Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN TENTANG

ASUHAN KEPERAWATAN BBLR DAN HIPERBILIRUBINE

Dosen pembimbing :

Ns.Yessi Andriani,M.Kep.,Sp.Kep.Mat

Disusun oleh :

Rafid Rahman Dhana

NIM: 1914401182

PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

TAHUN 2019/2020
A. Konsep Dasar BBLR
1. PENGERTIAN

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bila berat badannya kurang dari
2500 gram (sampai dengan 2499 gram). Bayi yang dilahirkan dengan BBLR
umumnya kurang mampu meredam tekanan lingkungan yang baru sehingga dapat
mengakibatkan pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, bahkan
dapat menggangu kelangsungan hidupnya (Prawirohardjo, 2006).

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500 gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi kurang
bulan (< 37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth restriction)
(Pudjiadi, dkk., 2010).

2. ETIOLOGI

Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah (Proverawati
dan Ismawati, 2010), yaitu:
a. Faktor ibu
1) Penyakit
a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan
antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual, hipertensi,
HIV/AIDS, TORCH(Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus (CMV)
dan Herpes simplex virus), danpenyakit jantung.
c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu
a) Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20
tahun atau lebih dari 35 tahun.
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun).
c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
3) Keadaan sosial ekonomi
a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini
dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.
b) Aktivitas fisik yang berlebihan
c) Perkawinan yang tidak sah.
b. Faktor janin Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin kronik
(inklusi sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.
c. Faktor plasenta Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta
previa, solutio plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik),
ketuban pecah dini.
d. Faktor lingkungan Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal
di dataran tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.

3. PATOFISIOLOGI

Semakin kecil dan semakin premature bayi itu maka akan semakin tinggi
resiko gizinya. Beberapa faktor yang memberikan efek pada masalah gizi.
a. Menurunnya simpanan zat gizi padahal cadangan makanan di dalam tubuh
sedikit, hamper semua lemak, glikogen dan mineral seperti zat besi, kalsium,
fosfor dan seng di deposit selama 8 minggu terakhir kehamilan. Dengan
demikian bayi preterm mempunyai potensi terhadap peningkatan
hipoglikemia, anemia dan lain-lain. Hipoglikemia menyebabkan bayi kejang
terutama pada bayi BBLR Prematur.
b. Kurangnya kemampuan untuk mencerna makanan. Bayi preterm mempunyai
lebih sedikit simpanan garam empedu, yang diperlukan untuk mencerna dan
mengabsorpsi lemak dibandingkan dengan bayi aterm.
c. Belum matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan, koordinasi antara
refleks hisap dan menelan belum berkembang dengan baik sampai kehamilan
32-34 minggu, padahal bayi BBLR kebutuhan nutrisinya lebih tinggi karena
target pencapaian BB nya lebih besar. Penundaan pengosongan lambung dan
buruknya motilitas usus terjadi pada bayi preterm.
d. Paru yang belum matang dengan peningkatan kerja napas dan kebutuhan
kalori yang meningkat.
e. Potensial untuk kehilangan panas akibat luas permukaan tubuh tidak
sebanding dengan BB dan sedikitnya lemak pada jaringan di bawah kulit.
Kehilangan panas ini akan meningkatkan kebutuhan kalori.

4. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Jumiarni (2006), manifestasi klinis BBLR adalah sebagai berikut:

a. Preterm: sama dengan bayi prematuritas murni


b. Term dan posterm:
1) Kulit berselubung verniks kaseosa tipis atau tidak ada
2) Kulit pucat atau bernoda mekonium, kering keriput tipis
3) Jaringan lemak dibawah kulit tipis
4) Bayi tampak gesiy, kuat, dan aktif
5) Tali pusat berwarna kuning kehijauan

Tanda dan gejala bayi prematur menurut Surasmi ( 2005) adalah :


a. Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu
b. Berat badan sama dengan atau kerang dari 2500 gr
c. Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm
d. Kuku panjangnya belum melewati ujung jarinya
e. Batas dahi dan ujung rambut kepala tidak jelas
f. Lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm
g. Lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm
h. Rambut lanugo masih banyak
i. Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang
j. Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhanya, sehingga
seolah-olah tidak teraba tulang rawan daun telinga
k. Tumit mengkilap, telapak kaki halus
l. Alat kelamin : pada bayi laki – laki pigmentasi dan rugae pada skrotum
kurang, testis belum turun ke dalam skrotum, untuk bayi perempuan klitoris
menonjol, labia minora tertutup oleh labia mayora.
m. Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakanya lemah
n. Fungsi syaraf yang belum atau kurang matang, mengakibatkan refleks hisap,
menelan dan batuk masih lemah atau tidak efektif dan tangisanya lemah.
o. Jaringan kelenjar mamae masih kurang akibat pertumbuhan jaringan lemak
masih kurang
p. Verniks tidak ada atau kurang

Menurut Proverawati (2010), Gambaran Klinis atau ciri- ciri Bayi BBLR :
a. Berat kurang dari 2500 gram
b. Panjang kurang dari 45 cm
c. Lingkar dada kurang dari 30 cm
d. Lingkar kepala kurang dari 33 cm
e. Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang
f. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
g. Kepala lebih besar
h. Kulit tipis transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang
i. Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya
j. Otot hipotonik lemah merupakan otot yang tidak ada gerakan aktif pada
lengan dan sikunya
k. Pernapasan tidak teratur dapat terjadi apnea
l. Ekstermitas : paha abduksi, sendi lutut/ kaki fleksi-lurus, tumit mengkilap,
telapak kaki halus.
m. Kepala tidak mampu tegak, fungsi syaraf yang belum atau tidak efektif dan
tangisnya lemah.
n. Pernapasan 40 – 50 kali/ menit dan nadi 100-140 kali/ menit
5 5. PATHWAYS

(Proverawati, 2010)
6. PENATALAKSANAAN

Penanganan dan perawatan pada bayi dengan berat badan lahir rendah
menurut Proverawati (2010), dapat dilakukan tindakan sebagai berikut:
a. Mempertahankan suhu tubuh bayi
Bayi prematur akan cepat kehilangan panas badan dan menjadi
hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan
baik, metabolismenya rendah, dan permukaan badan relatif luas. Oleh
karena itu, bayi prematuritas harus dirawat di dalam inkubator sehingga
panas badannya mendekati dalam rahim. Bila belum memiliki inkubator,
bayi prematuritas dapat dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh
botol yang berisi air panas atau menggunakan metode kangguru yaitu
perawatan bayi baru lahir seperti bayi kanguru dalam kantung ibunya.
b. Pengawasan Nutrisi atau ASI
Alat pencernaan bayi premature masih belum sempurna, lambung kecil,
enzim pecernaan belum matang. Sedangkan kebutuhan protein 3 sampai 5
gr/ kg BB (Berat Badan) dan kalori 110 gr/ kg BB, sehingga
pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian minum bayi sekitar 3 jam
setelah lahir dan didahului dengan menghisap cairan lambung. Reflek
menghisap masih lemah, sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit
demi sedikit, tetapi dengan frekuensi yang lebih sering.  ASI merupakan
makanan yang paling utama, sehingga ASI-lah yang paling dahulu
diberikan. Bila faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat diperas dan
diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan memasang sonde
menuju lambung. Permulaan cairan yang diberikan sekitar 200 cc/ kg/ BB/
hari.
c. Pencegahan Infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh
yang masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang, dan pembentukan
antibodi belum sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif dapat
dilakukan sejak pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi persalinan
prematuritas atau BBLR. Dengan demikian perawatan dan pengawasan
bayi prematuritas secara khusus dan terisolasi dengan baik.
d. Penimbangan Ketat
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi dan
erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat
badan harus dilakukan dengan ketat.
e. Ikterus
Semua bayi prematur menjadi ikterus karena sistem enzim hatinya belum
matur dan bilirubin tak berkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien
sampai 4-5 hari berlalu . Ikterus dapat diperberat oleh polisetemia, memar
hemolisias dan infeksi karena hperbiliirubinemia dapat menyebabkan
kernikterus maka warna bayi harus sering dicatat dan bilirubin diperiksa
bila ikterus muncul dini atau lebih cepat bertambah coklat.
f. Pernapasan
Bayi prematur mungkin menderita penyakit membran hialin. Pada
penyakit ini tanda- tanda gawat pernaasan sealu ada dalam 4 jam bayi
harus dirawat terlentang atau tengkurap dalam inkubator dada abdomen
harus dipaparkan untuk mengobserfasi usaha pernapasan.
g. Hipoglikemi
Mungkin paling timbul pada bayi prematur yang sakit bayi berberat badan
lahir rendah, harus diantisipasi sebelum gejala timbul dengan pemeriksaan
gula darah secara teratur.

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Pantiawati (2010) Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan


antara lain :
a. Pemeriksaan skor ballard merupakan penilaian yang menggambarkan
reflek dan maturitas fisik untuk menilai reflek pada bayi tersebut untuk
mengetahui apakah bayi itu prematuritas atau maturitas
b. Tes kocok (shake test), dianjurkan untuk bayi kurang bulan merupakan tes
pada ibu yang melahirkan bayi dengan berat kurang yang lupa mens
terakhirnya.
c. Darah rutin, glokoa darah, kalau perlu dan tersedia faslitas diperiksa kadar
elektrolit dan analisa gas darah.
d. Foto dada ataupun babygram merupakan foto rontgen untuk melihat bayi
lahir tersebut diperlukan pada bayi lahir dengan umur kehamilan kurang
bulan dimulai pada umur 8 jam atau dapat atau diperkirakan akan terjadi
sindrom gawat nafas.
B. ASKEP BBLR
1. PENGKAJIAN

a. Biodata
Terjadi pada bayi prematur yang dalam pertumbuhan di dalam kandungan terganggu
b. Keluhan utama
Menangis lemah, reflek menghisap lemah, bayi kedinginan atau suhu
tubuh rendah
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Lahir spontan, SC umur kehamilan antara 24 sampai 37 minnggu ,berat
badan kurang atau sama dengan 2.500 gram, apgar pada 1 sampai 5 menit, 0
sampai 3 menunjukkan kegawatan yang parah, 4 sampai 6 kegawatan sedang, dan 7-10
normal
e. Riwayat penyakit dahulu
Ibu memliki riwayat kelahiran prematur,kehamilan ganda,hidramnion
f. Riwayat penyakit keluarga
Adanya penyakit tertentu yang menyertai kehamilan seperti DM,TB Paru,
tumor kandungan, kista, hipertensi
g. ADL
1) Pola Nutrisi : reflek sucking lemah, volume lambung kurang, daya
absorbsi kurang atau lemah sehingga kebutuhan nutrisi terganggu
2) Pola Istirahat tidur: terganggu oleh karena hipotermia
3) Pola Personal hygiene: tahap awal tidak dimandikan
4) Pola Aktivitas : gerakan kaki dan tangan lemas
5) Pola Eliminasi: BAB yang pertama kali keluar adalah mekonium,
produksi urin rendah
h. Pemeriksaan
1) Pemeriksaan Umum
a) Kesadaran compos mentis
b) Nadi : 180X/menit pada menit, kemudian menurun sampai 120-
140X/menit
c) RR : 80X/menit pada menit, kemudian menurun sampai
40X/menit
d) Suhu : kurang dari 36,5 C

2) Pemeriksaan Fisik
a) Sistem sirkulasi/kardiovaskular : Frekuensi dan irama jantung
rata-rata 120 sampai 160x/menit, bunyi jantung (murmur/gallop),
warna kulit bayi sianosis atau pucat, pengisisan capilary
refill  (kurang dari 2-3 detik).
b) Sistem pernapasan : Bentuk dada barel atau cembung,
penggunaan otot aksesoris, cuping hidung, interkostal; frekuensi
dan keteraturan pernapasan rata-rata antara 40-60x/menit, bunyi
pernapasan adalah stridor, wheezing atau ronkhi.
c) Sistem gastrointestinal : Distensi abdomen (lingkar perut
bertambah, kulit mengkilat), peristaltik usus, muntah (jumlah,
warna, konsistensi dan bau), BAB (jumlah, warna, karakteristik,
konsistensi dan bau), refleks menelan dan mengisap yang lemah.
d) Sistem genitourinaria : Abnormalitas genitalia, hipospadia, urin
(jumlah, warna, berat jenis, dan PH).
e) Sistem neurologis dan musculoskeletal : Gerakan bayi, refleks
moro, menghisap, mengenggam, plantar, posisi atau sikap bayi
fleksi, ekstensi, ukuran lingkar kepala kurang dari 33 cm, respon
pupil, tulang kartilago telinga belum tumbuh dengan sempurna,
lembut dan lunak.
f) Sistem thermogulasi (suhu) : Suhu kulit dan aksila, suhu
lingkungan.
g) Sistem kulit : Keadaan kulit (warna, tanda iritasi, tanda lahir, lesi,
pemasangan infus), tekstur dan turgor kulit kering, halus,
terkelupas.
h) Pemeriksaan fisik : Berat badan sama dengan atau kurang dari
2500 gram, panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm,
lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm, lingkar dada
sama dengan atau kurang dari 30cm, lingkar lengan atas, lingkar
perut, keadaan rambut tipis, halus, lanugo pada punggung dan
wajah, pada wanita klitoris menonjol, sedangkan pada laki-laki
skrotum belum berkembang, tidak menggantung dan testis belum
turun., nilai APGAR pada menit 1 dan ke 5, kulitkeriput.
(Pantiawati, 2010)
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Menurut Proverawati (2010), diagnosa keperawatan yang mungkin


muncul pada BBLR adalah:
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan maturitas pusat
pernafasan, keterbatasan perkembangan otot, penurunan
energi/kelelahan, ketidakseimbangan metabolik.
b. Hipotermi berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur dan
penurunan lemak tubuh subkutan.
c. Resiko gangguan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidak mampuan mencerna nutrisi karena
imaturitas.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang
kurang.

3. RENCANA TINDAKAN

a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan maturitas pusat


pernafasan, keterbatasan perkembangan otot, penurunan
energi/kelelahan, ketidakseimbangan metabolik.
1) Tujuan: pola napas menjadi efektif
2) Kriteria hasil:
- RR 30-60 x/mnt
- Sianosis (-)
- Sesak (-)
- Ronchi (-)
- Whezing (-)
3) Rencana tindakan:
- Observasi pola Nafas.
- Observasi frekuensi dan bunyi nafas
- Observasi adanya sianosis.
- Monitor dengan teliti hasil pemeriksaan gas darah.
- Tempatkan kepala pada posisi hiperekstensi.
- Beri O2 sesuai program dokter
- Observasi respon bayi terhadap ventilator dan terapi O2.
- Atur ventilasi ruangan tempat perawatan klien.
- Kolaborasi dengan tenaga medis lainnya
b. Hipotermi berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur dan
penurunan lemak tubuh subkutan.
1) Tujuan: suhu tubuh dalam rentang normal
2) Kriteria hasil:
- Suhu 36-37C.
- Kulit hangat.
- Sianosis (-)
- Ekstremitas hangat
3) Tindakan keperawatan:
- Observasi tanda-tanda vital.
- Tempatkan bayi pada incubator.
- Awasi dan atur control temperature dalam incubator sesuai
kebutuhan.
- Monitor tanda-tanda Hipertermi.
- Hindari bayi dari pengaruh yang dapat menurunkan suhu tubuh.
- Ganti pakaian setiap basah
- Observasi adanya sianosis.
c. Gangguan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidak mampuan mencerna nutrisi karena
imaturitas.
1) Tujuan : Nutrisi dapat terpenuhi
2) Kriteria hasil:
- Reflek hisap dan menelan baik
- Muntah (-)
- Kembung (-)
- BAB lancar
- Berat badan meningkat 15 gr/hr
- Turgor elastis
3) Tindakan keperawatan:
- Observasi intake dan output.
- Observasi reflek hisap dan menelan.
- Beri minum sesuai program
- Pasang NGT bila reflek menghisap dan menelan tidak ada.
- Monitor tanda-tanda intoleransi terhadap nutrisi parenteral.
- Kaji kesiapan untuk pemberian nutrisi enteral
- Kaji kesiapan ibu untuk menyusu.
- Timbang BB setiap hari.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang
kurang.
1) Tujuan: tidak terjadi infeksi
2) Kriteria hasil:
- Suhu 36-37C
- Tidak ada tanda-tanda infeksi.
- Leukosit 5.000-10.000
3) Tindakan keperawatan:
- Kaji tanda-tanda infeksi.
- Isolasi bayi dengan bayi lain.
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi.
- Gunakan masker setiap kontak dengan bayi.
- Cegah kontak dengan orang yang terinfeksi.
- Pastikan semua perawatan yang kontak dengan bayi dalam
keadaan bersih/steril.
- Kolaborasi dengan dokter.
- Berikan antibiotic sesuai program.
A. Konsep Dasar Hiperbilirubin

1. Pengertian
Menurut Slusher (2013) Hiperbilirubin merupakan suatu kondisi di mana produksi
bilirurin yang berlebihan di dalam darah. Menurut Lubis (2013),  Hiperbilirubinemia
merupakan salah satu fenomena klinis tersering ditemukan pada bayi baru lahir, dapat
disebabkan oleh proses fisiologis, atau patologis, atau kombinasi keduanya.
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya
lebih dari normal. Nilai normal bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 –
0,4 mg/dl.

Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtivam dan mukosa akibat
penumpukan bilirubin, sedangkan hiperbilirubinemia adalah icterus dengan
konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernicterus atau
ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan. Ikterus neonatorum
adalah suatu keadaan pada bayi baru lahir dimana kadar bilirubin serum total lebih dari
10 mg% pada minggu pertama dengan ditandai adanya ikterus yang bersifat patologis
(Alimun, 2009).
Bilirubin yang menumpuk di dalam tubuh ini biasanya disebut dengan istilah
ikterus neonates dalam istilah medis. Hal ini biasanya ditandai dengan adanya
semburat warna kuning pada bagian putih mata, kulit, air seni, gusi dan gigi. Biasanya
bayi yang mengalami hiperbilirubin akan mengalami aktivitas yang cenderung diam
atau tidak aktif. Bayi juga akan cenderung kurang nafsu menyusu pada ibunya, lebih
rewel dan mengantuk serta tubuh bayi akan lebih lemas. Jadi, dari beberapa pengertian
di atas dapat di simpulkan bahwa hiperbilirubin merupakan suatu kondisi di mana
kadar bilirubin yang berlebihan dalam darah yang biasa terjadi pada neonatus baik
secara fisologis, patologis maupun keduanya.

2. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin adalah;

1. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.
2. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi.
3. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai puncak
pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai hari
ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.
4. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung
tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit
tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat
pada ikterus yang berat.
5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti dempul
6. Perut membuncit dan pembesaran pada hati
7. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
8. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap
9. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
10. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus,
kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.
(Sumber: Fundamental Keperawatan, 2005)

Gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi dua fase yaitu fase akut


dan fase kronik yaitu sebagai berikut (Surasmi, 2003).
1. Gejala akut
a. Lethargi
b. Tidak mau menghisap
c. Feses berwarna pucat
d. Urine berwarna gelap
2. Gejala kronik
a. Tangisan bayi melengking (high pitch cry)
b. Kejang
c. Perut membuncit dan pembesaran hati
d. Dapat tuli, gangguan bicar dan retardasi mental
e. Mata tamak seperti berputar-putar
3. Etiologi

Hiperbilirubinemia disebabkan oleh peningkatan produksi bilirubin

karena tingginya jumlah sel darah merah, dimana sel darah merah mengalami

pemecahan sel yang lebih cepat. Selain itu, hiperbilirubinemia juga dapat

disebabkan karena penurunan uptake dalam hati, penurunan konjugasi oleh hati,

dan peningkatan sirkulasi enterohepatik (IDAI, 2013).

Kejadian ikterik atau hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir disebabkan

oleh disfungsi hati pada bayi baru lahir sehingga organ hati pada bayi tidak dapat
berfungsi maksimal dalam melarutkan bilirubin ke dalam air yang selanjutkan

disalurkan ke empedu dan diekskresikan ke dalam usus menjadi urobilinogen.

Hal tersebut meyebabkan kadar bilirubin meningkat dalam plasma sehingga

terjadi ikterus pada bayi baru lahir (Anggraini, 2016).

Menurut Nelson (2011) secara garis besar etiologi ikterus atau

hiperbilirubinemia pada neonatus dapat dibagi menjadi :

a. Produksi bilirubin yang berlebihan. Hal ini melebihi kemampuan

neonatus untuk mengeluarkan zat tersebut. Misalnya pada

hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0,

golongan darah lain, defisiensi enzim G6-PD, piruvat kinase,

perdarahan tertutup dan sepsis.

b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar. Gangguan ini

dapat disebabkan oleh asidosis, hipoksia, dan infeksi atau tidak

terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom criggler-

Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam

hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.

c. Gangguan transportasi bilirubin. Bilirubin dalam darah terikat

pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan

albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat,

sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak

terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah

melekat ke sel otak.

d. Gangguan dalam ekskresi. Gangguan ini dapat terjadi akibat

obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan diluar hepar

biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar

biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.


4. Patofisiologi

Bilirubin di produksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang telah rusak.

Kemudian bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa ke hepar dengan cara

berikatan dengan albumin. Bilirubin direk (terkonjugasi) kemudian

diekskresikan melalui traktus gastrointestinal. Bayi memiliki usus yang belum

sempurna, karna belum terdapat bakteri pemecah, sehingga pemecahan bilirubin

tidak berhasil dan menjadi bilirubin indirek yang kemudian ikut masuk dalam

aliran darah, sehingga bilirubin terus bersirkulasi (Atika dan Jaya, 2016).

Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya

dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Neonatus

mempunyai kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena

konsentrasi albumin yang rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang.

Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susunan syaraf

pusat dan bersifat toksik (Kosim, 2012).

Pigmen kuning ditemukan di dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan

hemoglobin oleh kerja heme oksigenase, biliverdin, reduktase, dan agen

pereduksi non enzimatik dalam sistem retikuloendotelial. Setelah pemecahan

hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh protein intraseluler “Y

protein” dalam hati. Pengambilan tergantung pada aliran darah hepatik dan

adanya ikatan protein. Bilirubin tak terkonjugasi dalam hati diubah atau

terkonjugasi oleh enzim asam uridin disfoglukuronat (uridine disphoglucuronid

acid)glukurinil transferase menjadi bilirubin mono dan diglucuronida yang polar,

larut dalam air (bereaksi direk). Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air

dapat dieliminasi melaui ginjal. Dengan konjugasi, bilirubin masuk dalam

empedu melaui membran kanalikular. Kemudian ke sistem gastrointestinal

dengan diaktifkan oleh bakteri menjadi urobilinogen dalam tinja dan urine.

Beberapa bilirubin diabsorbsi kembali menjadi sirkulasi enterohepatik (Suriadi


dan Yuliani 2010).

Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi

kemampuan hati untuk mengekskresikan bilirubin yang telah diekskresikan

dalam jumlah normal. Selain itu, hiperbilirubinemia juga dapat disebabkan oleh

obstruksi saluran ekskresi hati. Apabila konsentrasi bilirubin mencapai 2 – 2,5

mg/dL maka bilirubin akan tertimbun di dalam darah. Selanjutnya bilirubin akan

berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian akan menyebabkan kuning atau

ikterus (Khusna, 2013).

Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut

lemak, tak terkonjugasi, non polar (bereaksi indirek). Pada bayi dengan

hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari defisiensi atau tidak

aktifnya glukoronil transferase. Rendahnya pengambilan dalam hepatik

kemungkinan karena penurunan protein hepatik sejalan dengan penurunan darah

hepatik (Suriadi dan Yuliani 2010).

5. Klasifikasi
Klasifikasi Hiperbilirubin
Terdapat dua jenis icterus menurut Mansjoer (2010) yaitu sebagai berikut.
1. Icterus fisiologis
Icterus fisiologis memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Timbul pada hari kedua-ketiga
b. Kadar bilirubin indirek (larut dalam lemak) tidak melewati 12 mg/dl pada
neonates cukup bulan dan 10 mg/dl pada kurang bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dl per hari.
d. Kadar bilirubin direk (larut dalam air) kurang dari 1 mg/dl
e. Gejala ikerus akan hilang pada sepuluh hari pertama kehidupan
f. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis tertentu.
2. Icterus patologis
Icterus patologis memilikik karakteristik seperti berikut :
a. Icterus yang terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.
b. Icterus dengan kadar bilirubin melebihi 12 mg/dl pada neonates cukup bulan
dan 10 mg/dl pada neonates lahir kurang bulan/premature.
c. Icterus dengan peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg/dl per hari.
d. Icterus yang menetap sesudah dua minggu pertama.
e. Icterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi atau
keadaan patologis lain yang telah diketahui.
6. Pemeriksaan Diagnostik
1. USG
Untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu
2. Kadar bilirubin serum (total)
Pada bayi prematur kadar billirubin lebih dari 14 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar
billirubin 10 mg/dl
3. Darah tepi lengkap dan gambar asupan darah tepi
4. Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan bayi

7. Penatalaksanaan Medis
1. Penatalaksanaan berdasarkan waktu timbulnya icterus
a. Icterus yang timbul pada 24 jam pertama pemeriksaan yang dilakukan sebagai
berikut.
- Kadar bilirubin serum berkala
- Darah tepi lengkap
- Golongan darah ibu dan bayi diperiksa
- Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G-6-PD biakan darah atau biopsi
hepar bila perlu.
b. Ikterus yang timbul 24-72 jam setelah lahir, pemeriksaan yang perlu dilakukan
sebagai berikut.
- Bila keadaan bayi baik dan peningkatan tidak cepat dapat dilakukan
pemeriksaan darah tepi.
- Periksa kadar bilirubin berkala
- Pemeriksaan penyaring enzim G-6-PD dan pemeriksaan lainnya.
c. Icterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai minggu pertama serta
icterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya pemeriksaan
yang dilakukan sebagai berikut.
- Pemeriksaan bilirubin direct dan indirect berkala, darah tepi
- Penyaring G-6-PD
- Biakan darah, biopsy hepar bila ada indikasi.
2. Terapi
a. Terapi sinar (fototerapi)
Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin
dalam darah kembali ke ambang batas normal.
b. Terapi transfuse
Jika setelah menjalani fototerapi taka da perbaikan dan kadar bilirubin terus
meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka perlu dilakukan terapi
transfuse darah. Dikhawatirkan kelebihan bilirubin dapat menimbulkan
kerusakan sel saraf otak.
c. Terapi obat-obatan
Obat – obatan yang mengandung plasma atau albumin berguna untuk
mengurangi timbunan bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hati.
Biasanya terapi ini dilakukan dengan terapi seperti fototerapi.
d. Menyusui bayi dengan ASI
ASI memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar buang air besar
dan kecilnya.
e. Terapi sinar matahari
Terapi dengan sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan, biasanya
dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit.
8. Komplikasi
1. Bilirubin encephahalopathi
2. Kernikterus ;kerusakan neurologis ; cerebral palis, retardasi mental, hyperaktif, bicara
lambat, tidak ada koordinat otot dan tangisan yang melengking.
3. Asfiksia
4. Hipotermi
5. Hipoglikemi
B. Askep Hiperbilirubin

A. Pengkajian Keperawatan
1.      Pengumpulan Data
a. Riwayat Penyakit
Perlunya ditanyakan apakah dulu pernah mengalami hal yang sama, apakah
sebelumnya pernah mengkonsumsi obat-obat atau jamu tertentu baik dari
dokter maupun yang di beli sendiri, apakah ada riwayat kontak denagn
penderiata sakit kuning, adakah rwayat operasi empedu, adakah riwayat
mendapatkan suntikan atau transfuse darah. Ditemukan adanya riwayat
gangguan hemolissi darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau darah ABO),
polisitemia, infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar, obstruksi saluran
pencernaan dan ASI, ibu menderita DM.
b. Riwayat orang tua :
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia,
Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
c. Pengkajian Psikososial :
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa
bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
d. Pengetahuan Keluarga meliputi :
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal
keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan
mempelajari Hiperbilirubinemia .
e. Pola Kebutuhan sehari-hari.
Data dasar klien: 
- Aktivitas / istirahat : Latergi, malas 
- Sirkulasi  : Mungkin pucat, menandakan anemia. 
- Eliminasi  : Bising usus hipoaktif, Pasase mekonium mungkin lambat,
Feses lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin,Urine gelap
pekat, hitam kecoklatan ( sindrom bayi bronze )
- Makanan/cairan : Riwayat perlambatan/makan oral buruk, ebih mungkin
disusui dari pada menyusu botol, Palpasi abdomen dapat menunjukkan
perbesaran limfa, hepar. 
- Neurosensori  : Hepatosplenomegali, atau hidropsfetalis dengan
inkompatibilitas Rh berat. Opistetanus dengan kekakuan lengkung
punggung,menangislirih, aktivitas kejang (tahap krisis). 
- Pernafasan  : Riwayat afiksia 
- Keamanan  : Riwayat positif infeksi/sepsis neonatus , Tampak ikterik pada
awalnya di wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh, kulit
hitam kecoklatan sebagai efek fototerapi. 
- Penyuluhan/Pembelajaran : Faktor keluarga, misal: keturunan etnik, riwayat
hiperbilirubinemia pada kehamilan sebelumnya, penyakithepar,distrasias
darah (defisit glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G-6-PD). Faktor ibu,
mencerna obat-obat (misal: salisilat), inkompatibilitas Rh/ABO. Faktor
penunjang intrapartum, misal: persalinan pratern. 
f. Pemeriksaan Fisik :
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan derajat ikterus, ikterus terlihat
pada sclera, tanda-tanda penyakit hati kronis yaitu eritema palmaris, jari tubuh
(clubbing), ginekomastia (kuku putih) dan termasuk pemeriksaan organ hati
(tentang ukuran, tepid an permukaan); ditemukan adanya pembesaran limpa
(splenomegali), pelebaran kandung empedu, dan masa abdominal, selaput
lender, kulit nerwarna merah tua, urine pekat warna teh, letargi, hipotonus,
reflek menghisap kurang/lemah, peka rangsang, tremor, kejang, dan tangisan
melengking
g. Pemeriksaan Diagnostik 
- Golongan darah bayi dan ibu, mengidentifikasi inkompatibilitas ABO. 
- Bilirubin total: kadar direk bermakna jika melebihi 1,0 – 1,5 mg/dL kadar
indirek tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dL dalam 24 jam, atau tidak
boleh lebih 20 mg/dL pada bayi cukup bulan atau 15 mg/dL pada bayi
pratern. 
- Darah lengkap: Hb mungkin rendah (< 1 mg/dL) karena hemolisis. 
- Meter ikterik transkutan: mengidentifikasi bayi yang
memerlukan penentuan bilirubin serum. 
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan efek samping terapi radiasi
(fototerapi) ditandai dengan kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit
2. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan fluktuasi suhu lingkungan ditandai
dengan suhu tubuh fluktuatif
3. Ikterus neonatorum berhubungan dengan keterlambatan pengeluaran mekonum
ditandai dengan sclera kuning dan kulit berwarna kuning

C. Intervensi Keperawatan

Rencana asuhan keperawatan pada bayi baru lahir dengan

hiperbilirubinemia menurut Mendri dan Prayogi, 2017 yaitu :

a. Bayi terbebas dari injury yang ditandai dengan serum bilirubin menurun,

tidak ada jaundice, refleks moro normal, tidak ada sepsis , refleks hisap

dan menelan baik.

b. Bayi tidak menunjukkan tanda-tanda dehidrasi yang ditandai dengan

urine output (pengeluaran urine) kurang dari 1 – 3 ml per jam, membran

mukosa normal, ubun-ubun tidak cekung, temperatur dalam batas

normal.

c. Bayi tidak menunjukkan adanya iritasi kulit yang ditandai dengan tidak

adanya rash dan ruam makular eritemosa.

d. Orang tua tidak tampak cemas ditandai dengan kemampuan

mengekspresikan perasaan dan perhatian pada bayi serta aktif dalam

partisipasi perawatan bayi.

e. Orang tua memahami kondisi bayi dan alasan pengobatan; orang tua

juga berpartisipasi dalam perawatan bayi (pemberian minum dan

penggantian popok.
f. Bayi tidak mengalami injury pada mata yang ditandai dengan tidak

adanya konjuntivitas.

Rencana Keperawatan pada neonatus dengan hiperbilirubunemia

Diagnosa
Keperawatan Intervensi Aktivitas
Ikterus Fototerapi Observation :
neonatus Neonatus 1. Observasi tanda-tanda warna
berhubungan (6924) kuning
dengan
neonatus Definisi : Action :
mengalami Penggunaan 2. Tempatkan lampu fototerapi di
kesulitan terapi atas bayi dengan tinggi yang
transisi lampu sesuai.
kehidupan untuk 3. Berikan penutup mata dan buka
ekstra uterin, mengurangi penutup mata setiap 4 jam saat
keterlambatan kadar lampu dimatikan untuk kontak
pengeluaran bilirubin bayi dengan orang tua.
mekonium, pada 4. Timbang berat badan neonatus.
penurunan neonatus. 5. Dorong pemberian ASI 8 kali
berat badan per hari.
tidak
terdeteksi, pola Education :
makan tidak 6. Edukasi keluarga mengenai
tepat dan usia ≤ prosedur dan perawatan
7 hari fototerapi.

Colaboration :
7. Periksa kadar serum bilirubin,
sesuai kebutuhan, sesuai
protocol, atau permintaan
dokter.
8. Laporkan hasil laboratorium
pada dokter.
Luaran yang diharapkan dari intervensi yang dilakukan yaitu :

Outcome Indikator
Setelah diberikan asuhan 1. Warna kulit (4)
keperawatan selama 3 x 24 jam 2. Mata bersih (5)
diharapkan kriteria hasil : 3. Berat badan (4)
1. Konjungtiva normal, sklera putih, 4. Reflek menghisap (4)
membrane mukosa normal. 5. Kadar bilirubin (4)
2. Berat badan naik dan kondisi
tidak lemah (aktif).
3. Reflek menghisap baik.
4. Kadar bilirubin normal < 20
mg/dL.

D. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan

intervensi keperawatan. implementasi terdiri dari melakukan dan

mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan

khhusus yang diperlukan untuk melakukan intervensi atau program

keperawatan (Kozier, 2010).

Implementasi yang diberikan untuk mengatasi masalah keperawatan ikterik

neonatus pada bayi hiperbilirubineia adalah fototerapi, fototerapi diberikan

jika kadar bilirubin dari suatu senyawa tetrapirol yang sulit larut dalam air

menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air, dan dikeluarkan

melalui urine, tinja, sehingga kadar bilirubin menurun. Fototerapi dapat

menimbulkan dekomposisi bilirubin dari suatu senyawa tetrapirol yang sulit

larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air dan

cairan empedu duodenum dan menyebabkan bertambahnya pengeluaran


cairan empedu kedalam usus sehingga peristaltic usus menngkat dan

bilirubin akan keluar dalam feses (Marmi , 2015)

E. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang

merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir

yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap

perencanaan (Asmadi, 2012). Berdasarkan kriteria hasil dalam perencanaan

keperawatan diatas adalah sebagai berikut:

i. Kadar bilirubin tidak menyimpang dari rentang normal (<10 mg/dl)

ii. Warna kulit normal (tidak ikterik)

iii. Refleks mengisap baik

iv. Mata bersih (tidak Ikterik)

v. Berat badan tidak menyimpang dari rentang normal

vi. Eleminasi usus dan urin baik (warna urin dan feses tidak pucat)
DAFTAR PUSTAKA

Jumiarni.2006. Asuhan Keperawatan Perinatal.Jakarta: EGC


Prawirohardjo, Sarwono.2006.Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.Jakarta :
YBP –SP
Pantiawati, I. 2010. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta: Nuha
Medika
Pudjiadi Antonius, H., Hegar Badriul, dkk. (2010). Pedoman Pelayanan Medis Ikatan
Dokter Anak Indonesia.Jakarta: IDAI
Proverawati, A., Ismawati, C. 2010. Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta: Nuha
Medika

Surasmi A., Handayani S., Kusuma H.2005. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai