari 2500 gram.

c. Panjang badan kurang dari 46 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm, lingkar

dada kurang dari 30 cm.

d. Rambut lanugo (rambut halus dan tipis yang muncul pada kulit janin dan

menghilang dalam beberapa waktu setelah kelahiran) masih banyak.

e. Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya.

f. Tumit mengkilap, telapak kaki halus.

g. Genitalia belum sempurna seperti pada bayi perempuan labio minora belum

tertutup oleh labia mayora, klitoris menonjol, pada bayi laki –laki testis belum

turun ke dalam skrotum

h. Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakkannya lemah

dan tangisnya lemah.

i. Verniks kaseosa (sejenis lemak yang menyerupai keju dan membantu untuk

melindungi janin) tidak ada atau sedikit (Proverawati dan Ismawati, 2012).

4. Batasan Bayi Berat Lahir Rendah

Berat Badan Lahir Rendah (Bayi Berat Lahir Rendah) adalah bayi yang

lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa kehamilan. Berat lahir

adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir. Penyebab Bayi Berat

Lahir Rendah sangat kompleks. Bayi Berat Lahir Rendah dapat disebabkan

oleh

8
kehamilan kurang bulan, bayi kecil untuk bayi kurang bulan adalah bayi yang

lahir sebelum umur 37 minggu. Sebagian bayi kurang bulan belum siap hidup

di luar kandungan dan mendapatkan kesulitan untuk mulai bernafas, menghisap,

melawan infeksi, dan menjaga tubuhnya agar tetap hangat (Proverawati dan

Ismawati, 2012).

Bayi kecil masa kehamilan (KMK) adalah bayi yang tidak tumbuh dengan

baik di dalam kandungan selama kehamilan. Ada 3 kelompok bayi yang termasuk

bayi kecil masa kehamilan (KMK) yaitu KMK lebih bulan, KMK cukup bulan,

dan KMK kurang bulan. Bayi yang cukup bulan kebanyakkan mampu bernafas

dan menghisap dengan baik. Sedangkan bayi KMK kurang bulan kadang

kemampuan bernafas dan menghisapnya lemah (Proverawati dan Ismawati,

2012).

5. Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Bayi Berat Lahir Rendah

BBLR disebabkan oleh dua faktor utama yaitu kelahiran prematur (usia

gestasi < 37 minggu), intrauterine growth restriction (IUGR), atau kombinasi

keduanya. Sehingga patofisiologi BBLR berkaitan dengan kedua kondisi tersebut.

Kelahiran prematur disebabkan oleh banyak faktor yang berkaitan erat dengan

hubungan yang kompleks antara fetus, plasenta, uterus, dan faktor maternal.

Apabila terjadi suatu gangguan atau kelainan pada salah satu faktor diatas, maka

akan timbul akibat ketidakmampuan uterus untuk mempertahankan fetus,

terganggunya jalan lahir, dan kontraksi uterus sebelum waktunya, sehingga

terjadilah kelahiran prematur. Faktor yang dapat menyebabkan kelahiran prematur

meliputi fetus yaitu gawat janin dan kehamilan ganda, faktor plasenta yaitu

disfungsi plasenta, plasenta previa, dan solusio plasenta. Faktor maternal yaitu

9
preeklampsia, penyakit kronis (ginjal, jantung) dan infeksi. Faktor lain seperti

ketuban pecah dini (KPD).

Faktor penyebab IUGR yakni adanya gangguan pada faktor ibu, janin, dan

plasenta yang menyebabkan gangguan perfusi uterus – plasenta dan nutrisi janin.

Perfusi yang tidak baik, letak plasenta yang abnormal, hipertensi dalam

kehamilan, merokok, kehamilan ganda, infeksi intrauterin (termasuk HIV dan

malaria), karakteristik dari maternal, malnutrisi pada ibu, indeks masa tubuh ibu

rendah dapat menyebabkan BBLR.

Sebuah teori yang menjadi penyebab dari IUGR adalah penurunan

produksi hormon insulin atau gangguan pada level reseptor insulin ( Insulin-like

growth factor / IGF). Hal ini terjadi terutama pada bayi yang memiliki defek pada

reseptor IGF-1 , hipoplasia pankreas, dan diabetes neonatus sementara. Defek

pada reseptor IGF-1 disebabkan oleh mutasi genetik yang mengganggu

mekanisme pengenalan glukosa oleh sel islet pankreas sehingga menyebabkan

penurunan pelepasan insulin.

IUGR terbagi menjadi dua yakni IUGR simetris dan IUGR asimetris.

IUGR simetris mempengaruhi seluruh pertumbuhan dimulai dari lingkar kepala,

panjang, dan berat badan bayi. Sedangkan pada IUGR asimetris, lingkar kepala

bayi dalam batas normal, namun ukuran panjang dan berat badan bayi terganggu.

IUGR asimetris adalah tipe yang paling sering ditemukan. Tipe ini memiliki

persentase kasus sebesar 70 – 80%.

10
Berikut adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan Bayi Berat Lahir

Rendah secara umum yaitu:

a. Faktor obstetrik

1) Paritas

Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan baik hidup maupun

mati. Resiko terjadinya BBLR pada ibu yang pernah melahirkan anak empat kali

atau lebih akan meningkat.

2) Riwayat obstetrik buruk

Riwayat obstetrik buruk yaitu riwayat abortus, riwayat persalinan

prematur, riwayat BBLR, bayi lahir mati, riwayat persalinan dengan tindakan

(ekstaksi vacuum dan ekstrasi forsep), pre-eklamsia/eklamsia juga berpengaruh

terhadap BBLR.(Manuaba, 2012).

3) Hipertensi gestasional

Hipertensi gestasional adalah keadaan dimana diperoleh tekanan darah >

140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu, tanpa disertai adanya

proteinuria. Kendati demikian,apabila didapatkan tekanan darah yang signifikan

maka diperlukan pengawasan yang lebih ketat karena kejadian eklampsia dapat

mendahului proteinuria. Tekanan darah pada kasus hipertensi gestasional akan

berangsur normal dalam 12 minggu setelah persalinan (Cuningham, 2014)

11
b. Sosial demografi

1) Usia ibu

Usia ibu adalah waktu hidup ibu bersalin sejak lahir sampai hamil. Saat

terbaik untuk seorang wanita hamil adalah saat usia 20-35 tahun, karena pada

usia itu seorang wanita sudah mengalami kematangan organ-organ reproduksi

dan secara psikologi sudah dewasa (Manuaba, 2012)

2) Gizi hamil

Status gizi selama kehamilan adalah salah satu faktor penting dalam

menentukan pertumbuhan janin. Status gizi ibu hamil akan berdampak pada berat

badan lahir, angka kematian perinatal, keadaan kesehatan perinatal, dan

pertumbuhan bayi setelah kelahiran. Situasi status gizi ibu hamil sering

digambarkan melalui prevalensi anemia dan Kurang Energi Kronis (KEK) pada

ibu hamil.

3) Status sosial ekonomi

Keluarga bayi dengan status ekonomi rendah dan tinggal di pedesaan

cenderung mengalami kejadian BBLR lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga

status ekonomi tinggi dan tinggal di perkotaan. Keluarga bayi dengan status

ekonomi rendah mempunyai risiko BBLR sebesar 1,33 kali dibandingkan

keluarga dengan status ekonomi tinggi karena berhubungan dengan kurangnya

pemenuhan nutrisi ibu dan pemantauan kehamilan. (Cunningham, 2014).

4) Status pernikahan

Remaja yang hamil di luar nikah menghadapi berbagai masalah

psikologis yaitu rasa takut, kecewa, menyesal, dan rendah diri terhadap

kehamilan sehingga terjadi usaha untuk menghilangkan dengan menggugurkan

kandungannya atau

12
tidak mengurusi kehamilannya sehingga dapat kekurangan nutrisi dan

menyebabkan BBLR. Ibu dengan kehamilan di luar nikah berpeluang 1,8 kali

berisiko memiliki bayi berat lahir rendah (BBLR) (Damelash, 2015).

5) Pendidikan

Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

seseorang berperilaku. Tingkat pendidikan merupakan faktor yang mendasari

dalam pengambilan keputusan. Semakin tinggi pendidikan ibu akan semakin

mampu mengambil keputusan bahwa pelayanan kesehatan selama hamil dapat

mencegah gangguan sedini mungkin bagi ibu dan janinnya termasuk mencegah

kejadian BBLR.Tingkat pendidikan juga sering dihubungkan dengan tingkat

sosial ekonomi dalam konteks kesehatan, dimana tingkat pendidikan yang rendah

dapat membatasi pekerjaan (Notoatmodjo, 2014).

c. Kesehatan umum dan penyakit episodik

1) Gangguan metabolisme

Salah satu penyakit gangguan metabolisme yang sering dialami oleh ibu

hamil yaitu diabetes mellitus (DM). Pada ibu yang mengalami diabetesmeliitus,

cedera mikrovaskular ginjal akan merusak membrane glomelurus sehingga

protein akan bocor keluar ke urin. Seiring dengan memburuknya fungsi ginjal,

kebocoran protein akan menimbulkan retensi cairan dan ginjal makin tidak

efisien dalam membuang sampah metabolism seperti keratinin. Gangguan ini

disebut nefropati diabetic dan akan mempersulit kehamilan termasuk pre-

eklamsia, hipertensi, BBLR, dan kelahiran premature. Pertumbuhan janin

terhambat (IUGR) merupakan faktor komplikasi yang sering terjadi jika ibu

hamil sudah mengalami fungsi ginjal yang buruk. (Bothamley, 2013)

13
2) Faktor ayah

Faktor ayah yang mempengaruhi terjadinya BBLR adalah tinggi badan

dan berat badan. (Ngoma, 2016).

3) Kebiasaan

Risiko BBLR terjadi pada ibu yang mmpunyai kebiasaan merokok,

meminum minuman yang mengandung alkohol, pecandu obat jenis narkotika,

dan pengguna obat antimetabolik. Asupan kafein harian tinggi dikaitkan dengan

peningkatan risiko melahirkan kecil masa kehamilan atau berat bayi lahir <2500

gram, rokok, dan obat-obat terkait, alcohol, kokain, kafein yang dikonsumsi

selama kehamilan dikaitkan dengan hambatan pertumbuhan janin.(Manuaba,

2014).

6. Karakteristik BBL

a. Jenis kelamin BBL

Bayi perempuan lebih berisiko untuk mengalami BBLR daripada bayi

laki-laki. Hal ini karena grafik petumbuhan janin perempuan lebih lambat dari

janin laki- laki sehingga pada usia kehamilan yang sama, janin perempuan lebih

rendah beratnya.(Mitao, 2016).

b. Kelainan Kongenital

Kelainan Kongenital merupakan kelainan pertumbuhan struktur organ

janin sejak saat pembuahan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan congenetal

umumnya akan dilahirkan sebagai BBLR atau bayi kecil untuk masa kehamilan.

Sebuah penelitian terhadap 13.000 bayi dengan anomaly structural yang berat,

22% diantaranya mengalami hambatan pertumbuhan janin. Semakin parah

malformasi, semakin rentan menjadi kecil masa kehamilan. Hal ini terbukti pada

14
janin abnormalita kromosom atau yang mengalami malformasi kardiovaskular

serius. (Damelash, 2015).

c. Kehamilan Gemelli

Berat badan bayi pada kehamilan gemelli lebih ringan daripada berat

badan bayi kehamilan tunggal pada umur kehamilan yang sama. Berat badan bayi

pada kehamilan kembar rata-rata 1000 gram lebih ringan daripada bayi

kehamilan tunggal. Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus berlebihan,

sehingga melewati batas toleransi dan sering terjadi partus prematus. Kebutuhan

ibu akan zat makanan pada kehamilan ganda bertambah yang dapat menyebabkan

anemia dan penyakit defisiensi lain, sehingga bayi lahir kecil. (Rohan, 2013).

d. Komplikasi BBLR

1) Komplikasi BBLR pada bayi premature :

a) Asfiksia

Asfiksia disebabkan karena kurangnya surfaktan (ratio lesitin atau

sfingomielin kurang dari 2). Pertumbuhan dan pengembangan yang belum

sempurna, otot pernafasan yang masih lemah, dan tulang iga yang mudah

melengkung atau pliable thorax. (Momeni, 2017).

b) Masalah pemberian ASI

Hal tersebut dikarenakan ukuran tubuh BBLR yang kecil, kurang energi,

lemah, lambungnya kecil, dan tidak dapat menghisap dengan kuat. (Momeni,

2017).

c) Hiperbilirubinemia

Hiperbilirubinemia dapat terjadi akibat adanya peningkatan kadar

bilirubin pada tubuh. Hal tersebut dapat ditemukan dalam keadaan dimana

terjadi

15
peningkatan penghancuran sel darah merah (eritrosit) yang berkisar 80-90 hari, dan

kadar zat besi yang tinggi dalam eritrosit. (Radis, Glover, 2012).

2) Komplikasi BBLR pada bayi dismatur

a) Sindrom aspirasi mekonium

Keadaan hipoksia intrauterineakan mengakibatkan janin mengadakan

“gasping” dalam uterus. Selain itu, mekonuim akan dilepaskan ke dalam likour

amnion seperti yang sering terjadi pada “subacute fetal distress”. Akibatnya,

cairan yang mengandung mekonuiim yang lengket itu masuk ke dalam paru

janin karena inhalasi. Pada saat lahir bayi akan menderita gangguan pernafasan

yang sangat menyerupai sindrom gangguan pernafasan idiopatik. (Momeni, 2017).

b) Penyakit membrane hialin

Hal ini karena surfaktan paru belum cukup sehingga alveoli selalu

kolaps.Sesudah bayi mengadakan aspirasi, tidak tertinggal udara residu dalam

alveoli, sehingga selalu dibutuhkan tenaga negative yang tinggal pada pernafasan

berikutnya.Akibat hal iniakan tampak dispnu yang berat, retraksi egigastrium,

sianosis, dan pada paru terjadi atelektasis dan akhirnya terjadi aksudasi fibrin dan

lain-lain serta terbentuk membrane hialin(Momeni, 2017).

c) Hipoglikemia simtomatik

Keadaan ini terutama terdapat pada bayi laki-laki.Penyebabnya belum

jelas, tetapi mungkin sekali disebabkan persediaan glikogen yang sangat kurang

pada bayi dismaturitas. (Kosim, 2012).

16
B. Karakteristik Ibu

1. Pengertian karakteristik ibu

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016) menjelaskan arti kata karakteristik

adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang

dari yang lain, tabiat, watak. Karakteristik seseorang merupakan sifat yang

membedakan seseorang dengan yang lain berupa pendidikan, pekerjaan,

pendapatan, jumlah anak, dan jumlah keluarga dalam rumah tangga yang

mempengaruhi perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2014).

2. Paritas

Menurut Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN,

2011) paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan hidup yaitu kondisi yang

menggambarkan kelahiran sekelompok atau kelompok wanita selama masa

reproduksi. Klasifikasi jumlah paritas dibedakan menjadi:

a. Nullipara adalah perempuan yang belum pernah melahirkan anak sama sekali.

b. Primipara adalah perempuan yang telah melahirkan seorang anak pertama,

yang cukup besar untuk hidup di dunia luar.

c. Multipara adalah perempuan yang telah melahirkan seorang anak lebih dari

satu dan tidak lebih dari 5 kali.

d. Grandemultipara adalah perempuan yang telah melahirkan 5 orang anak atau

lebih.

Berdasarkan hasil penelitian (Fajriana & Buanasita, 2018) didapatkan

paritas (≥ 3 anak ) sebanyak 52,6% yang mengalami kejadian BBLR, sedangkan

dengan paritas (< 3 anak) sebanyak 47,8 % yang mengalami kejadian BBLR.

Faktor paritas sering dihubungkan dengan kejadian BBLR terjadi karena sistem

reproduksi

17
ibu sudah mengalami penipisan akibat dari sering melahirkan. Status paritas yang

tinggi dapat meningkatkan risiko kejadian BBLR dan bayi lahir mati, hal tersebut

terjadi karena semakin tinggi status paritasnya maka kemampuan rahim untuk

menyediakan nutrisi bagi kehamilan selanjutnya semakin menurun sehingga

penyaluran nutrisi antara ibu dan janin terganggu yang akhirnya dapat

mengakibatkan BBLR.

Proses kehamilan yang berulang menjadikan dampak kerusakan pada

dinding pembuluh darah di dalam rahim, kondisi ini dapat mengakibatkan

terganggunya kandungan nutrisi pada janin untuk kehamilan berikutnya yang

dapat mempengaruhi proses pertumbuhan pada janin sehingga akan terlahir bayi

dengan kondisi BBLR (Agustin et al., 2018). Rahim akan menjadi semakin

melemah karena jaringan parut uterus akibat kehamilan berulang menyebabkan

tidak kuatnya persediaan darah ke plasenta sehingga plasenta tidak mendapat

aliran darah yang cukup untuk menyalurkan nutrisi ke janin (Damelash, 2015).

Kehamilan yang berulang-ulang juga akan mempengaruhi sirkulasi nutrisi

ke janin dimana jumlah nutrisi akan berkurang dibandingkan dengan kehamilan

sebelumnya. Paritas yang tinggi akan memberikan risiko tinggi terhadap janin,

yaitu menimbulkan bayi yang tidak sehat. Kelahiran anak kedua atau ketiga,

umumnya aman bagi seorang wanita, sedangkan kelahiran anak yang lebih dari

empat harus diwaspadai, kemungkinan akan terjadi persalinan yang buruk karena

terlalu banyak anak, rahim ibu yang semakin lemah yang akan membahayakan

janin dan ibu . Semakin sering proses melahirkan maka organ-organ reproduksi

akan berubah atau kondisi kesehatannya akan menurun (Windiarti, 2018).

18
3. Riwayat obstetrik buruk

Riwayat obstetrik buruk yaitu riwayat abortus, riwayat persalinan

prematur, riwayat BBLR, bayi lahir mati, riwayat persalinan dengan tindakan

(ekstaksi vacuum dan ekstrasi forsep), pre-eklamsia/eklamsia juga berpengaruh

terhadap BBLR.(Manuaba, 2012).

Penelitian (Manurung & Helda, 2021) memaparkan hubungan antara

riwayat komplikasi saat hamil dengan kejadian BBBL dengan p-value = 0,047

(<0,05) yang artinya bermakna signifikan secara statistik. Besar asosiasi atau

nilai PR yang didapat adalah 2,123 (95% CI 0,999-4,529), artinya ibu yang

memiliki riwayat komplikasi saat hamil berisiko 2,123 kali lebih besar

dibandingkan dengan ibu yang tidak memiliki riwayat komplikasi saat hamil

untuk melahirkan anak dengan BBLR. Penelitian yang dilakukan oleh

Indrasari(2012) hasilnya sama dengan penelitian ini yaitu pada analisis statistik

didapat nilai p = 0,009 (<0,05) yang bermakna signifikan dan nilai asosiasi 2,5

yang artinya ibu yang ada riwayat komplikasi saat hamil memiliki risiko 2,5 kali

melahirkan anak dengan BBLR dibandingkan ibu yang tidak ada riwayat

komplikasi saat hamil. Ibu yang memiliki riwayat komplikasi saat hamil akan

mempengaruhi pertumbuhan janin dalam kandungan sehingga memiliki risiko

untuk melahirkan bayi BBLR. Indrasari menyatakan BBLR dapat terjadi pada ibu

yang mengalami gangguan/komplikasi selama kehamilan seperti hipertensi,

hipotensi, anemia, preeklampsia dan eklamsia karena dapat memperpendek usia

kehamilan dan janin tumbuh lambat.

Nasution et al (2018) pada penelitiannya menyatakan bahwa ibu yang

pernah mengalami komplikasi atau riwayat obstetri buruk berpeluang melahirkan

BBLR sebesar 3,675 kali. Semakin banyak ibu mengalami komplikasi kehamilan

19
maka akan semakin tinggi risiko kelahiran bayi dengan BBLR karena kesehatan

ibu akan semakin melemah sehingga pertumbuhan janin terhambat dan

mengakibatkan BBLR. Komplikasi saat hamil merupakan masalah kesehatan

yang sering terjadi saat masa kehamilan maupun juga saat persalinan.

Konsekuensi dari terjadinya komplikasi saat hamil yaitu dapat menyebabkan

masalah kesehatan pada ibu, bayi ketika dilahirkan, ataupun kesehatan keduanya.

4. Hipertensi gestasional

Hipertensi gestasional adalah keadaan dimana diperoleh tekanan darah >

140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu, tanpa disertai adanya

proteinuria. Kendati demikian,apabila didapatkan tekanan darah yang signifikan

maka diperlukan pengawasan yang lebih ketat karena kejadian eklampsia dapat

mendahului proteinuria. Tekanan darah pada kasus hipertensi gestasional akan

berangsur normal dalam 12 minggu setelah persalinan (Cuningham, 2014)

Pada ibu penderita hipertensi di dalam uterus, vasokonstriksi yang

disebabkan oleh hipertensi akan mengakibatkan aliran darah uterus dan lesi

vascular terjadi di dasar plasenta, mengakibatkan terjadinya abrupsio plasenta.

Penurunan aliran darah ke ruang koriodesidua akan mengurangi jumlah oksigen

yang berdifusi melalui sel sinsitiotrofolas dan sitotrofoblas ke dalam sirkulasi

janin ke dalam plasenta.

Akibatnya, jaringan plasenta di iskemik, terjadi thrombosis kapiler vili

korionik dan infark, yang mengakibakan retriksi pertumbuhan janin. Aliran

hormon juga terganggu dengan menurunnya fungsi plasenta. Fungsi plasenta

yang menurun menyebabkan sirkulasi oksigen dan nutrisi ke janin menjadi tidak

lancar, sehingga menyebabkan BBLR. (Hidayatus, 2015).

20
Hasil penelitian yang dilakukan Prasetyowati (2014), yang meneliti

hubungan hipertensi gestasional dengan bayi berat lahir rendah didapatkan nilai p

= 0,05 yang artinya ada hubungan antara hipertensi gestasional dengan bayi berat

lahir rendah. Penelitian Julia (2016), diperoleh p = 0,00 yang dapat disimpulkan

bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara ibu hipertensi dengan kejadian

berat badan lahir rendah (BBLR) dan nilai OR dengan Confidence Interval (CI)

sebesar 95% memiliki peluang 3,225 kali lebih besar untuk melahirkan bayi berat

lahir rendah. Hipertensi gestasional mengakibatkan masalah pada ibu hamil

seperti intra uterine growth restriction (IUGR) dan hipoksia karena penurunan

perfusi uteroplasenta. Hipertensi gestasional juga mengakibatkan kegagalan

invasi migrasi sel trofoblast yang masuk ke dalam arteri myometrium sehingga

menyebabkan arterioli tidak dipengaruhi sistem hormonal plasenta untuk dapat

menyebabkan tumbuh kembang janin dalam rahim sehingga terjadi kegagalan

transport nutrisi yang akhirnya menyebabkan intra uterine growth restriction

(IUGR).

5. Usia

Usia seseorang sedemikian besarnya akan mempengaruhi perilaku,

karena semakin lanjut umurnya, maka semakin lebih bertanggungjawab, lebih

tertib, lebih bermoral, lebih berbakti dari usia muda. Usia ibu yang menjadi

indikator dalam kedewasaan dalam setiap pengambilan keputusan untuk

melakukan sesuatu yang mengacu pada setiap pengalamannya (Notoatmodjo,

2014).

Usia dibagi menjadi berisiko (<20 tahun dan >35 tahun) dan tidak

berisiko (20 – 35 tahun). Pada usia<20 tahun organ reproduksi belum berfungsi

sempurna sehingga terjadi persaingan memperebutkan gizi untuk ibu yang masih

21
dalam tahap

22
perkembangan dengan janin. Pada usia >35 tahun kematangan organ reproduksi

mengalami penurunan. Hal ini dapat mengakibatkan timbulnya masalah

kesehatan pada saat persalinan dan berisiko terjadinya BBLR (Karentina, 2018).

Dari penelitian yang dilakukan (Handayani et al., 2019) menyatakan

bahwa umur ibu tidak berhubungan dengan kejadian BBLR. Hasil penelitian ini

diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Kristiana, Noni dan Juliansyah, Elvi

(2017) yang mengungkapkan bahwa hasil penelitian yang didapat yaitu ibu yang

memiliki umur tidak berisiko terhadap kejadian BBLR lebih banyak dibandingkan

ibu yang berisiko terhadap kejadian BBLR.

Penyulit kehamilan pada usia remaja lebih tinggi dibandingkan antara

usia 20-35 tahun. Keadaan ini disebabkan belum matangnya alat reproduksi

untuk hamil, sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun pertumbuhan dan

perkembangan janin. Keadaan tersebut akan menyulitkan bila ditambah dengan

tekanan (stress) psikologis, sosial ekonomi, sehingga memudahkan persalinan

premature (preterm), berat badan lahir rendah dan kelainan bawaan, kegururan,

mudah menjadi infeksi, keracunan kehamilan. (Manuaba, 2012). Umur ibu >35

tahun kurangnya fungsi reproduksi dan masalah kesehatan seperti anemia dan

penyakit kronis sehingga memudahkan terjadinya persalinan premature.

(Manuaba,2012).

Usia ibu merupakan faktor risiko pertama yang termasuk dalam Tujuh

Terlalu dan Tiga Pernah. Tujuh Terlalu adalah primi tua, primi tua sekunder,

umur

>35 tahun, grande multi, anak terkecil <2 tahun, tinggi badan rendah <145 cm

dan berat badan <45 kg.Tiga Pernah adalah riwayat obstetrik jelek, persalinan

23
dengan infus transfusi, uri manual, tindakan pervaginam, bekas operasi Caesar

(Sarwono, 2014).

Usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun

(Prawiroardjo, 2014). Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada

usia di bawah 20 tahun ternyata 2 sampai 5 kali lebih tinggi dari pada kematian

maternal yang terjadi pada usia 20 sampai 29 tahun. Kematian maternal

meningkat kembali sesudah usia 30 sampai 35 tahun. Usia seorang wanita pada

saat hamil sebaiknya tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua. Umur yang kurang

dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, berisiko tinggi untuk melahirkan.

Kesiapan seorang perempuan untuk hamil harus siap fisik, emosi, psikologi, sosial

dan ekonomi (Manuaba, 2012).

a. Usia ibu kurang dari 20 tahun

Kehamilan yang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun memerlukan

perhatian yang optimal. Penyulit pada kehamilan lebih tinggi muncul

dibandingkan usia reproduksi sehat. Keadaan ini disebabkan karena belum

matangnya alat reproduksi untuk hamil, sehingga dapat merugikan kesehatan ibu

maupun perkembangan dan pertumbuhan janin Manuaba (2012). Masalah

psikologis kadang juga muncul, karena ketidaksiapan mental dan jiwa yang belum

matang. Perkawinan akan dianggap dapat menyelesaikan masalah justeru

menimbulkan masalah baru seperti penghasilan yang terbatas, putus sekolah,

putus kerja dan nilai gizi yang relatif rendah. Dampak kehamilan dengan usia

dibawah 20 tahun mempunyai risiko:

1) Sering mengalami anemia.

2) Gangguan tumbuh kembang janin.

24
3) Keguguran, prematuritas, atau BBLR.

4) Gangguan persalinan

5) Preeklampsi

6) Perdarahan antepartum.

b. Usia ibu lebih dari 35 tahun

Dalam penelitian (Fajriana & Buanasita, 2018) dipaparkan bahwa

kehamilan di usia kurang dari 20 tahun secara biologis belum optimal, emosinya

cenderung labil, mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami goncangan

yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat-zat

gizi selama kehamilan. Sedangkan umur diatas 35 tahun terkait dengan

kemunduran dan penuruhan daya tahan buh serta berbagai penyakit yang

menimpa pada usia ini. Semakin tua umur ibu makan akan terjadi kemunduran

yang progresif dari endometrium sehingga untuk mencukupi pemenuhan nutrisi

janin diperlukan pertumbuhan plasenta yang lebih luas .

Risiko keguguran spontan tampak meningkat dengan bertambahnya usia

terutama setelah usia 30 tahun, baik kromosom janin itu normal atau tidak, wanita

dengan usia lebih tua, lebih besar kemungkinan keguguran baik janinnya normal

atau abnormal. Bayi yang lahir dari wanita yang hamil di usia 35 tahun atau lebih

dapat meningkatkan risiko terkena penyakit yang disebabkan oleh kelainan

kromosom, seperti down syndrome. Risiko tersebut dapat dicegah dengan

melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin, tanyakan kepada dokter cara

melakukan pemeriksaan darah untuk mendeteksi kelainan kromosom sebelum

bayi lahir, jaga asupan nutrisi, control kenaikan berat badan serta olahraga yang

teratur (Notoatmodjo, 2014)

25
Faktor umur sangat mempengaruhi kelainan bawaan pada bayi, makin tua

seorang perempuan untuk hamil maka kemungkinan besar akan terjadi kecacatan

pada bayi salah satu nya down syndrome. Maka dari itu, Bidan sangat diharapkan

memberikan pertimbangan kepada ibu untuk tidak hamil pada umur diatas 35

tahun ( Manuaba, 2012).

6. Status Gizi

Status gizi selama kehamilan adalah salah satu faktor penting dalam

menentukan pertumbuhan janin. Status gizi ibu hamil akan berdampak pada berat

badan lahir, angka kematian perinatal, keadaan kesehatan perinatal, dan

pertumbuhan bayi setelah kelahiran. Situasi status gizi ibu hamil sering

digambarkan melalui prevalensi anemia dan Kurang Energi Kronis (KEK) pada

ibu hamil.

Pada penelitian yang dilakukan (Usep Rusependhi & Diah M, 2019)

memaparkan bahwa ibu yang mengalami anemia berpeluang melahirkan bayi

BBLR sebesar 3,327 kali lebih tinggi dapi pada ibu hamil yang tidak anemia.

Penelitian (Yi et al., 2013) menyatakan bahwa anemia saat kehamilan

berhubungan dengan resiko kelahiran prematur dan BBLR.

Anemia adalah suatu keadaan dimana jumlah hemoglobin dalam darah

kurang dari normal. Hemoglobin ini dibuat di dalam sel darah merah, sehingga

anemia dapat terjadi baik karena sel darah merah mengandung terlalu sedikit

hemoglobin maupun karena jumlah sel darah yang tidak cukup. Ibu hamil yang

menderita anemia menyebabkan kurangnya suplai darah pada plasenta yang akan

berpengaruh pada fungsi plasenta terhadap janin. Ibu selama kehamilan

mengalami perubahan fisiologis yang akan menyebabkan ketidakseimbangan

26
jumlah plasma darah dan sel darah merah yang dapat dilihat dalam bentuk

penurunan kadar hemoglobin. Hal ini akan mempengaruhi oksigen ke rahim dan

mengganggu kondisi intrauterine khususnya pertumbuhan janin akan terganggu

sehingga berdampakpada janin dengan BBLR (Haryanti et al., 2019).

Anemia akan meningkatkan risiko persalinan prematur atau BBLR. Selain

itu, anemia akan meningkatan risiko pendarahan selama persalinan dan membuat

ibu lebih sulit melawan infeksi. Anemia juga mengakibatkan terganggunya

asupan oksigen dalam tubuh karena kurangnya hemoglobin. Sehingga janin akan

mengalami kekurangan asupan nutrisi dan bisa mengakibatkan BBLR.Diagnosis

anemia kehamilan dapat dilakukan dengan anamnesa. Pada anamnesa akan

didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang- kunang, dan

keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda. Untuk menegakkan diagnose

kehamilan dapat dilakukan pemeriksaan kadar Hb. Hasil pemeriksaan kadar kadar

Hb dapat digolongkan sebagai berikut: (Manuaba, 2012).

a. Hb ≥ 11 gr/dL : Tidak anemia

b. Hb 9 – 10 gr/dL : Anemia ringan

c. Hb 7 - 8 gr/dL : Anemia sedang

d. Hb ,7 gr/dL : Anemia berat

Kurang Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana seseorang

mengalami kekurangan gizi (kalori dan protein) yang berlangsung lama atau

menahun. Dengan ditandai berat badan kuang dari 40 kg atau tampak kurus dan

dengan lingkar lengan atas (LILA) kurang dari 23,5 cm (Kemenkes, 2020).

Penelitian (Hariani et al., 2019) menyatakan bahwa ibu hamil dengan

KEK berpeluang 2,4 kali lebih besar melahirkan bayi BBLR. Hal ini sesuai

dengan teori

27
yang menyatakan secara umum bahwa berat badan selama kehamilan

berpengaruh terhadap hasil dari berat lahir bayi, wanita yang berat badan

hamilnya kurang akan memiliki risiko tinggi melahirkan bayi dengan berat lahir

rendah. Hasil penelitian Sumiaty & Restu, (2016) melaporkan bahwa terdapat

hubungan signifikan antara status gizi ibu hamil (berdasarkan pengukuran LILA)

dengan kejadian BBLR karena jika kebutuhan energi dan protein tidak terpenuhi

pada ibu hamil mengakibatkan terjadinya KEK sehingga menyebabkan terjadinya

BBLR.

Pendapat lain yang mendukung hasil penelitian ini adalah penelitian

Fajriana & Buanasita (2016) tentang faktor risiko yang berhubungan dengan

kejadian bayi berat lahir rendah di kecamatan semampir surabaya diketahui

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara LiLA dengan kejadian BBLR,

selain itu diketahui juga bahwa ibu yang tergolong KEK berisiko 6,6 kali lebih

besar untuk mengalami BBLR.

Penelitian yang dilakukan oleh (Najdah & Yudianti, 2020) menyatakan

bahwa tidak ada hubungan antara KEK pada ibu hamil trimester III dengan

BBLR dan tidak ada hubungan antara anemia pada ibu hamil dengan kejadian

anemia pada anak.

7. Pendidikan

Hasil penelitian (Windiarti, 2018) menunjukkan bahwa karakteristik ibu

yang melahirkan bayi berat lahir rendah berdasarkan Pendidikan lebih banyak

terjadi pada ibu yang berpendidikan SD yaitu sebanyak 7 orang (36,8%),

kemudian SMP yaitu sebanyak 6 orang (31,6%), SMA yaitu sebanyak 5 orang

(26,3%) dan paling sedikit terjadi pada perguruan tinggi yaitu sebanyak 1 orang

(5,3%). Penelitian yang dilakukan Nuryani (2017) menunjukkan bahwa terdapat

28
hubungan

29
signifikan antara tingkat pendidikan dengan kejadian BBLR Pendidikan adalah

suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di

luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.

Akan tetapi dalam penelitian Chaman et al.(2013) mendapatkan bahwa

tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan

kejadian BBLR. Penelitian Puspitasari (2014) juga menyatakan tidak terdapat

hubungan signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian BBLR (p=

0,562). Kemungkinan adanya faktor risiko lain yang menyebabkan terjadinya

kejadian BBLR antara lain penyakit selama kehamilan, jarak kehamilan yang

terlalu dekat dengan kelahiran sebelumnya dan sebagainya (Puji Sayekti, 2020).

Pendidikan mempengaruhi proses belajar,makin tinggi pendidikan

seeorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. pendidikan

tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Pendidikan

ibu yang rendah berpengaruh terhadap pengetahuan yang dimiliki ibu, sehingga

ibu terpengaruh dengan kebiasaan hidup yang tidak menunjang gaya hidup seperti

makanan yang tidak bergizi (hanya karbohidrat, sedikit sayur, sedikit daging) dan

banyaknya pantangan makanan ibu hamil oleh peraturan adat istiadat nenek

moyang sehingga jika ibu kurang gizi bayi yang dilahirkan BBLR. Makanan yang

tidak bergizi membuat berat badan ibu hamil tidak mengalami peningkatan atau

tetap dan mempengaruhi pertumbuhan pertumbuhan janin, sehingga bayi yang

dilahirkan mempunyai berat badan lahir rendah.

Pendidikan adalah jenjang yang ditempuh seseorang sampai dengan

mendapatkan ijazah. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga

perilaku akan pola hidup, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka

30
semakin mudah menerima informasi (Notoatmodjo, 2014). Menurut Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 dibagi menjadi tiga jenjang

yaitu

a. Pendidikan Dasar

Pendidikan Dasar adalah pendidikan umum yang lamanya sembilan tahun,

diselenggarakan selama enam tahun di Sekolah Dasar atau sederajat dan tiga

tahun di Sekolah Menegah Pertama atau sederajat.

b. Pendidikan Menengah

Pendidikan Menengah adalah pendidikan yang diselenggarakan bagi

lulusan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota

masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik

dengan lingkungan sosial budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan

kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi. Lama

pendidikan yaitu tiga tahun, bentuk satuan pendidikan menengah terdiri atas:

1) Sekolah Menengah Umum

2) Sekolah Menengah Kejuruan

3) Sekolah Menengah Keagamaan

4) Sekolah Menengah Kedinasan

5) Sekolah Menengah Luar Biasa

c. Pendidikan Tinggi

Pendidikan Tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang

diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat

yang memiliki kemampuan akademik dan profesional yang dapat menerapkan,

mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan atau

kesenian.

31
8. Pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian (Susmita, 2019) didapatkan responden tidak

bekerja sebanyak 54,2% yang mengalami kejadian BBLR, sedangkan yang

bekerja sebanyak 6,7% yang mengalami kejadian BBLR. Ibu memiliki persepsi

bahwa suami merupakan tulang punggung keluarga yang berkewajiban mencari

nafkah di luar rumah. Ibu yang bekerja diluar rumah seperti pegawai negeri

maupun swasta cenderung memiliki pendidikan yang tinggi sehingga mereka

dapat mengurangi faktor risiko dari pekerjaan mereka dengan melakukan

pencegahan secara dini.

Hasil penelitian (Windiarti, 2018) menunjukkan bahwa karakteristik ibu

yang melahirkan bayi berat lahir rendah berdasarkan pekerjaan ibu lebih banyak

pada kelompok yang tidak bekerja yaitu sebanyak 18 orang (94,7%), dan paling

sedikit pada kelompok yang bekerja yaitu sebanyak 1 orang (5,3%).

Pekerjaan mempengaruhi status gizi ibu hamil. Ibu yang tidak bekerja

tidak membutuhkan banyak keluaran energi dibandingkan dengan ibu yang

bekerja, sehingga dengan asupan gizi yang baik akan terjadi penambahan berat

badan normal berdasarkan indeks massa tubuh ibu sebelum hamil. Ibu yang

mempunyai status gizi kurang disebabkan karena ibu yang sibuk dengan

pekerjaannya tanpa disertai asupan gizi yang lebih dari biasanya sehingga

penambahan berat badan ibu kurang dari normal. Ibu yang bekerja pada saat hamil

kurang memperhatikan janinnya karena ibu tidak cukup istirahat dan

kemungkinan asupan gizi pada saat hamil kurang karena kesibukan ibu bekerja,

dan gizi

32
9. Kebiasaan merokok

a. Pengertian rokok

Rokok adalah benda yang memberi efek santai dan sugesti lebih jantan

bagi pemakainya. Rokok mengandung zat adiktif yang bila digunakan

mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu maupun masyarakat. Rokok

adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar, dihisap, dan

atau dihirup termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang

dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica, dan spesies

lainnya atau sintesisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar dengan atau

tanpa bahan tambahan (Syafrudin, 2011).

b. Kategori perokok

1) Perokok pasif

Perokok pasif adalah jenis perokok yang secara langsung menghisap asap

rokok yang biasanya dikeluarkan oleh jenis perokok aktif, dalam hal ini perokok

pasif mendapatkan bahaya jauh lebih besar dari pada perokok aktif (Syafrudin,

2011).

2) Perokok aktif

Jenis orang yang secara langsung menghisap rokok yang bisa

mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri sendiri dan lingkungan sekitarnya.

3) Perilaku tidak merokok

Perilaku tidak merokok adalah perilaku yang tidak merokok selama satu

bulan. Rumah tangga yang tidak merokok adalah rumah tangga dimana tidak ada

anggota rumah tangga umur 15 tahun keatas yang merokok di dalam rumah setiap

hari (Notoadmotjo, 2014).

33
a. Bahaya rokok

Paparan asap rokok mempengaruhi semua tahap reproduksi manusia yaitu

peningkatan resiko untuk kehamilan ektopik, ketuban pecah dini, solusio plasenta,

plasenta previa, keguguran, lahir mati, lahir prematur, berat badan lahir rendah,

kecil untuk usia kehamilan dan bawaan anomali seperti bibir sumbing (WHO,

2013). Merokok sangat berbahaya bagi kesehatan tidak hanya bagi si perokok

aktif, tetapi juga orang-orang di sekitarnya. Merokok dapat memberikan efek

merugikan pada setiap individu yang tidak merokok, termasuk janin yang sudah

ada dalam kandungan. Paparan asap rokok terus-menerus dan berkepanjangan

oleh ibu hamil akan mengakibatkan banyak masalah kesehatan terkait untuk janin

dan kehamilannya. Salah satu efek bahaya asap rokok cacat bawaan.

Studi yang dilakukan oleh Mostafa (2011) asap rokok yang berada di

dalam ruangan dapat bertahan lama hingga berminggu-minggu bahkan beberapa

bulan. Asap rokok dapat melekat pada pakaian, dan peralatan yang ada di dalam

ruangan. Pada saat ruangan terbuka dan mendapat hembusan udara maka toksin

akan kembali ke udara sekitarnya. Hal ini menyebabkan wanita yang tinggal

serumah dengan anggota keluarga yang merokok, akan terpapar oleh asap rokok

dan secara tidak langsung akan menjadi perokok pasif. Asap rokok sangat

berbahaya bagi perokok pasif dimana asap rokok dari perokok aktif yang terhirup

lima kali lebih banyak mengandung gas karbon monoksida dan empat kali lebih

banyak mengandung tar serta nikotin.

Jika ibu hamil menjadi perokok pasif terus-menerus sepanjang masa

kehamilan, kemungkinan bayi akan mengalami cacat lahir baik ringan maupun

berat. Asap rokok juga merupakan penyebab mutasi gen karena produk beracun

34
berbahaya memasuki tubuh seorang perempuan hamil melalui merokok aktif.

Merokok dan perokok pasif selama kehamilan meningkatkan risiko kehamilan

ektopik, ganguan perkembangan otak, berat badan lahir rendah, gangguan

tekanan darah pada anak, labiopalatoschisis, leukemia dan kanker lainnya pada

anak, mutasi genetik pada anak, asma dan gangguan pernafasan lainnya pada

anak, gangguan penglihatan pada anak, retardasi mental dan gangguan tumbuh

kembang (Deddy S Razak, 2017).

35

Anda mungkin juga menyukai