Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN By. Ny.

R DENGAN BBLR
DI RUANG PERISTI RSUD dr. SOEDIRMAN KEBUMAN

Di susun oleh :
Salsabila Septiaji
2211040105

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2022-2023
A. Definisi
Bayi berar lahir rendah adalah keadaan ketika bayi dilahirkan memiliki berat
badan kurang dari 2.500 gram. Keadaan BBLR ini dampaknya menjadi buruk untuk
tumbuh kembang bayi kedepannya (Kementerian Kesehatan RI, 2015). Adapun 2
keadaan BBLR yaitu :
1. Prematuritas atau Bayi Kurang Bulan Murni
BBLR karena prematuritas atau Bayi Kurang Bulan Murni adalah bayi
yang dilahirkan kurang bulang (preterm) mempunyai organ yang belum
berfungsi seperti bayi aterm sehingga bayi tersebut mengalami kesulitan
untuk hidup di luar rahim. Makin pendek masa kehamilan makin kurang
sempurna fungsi alat-alat tubuhnya, akibatnya makin mudah terjadi
komplikasi, seperti : sindroma gangguan pernafasan, hipotermia, aspirasi,
infeksi, dan pendarahan intrakanial.
2. BBLR (KMK)
Bayi Berat Badan Lahir Rendah karena Bayi Kecil untuk Masa Kehamilan
(KMK) adalah bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK) pertumbuhan alat-
alat dalam tubuhnya lebih baik dibandingkan dengan bayi preterm dengan
berat badan yang sama.

Klasifikasi BBLR menurut Cutland, Lackritz, dkk (2017) dalam


mengelompokkan bayi BBLR ada beberapa cara, antara lain :

1. Berdasarkan harapan hidupnya


a. Bayi dengan berat lahir 2500 – 1500 gram adalah bayi berat lahir
rendah (BBLR).
b. Bayi dengan berat lahir 1500 – 1000 gram adalah bayi berat lahir
sangat rendah (BBLSR). 3) Bayi dengan berat lahir < 1000 gram
adalah bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLR).
2. Berdasarkan masa gestasinya
a. Prematuritas Murni Bayi dengan masa gestasi kurang dari 37 minggu
atau biasa disebut neonatus dengan berat normal ketika lahir. Dapat
disebut BBLR jika berat lahirnya antara 1500 – 2500 gram.
b. Dismaturitas Bayi dengan berat badan lahir tidak normal atau kecil
ketika dalam masa kehamilan.
B. Etiologi
Menurut Nur, Ariffudin & Vovilia (2016), Susilowati, Wilar & Salendu
(2016), ada beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan BBLR, yaitu :
1. Faktor ibu
a. Usia Berdasarkan penelitian menunjukkan persentase kejadian BBLR
lebih tinggi terjadi pada ibu yang berumur 35 tahun (30,0%)
dibandingkan dengan yang tidak BBLR (14,2%). Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan WHO yaitu usia yang paling aman adalah 20 – 35
tahun pada saat usia reproduksi, hamil dan melahirkan.
b. Parietas
Berdasarkan penelitian ibu grandemultipara (melahirkan anak empat
atau lebih) 2,4 kali lebih berisiko untuk melahirkan anak 9 BBLR, itu
dikarenakan setiap proses kehamilan dan persalinan meyebabkan
trauma fisik dan psikis, semakin banyak trauma yang ditinggalkan akan
menyebabkan penyulit untuk kehamilan dan persalinan berikutnya.
c. Gizi
Kurang saat hamil Ibu yang mengalami gizi kurang saat hamil
menyebabkan persalinan sulit/lama, persalinan sebelum waktunya
(prematur), serta perdarahan setelah persalinan. Ibu yang memiliki gizi
kurang saat hamil juga lebih berisiko mengalami keguguran, bayi lahir
cacat dan bayi lahir dengan berat badan yang kurang.
d. Jarak Kehamilan
Berdasarkan penelitian ibu yang memiliki jarak kelahiran < 2 tahun
berisiko 3,231 kali lebih besar melahirkan anak BBLR di bandingkan
dengan ibu yang memiliki jarak kelahiran > 2 tahun, itu dikarenakan
pola hidup, belum menggunakan alat kontrasepsi dan ibu tidak
melakukan pemeriksaan dengan rutin.
e. Pola hidup
Ibu yang dia terkena paparan asap rokok dan sering mengkonsumsi
alkohol dapat menyebabkan hipoksia pada janin dan menurunkan aliran
darah umbilikal sehingga pertumbuhan janin akan mengalami
gangguan dan menyebabkan anak lahir dengan BBLR.
2. Faktor kehamilan
a. Eklampsia / Pre-eklampsia
b. Ketuban pecah dini.
c. Perdarahan Antepartum
d. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
e. Faktor janin
f. Cacat bawaan (kelainan kongenital)
g. Infeksi dalam rahim
C. Manifestasi Klinis
Secara umum, gambaran klinis dari bayi BBLR adalah sebagai berikut:
1. Berat kurang dari 2500 gram 10
2. Panjang badan kurang atau sama dengan 45 cm
3. Lingkar dada kurang atau sama dengan 30 cm
4. Lingkar kepala kurang dari 33 cm
5. Jaringan lemak bawah kulit sedikit
6. Tulang tengkorak lunak atau mudah bergerak
7. menangis lemah
8. Kepala bayi lebih besar dari badan , kepala tidak mampu tegak, rambut
kepala tipis dan halus, elastisitas daun telinga
9. Integumen : kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, jaringan
subkutan sedikit.
10. Otot hipotonik lemah
11. Dada : dinding thorak elastis, putting susu belum terbentuk, pernafasan
tidak teratur, dapat terjadi apnea, pernafasan 40-50 kali/menit
12. Ekstremitas : paha abduksi, sendi lutut/kaki fleksi-lurus, kadang terjadi
oedem, garis telapak kaki sedikit, telapak kaki halus, tumit mengkilat
13. Genetalia : pada bayi laki-laki skrotum kecil dan testis tidak teraba
(belum turun), dan pada bayi perempuan klitoris menonjol serta labia
mayora belum menutupi labia minora atau labia mayora hampir tidak
ada (Nuratif, 2015)
BBLR dapat diartikan dengan belum sempurnanya fungsi organ tubuh dengan
keadaannya yang lemah, yaitu sebagai berikut :
1. Tanda – tanda bayi kurang bulan (KB)
b. Kulit tipis dan mengkilap
c. Tulang rawan telinga sangat lunak, karena belum terbentuk dengan
sempurna
d. Lanugo (rambut halus/lembut) masih banyak ditemukan terutama
pada punggung
e. jaringan payudara belum terlihat, puting masih berupa titik
f. Pada bayi perempuan, labia mayora belum menutupi labia minora
g. Pada bayi laki-laki skrotum belum banyak lipatan, testis kadang
belum turun
h. Rajah telapak tangan kurang dari 1/3 bagian atau belum terbentuk
i. Kadang disertai dengan pernafasan yang tidak teratur
j. Aktivitas dan tangisnya lemah
k. Reflek menghisap dan menelan tidak efektif atau lemah
2. Tanda-tanda bayi Kecil Untuk Masa Kehamilan (KMK)
a. Gerakannya cukup aktif, tangis cukup kuat
b. Kulit keriput, lemak bawah kulit tipis
c. Bila kurang bulan jaringan payudara kecil, putting kecil. Bila cukup
bulan payudara dan puting sesuai masa kehamilan
d. Bayi perempuan bila cukup bulan labia mayora menutupi labia
minora
e. Bayi laki-laki testis mungkin telah turun
f. Rajah telapak kaki lebih dari 1/3 bagian
g. Menghisap cukup kuat
D. Patofisiologi

Semakin kecil dan semakin premature bayi itu maka akan semakin tinggi
resiko gizinya. Menurunnya simpanan zat gizi, hampir semua lemak, glikogen, dan
mineral, seperti zat besi, kalsium, fosfor dan seng dideposit selama 8 minggu terakhir
kehamilan. Dengan demikian bayi preterm mempunyai peningkatan potensi terhadap
hipoglikemia, rikets dan anemia. Meningkatnya kkal untuk bertumbuh. BBLR
memerlukan sekitar 120 kkal/ kg/hari, dibandingkan neonatus aterm sekitar 108
kkal/kg/hari3. Belum matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan. Koordinasi
antara isap dan menelan, dengan penutupan epiglotis untuk mencegah aspirasi
pneumonia, belum berkembang dengan baik sampai kehamilan 32-42 minggu.
Penundaan pengosongan lambung dan buruknya motilitas usus sering terjadi pada
bayi preterm. Kurangnya kemampuan untuk mencerna makanan.
Bayi preterm mempunyai lebih sedikit simpanan garam empedu, yang
diperlukan untuk mencerna dan mengabsorbsi lemak , dibandingkan bayi aterm.
Produksi amilase pankreas dan lipase, yaitu enzim yang terlibat dalam pencernaan
lemak dan karbohidrat juga menurun. Kadar laktase juga rendah sampai sekitar
kehamilan 34 minggu. Paru-paru yang belum matang dengan peningkatan kerja
bernafas dan kebutuhan kalori yang meningkat. Masalah pernafasan juga akan
mengganggu makanan secara oral. Potensial untuk kehilangan panas akibat luasnya
permukaan tubuh dibandingkan dengan berat badan, dan sedikitnya lemak pada
jaringan bawah kulit memberikan insulasi.
E. Komplikasi
1. Hipotermi
Terjadi karena hanya sedikit lemak tubuh dan sistem pengaturan suhu tubuh pada
bayi baru lahir belum matang.adapun ciri-ciri mengalami hipotermi adalah suhu
tubuh < 32 0 C, mengantuk dan sukar dibangunkan, menangis sangat lemah, seluruh
tubuh dingin, pernafasan tidak teratur.
2. Hipoglikemia
Gula darah berfungsi sebagai makaan otak dan membawa oksigen ke otak. Jika
asupan glukosa ini kurang mempenagruhi kecerdasan otak
3. Gangguan Imunologik
Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar Ig G, maupun
gamma globulin. Bayi prematur relatif belum sangup membentuk anti bodi dan daya
fagositisis serta reaksi terhadap infeksi belum baik, karena sistem kekebalan bayi
belum matang
4. Sindroma Gangguan Pernafasan
Sindroma Gangguan Pernafasan pada BBLR adalah perkembangan imatur pada
sistem pernafasan atau tidak adekuat jumlah surfaktan pada paru-paru Gangguan
nafas yang sering terjadi pada BBLR (masa gestasi pendek) adalah penyakit
membran hialin, dimana 13 angka kematian ini menurun dengan meningkatnya
umur kehamilan.
5. Masalah Eliminasi
Kerja ginjal masih belum matang. Kemampuan mengatur pembuangan sisa
metabolisme dan air belum sempurna.
6. Gangguan Pencernaan
Saluran pencernaan pada BBLR belum berfungsi sempurna sehingga penyerapan
makanan dengan lemah atau kurang baik. Aktifitas otot pencernaan masih belum
sempurna sehingga waktu pengosongan lambung bertambah.
F. Pathway
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi (2015) pemeriksaan
penunjang bayi BLLR antara lain :
a. Periksa jumlah sel darah putih : 18.000/mm3, netrofil meningkat sampai
23.000 – 24.000/mm3, hari pertama setelah lahir (menurun bila ada sepsis).
b. Hematokrit (Ht) : 43% - 61% (peningkatan sampai 65% atau lebih
menandakan polisetmia, penurunan kadar menunjukkan anemia atau
hemoragic perinatal.
c. Hemoglobin (Hb): 15-20 gr/dl kadar lebih rendah berhubungan dengan anemia
atau hemolisis berlebih ).
d. Bilirubin total: 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1-2 hari, dan 12
mg/dl pada 3-5 hari.
e. Destrosix: tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah kelahiran
rata – rata 40-50 mg/dl meningkat 60-70 mg/dl pada hari ketiga
f. Pemeriksaan analisa gas darah.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan BBLR diantaranya :
1. Mempertahankan suhu tubuh bayi
Bayi premature akan cepat mengalami kehilangan panas badan dan menjadi
hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan
baik, metabolismenya rendah dan permukaan badan relative luas. Oleh karena
itu bayi premature harus dirawat di dalam incubator, sehingga panas
badannya mendekati rahim. Bila belum memiliki incubator, bayi premature
dapat dibungkus dengan kain dan di sampingnya di taruh botol yang berisi air
panas atau menggunakan metode kanguru yaitu perawatan bayi baru lahir
seperti bayi kanguru dalam kantung ibunya (Proverawati, 2010).
2. Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi
Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi dalam hal ini adalah menentukan
pilihan susu, cara pemberian dan jadwal pemberian yang sesuai dengan
kebutuhan bayi BBLR. ASI (Air Susu Ibu ) merupakan pilihan pertama jika
bayi mampu menghisap. Permulaan pemberian cairan yang diberikan sekitar
200 cc/kg/BB/hari. Cara pemberian makanan BBLR harus diikuti tindakan
pencegahan khusus untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan masuknya
udara dalam usus (Proverawati.dkk, 2010).
3. Pencegahan infeksi
BBLR sangat mudah entan terhadap infeksi dikarenakan oleh kadar
immunoglobulin serum pada BBLR masih rendah. Fungsi perawatan disini
adalah memberikan perlindungan terhadap bayi BBLR dari bahaya infeksi.
Oleh karena itu bayi BBLR tidak boleh kontak dengan penderita infeksi
dalam bentuk apapun. Digunakan masker dan baju khusus dalam penanganan
bayi, perawatan luka tali pusat, perawatan mata, hidung, kulit, tindakan
aseptis dan antiseptic alat-alat yang digunakan, isolasi pasien, jumlah pasien
dibatasi, rasio perawat pasien ideal, mengatur kunjungan, menghindari
perawatan yang terlalu lama, mencegah timbulnya asfiksia dan pemberian
antibiotik yang tepat (Sudarti, 2012).
4. Penimbangan Berat Badan
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi oleh
sebab itu penimbangan berat badan harus dilakukan dengan ketat.
5. Pemberian Oksigen
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi preterm akibat
tidak adanya alveoli dan surfaktan. Konsentrasi diberikan sekitar 30%-35%
dengan mengunakan head box. Konsentrasi O2 yang tinggi dalam masa yang
panjang akan menyebabkan kerusakan pada jaringan retina bayi yang dapat
menimbulkan kebutaan.
6. Kenaikan berat badan pada bayi
Bayi BBLR dengan berat badan <1500 gram akan mengalami kehilangan
berat badan 15% selama 7-10 hari pertama. Berat lahir biasanya tercapai
kembali, kenaikan berat badan selama 3 bulan. Kenaikan berat badan bayi
BBLR dengan berat badan <1.500 gram adalah 150-200 gram seminggu
(misalnya 20-3- gram/hari).
7. Pengawasan jalan nafas
Jalan nafas merupakan jalan udara melalui hidung, faring, trakea, bronkeolus,
bronchioles respiratorius, dan duktus alveoleris ke alveoli. Terhambatnya
jalan nafas dapat menimbulkan asfiksia, 16 hipoksia dan akhirnya kematian.
Selain itu bayi BBLR tidak dapat beradaptasi dengan asfiksia yang terjadi
selama proses kelahiran sehingga dapat lahir dengan asfiksia perinatal. Bayi
BBLR beresiko mengalami serangan apneu dan defisiensi surfaktan, sehingga
tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang sebelumnya diperoleh dari
plasenta.
I. Pengkajian
1. Identitas pasien dan keluarga
2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat
yang meningkatkan ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin
yang dapat mempercepat proses konjungasi sebelum ibu
partus.
b. Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan, dokter. Atau data obyektif ; lahir
prematur/kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoksia dan asfiksia
c. Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak kuning.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia, gangguan saluran
cerna dan hati (hepatitis)
e. Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua
f. Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu terhadap bayi yang
ikterus.
3. Pengkajian Kebutuhan Dasar manusia
a. Aktivitas / Istirahat
Letargi, malas.
b. Sirkulasi
Mungkin pucat menandakan anemia.
c. Eliminasi
Bising usus hipoaktif. Pasase mekonium mungkin lambat. Feses mungkin
lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin. Urin gelap pekat; hitam
kecoklatan (sindrom bayi bronze)
d. Makanan / Cairan
Riwayat perlambatan / makan oral buruk, mungkin lebih disusui daripada
menyusu botol. Pada umumnya bayi malas minum (reflek menghisap dan
menelan lemah sehingga BB bayi mengalami penurunan). Palpasi abdomen
dapat menunjukkan pembesaran limfa, hepar
e. Neuro sensori
Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal
yang berhubungan dengan trauma kelahiran / kelahiran ekstraksi vakum.
Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada dengan
inkompatibilitas Rh berat. Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat.
Opistotonus dengan kekakuan lengkung punggung, fontanel menonjol,
menangis lirih, aktivitas kejang (tahap krisis)
f. Pernafasan
Riwayat asfiksia
g. Keamanan
Riwayat positif infeksi / sepsis neonates. Dapat mengalami ekimosis
berlebihan, ptekie, perdarahan intracranial. Dapat tampak ikterik pada
awalnya pada daerah wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh; kulit
hitam kecoklatan (sindrom bayi Bronze) sebagai efek samping fototerapi.
h. Seksualitas
Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan retardasi
pertumbuhan intrauterus (LGA), seperti bayi dengan ibu diabetes. Trauma
kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin, asfiksia, hipoksia,
asidosis, hipoglikemia. Terjadi lebih sering pada bayi pria dibandingkan
perempuan.
i. Penyuluhan / Pembelajaran
Dapat mengalami hipotiroidisme congenital, atresia bilier, fibrosis kistik.
Faktor keluarga; missal riwayat hiperbilirubinemia pada kehamilan
sebelumnya, penyakit hepar, fibrosis kristik, kesalahan metabolisme saat
lahir (galaktosemia), diskrasias darah (sferositosis, defisiensi gukosa-6-fosfat
dehidrogenase.
Faktor ibu, seperti diabetes; mencerna obat-obatan (missal, salisilat,
sulfonamide oral pada kehamilan akhir atau nitrofurantoin (Furadantin);
inkompatibilitas Rh/ABO; penyakit infeksi (misal, rubella, sitomegalovirus,
sifilis, toksoplamosis).
Faktor penunjang intrapartum, seperti persalinan praterm, kelahiran dengan
ekstrasi vakum, induksi oksitosin, perlambatan pengkleman tali pusat, atau
trauma kelahiran.
J. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Defisit nutrisi b/d Peningkatan kebutuhan metabolisme (belum meminum asi)
2. Resiko hipotermia berhubungan dengan prematuritas dan berat badan lahir rendah
K. Rencana Keperawatan

NO Dx TUJUAN INTERVENSI

1 Defisit SLKI : SIKI :

nutrisi b/d Status Nutrisi Bayi Manajemen Nutrisi


Peningkatan Setelah dilakukan tindakan Observasi :
keperawatan 3x24 jam
kebutuhan - Identifikasi status nutrisi
diharapkan defisit nutrisi dapat
metabolism menurun dengan kriteria hasil : - Monitor berat badan
e (belum Terapeutik :
Indikator A T
meminum - Sediakan makanan yang
Berat badan 1 4 tepat sesuai kondisi
asi)
Kesulitan 1 4 pasien
makan Edukasi :
pucat 1 4 - Jelaskan peningkatan
asupan kalori yang
dibutuhkan
- Jelaskan jenis makanan
yang bergizi
tinggi ,namun tetap
terjangkau

2 Resiko Termoregulasi Regulasi Temperatur


Setelah dilakukan tindakan
hipotermia keperawatan selama 3x24 jam
b.d hipotermi tubuh stabil , dengan kriteria Observasi :
hasil :
prematuritas - Monitor suhu bayi sampai
Indikator A T stabil (36,5-37,5)
dan berat Terapeutik :
Suhu tubuh 1 4
badan lahir - Atur suhu inkubator
akral 1 4 - Gunakan topi bayi untuk
rendah mencegah kehilangan panas
pucat 1 4 - Hindari meletakkan bayi di
jendela terbuka/ac/kipas angin
Edukasi :

- Demonstrasikan perawatan
metode kanguru (PMK) untuk
bayi BBLR
Kolaborasi :

- Kolabprasikan pemberian
antipiretik, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Proverawati, Atikah dan Ismawati, Cahyo (2010). Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR). Yogyakarta: Nuha Medika.

Cutland, C.L., Lackritz, E.M., Mallett-Moore, T., Bardají, A., Chandrasekaran,


R., Lahariya, C., Nisar, M.I., Tapia, M.D., Pathirana, J., Kochhar, S., &
Muñoz, F.M. (2017). Low birth weight: Case definition & guidelines for
data collection, analysis, and presentation of maternal immunization
safety data. Vaccine 35, 6492-6500.

Gebregzabiherher, Y., Haftu, A., Weldemariam, S., & Gebrehiwet H. (2017).


The Prevalence and Risk Factors for Low Birth Weight among Term
Newborns in Adwa General Hospital, Northern Ethiopia. Obstetrics and
Gynecology International, 1-7.

Kemenkes RI. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor


HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan Tahun 2015-2019. In: Kesehatan, editor. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI; 2015.

Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia. (2014). Jakarta: Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia. DPP PPNI. Jakarta Selatan.
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP . (2018). Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia. DPP PPNI. Jakarta Selatan.
PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2018). Standar Luaran Keperawatan
Indonesia. DPP PPNI. Jakarta Selatan.
Proverawati, A. 2010. BBLR (Berat Badan Lahir Rendah). Yogyakarta: Nuha
Medika
Susilowati, E., Wilar, R., & Salendu, P. (2016). Faktor risiko yang
berhubungan dengan kejadian berat badan lahir rendah pada neonatus
yang dirawat di RSUP Prof . Dr. R. D. Kandau periode Januari 2015 – Juli
2016. Jurnal e-Clinic (eCI), Volume 4 nomor 2.
WHO & UNICEF. (2013). Improving Child Nutrition The Achievable
Imperative For Global Progress. New York: UNICEF. Diakses dari
www.unicef.org/publications/index.html

Anda mungkin juga menyukai