Disusun Oleh:
Dwi Rahmawati
202214030
2. ETIOLOGI
Menurut (Gebregzabiherher, Haftu, Weldemariam, & H, 2017) ada beberapa
faktor resiko yang dapat menyebabkan masalah BBLSR yaitu:
a. Faktor ibu
1) Usia
Berdasarkan penelitian menunjukkan persentase kejadian BBLSR lebih
tinggi terjadi pada ibu yang berumur 35 tahun (30,0%) dibandingkan
dengan yang tidak BBLR (14,2%). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
WHO yaitu usia yang paling aman adalah 20 – 35 tahun pada saat usia
reproduksi, hamil dan melahirkan.
2) Parietas
Berdasarkan penelitian ibu grandemultipara (melahirkan anak empat atau
lebih) 2,4 kali lebih berisiko untuk melahirkan anak BBLSR, itu
dikarenakan setiap proses kehamilan dan persalinan meyebabkan trauma
fisik dan psikis, semakin banyak trauma yang ditinggalkan akan
menyebabkan penyulit untuk kehamilan dan persalinan berikutnya.
3) Gizi
Kurang saat hamil Ibu yang mengalami gizi kurang saat hamil
menyebabkan persalinan sulit/lama, persalinan sebelum waktunya
(prematur), serta perdarahan setelah persalinan. Ibu yang memiliki gizi
kurang saat hamil juga lebih berisiko mengalami keguguran, bayi lahir
cacat dan bayi lahir dengan berat badan yang kurang.
4) Jarak kehamilan
Berdasarkan penelitian ibu yang memiliki jarak kelahiran < 2 tahun
berisiko 3,231 kali lebih besar melahirkan anak BBLR di bandingkan
dengan ibu yang memiliki jarak kelahiran > 2 tahun, itu dikarenakan pola
hidup, belum menggunakan alat kontrasepsi dan ibu tidak melakukan
pemeriksaan dengan rutin.
5) Pola hidup
Ibu yang dia terkena paparan asap rokok dan sering mengkonsumsi
alkohol dapat menyebabkan hipoksia pada janin dan menurunkan aliran
darah umbilikal sehingga pertumbuhan janin akan mengalami gangguan
dan menyebabkan anak lahir dengan BBLSR.
b. Faktor kehamilan
1) Eklampsia / Pre-eklampsia.
2) Ketuban pecah dini.
3) Perdarahan Antepartum
4) Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
5) Faktor janin
6) Cacat bawaan (kelainan kongenital).
7) Infeksi dalam rahim.
3. MANIFESTASI KLINIS
Secara umum, gambaran klinis dari bayi BBLSR adalah sebagai berikut :
a. Berat kurang dari 1500 gram
b. Panjang badan kurang atau sama dengan 40 cm
c. Lingkar dada kurang atau sama dengan 30 cm
d. Lingkar kepala kurang dari 30 cm
e. Jaringan lemak bawah kulit sedikit
f. Tulang tengkorak lunak atau mudah bergerak
g. Menangis lemah
h. Kepala bayi lebih besar dari badan , kepala tidak mampu tegak, rambut kepala
tipis dan halus, elastisitas daun telinga
i. Integumen : kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, jaringan subkutan
sedikit.
j. Otot hipotonik lemah
k. Dada : dinding thorak elastis, putting susu belum terbentuk, pernafasan tidak
teratur, dapat terjadi apnea, pernafasan 40-50 kali/menit
l. Ekstremitas : paha abduksi, sendi lutut/kaki fleksi-lurus, kadang terjadi oedem,
garis telapak kaki sedikit, telapak kaki halus, tumit mengkilat
m. Genetalia : pada bayi laki-laki skrotum kecil dan testis tidak teraba (belum
turun), dan pada bayi perempuan klitoris menonjol serta labia mayora belum
menutupi labia minora atau labia mayora hampir tidak ada (Nuratif, 2015)
4. PATOFISIOLOGI
Semakin kecil dan semakin premature bayi itu maka akan semakin tinggi resiko
gizinya. Beberapa faktor yang memberikan efek pada masalah gizi.
a. Menurunnya simpanan zat gizi padahal cadangan makanan di dalam tubuh
sedikit, hamper semua lemak, glikogen dan mineral seperti zat besi, kalsium,
fosfor dan seng di deposit selama 8 minggu terakhir kehamilan. Dengan
demikian bayi preterm mempunyai potensi terhadap peningkatan
hipoglikemia, anemia dan lain-lain. Hipoglikemia menyebabkan bayi kejang
terutama pada bayi BBLSR Prematur.
b. Kurangnya kemampuan untuk mencerna makanan. Bayi preterm mempunyai
lebih sedikit simpanan garam empedu, yang diperlukan untuk mencerna dan
mengabsorpsi lemak dibandingkan dengan bayi aterm.
c. Belum matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan, koordinasi antara
refleks hisap dan menelan belum berkembang dengan baik sampai kehamilan
32-34 minggu, padahal bayi BBLSR kebutuhan nutrisinya lebih tinggi karena
target pencapaian BB nya lebih besar. Penundaan pengosongan lambung dan
buruknya motilitas usus terjadi pada bayi preterm.
d. Paru yang belum matang dengan peningkatan kerja napas dan kebutuhan
kalori yang meningkat. Potensial untuk kehilangan panas akibat luas
permukaan tubuh tidak sebanding dengan BB dan sedikitnya lemak pada
jaringan di bawah kulit. Kehilangan panas ini akan meningkatkan kebutuhan
kalor
5. PATWAYS
6. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN
a. Penanganan bayi
Semakin kecil bayi dan semakin premature bayi. Maka semakin besar
perawatan yang diperlukan, karena kemungkinan terjadi serangan sianosis
lebih besar. Semua perawatan bayi harus dilakukan didalam incubator.
c. Inkubator
Prosedur perawatan dapat dilakukan melalui jendela atau lengan baju.
Sebelum memasukan bayi kedalam incubator. Incubator terlebih dahulu
dihangatkan sampai sekitar 29,4 C untuk bayi dengan BB 1,7 kg dan 32,20 C
untuk bayi yang lebih kecil.
d. Pemberian oksigen
Konsentrasi O2 diberikan sekitar 30-35% dengan menggunakan head box.
e. Pencegahan infeksi
Prosedur pencegahan infeksi adalah sebagai berikut :
a. Mencuci tangan samoai kesiku dengan sabun dan air mengalir selama 2
menit.
b. Mencuci tangan dengan zat antiseptic sebelum dan sesudah memegang
bayi.
f. Pemberian makanan
Pemberian makanan sedini mungkin sangat dianjurkan untuk membantu
terjadinya hipoglikemi dan hiperbilirubin. ASI merupakan pilihan utama,
dianjurkan untuk minum pertama sebanyak 1 mllarutan glucose 5% yang steril
untuk bayi dengan berat badan kurang dari 1000 gram.
7. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
Pengkajian Merupakan data dasar klien yang komprehensif mencakup riwayat
kesehatan, pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan diagnostik dan laboratorium serta
informasi dari tim kesehatan serta keluarga klien yang meliputi :
a. Identitas : Usia ibu saat hamil, usia kehamilan, kehamilan dengan penyakit
penyerta
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
PB < 45 cm, LD < 30 cm, LK < 33 cm. Kesadaran apatis, daya hisap
lemah atau bayi tak mau minum, hipotonia letargi, dan mungkin terjadi
kelumpuhan otot ekstravaskuler
2) Riwayat penyakit sekarang
Bayi dengan ukuran fisik : UK < 37 minggu, BB < 2500 gram, panjang
badan < 45 cm. Gambaran fisik : kepala lebih besar dari badan, kulit tipis
transparan, rambut lanugo banyak, lemak subkutan tipis, daya hisap lemah
atau bayi tak mau minum, tangis yang melengking.
3) Riwayat penyakit dahulu
Bayi beresiko mengalami BBLR, jika ibu mempunyai riwayat penyakit
seperti hipertensi, plasenta pervia, kehamilan kembar, malnutrisi,
kebiasaan ibu merokok, minum alkohol, ibu yang memderita penyakit
malaria, dll.
4) Riwayat kehamilan dan melahirkan
Adanya riwayat melahirkan sebelumnya,dan pada saat partus siapakah
yang berperan dalam proses pertolongan partus tersebut. Riwayat
pemberian ANC terpadu termasuk didalamnya.
5) Riwayat imunisasi
Pemberian vaksin tetanus diberikan 2 kali pada ibu hamil, yaitu TT
(tetanus) I diberikan setelah bulan ke-3 dan TT II diberikan dengan
interval minimal 1 bulan, serta tidak boleh < 1 bulan sebelum persalinan
agar kadar anti tetanus serum bayi mencapai kadar optimal. Bila ibu hamil
belum mendapatkan polio, berikan vaksin polio yang aman untuk ibu
hamil.
6) Riwayat nutrisi
Masalah pemberian ASI pada BBLR terjadi karena ukuran tubuh bayi
dengan BBLR kecil, kurang energi, lemah, lambungnya kecil dan tidak
dapat menghisap. Bayi dengan BBLR sering mendapatkan pemberian ASI
dalam jumlah yang lebih sedikit tetapi sering. Bayi BBLR dengan
kehamilan lebih dari 35 minggu dan berat lahir lebih dari 2000 gram
umumnya bisa langsung menetek (Proverawati.dkk, 2010).
c. Kebutuhan dasar
1) Pola Nutrisi : reflek sucking lemah, volume lambung kurang, daya
absorbsi kurang atau lemah sehingga kebutuhan nutrisi terganggu
2) Pola Personal hygiene : Perawat dan keluarga pasien harus menjaga
kebersihan pasien, terutama saat BAB dan BAK, saat BAB dan BAK harus
diganti popok khusus bayi BBLR yang kering dan halus.
3) Pola Aktivitas : gerakan kaki dan tangan lemah
4) Pola Eliminasi: BAB yang pertama kali keluar adalah mekonium, produksi
urin rendah, frekuensi BAB normal pada neonatus adalah lebih dari 4x
dalam sehari sedangkan frekuensi BAK normal lebih 6x dalam sehari,
volume urin normal berkisar antara 1-2 ml/kg berat badan per jam, jadi
bila berat badan bayi 2,5 -5 kg urin yang dihasilkan berkisar 60- 240 ml
dalam sehari. e. Pola Tidur : Bayi cenderung lebih banyak tidur.
8. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.
2. Tanda vital :
Bagaimana suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah klien
3. Kepala
Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala, apakah
adakelainan atau lesi pada kepala
4. Wajah
Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak
5. Mata
Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/tidak,
keadaan pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam penglihatan
6. Hidung
Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung sertacairan
yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan dalam penciuman
7. Mulut
Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah kotor/tidak,
apakah ada kemerahan/ tidak pada lidah, apakah ada gangguan dalammenelan,
apakah ada kesulitan dalam berbicara.
8. Leher
Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan distensi ena
jugularis.
9. Thoraks
Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah
adawheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan.
Pemeriksaan Fisik Difokuskan Pada Pengkajian Sistem Pernafasan
a. Inspeksi
→ Membran mukosa- faring tamppak kemerahan
→ Tonsil tampak kemerahan dan edema
→ Tampak batuk tidak produktif
→ Tidak ada jaringan parut dan leher
→Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan
cuping hidung
b. Palpasi
→ Adanya demam
→ Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeritekan
pada nodus limfe servikalis
→ Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
c. Perkusi
→ Suara paru normal (resonance)
d. Auskultasi
→ Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.
10. Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah
terdapatnyeri tekan pada abdomen, apakah perut terasa kembung, lakukan
pemeriksaan bising usus, apakah terjadi peningkatan bising usus/tidak.
11. Genitalia
Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin ,warna
rambutkelamin. Pada laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada kelainan/tidak.
Padawanita lihat keadaan labia minora, biasanya labia minora tertutup oleh
labia mayora.
12. Integumen
Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/
tidak,apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas.
13. Ekstremitas atas
Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta
kelainan bentuk. (Nursing Student, 2015).
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan kultur/
biakan kuman (swab): hasil yang didapatkan adalah biakan kuman positif
sesuaidengan jenis kuman, pemeriksaan hitung darah (diferential count): laju
endap darahmeningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai
dengan adanyathrombositopenia dan pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan
(Wijayaningsih,2013).
11. INTERVENSI
Diagnosa Tujuan dan Intervensi
Keperawatan Kriteria hasil
D.0005 Pola nafas Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi
tidak efektif keperawatan selama ...x... (I.01014)
berhubungan dengan maka Pola napas membaik Observasi
imaturitas paru dan dengan kriteria hasil : - Monitor frekuensi,
neorumuskular Pola Napas (L.01004) irama, kedalaman, dan
- Kapasitas vital cukup upaya napas
meningkat (4) - Monitor pola napas
- Penggunaan otot bantu (bradipnea, takipnea,
napas cukup menurun (4) hiperventilasi,
- Frekuensi napas cukup kussmaul,cheyne-
membaik (4) stokes, ataksisk)
- Kedalaman napas cukup - Monitor saturasi
membaik (4) oksigen
- Auskultasi bunyi napas
- Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray
thoraks
Terapeutik
- Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan (jika perlu)
Edukasi
- Jelaskan cara
pencegahan hipotermi
karna terpapar udara
dingin
D.0019 Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Nutrisi
b.d ketidakmampuan keperawatan selama ...x... (I.03123)
mencerna nutrisi. maka Status Nutrisi Bayi
membaik membaik dengan Observasi
kriteria hasil : - Identifikasi perubahan
Status Nutrisi Bayi berat badan
(L.03031)
- Berat badan cukup Terapeutik
meningkat (4) - Timbang berat badan
Edukasi
- Informasikan hasil
pemantauan
12. IMPLEMENTASI
Menurut Kozier, Erb, Berman, & Snyder (2010), implementasi keperawatan
merupakan sebuah fase dimana perawat melaksanakan rencana atau intervensi
yang sudah di laksanakan sebelumnya. Implementasi terdiri atas melakukan dan
mendokumentasikan yang merupakan tindakan khusus yang di gunakan untuk
melaksanakan intervensi. Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas
dan kreativitas perawat. Sebelum melakukan suatu tindakan, perawat harus
mengetahui alasan mengapa tindakan tersebut di lakukan.
Beberapa hal yang harus di perhatikan di antaranya tindakan keperawatan
yang di lakukan harus sesuai dengan tindakan yang sudah di rencanakan, di
lakukan dengan cara yang tepat, aman, serta sesuai dengan kondisi klien, selalu di
evaluasi mengenai keefektifan dan selalu mendokumentasikan menurut urutan
waktu. Aktivitas yang di lakukan pada tahap implementasi di mulai dari
pengkajian lanjutan, membuat prioritas, menghitung alokasi tenaga, memulai
intervensi keperawatan, dan mendokumentasikan tindakan dan respon klien
terhadap tindakan yang telah di lakukan (Debora,2012).
13. EVALUASI
Merupakan hasil perkembangan klien dengan berpedoman kepada hasil
dan tujuan yang hendak dicapai.
DAFTAR PUSTAKA
Amin huda, N., & Kusuma, H. (2015). aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
medis. Yogyakarta: Mediaction.
Gebregzabiherher, Y., Haftu, A., Weldemariam, S., & H, G. (2017). The Prevalence and Risk
Factors for Low Birth Weight among Term Newborns in Adwa General Hospital,
Northern Ethiopia. Obstetrics and Gynecology International, 1-7.
Kementerian Kesehatan RI. (2015). Buku Kesehatan Ibu dan anak. Jakarta: Kemenkes RI.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Edisi 1). Jakarta: PPNI.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. (Edisi 1). Jakarta: PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan ( (Edisi 1). Jakarta: PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. (Edisi 1). Jakarta: PPNI.
Ridha, N. (2014). Buku Ajar Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Pustaka Pelajar.
LEMBAR PENGESAHAN
Klaten, Desember 2022
Mahasiswa
Aprilia Wulandari
NIM P.202205006
Mengetahui,