Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP DASAR ASUHAN

KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR


RENDAH (BBLR)

OLEH:

NI MADE SRI MEIRA UTAMI

PROGRAM STUDI NERS (PROFESI)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2022
LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
PADA BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)

A. Konsep BBLR
1. Definisi BBLR
Bayi berat lahir rendah adalah keadaan ketika bayi dilahirkan memiliki berat
badannya kurang dari 2500 gram. Keadaan BBLR ini akan berdampak buruk untuk
tumbuh kembang bayi ke depannya (Kementerian Kesehatan RI, 2015). Ada 2 keadaan
BBLR yaitu :
a. Prematuritas atau Bayi Kurang Bulan Murni :
BBLR karena prematuritas atau Bayi Kurang Bulan Murni adalah bayi yang
dilahirkan kurang bulang (preterm) mempunyai organ yang belum berfungsi seperti
bayi aterm sehingga bayi tersebut mengalami kesulitan untuk hidup di luar rahim.
Makin pendek masa kehamilan makin kurang sempurna fungsi alat-alat tubuhnya,
akibatnya makin mudah terjadi komplikasi, seperti : sindroma gangguan pernafasan,
hipotermia, aspirasi, infeksi, dan pendarahan intrakanial.
b. BBLR (KMK) :
Bayi Berat Badan Lahir Rendah karena Bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)
adalah bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK) pertumbuhan alat-alat dalam
tubuhnya lebih baik dibandingkan dengan bayi preterm dengan berat badan yang
sama.

2. Etiologi BBLR
Menurut Nur, Arifuddin & Vovilia (2016), Susilowati, Wilar & Salendu (2016) serta
Gebregzabiherher, Haftu, Weldemariam & Gebrehiwet (2017) ada beberapa faktor resiko
yang dapat menyebabkan masalah BBLR yaitu:
a. Faktor ibu
1) Usia
Berdasarkan penelitian menunjukkan persentase kejadian BBLR lebih tinggi terjadi
pada ibu yang berumur 35 tahun (30,0%) dibandingkan dengan yang tidak BBLR
(14,2%). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan WHO yaitu usia yang paling aman
adalah 20 – 35 tahun pada saat usia reproduksi, hamil dan melahirkan.
2) Parietas
Berdasarkan penelitian ibu grandemultipara (melahirkan anak empat atau lebih) 2,4
kali lebih berisiko untuk melahirkan anak BBLR, itu dikarenakan setiap proses
kehamilan dan persalinan meyebabkan trauma fisik dan psikis, semakin banyak
trauma yang ditinggalkan akan menyebabkan penyulit untuk kehamilan dan
persalinan berikutnya.
3) Gizi
Kurang saat hamil Ibu yang mengalami gizi kurang saat hamil menyebabkan
persalinan sulit/lama, persalinan sebelum waktunya (prematur), serta perdarahan
setelah persalinan. Ibu yang memiliki gizi kurang saat hamil juga lebih berisiko
mengalami keguguran, bayi lahir cacat dan bayi lahir dengan berat badan yang
kurang.
4) Jarak kehamilan
Berdasarkan penelitian ibu yang memiliki jarak kelahiran < 2 tahun berisiko 3,231
kali lebih besar melahirkan anak BBLR di bandingkan dengan ibu yang memiliki
jarak kelahiran > 2 tahun, itu dikarenakan pola hidup, belum menggunakan alat
kontrasepsi dan ibu tidak melakukan pemeriksaan dengan rutin.
5) Pola hidup
Ibu yang dia terkena paparan asap rokok dan sering mengkonsumsi alkohol dapat
menyebabkan hipoksia pada janin dan menurunkan aliran darah umbilikal sehingga
pertumbuhan janin akan mengalami gangguan dan menyebabkan anak lahir dengan
BBLR
b. Faktor kehamilan
1) Eklampsia/ pre-eklampsia
2) Ketuban pecah dini
3) Perdarahan antepartum
4) Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
5) Faktor janin
6) Cacat bawaan (kelainan kongenital)
7) Infeksi dalam Rahim

3. Manifestasi Klinis BBLR


Secara umum, gambaran klinis dari bayi BBLR adalah sebagai berikut :
a. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
b. Berat kurang dari 2500 gram
c. Panjang badan kurang atau sama dengan 45 cm
d. Lingkar dada kurang atau sama dengan 30 cm
e. Lingkar kepala kurang dari 33 cm
f. Jaringan lemak bawah kulit sedikit
g. Menangis lemah
h. Kepala bayi lebih besar dari badan, kepala tidak mampu tegak, rambut kepala tipis
dan halus, elastisitas daun telinga
i. Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, jaringan subkutan sedikit.
j. Otot hipotonik lemah
k. Dada : dinding thorak elastis, putting susu belum terbentuk, pernafasan tidak teratur,
dapat terjadi apnea, pernafasan 40-50 kali/menit
l. Ekstremitas : paha abduksi, sendi lutut/kaki fleksi-lurus, kadang terjadi oedem, garis
telapak kaki sedikit, telapak kaki halus, tumit mengkilat
m. Fungsi saraf yang belum atau kurang matang, mengakibatkan refleks isap, menelan,
dan batuk masih lemah atau tidak efektif (Nuratif, 2015)

BBLR menunjukan belum sempurnanya fungsi organ tubuh dengan keadaannya yang
lemah , yaitu sebagai berikut :
a. Tanda-tanda bayi Kurang Bulan (KB)
Kulit tipis dan mengkilap, Tulang rawan telinga sangat lunak, karena belum terbentuk
dengan sempurna, Lanugo (rambut halus/lembut) masih banyak ditemukan terutama
pada punggung, Jaringan payudara belum terlihat, puting masih berupa titik, Pada
bayi perempuan, labia mayora belum menutupi labia minora, Pada bayi laki-laki
skrotum belum banyak lipatan, testis kadang belum turun, Rajah telapak tangan
kurang dari 1/3 bagian atau belum terbentuk, Kadang disertai dengan pernafasan yang
tidak teratur, Aktivitas dan tangisnya lemah, Reflek menghisap dan menelan tidak
efektif atau lemah
b. Tanda-tanda bayi Kecil Untuk Masa Kehamilan (KMK)
Gerakannya cukup aktif, tangis cukup kuat, Kulit keriput, lemak bawah kulit tipis,
Bila kurang bulan jaringan payudara kecil, putting kecil, Bila cukup bulan payudara
dan puting sesuai masa kehamilan, Bayi perempuan bila cukup bulan labia mayora
menutupi labia minora, Bayi laki-laki testis mungkin telah turun 12, Rajah telapak
kaki lebih dari 1/3 bagian, Menghisap cukup kuat (Proverawati, 2010)
4. Patofisiologi
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup
bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup
bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil dari masa
kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Masalah ini terjadi karena adanya
gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit
ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang
menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang.
Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak mengalami
hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir normal.
Kondisi kesehatan yang baik, sistem reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak
ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi
lebih besar dan lebih sehat dari pada ibu dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu
dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR,
vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia.
Ibu hamil umumnya mengalami deplesi atau penyusutan besi sehingga hanya
memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal.
Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan
janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin
didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, dan BBLR. Hal ini menyebabkan morbiditas
dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi, sehingga
kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan prematur juga lebih besar (Nelson, 2010).
5. Pathway

Vasikuler paru
imatur

Peningkatan kerja
nafas

Pola Nafas
Defisit Nutrisi Tidak Efektif

Sumber : Nelson, (2010), Proverawati dan Ismawati, (2010)


6. Klasifikasi BBLR
Menurut Cutland, Lackritz, Mallett-Moore, Bardají, Chandrasekaran, Lahariya, Nisar,
Tapia, Pathirana, Kochhar & Muñoz (2017) dalam mengelompokkan bayi BBLR ada
beberapa cara yaitu:
a. Berdasarkan harapan hidupnya:
1) Bayi dengan berat lahir 2500 – 1500 gram adalah bayi berat lahir rendah (BBLR).
2) Bayi dengan berat lahir 1500 – 1000 gram adalah bayi berat lahir sangat rendah
(BBLSR).
3) Bayi dengan berat lahir < 1000 gram adalah bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLR).
b. Berdasarkan masa gestasinya:
1) Prematuritas Murni Bayi dengan masa gestasi kurang dari 37 minggu atau biasa
disebut neonatus dengan berat normal ketika lahir. Dapat disebut BBLR jika berat
lahirnya antara 1500 – 2500 gram.
2) Dismaturitas Bayi dengan berat badan lahir tidak normal atau kecil ketika dalam masa
kehamilan.

Menurut IDAI 2014, klasifikasi sesuai dengan ciri bentuk bayi pada bayi lahir rendah
dibagi menjadi berikut :
a. Small for gestational age (SGA) atau kecil untuk masa kehamilan (KMK) adalah bayi
yang dilahirkan dengan berat lahir 90 presentil.
b. Sesuai masa kehamilan (SMK) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat lahir 10 – 90
persentil.
c. Large for gestational age (LGA) atau besar untuk masa kehamilan (BMK) adalah bayi
yang dilahirkan dengan berat >90 presentil.

Menurut Maryunani (2009), neonatus/bayi yang termasuk dalam BBLR merupakan


salah satu dari keadaan berikut:
a. NKB-SMK (Neonatus kurang bulan – sesuai masa kehamilan) adalah bayi prematur
dengan berat badan lahir yang sesuai dengan masa kehamilan.
b. NKB-KMK (Neonatus kurang bulan – kecil masa kehamilan) adalah bayi prematur
dengan berat badan lahir kurang dari normal menurut usia kehamilan.
c. NCB-KMK (Neonatus cukup bulan – kecil untuk masa kehamilan) adalah bayi yang
lahir cukup bulan dengan berat badan lahir kurang dari normal.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Jumlah sel darah putih : 18.000/mm3, netrofil meningkat sampai 23.000-24.000/mm3,
hari pertama setelah lahir (menurun bila ada sepsis).
b. Hematokrit (ht) : 43%-61% (peningkatan sampai 65% atau lebih menandakan
polisitemia, penurunan kadar menunjukkan anemia atau hemoragik
prenatal/perinatal).
c. Hemoglobin (Hb) : 15-20 gr/dl (kadar lebih rendah berhubungan dengan anemia atau
hemolisis berlebihan.
d. Bilirubin total : 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1-2 hari, dan 12 mg/dl
pada 3-5 hari.
e. Destrosix : tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah kelahiran rata-rata
40- 50 mg/dl meningkat 60-70 mg/dl pada hari ketiga.
f. Pemantauan elektrolit ( Na,K,Cl) : biasanya dalam batas normal pada awalnya.
g. Pemeriksaan analisa gas darah.

8. Penatalaksanaan BBLR

Penanganan dan perawatan pada bayi dengan berat badan lahir rendah menurut
Proverawati (2010), dapat dilakukan tindakan sebagai berikut:
a. Mempertahankan suhu tubuh bayi
Bayi prematur akan cepat kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia, karena
pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah, dan
permukaan badan relatif luas. Oleh karena itu, bayi prematuritas harus dirawat di dalam
inkubator sehingga panas badannya mendekati dalam rahim. Bila belum memiliki
inkubator, bayi prematuritas dapat dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh
botol yang berisi air panas atau menggunakan metode kangguru yaitu perawatan bayi
baru lahir seperti bayi kanguru dalam kantung ibunya.

Cara Perawatan Bayi dalam Inkubator


Merupakan cara memberikan perawatan pada bayi dengan dimasukkan ke dalam alat
yang berfungsi membantu terciptanya suatu lingkungan yang cukup dengan suhu yang
normal. Dalam pelaksanaan perawatan di dalam inkubator terdapat du acara yaitu dengan
cara tertutup dan terbuka.
1) Inkubator tertutup
a) Inkubator harus selalu tertutup dan hanya dibuka dalam keadaan tertentu seperti
apnea, dan apabila membuka inkubator usahakan suhu bayi tetap hangat dan
oksigen harus selalu disediakan.
b) Tindakan perawatan dan pengobatan diberikan melalui hidung.
c) Bayi harus keadaan telanjang (tidak memakai pakaian) untuk memudahkan
observasi.
d) Pengaturan panas disesuaikan dengan berat badan dan kondisi tubuh.
e) Pengaturan oksigen selalu diobservasi.
f) Inkubator harus ditempatkan pada ruangan yang hangat kira-kira dengan suhu 27
derajat celcius.
2) Inkubator terbuka
a) Pemberian inkubator dilakukan dalam keadaan terbuka saat pemberian perawatan
pada bayi.
b) Menggunakan lampu pemanas untuk memberikan keseimbangan suhu normal dan
kehangatan.
c) Membungkus dengan selimut hangat.
d) Dinding keranjang ditutup dengan kain atau yang lain untuk mencegah aliran
udara.
e) Kepala bayi harus ditutup karena banyak panas yang hilang melalui kepala.
f) Pengaturan suhu inkubator disesuaikan dengan berat badan sesuai dengan
ketentuan di bawah ini
3) Pengaturan suhu inkubator

Berat badan lahir 0-24 jam 2-3 hari 4-7 hari 8 hari
(gram) (ºC) (ºC) (ºC) (ºC)
1500 34-36 33-35 33-34 32-33
1501-2000 33-34 33 32-33 32
2001-2500 33 32-33 32 32
>2500 32-33 32 31-32 32

Keterangan
Apabila suhu kamar 28-29 derajat celcius hendaknya diturunkan 1 derajat celcius
setiap minggu dan apabila berat badan bayi sudah mencapai 2000 gram bayi boleh
dirawat di luar inkubator dengan suhu 27 derajat celcius.

b. Pengawasan Nutrisi atau ASI


Alat pencernaan bayi premature masih belum sempurna, lambung kecil, enzim
pecernaan belum matang. Sedangkan kebutuhan protein 3 sampai 5 gr/ kg BB (Berat
Badan) dan kalori 110 gr/ kg BB, sehingga pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian
minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului dengan menghisap cairan lambung.
Reflek menghisap masih lemah, sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit demi
sedikit, tetapi dengan frekuensi yang lebih sering. ASI merupakan makanan yang paling
utama, sehingga ASI-lah yang paling dahulu diberikan. Bila faktor menghisapnya kurang
maka ASI dapat diperas dan diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan
memasang sonde menuju lambung. Permulaan cairan yang diberikan sekitar 200 cc/ kg/
BB/ hari.
c. Pencegahan Infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh yang masih
lemah, kemampuan leukosit masih kurang, dan pembentukan antibodi belum sempurna.
Oleh karena itu, upaya preventif dapat dilakukan sejak pengawasan antenatal sehingga
tidak terjadi persalinan prematuritas atau BBLR. Dengan demikian perawatan dan
pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan terisolasi dengan baik.
d. Penimbangan Ketat
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi dan erat kaitannya
dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan harus dilakukan
dengan ketat.
e. Ikterus
Semua bayi prematur menjadi ikterus karena sistem enzim hatinya belum matur dan
bilirubin tak berkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien sampai 4-5 hari berlalu.
Ikterus dapat diperberat oleh polisetemia, memar hemolisias dan infeksi karena
hperbiliirubinemia dapat menyebabkan kernikterus maka warna bayi harus sering dicatat
dan bilirubin diperiksa bila ikterus muncul dini atau lebih cepat bertambah coklat.
f. Pernapasan
Bayi prematur mungkin menderita penyakit membran hialin. Pada penyakit ini
tandatanda gawat pernaasan sealu ada dalam 4 jam bayi harus dirawat terlentang atau
tengkurap dalam inkubator dada abdomen harus dipaparkan untuk mengobserfasi usaha
pernapasan.

g. Hipoglikemi
Mungkin paling timbul pada bayi prematur yang sakit bayi berberat badan lahir
rendah, harus diantisipasi sebelum gejala timbul dengan pemeriksaan gula darah secara
teratur.

9. Komplikasi BBLR
a. Hipotermia
Terjadi karena hanya sedikit lemak tubuh dan sistem pengaturan suhu tubuh pada bayi
baru lahir belum matang.adapun ciri-ciri mengalami hipotermi adalah suhu tubuh < 32
0 C, mengantuk dan sukar dibangunkan, menangis sangat lemah, seluruh tubuh
dingin, pernafasan tidak teratur.
b. Hipoglikemia
Gula darah berfungsi sebagai makaan otak dan membawa oksigen ke otak. Jika
asupan glukosa ini kurang mempenagruhi kecerdasan otak.
c. Gangguan imunologik
Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar Ig G, maupun
gamma globulin. Bayi prematur relatif belum sangup membentuk anti bodi dan daya
fagositisis serta reaksi terhadap infeksi belum baik, karena sistem kekebalan bayi
belum matang.
d. Sindroma gangguan pernafasan
Sindroma Gangguan Pernafasan pada BBLR adalah perkembangan imatur pada
sistem pernafasan atau tidak adekuat jumlah surfaktan pada paru-paru Gangguan
nafas yang sering terjadi pada BBLR (masa gestasi pendek) adalah penyakit membran
hialin, dimana 13 angka kematian ini menurun dengan meningkatnya umur
kehamilan.
e. Masalah eliminasi
Kerja ginjal masih belum matang. Kemampuan mengatur pembuangan sisa
metabolisme dan air belum sempurna. Ginjal yang imatur baik secara anatomis dan
fungsinya
f. Gangguan pencernaan
Saluran pencernaan pada BBLR belum berfungsi sempurna sehingga penyerapan
makanan dengan lemah atau kurang baik. Aktifitas otot pencernaan masih belum
sempurna sehingga waktu pengosongan lambung bertambah.

B. Konsep Asuhan Keperawatan BBLR


1. Pengkajian
a. Identitas
1) Pengkajian identitas anak atau orang tua
2) Genogram
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Apakah terdapat masalah kesehatan bayi baik secara fisik maupun psikis yang
memerlukan perawatan seperti berat bayi < 2500 gram, refleks menghisap bayi lemah,
dan suhu tubuh < 36,5ºC.
2) Diagnosa medis saat ini
3) Riwayat keluhan/ penyakit saat ini
Keluhan yang terjadi pada pasien saat ini, hasil penunjang yang mendukung terhadap
penyakit pasien saat ini.
4) Riwayat penyakit dahulu
a) Riwayat MRS sebelumnya
Apakah ada riwayat masuk rumah sakit sebelumnya?
b) Riwayat dioperasi
Apakah ada riwayat operasi yang dialami pasien?
c) Riwayat kelainan bawaan
Apakah ada kelainan bawaan yang dialami oleh pasien? Seperti buta, dan
kecacatan lainnya
d) Riwayat alergi
Apakah terdapat alergi makanan ataupun obatan tertentu yang dialami pasien?
5) Riwayat kelahiran
Perawatan dalam masa kandungan dan oerawatan pada waktu kelahiran
6) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
a) Pertumbuhan sesuai dengan umur dari pasien, ada atau tidaknya masalah
pertumbuhan seperti down sindrom, kecacatan wisik dan autis.
b) Imunisasi yang dilakukan sesuai dengan umur pasien
7) Prosedur infasif
Apakah dilakukannya tindakan khusus yang diberikan oleh pasien selama
dilakukannya perawatan
8) Kontrol risiko infeksi
Apakah adanya tanda-tanda infeksi yang terjadi pada pasien?
9) Keadaan umum
Keadaan umum dari pasien dan dilakukannya pengkajian tanda – tanda vita dan juga
apakah ada keluhan nyeri pada pasien
10) Pemeriksaan fisik
Meskipun pemeriksaan fisik tidak dilakukan secara menyeluruh namun perlu
mengetahui bahwa pemeriksaan fisik perlu dilakukan agar keadaan anak dapat
diketahui secara menyeluruh. Pemeriksaan fisik dapat dimulai dari kepala, mata,
hidung, telinga, mulut, leher, thorax, jantung, abdomen, ekstremitas dan genetalia.
11) Pengkajian 6 B
a) Breathing
Observasi adanya penggunaan otot penapasan tambahan cuping hidung atau retraksi
substernal, interkostal atau subklavikular. Tentukan frekuensi pernapasan dan
keteraturannya. Lakukan auskultasi dan jelaskan suara napas (stridor, krepitasi,
mengi, suara basah berkurang, daerah tanpa suara, grunting), berkurangnya masukan
udara, dan kesamaan suara napas. Tentukan apakah diperlukan pengisapan.
b) Blood
Kaji apakah bayi pucat, terjadi sianosis, CRT < 2 detik, akral hangat atau dingin, ada
atau tidak perdarahan, turgor kulit elastis atau lambat, apakah bayi berkeringan
berlebih dan apakah memiliki riwayat kehilangan cairan beelebihan.
c) Brain
Jelaskan gerakan bayi, kejang, tingkat aktivitas terhadap rangsang, dan evaluasi sesuai
masa gestasinya. Jelaskan posisi bayi atau perilakunya (fleksi, ekstensi). Jelaskan
refleks yang ada (moro, rooting, sucking, plantar, tonick neck, palmar). Tentukan
tingkat kesadaran dan kenyamanan.
d) Bladder
Kaji keadaan BAK apakah ada kelainan, dari segi warna dan ada tidaknya darah.
e) Bowel
Tentukan adanya distensi abdomen, adanya edema dinding abdomen, tampak
pelistaltik, tampak gulungan usus, dan status umbilicus. Tentukan adanya tanda
regurgitasi dan waktu yang berkaitan dengan pemberian makanan, karakter dan
jumlah residu jika makanan keluar, jika terpasang selang nasogasrtik, jelaskan tipe
penghisap, dan haluaran (warna, konsistensi, pH). Palpasi batas hati (3 cm dibawah
batas kosta kanan). Jelaskan jumlah, warna, dan konsistensi feses, periksa adanya
darah. Jelaskan bising usus.
f) Bone
Kaji apakah ada atau tidak deformitas, contusion, abrasi, laserasi, edema, decubitus,
luka bakar, DVT, drop foot
12) Data psikologis

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


a. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan suhu lingkungan ekstrem, berat
badan ekstrem, dan ketidakadekuatan suplai lemak subkutan dibuktikan dengan kulit
dingin/hangat, menggigil, dan suhu tubuh fluktuatif.
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis dan gangguan
neuromuscular dibuktikan dengan dyspnea, penggunaan otot bantu pernapasan, fase
ekspirasi memanjang, pola napas abnormal (mis. takipnea, bradipnea, hiperventilasi,
kusmaul, cneyne-stokes).
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan dibuktikan
dengan berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal.
d. Risiko hipotermia dibuktikan dengan berat badan ekstrem, kurangnya lapisan lemak
subkutan, suhu lingkungan rendah, dan berat badan lahir rendah.
e. Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive, peningkatan paparan
organisme pathogen lingkungan, ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer.
3. Rencana Keperawatan
Diagnosis Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
Termoregulasi Setelah dilakukan intervensi Regulasi Temperatur (I. 14578)
Tidak Efektif keperawatan 3 x 24 jam diharapkan Observasi
Termoregulasi (L. 14134) 1. Monitor suhu tubuh dalam
membaik dengan kriteria hasil : rentang normal (36,5-37,5)
1. Menggigil menurun (5) 2. Monitor suhu tubuh anak tiap dua
2. Kulit merah menurun (5) jam, jika perlu
3. Kejang menurun (5) 3. Monitor warna dan suhu kulit
4. Akrosianosis menurun (5) 4. Monitor dan catat tanda dan gejala
5. Konsumsi oksigen menurun (5) hipotermia atau hipertermia
6. Piloereksi menurun (5) Terapeutik
7. Vasokonstriksi perifir 1. Pasang pemantau alat
menurun (5) pengukur suhu, jika perlu
8. Pucat menurun (5) 2. Tingkatkan asupan cairan dan
9. Takikardi menurun (5) nutrisi yang adekuat
10. Bradikardi menurun (5) 3. Bedong bayi segera setelah lahir
11. Dasar kuku sianolik untuk mencegah kehilangan panas
menurun (5) 4. Masukkan bayi BBLR ke dalam
12. Hipoksia menurun (5) plastic segera setelah lahir
13. Suhu tubuh membaik (5) 5. Gunakan topi bayi untuk
14. Suhu kulit membaik (5) mencegah kehilangan panas pada
15. Kadar glukosa darah bayi baru lahir
membaik (5) 6. Tempatkan bayi baru lahir di
16. Pengisian kapiler membaik (5) bawah radiant warmer
17. Ventilasi membaik (5) 7. Pertahankan kelembaban
18. Tekanan darah membaik (5) inkubator 50% atau lebih untuk
mengurangi kehilangan panas
karena proses evaporasi
8. Atur suhu inkubator sesuai
kebutuhan
9. Hangatkan terlebih dahulu bahan-
bahan yang kontak dengan bayi
10. Hindari meletakkan bayi didekat
jendela terbuka atau di area aliran
pendingin ruangan atau kipas
angina
11. Gunakan matras hangat, selimut
hangat, jika perlu
12. Sesuaikan suhu ligkungan dengan
kebutuhan pasien
Edukasi
1. Jelaskan cara pencegahan heat
exhaustion dan heat stroke
2. Jelaskan cara pencegahan
3. hipotermi karena terpapar
Pola Napas Tidak Setelahdilakukan intervensi Manajemen Jalan Napas (I.
Efektif selama 3 x 24 jam, maka Pola 01011)
Napas (L. 01004) membaik dengan Observasi
kriteria hasil : 1. Monitor pola napas (frekuensi,
1. Ventilasi semenit (5) kedalaman, usaha napas)
2. Kapasitas vital (5) 2. Monitor bunyi napas tambahan
3. Diameter thoraks anterior (mis. gurgling, mengi, wheezing,
posterior (5) ronkhi kering)
4. Tekanan ekspirasi (5) 3. Monitor sputum (jumlah, warna,
5. Tekanan inspirasi (5) aroma)
6. Dispnea (5) Terapeutik
7. Penggunaan otot bantu napas 1. Pertahankan kepatenan jalan napas
(5) dengan head-tilt dan chin- lift
8. Pemanjangan fase ekspirasi (5) (jaw-thrust jika curiga trauma
9. Ortopnea (5) cervical)
10. Pernapasan pursed-tip (5) 2. Posisikan semi-Fowler atau Fowler
11. Pernapasan cuping 3. Berikan minum hangat
hidung (5) 4. Lakukan fisioterapi dada, jika
12. Frekuensi napas (5) perlu
13. Kedalaman napas (5) 5. Lakukan penghisapan lendir
14. Ekskursi dada (5) kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

Pemantauan Respirasi (I. 01014)


Observasi
1. Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas
2. Monitor pola napas (seperti :
bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-stokes, biot,
ataksik)
3. Monitor kemampuan batuk
efektif
4. Monitor adanya produksi
sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan
napas
6. Paplasi kesimetrisan ekspansi
paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasil X-ray thoraks
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu

Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi (I. 03119)


keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
diharapkan Status Nutrisi (L. 1. Identifikasi statur nutrisi
03030) membaik dengan kriteria 2. Identifikasi alergi dan intoleran
hasil: makanan
1. Kekuatan otot pengunyah 3. Identifikasi makanan yang disukai
meningkat 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan
2. Kekuatan otot menelan jenis nutrient
meningkat 5. Monitor asupan makanan
3. Frekuensi makan membaik 6. Monitor berat badan
4. Nafsu makan membaik 7. Monitor hasil pemeriksaan
5. Bisisng usus membaik laboratorium
6. Perasaan cepat kenyang Terapeutik
menurun 1. Lakukan oral hygiene sebelum
makanan
2. Fasilitasi menentukan pedoman
diet (mis. piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan, jika
perlu
7. Hentikan pemberian makan
melalui selang nasogratik jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan

Pemantauan Nutrisi (I. 03123)


Observasi
1. Identifikasi faktor yang
mempengharui asupan gizi (mis,
pengetahuan, ketersediaan
makanan, agama/kepercayaan
budaya, mengunyah tidak
engunyah tidak adekuat, gangguan
menelan, penggunaan obat- obatan
atau pascaoperasi)
2. Identifikasi perubahan berat
badan
3. Identifikasi kelainan pada kulit
(mis. memar yang berlebihan, luka
berlebihan, luka yang sulit
sembuh, dan pendarahan)
4. Identifikasi kelainan pada
rambut (mis. kering, tipis, kasar,
dan mudah patah)
5. Identifikasi pola makan (mis.
kesukaan/ketidaksukaan makanan,
konsumsi makanan yang cepat
saji, makan terburu-buru)
6. Identifikasi kelainan pada kuku
(mis. Berbentuk sendok, mudah
patah, dan bergerigi)
7. Identifikasi kemampuan menelan
(mis. Fungsi motoric wajah,
refleks menelan, dan refleks gag)
8. Identifikas kelainan rongga mulut
(mis. peradangan, gusi berdarah,
bib berdarah, bibir kering dan
retak, luka)
9. Identifikasi kelainan eliminasi
(mis. diare, darah, lendir, eliminasi
yang tidak teratur)
10. Monitor mual muntah
11. Monitor asupan oral
12. Monitor warna konjungtiva
13. Monitor hasil laboraturium (mis.
Kadar kolestrol, albumi, serum,
transferin, kreatini, hemoglobin,
hematokrit dan elektorilit darah)
Terapeutik
1. Timbang berat badan
2. Ukur antropometri komposisi
tubuh (mis, indeks massa tubuh,
pengukuran pinggang, dan ukuran
lipatan kulit)
3. Hitung perubahan berat badan
4. Atur interval waktu pemantauan
dengan kondisi pasien
5. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Infromasikan hasil pemantauan,
jika perlu

Promosi Berat Badan (I. 03136)


Observasi
1. Identifikasi kemungkinan
penyebab BB kurang
2. Monitor adanya mual dan muntah
3. Monitor jumlah kalorimyang
dikomsumsi sehari-hari
4. Monitor berat badan
5. Monitor albumin, limfosit, dan
elektrolit serum
Terapeutik
1. Berikan perawatan mulut sebelum
pemberian makan, jika perlu
2. Sediakan makan yang tepat sesuai
kondisi pasien( mis. Makanan
dengan tekstur halus, makanan
yang diblander, makanan cair yang
diberikan melalui NGT atau
Gastrostomi, total perenteral
nutritition sesui indikasi)
3. Hidangkan makan secara menarik
4. Berikan suplemen, jika perlu
5. Berikan pujian pada pasien atau
keluarga untuk peningkatan yang
dicapai
Edukasi
1. Jelaskan jenis makanan yang
bergizi tinggi, namuntetap
terjangkau
2. Jelaskan peningkatan asupan kalori
yang dibutuhkan
Risiko Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipotermia (I. 14507)
Hipotermia keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi
diharapkan Termoregulasi (L. 1. Monitor suhu tubuh
14134) membaik dengan kriteria 2. Identifikasi penyebab hipotermia
hasil: (mis. Terpapar suhu lingkungan
1. Menggigil menurun (5) rendah, pakaian tipis, kerusakan
2. Kulit merah menurun (5) hipotalamus, penurunan laju
3. Kejang menurun (5) metabolism, kekurangan lemak
4. Akrosianosis menurun (5) subkutan)
5. Konsumsi oksigen menurun (5) 3. Monitor tanda dan gejala akibat
6. Piloereksi menurun (5) hipotermia (mis. Hipotermia
7. Vasokonstriksi perifir ringan, takipnea, disatria,
menurun (5) menggigil, hipertensi, diuresis;
8. Pucat menurun (5) Hipotermia sedang: aritmia,
9. Takikardi menurun (5) hipotensi, apatis, koahulopati,
10. Bradikardi menurun (5) reflex menurun; hipotermia berat:
11. Dasar kuku sianolik oliguria, reflex menghilang, edema
menurun (5) paru, asam-basa abnormal)
12. Hipoksia menurun (5) Terapeutik
13. Suhu tubuh membaik (5) 1. Sediakan lingkungan yang hangat
14. Suhu kulit membaik (5) (mis. Atur suhu ruangan, inkubator
15. Kadar glukosa darah 2. Ganti pakaian dan/linen yang
membaik (5) basah
16. Pengisian kapiler membaik (5) 3. Lakukan penghangatan pasif (mis.
17. Ventilasi membaik (5) Selimut menutup kepala, pakaian
tebal
4. Lakukan penghangatan aktif
eksternal (mis, kompres hangat,
botol hangat, selimut hangat,
perawatan model kangguru)
5. Lakukan penghangatan aktif
internal (mis. Infus cairan hangat,
oksigen hangat, lavase pantoneal
dengan cairan hangat)
Edukasi
1. Anjurkan makan/minum hangat

Regulasi Temperatir (I. 14578)


Observasi
1. Monitor suhu tubuh dalam rentang
normal (36,5-37,5)
2. Monitor suhu tubuh anak tiap dua
jam, jika perlu
3. Monitor warna dan suhu kulit
4. Monitor dan catat tanda dan gejala
hipotermia atau hipertermia
Terapeutik
1. Pasang pemantau alat pengukur
suhu, jika perlu
2. Tingkatkan asupan cairan dan
nutrisi yang adekuat
3. Bedong bayi segera setelah
lahir untuk mencegah kehilangan
panas
4. Masukkan bayi BBLR ke dalam
plastic segera setelah lahir
5. Gunakan topi bayi untuk
mencegah kehilangan panas pada
bayi baru lahir
6. Tempatkan bayi baru lahir di
bawah radiant warmer
7. Pertahankan kelembaban inkubator
50% atau lebih untuk mengurangi
kehilangan panas karena proses
evaporasi
8. Atur suhu inkubator sesuai
kebutuhan
9. Hangatkan terlebih dahulu bahan-
bahan yang kontak dengan bayi
10. Hindari meletakkan bayi didekat
jendela terbuka atau di area aliran
pendingin ruangan atau kipas
angina
11. Gunakan matras hangat, selimut
hangat, jika perlu
12. Sesuaikan suhu ligkungan dengan
kebutuhan pasien
Edukasi
1. Jelaskan cara pencegahan
hipotermi karena terpapar udara
dingin
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antipiretik

Risiko Infeksi Setelah diberikan asuhan Pencegahan Infeksi (I. 14539)


keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi
diharapkan Kontrol Risiko (L. 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
14128) meningkat dengan kriteria
lokal dan sistemik
hasil :
1. Kemampuan mencari informasi Terapeutik
tentang faktor risiko meningkat 1. Batasi jumlah pengunjung
(5) 2. Berikan perawatan kulit pada area
2. Kemampuan mengidentifikasi edema
faktor risiko meningkat (5) 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
3. Kemampuan melakukan strategi kontak dengan pasien dan
kontrol risiko meningkat (5)
lingkungan pasien
4. Kemampuan mengubah
perilaku meningkat (5) 4. Pertahankan kondisi aseptik pada
5. Komitmen terhadap strategi pasien beresiko tinggi
meningkat (5) Edukasi
6. Kemampuan modifikasi gaya 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
hidup meningkat (5) 2. Ajarkan cara mencuci tangan
7. Kemampuan menghindari dengan benar
faktor risiko meningkat (5)
3. Ajarkan etika batuk
8. Kemampuan mengenali
perubahan status kesehatan 4. Ajarkan cara memeriksa kondisi
meningkat (5) luka atau luka oprasi
9. Kemampuan berpartisipasi 5. Anjurkan meningkatkan asupan
dalam skrining risiko nutrisi
meningkat (5) 6. Anjurkan meningkatkan asupan
10. Penggunaan fasilitas kesehatan cairan
meningkat (5)
Kolaborasi
11. Penggunaan sistem pendukung
meningkat (5) 1. Kolaborasi pemberian imunisasi,
12. Pemantauan perubahan status jika perlu
kesehatan meningkat (5)
13. Imunisasi meningkat (5)
4. Implementasi
Implementasi keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi keperawatan yang telah
ditetapkan dengan waktu tertentu atau sesuai dengan kebutuhan. Implementasi yang
dilakukan meliputi :
Termoregulasi Tidak Efektif Regulasi Temperatur
Pola Napas Tidak Efektif Manajemen Jalan Napas
Pemantauan Respirasi

Defisit Nutrisi Manajemen Nutrisi


Pemantauan Nutrisi Promosi Berat Badan

Risiko Hipotermi Manajemen Hipotermia


Regulasi Temperatur

Risiko Infeksi Pencegahan Infeksi

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan. Dalam
perumusan evaluasi keperawatan menggunakan empat komponen yang dikenal dengan istilah
SOAP, yakni S (subjective) merupakan data informasi berupa ungkapan keluhan dari pasien.
O (objective) merupakan data berupa hasil pengamatan, penilaian, dan pemeriksaan. A
(Analisis/assesment) merupakan interpretasi makna data subjektif dan objektif untuk menilai
sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan P (planning) merupakan rencana keperawatan
lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa data. Evaluasi keperawatan anak yang
diharapkan yaitu :

Termoregulasi Tidak Efektif Termoregulasi membaik


Pola Napas Tidak Efektif Pola napas membaik
Defisit Nutrisi Status nutrisi membaik
Risiko Hipotermi Termoregulasi membaik
Risiko Infeksi Kontrol risiko meningkat
DAFTAR PUSTAKA

Anik, Maryunani. 2009. Asuhan Pada Ibu Dalam Masa Nifas. Jakarta: TIM.

Gebregzabiherher, Y., Haftu, A., Weldemariam, S., & Gebrehiwet H. 2017. The Prevalence
and Risk Factors for Low Birth Weight among Term Newborns in Adwa General
Hospital, Northern Ethiopia. Obstetrics and Gynecology International, 1-7.

Kemenkes RI. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang


Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019. In: Kesehatan, editor.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2015.

Nur, R., Arifuddin, A., & Vovilia, R. 2016. Analisis faktor risiko kejadian berat badan lahir
rendah di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu. Jurnal Preventif, Volume 7 Nomor 1, 1-
64.

Puspitasari, D.S. ; Ernawati, F; Kartono, D;. 2011. Hubungan Antenatal Care dengan Berat
Badan Lahir Bayi di Indonesia (Analisis Lanjut Data Riskesdas 2010). Pusat Teknologi
Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik.

Proverawati Atikah, & Ismawati Cahyo, S. 2010. BBLR : Berat Badan Lahir Rendah.
Yogyakarta: Nuha Medika. Anak Indonesia. Jakarta: IDAI.

Susilowati, E., Wilar, R., & Salendu, P. 2016. Faktor risiko yang berhubungan dengan
kejadian berat badan lahir rendah pada neonatus yang dirawat di RSUP Prof . Dr. R. D.
Kandau periode Januari 2015 – Juli 2016. Jurnal eClinic (eCI), Volume 4 nomor 2.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai