Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN ANAK
PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN BBLR

DOSEN PEMBIMBING :
Cucuk Kuang Sari, S. Kep, Ners. M. Kep

Disusun Oleh :
Winda Maulida
P27901121095

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES BANTEN
TAHUN AKADEMIK 2023
A. Konsep Penyakit
1. Pengertian BBLR
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang
dari 2500gram tanpa memandang masa gestasi, berat lahir adalah berat yang
ditimbang 1(satu) jam setelah lahir (Noorbaya, Reni, and Lidia 2018).

Badan bayi Lahir Rendah (BBLR) adalah jika berat bayi tersebut kurang
dariangka 2500 gram atau 2.5 kg tanpa melihat periode waktu bayi berada
dalamRahim (gestasi) (Suryani Agustin, Budi Darma Setiawan, and
Mochammad AliFauzi 2019).

Badan bayi lahir rendah (BBLR) adalah bayi lahir dengan berat kurang dari
2.500gram. Batasan ini didasarkan pada observasi epidemiologi bahwa bayi
denganberat badan lahir dibawah 2.500 gram memiliki mortalitas 20 kali
lebih tinggi dibandingkan dengan bayi dengan berat lahi lebih dari 2.500 gram
(Septa and Darmawan).

Bayi berat lahir rendah adalah keadaan ketika bayi dilahirkan memiliki
berat badannya kurang dari 2500 gram. Keadaan BBLR ini akan berdampak buruk
untuk tumbuh kembang bayi ke depannya (Kementerian Kesehatan RI, 2015). Ada
2 keadaan BBLR yaitu :

a. Prematuritas atau Bayi Kurang Bulan Murni : BBLR karena


prematuritas atau Bayi Kurang Bulan Murni adalah bayi yang dilahirkan
kurang bulang (preterm) mempunyai organ yang belum berfungsi seperti
bayi aterm sehingga bayi tersebut mengalami kesulitan untuk hidup di luar
rahim. Makin pendek masa kehamilan makin kurang sempurna fungsi alat-
alat tubuhnya, akibatnya makin mudah terjadi komplikasi, seperti :
sindroma gangguan pernafasan, hipotermia, aspirasi, infeksi, dan
pendarahan intrakanial

b. BBLR (KMK) : Bayi Berat Badan Lahir Rendah karena Bayi Kecil untuk
Masa Kehamilan (KMK) adalah bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK)
pertumbuhan alat- alat dalam tubuhnya lebih baik dibandingkan dengan
bayi preterm dengan berat badan yang sama.
2. Etiologi BBLR

1) Faktor ibu

a. Usia

Berdasarkan penelitian menunjukkan persentase kejadian


BBLR lebih tinggi terjadi pada ibu yang berumur 35 tahun (30,0%)
dibandingkan dengan yang tidak BBLR (14,2%). Hal tersebut
sesuai dengan pernyataan WHO yaitu usia yang paling aman adalah
20 – 35 tahun pada saat usia reproduksi, hamil dan melahirkan

b. Parietas

Berdasarkan penelitian ibu grandemultipara (melahirkan


anak empat atau lebih) 2,4 kali lebih berisiko untuk melahirkan
anak 9 BBLR, itu dikarenakan setiap proses kehamilan dan
persalinan meyebabkan trauma fisik dan psikis, semakin banyak
trauma yang ditinggalkan akan menyebabkan penyulit untuk
kehamilan dan persalinan berikutnya.

c. Gizi

Kurang saat hamil Ibu yang mengalami gizi kurang saat


hamil menyebabkan persalinan sulit/lama, persalinan sebelum
waktunya (prematur), serta perdarahan setelah persalinan. Ibu yang
memiliki gizi kurang saat hamil juga lebih berisiko mengalami
keguguran, bayi lahir cacat dan bayi lahir dengan berat badan yang
kurang.

d. Jarak kehamilan

Berdasarkan penelitian ibu yang memiliki jarak kelahiran <


2 tahun berisiko 3,231 kali lebih besar melahirkan anak BBLR di
bandingkan dengan ibu yang memiliki jarak kelahiran > 2 tahun, itu
dikarenakan pola hidup, belum menggunakan alat kontrasepsi dan
ibu tidak melakukan pemeriksaan dengan rutin.
e. Pola hidup

Ibu yang dia terkena paparan asap rokok dan sering


mengkonsumsi alkohol dapat menyebabkan hipoksia pada janin dan
menurunkan aliran darah umbilikal sehingga pertumbuhan janin
akan mengalami gangguan dan menyebabkan anak lahir dengan
BBLR.

2) Faktor kehamilan

a. Eklampsia / Pre-eklampsia.

b. Ketuban pecah dini.

c. Perdarahan Antepartum.
d. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
e. Faktor janin
f. Cacat bawaan (kelainan kongenital).
g. Infeksi dalam rahim

3. Manifestasi Klinik BBLR


Secara umum, gambaran klinis dari bayi BBLR adalah sebagai berikut :
a. Berat kurang dari 2500 gram

b. Panjang badan kurang atau sama dengan 45 cm

c. Lingkar dada kurang atau sama dengan 30 cm

d. Lingkar kepala kurang dari 33 cm

e. Jaringan lemak bawah kulit sedikit

f. Tulang tengkorak lunak atau mudah bergerak

g. menangis lemah

h. Kepala bayi lebih besar dari badan , kepala tidak mampu tegak, rambut
kepala tipis dan halus, elastisitas daun telinga
i. Integumen : kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, jaringan subkutan
sedikit.

j. Otot hipotonik lemah

k. Dada : dinding thorak elastis, putting susu belum terbentuk, pernafasan


tidak teratur, dapat terjadi apnea, pernafasan 40-50 kali/menit

l. Ekstremitas : paha abduksi, sendi lutut/kaki fleksi-lurus, kadang terjadi


oedem, garis telapak kaki sedikit, telapak kaki halus, tumit mengkilat

m. Genetalia : pada bayi laki-laki skrotum kecil dan testis tidak teraba
(belum turun), dan pada bayi perempuan klitoris menonjol serta labia
mayora belum menutupi labia minora atau labia mayora hampir tidak ada
(Nuratif, 2015)

BBLR menunjukan belum sempurnanya fungsi organ tubuh dengan


keadaannya yang lemah, yaitu sebagai berikut:

a. Tanda – tanda bayi kurang bulan (KB)

a) Kulit tipis dan mengkilap

b) Tulang rawan telinga sangat lunak, karena belum terbentuk dengan


sempurna

c) Lanugo (rambut halus/lembut) masih banyak ditemukan terutama


pada punggung

d) Jaringan payudara belum terlihat, puting masih berupa titik

e) Pada bayi perempuan, labia mayora belum menutupi labia minora

f) Pada bayi laki-laki skrotum belum banyak lipatan, testis kadang


belum turu

g) Rajah telapak tangan kurang dari 1/3 bagian atau belum terbentuk

h) Kadang disertai dengan pernafasan yang tidak teratur


i) Aktivitas dan tangisnya lemah

j) Reflek menghisap dan menelan tidak efektif atau lemah

b. Tanda-tanda bayi Kecil Untuk Masa Kehamilan (KMK)


a. Gerakannya cukup aktif, tangis cukup kuat

b. Kulit keriput, lemak bawah kulit tipis

c. Bila kurang bulan jaringan payudara kecil, putting kecil. Bila


cukup bulan payudara dan puting sesuai masa kehamilan

d. Bayi perempuan bila cukup bulan labia mayora menutupi labia


minora

e. Bayi laki-laki testis mungkin telah turun

f. Rajah telapak kaki lebih dari 1/3 bagian

g. Menghisap cukup kuat (Proverawati, 2010)


4. Faktor yang mempengaruhi terjadinya BBLR
a. Bayi lahir prematur (di bawah 37 minggu)

b. Ibu bayi memiliki masalah kehamilan selama mengandung; misalnya darah


tinggi, preeklamsia, bahkan kurang memenuhi kebutuhan gizi

c. Usia ibu tidak ideal saat mengandung; bisa di bawah 18 tahun atau di
atas 35 tahun

d. Adanya infeksi selama masa kehamilan

e. Ibu mengonsumsi obat-obatan keras dan alkohol selama kehamilan


5. Komplikasi BBLR

a. Hipotermi

Terjadi karena hanya sedikit lemak tubuh dan sistem pengaturan suhu
tubuh pada bayi baru lahir belum matang.adapun ciri-ciri mengalami hipotermi
adalah suhu tubuh < 32 0 C, mengantuk dan sukar dibangunkan, menangis
sangat lemah, seluruh tubuh dingin, pernafasan tidak teratur.

b. Hipoglikemia

Gula darah berfungsi sebagai makaan otak dan membawa oksigen ke otak. Jika
asupan glukosa ini kurang mempenagruhi kecerdasan otak

c. Gangguan Imunologik

Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar Ig G,


maupun gamma globulin. Bayi prematur relatif belum sangup membentuk anti
bodi dan daya fagositisis serta reaksi terhadap infeksi belum baik, karena
sistem kekebalan bayi belum matang

d. Sindroma Gangguan Pernafasan

Sindroma Gangguan Pernafasan pada BBLR adalah perkembangan imatur


pada sistem pernafasan atau tidak adekuat jumlah surfaktan pada paru-paru
Gangguan nafas yang sering terjadi pada BBLR (masa gestasi pendek) adalah
penyakit membran hialin, dimana angka kematian ini menurun dengan
meningkatnya umur kehamilan.

e. Masalah Eliminasi

Kerja ginjal masih belum matang. Kemampuan mengatur pembuangan


sisa metabolisme dan air belum sempurna. Ginjal yang imatur baik secara
anatomis dan fungsinya.

f. Gangguan Pencernaan

Saluran pencernaan pada BBLR belum berfungsi sempurna sehingga


penyerapan makanan dengan lemah atau kurang baik. Aktifitas otot
pencernaan masih belum sempurna sehingga waktu pengosongan lambung
bertambah.
6. Patofisiologi dan Pathway
a) Patofisiologi
Semakin kecil dan semakin premature bayi itu maka akan semakin tinggi
resiko gizinya. Beberapa faktor yang memberikan efek pada masalah gizi.
a. Menurunnya simpanan zat gizi padahal cadangan makanan di dalam
tubuh sedikit, hamper semua lemak, glikogen dan mineral seperti zat
besi, kalsium, fosfor dan seng di deposit selama 8 minggu terakhir
kehamilan. Dengan demikian bayi preterm mempunyai potensi
terhadap peningkatan hipoglikemia, anemia dan lain-lain.
Hipoglikemia menyebabkan bayi kejang terutama pada bayi BBLR
Prematur
b. Kurangnya kemampuan untuk mencerna makanan. Bayi preterm
mempunyai lebih sedikit simpanan garam empedu, yang diperlukan
untuk mencerna dan mengabsorpsi lemak dibandingkan dengan bayi
aterm.
c. Belum matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan, koordinasi
antara refleks hisap dan menelan belum berkembang dengan baik
sampai kehamilan 32-34 minggu, padahal bayi BBLR kebutuhan
nutrisinya lebih tinggi karena target pencapaian BB nya lebih besar.
Penundaan pengosongan lambung dan buruknya motilitas usus terjadi
pada bayi preterm.
d. Paru yang belum matang dengan peningkatan kerja napas dan
kebutuhan kalori yang meningkat. Potensial untuk kehilangan panas
akibat luas permukaan tubuh tidak sebanding dengan BB dan
sedikitnya lemak pada jaringan di bawah kulit. Kehilangan panas ini
akan meningkatkan kebutuhan kalor
b) Pathway
B. Konsep Asuhan Keperawatan

I. Pengkajian

Merupakan data dasar klien yang komprehensif mencakup riwayat kesehatan,


pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan diagnostik dan laboratorium serta informasi
dari tim kesehatan serta keluarga klien yang meliputi :

1. Identitas :

Usia ibu saat hamil, usia kehamilan, kehamilan dengan penyakit penyerta

2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama : PB < 45 cm, LD < 30 cm, LK < 33 cm. Kesadaran


apatis, daya hisap lemah atau bayi tak mau minum, hipotonia
letargi, dan mungkin terjadi kelumpuhan otot ekstravaskuler

b. Riwayat penyakit sekarang : Bayi dengan ukuran fisik : UK < 37


minggu, BB < 2500 gram, panjang badan < 45 cm. Gambaran fisik :
kepala lebih besar dari badan, kulit tipis transparan, rambut lanugo
banyak, lemak subkutan tipis, daya hisap lemah atau bayi tak mau
minum, tangis yang melengking.

c. Riwayat penyakit dahulu : Bayi beresiko mengalami BBLR, jika ibu


mempunyai riwayat penyakit seperti hipertensi, plasenta pervia,
kehamilan kembar, malnutrisi, kebiasaan ibu merokok, minum alkohol,
ibu yang memderita penyakit malaria, dll.

d. Riwayat kehamilan dan melahirkan : Adanya riwayat melahirkan


sebelumnya,dan pada saat partus siapakah yangberperan dalam proses
pertolongan partus tersebut. Riwayat pemberian ANC terpadu termasuk
didalamnya.

e. Riwayat imunisasi Pemberian vaksin tetanus diberikan 2 kali pada ibu


hamil, yaitu TT (tetanus) I diberikan setelah bulan ke-3 dan TT II
diberikan dengan interval minimal 1 bulan, serta tidak boleh < 1 bulan
sebelum persalinan agar kadar anti tetanus serum bayi mencapai kadar
optimal. Bila ibu hamil belum mendapatkan polio, berikan vaksin
polio yang aman untuk ibu hamil.

f. Riwayat nutrisi Masalah pemberian ASI pada BBLR terjadi karena


ukuran tubuh bayi dengan BBLR kecil, kurang energi, lemah,
lambungnya kecil dan tidak dapat menghisap. Bayi dengan BBLR
sering mendapatkan pemberian ASI dalam jumlah yang lebih sedikit
tetapi sering. Bayi BBLR dengan kehamilan lebih dari 35 minggu dan
berat lahir lebih dari 2000 gram umumnya bisa langsung menetek

3. Kebutuhan dasar

a. Pola Nutrisi : reflek sucking lemah, volume lambung kurang, daya


absorbsi kurang atau lemah sehingga kebutuhan nutrisi terganggu

b. Pola Personal hygiene : Perawat dan keluarga pasien harus menjaga


kebersihan pasien, terutama saat BAB dan BAK, saat BAB dan
BAK harus diganti popok khusus bayi BBLR yang kering dan halus

c. Pola Aktivitas : gerakan kaki dan tangan lemah

d. Pola Eliminasi: BAB yang pertama kali keluar adalah mekonium,


produksi urin rendah, frekuensi BAB normal pada neonatus adalah lebih
dari 4x dalam sehari sedangkan frekuensi BAK normal lebih 6x dalam
sehari, volume urin normal berkisar antara 1-2 ml/kg berat badan per
jam, jadi bila berat badan bayi 2,5 -5 kg urin yang dihasilkan berkisar
60- 240 ml dalam sehari.

e. Pola Tidur : Bayi cenderung lebih banyak tidur.

4. Hubungan psikologis : Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan


rawat gabung dengan ibu jika kondisi bayi memungkinkan. Hal ini berguna
sekali dimana bayi akan mendapatkan kasih sayang dan perhatian serta dapat
mempererat hubungan psikologis antara ibu dan bayi. Lain halnya dengan
BBLR karena memerlukan perawatan yang intensif.

5. Keadaan umum : pada neonates dengan BBLR keadaannya lemah dan hanya
merintih kesadaran neonates dapat dilihat dari responnya terhadap rangsangan.
Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai dengan usianya tidak ada
pembesaran lingkar kepala dapat menunjukan kondisi neonatos yang baik.

6. Tanda-tanda vital: neonates post asfiksia berat kondisi akan baik apabila
penanganan asfiksia benar, tepat dan cepat. Suhu normal pada tubuh bayi n (36
C-37,5C), nadi normal antara (120-140 x/m), untuk respirasi normal pada bayi
(40-60 x/m), sering pada bayi post asfiksia berat respirasi sering tidak teratur.

7. Kulit: warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna biru. pada
bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.

8. Kepala kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom,


ubun-ubun besar cekung atau cembung kemungkinan adanya peningkatan
tekanan intrakranial,

9. Mata: warna conjungtiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding
conjungtiva, warna sklera tidak kuning, pupil menunjukan refleksi terhadap
cahaya.

10. Hidung terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lender.

11. Mulut bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.

12. Telinga perhatiakan kebersihannya dan adanya kelainan.

13. Leher: perhatikan keberhasilannya karena leher neonates pendek.

14. Thorak bentuk simetris, terdapat tarikan intercostals, perhatikan suara


wheezing dan ronchi.frekwensi bunyi jantung lebih dari 100x/m.

15. Abdomen: bentuk silindris hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah ascus costae
pada garis papilla mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites
atau tumor, perut cekung adanya hernia diafragma,bising usus timbul 1-2 jam
setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI tract belum
sempurna.

16. Umbilicus: tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan atau tidak adanya tanda-
tanda infeksi pada tali pusat.

17. Genetalia: pada neonates aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak
muara uretra pada neonates laki-laki, neonates perempuan lihat labia mayor dan
labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.

18. Anus: perhatikan adanya darah dalam tinja,frekwensi buang air besar serta
warna dari feces.
19. Ekstremitas : warna biru gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah
tulang atau adanya kelumpuhan syraf atau keadaan jari-jari tangan serta
jumlahnya,
20. Reflex: pada neonates preterm post asfiksia berat rtlek moro dan sucking
lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan
syaraf pusat atau adanya patah tulang
21. Pemeriksaan Nursing care Plans
Rencana asuhan keperawatan (NCP) adalah proses formal yang
mencakup pengidentifikasian kebutuhan yang ada dengan benar, serta
mengenali potensi kebutuhan atau risiko. Rencana perawatan juga menyediakan
sarana komunikasi antara perawat, pasien mereka, dan penyedia layanan
kesehatan lainnya untuk mencapai hasil perawatan kesehatan.
II. Diagnosa Keperawatan
1. Pola Napas Tidak Efektif b/d Hambatan Upaya Napas (kelemahan otot
pernapasan) (D.0005)

Pengertian : inspirasi / ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat


Faktor yang mempengaruhi (penyebab) :
a) Depresi pusat pernapasan
b) Hambatan upaya napas (mis. Nyeri saat bernafas, kelemahan otot
pernapasan)
c) Deformitas dinding dada
d) Deformitas tulang dada
e) Gangguan neuromuskular
f) Gangguan neurologis
g) Imaturitas neurologis
h) Penurunan energi
i) Obesitas
j) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
k) Sindrom hipoventilasi
l) Kerusakan inervasi diafragma
m) Cedera pada medula spinalis
n) Efek agen farmakologis
o) Kecemasan

2. Defisit Nutrisi b/d peningkatan kebutuhan metabolisme


(D.0019)
Pengertian : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme
Faktor Resiko :
a) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
b) Ketidakmampuan mencerna makanan
c) Peningkatan kebutuhan metabolisme
d) Faktor ekonomi (ms, finansial tidak mencukupi)
e) Faktor psikologis (ms. Stress, keengganan untuk makan)
3. Risiko Infeksi b/d Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer (Malnutrsi)
(D.0142)
Pengertian : Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme
patogenik.
Faktor Risiko :

a) Penyakit kronis

b) Efek prosedur invasif

c) Malnutrisi

d) Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan

a. Gangguan peristaltik

b. Kerusakan integritas kulit

c. Perubahan sekresi pH

d. Ketuban pecah lama

e. Ketuban pecah sebelum waktunya

e) Ketidakmampuan pertahanan tubuh sekunder

a. Penurunan hemoglobin

b. Imunnosupresi

c. Leukopenia

d. Vaksinasi tidak adekuat


III. Perencanaan Keperawatan

No Diagnosis SLKI SIKI


Keperawatan (Outcomes) (Intervenstions)
1. Pola Napas Tidak Pola Nafas (L.01003) Manajemen jalan nafas (I.01011)
Efektif b/d Setelah dilakukan Observasi :
Hambatan Upaya tindakan keperawatan 1. Monitor pola nafas
Napas (kelemahan selama 3x8 jam 2. Monitor bunyi
otot pernapasan) diharapkan pola nafas nafas tambahan
(D.0005) membaik dengan kriteria 3. Monitor sputum
hasil : 4. Monitor saturasi
1. Pola nafas oksigen (SPO dan Co2)
membaik Teraupetik :
2. Warna kulit 1. Lakukakan penghisapan
membaik lendir kurang dari 15 detik
3. PO2 membaik 2. Lakukan
4. Bunyi nafas hiperoksigenasi sebelum
menurun penghisapan endotrakeal
5. 5. Gelisah 3. Berikan oksigen, jika perlu
menurun Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran dan mukolitik, jika perlu
2. Defisit Nutrisi b/d Status Nutrisi (L.03030) Manajemen nutrisi (I.03119)
peningkatan Setelah dilakukan Observasi:
kebutuhan tindakan keperawatan 1. Identifikasi status nutrisi
metabolisme selama 3x8 jam, 2. Identifikasi alergi dan
(D.0019) diharapkan, dengan intoleransi makanan
kriteria hasil: 3. Identifikasi perlunya
1. porsi makan yang penggunaan selang
dihabiskan nasogastric Monitor asupan
membaik makanan
2. berat badan atau 4. Monitor berat badan
IMT membaik Terapeutik :
3. Frekuensi makan 1. Lakukan oral hygiene
membaik sebelum makan Jika
4. 4. Nafsu makan perlu
membaik 2. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
3. Hentikan pemberian
makanan melalui selang
nasogastric jika asupan oral
dapat ditoleransi
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan
3. Risiko Infeksi b/d Tingkat Infeksi Pencegahan infeksi (L.14539)
Ketidakadekuatan (L.14137) Observasi:
pertahanan tubuh Setelah dilakukan 1. Monitor tanda gejala infeksi
primer (Malnutrsi) tindakan keperawatan Teraupetik :
(D. 0142) selama 3X8 jam 1. Cuci tangan sebelum dan
diharapkan tingkat sesudah kontak dengan pasien
infeksi menurun dengan dan lingkungan pasien
kriteria hasil: 2. Pertahankan teknik aseptik
1. Imununisasi pada pasien beresiko tinggi
meningkat Edukasi:
2. Demam menurun 1. Jelaskan tujuan, manfaat ,
3. Kemerahan rekais yang terjadi, jadwal
menurun dan efek samping pemberian
4. Kadar sel darah imunisasi
putih membaik 2. Informasikan vaksinasi untuk
5. Kultur feses kejadian khusus (tetanus)
membaik Kultur 3. Informasikan imunisasi yang
darah membaik melindungi terhadap
penyakit
Kolaborasi:
1. Kolaborasikan pemberian
imunisasi pada bayi , jika perlu
IV. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan sesi aksi dalam proses keperawatan dimana wajib


memerlukan pelaksanaan intelektual, interpersonal, serta teknis. Implementasi
keperawatan merupakan suatau aksi keperawatan yang tadinya sudah di rencanakan
pada intervensi keperawatan. Sehabis melaksanakan implementasi hendaklah
perawat memandang reaksi subjektif ataupun objektif penderita.
V. Evaluasi Keperawatan

Penilaian merupakan sesi akhir proses keperawatan yang meliputi penilaian


proses (formatif) serta penilaian hasil (sumatif) serta mencakup evaluasi hasil aksi
asuhan keperawatan yang sudah dicoba. Penilaian formatif merupakan evalusi yang
dicoba setelah perawat melaksanakan aksi keperawatan yang dicoba terus menerus
sampai menggapai tujuan. Penilaian somatif merupakan penilaian yang dicoba tiap
hari setelah seluruh aksi cocok diagnosa keperawatan. Penilaian somatif terdiri dari
SOAP (subjek, objektif, analisis serta planing). Subjek berisi reaksi yang
diungkapkan oleh penderita serta objektif berisi reaksi nonverbal dari penderita
respon-reaksi tersebut didapat setelah perawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Maryunani, Anik I dan Eka Puspita Sari, 2013b. Asuhan Kaperawatan Daruratan Maternitas &
Neonatal. Jakarta: Trans Info Media.

Nelson, 2010. Patofisiologi Berat Badan Lahir Rendah, Jakarta: EGC Pantiawati, ika 2010.
Bayi Dengan BBLR. Yogyakarta: Muha Medika

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat

Anda mungkin juga menyukai