Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

BBLR
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Stase Keperawatan Anak

Disusun Oleh:
Putri Silvia
J.0105.22.001

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BUDI LUHUR CIMAHI
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
BBLR
A. DEFINISI

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bila berat badannya kurang dari 2500
gram (sampai dengan 2499 gram). Bayi yang dilahirkan dengan BBLR umumnya
kurang mampu meredam tekanan lingkungan yang baru sehingga dapat
mengakibatkan pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, bahkan dapat
menggangu kelangsungan hidupnya (Prawirohardjo, 2006).
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500
gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi kurang bulan (<
37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth restriction) (Pudjiadi,
dkk., 2010).

B. ETIOLOGI
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah (Proverawati dan
Ismawati, 2010), yaitu:
1. Faktor ibu
a. Penyakit
Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan antepartum,
preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
 Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual, hipertensi,
HIV/AIDS, TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus (CMV),
Herpes simplex virus) dan penyakit jantung.
 Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
b. Usia
 Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20
tahun atau lebih dari 35 tahun.
 Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun).
 Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
c. Keadaan sosial ekonomi
 Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini
dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.
 Aktivitas fisik yang berlebihan
 Perkawinan yang tidak sah.
2. Faktor janin
Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi
sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.
3. Faktor plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta previa, solutio
plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban pecah dini.
4. Faktor lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal di dataran tinggi,
terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.
C. PATOFISIOLOGI
Semakin kecil dan semakin premature bayi itu maka akan semakin tinggi resiko
gizinya. Beberapa faktor yang memberikan efek pada masalah gizi:
1. Menurunnya simpanan zat gizi padahal cadangan makanan di dalam tubuh sedikit,
hampir semua lemak, glikogen dan mineral seperti zat besi, kalsium, fosfor dan
seng di deposit selama 8 minggu terakhir kehamilan. Dengan demikian bayi
preterm mempunyai potensi terhadap peningkatan hipoglikemia, anemia dan lain-
lain. Hipoglikemia menyebabkan bayi kejang terutama pada bayi BBLR Prematur.
2. Kurangnya kemampuan untuk mencerna makanan. Bayi preterm mempunyai lebih
sedikit simpanan garam empedu, yang diperlukan untuk mencerna dan
mengabsorpsi lemak dibandingkan dengan bayi aterm.
3. Belum matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan. Koordinasi antara
refleks hisap dan menelan belum berkembang dengan baik sampai kehamilan 32-
34 minggu, padahal bayi BBLR kebutuhan nutrisinya lebih tinggi karena target
pencapaian berat badannya lebih besar. Penundaan pengosongan lambung dan
buruknya motilitas usus terjadi pada bayi preterm.
4. Paru yang belum matang dengan peningkatan kerja napas dan kebutuhan kalori
yang meningkat.
5. Potensial untuk kehilangan panas. Akibat luas permukaan tubuh tidak sebanding
dengan BB dan sedikitnya lemak pada jaringan di bawah kulit. Kehilangan panas
ini akan meningkatkan kebutuhan kalori.
D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Jumiarni (2006), manifestasi klinis BBLR adalah sebagai berikut:
1. Preterm: sama dengan bayi prematuritas murni
2. Term dan posterm:
a.Kulit berselubung verniks kaseosa tipis atau tidak ada
b.Kulit pucat atau bernoda mekonium, kering keriput
tipis
c.Jaringan lemak dibawah kulit tipis
d.Bayi tampak gesit, kuat, dan aktif
e.Tali pusat berwarna kuning kehijauan
Tanda dan gejala bayi prematur menurut Surasmi ( 2005) adalah :
1. Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu
2. Berat badan sama dengan atau kerang dari 2500 gr
3. Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm
4. Kuku panjangnya belum melewati ujung jarinya
5. Batas dahi dan ujung rambut kepala tidak jelas
6. Lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm
7. Lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm
8. Rambut lanugo masih banyak
9. Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang
10. Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhanya, sehingga seolah-olah
tidak teraba tulang rawan daun telinga
11. Tumit mengkilap, telapak kaki halus
12. Alat kelamin : pada bayi laki – laki pigmentasi dan rugae pada skrotum kurang,
testis belum turun ke dalam skrotum, untuk bayi perempuan klitoris menonjol,
labia minora tertutup oleh labia mayora.
13. Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakanya lemah
14. Fungsi syaraf yang belum atau kurang matang, mengakibatkan refleks hisap,
menelan dan batuk masih lemah atau tidak efektif dan tangisanya lemah.
15. Jaringan kelenjar mamae masih kurang akibat pertumbuhan jaringan lemak masih
kurang
16. Verniks tidak ada atau kurang
Menurut Proverawati (2010), Gambaran Klinis atau ciri- ciri Bayi BBLR :
1. Berat kurang dari 2500 gram
2. Panjang kurang dari 45 cm
3. Lingkar dada kurang dari 30 cm
4. Lingkar kepala kurang dari 33 cm
5. Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang
6. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
7. Kepala lebih besar
8. Kulit tipis transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang
9. Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya
10. Otot hipotonik lemah merupakan otot yang tidak ada gerakan aktif pada
lengan dan sikunya
11. Pernapasan tidak teratur dapat terjadi apnea
12. Ekstermitas : paha abduksi, sendi lutut/ kaki fleksi-lurus, tumit mengkilap,
telapak kaki halus.
13. Kepala tidak mampu tegak, fungsi syaraf yang belum atau tidak efektif dan
tangisnya lemah.
14. Pernapasan 40 – 50 kali/ menit dan nadi 100-140 kali/ menit
E. PATHWAYS
(Proverawati, 2010)
F. KOMPLIKASI
1. Hipotermi
Terjadi karena hanya sedikit lemak tubuh dan sistem pengaturan suhu tubuh
pada bayi baru lahir belum matang.adapun ciri-ciri mengalami hipotermi adalah
suhu tubuh < 32 0 C, mengantuk dan sukar dibangunkan, menangis sangat lemah,
seluruh tubuh dingin, pernafasan tidak teratur.
2. Hipoglikemia
Gula darah berfungsi sebagai makan otak dan membawa oksigen ke otak. Jika
asupan glukosa ini kurang mempengaruhi kecerdasan otak.
3. Gangguan Imunologik
Bayi prematur relatif belum sanggup membentuk anti bodi dan daya fagositisis
serta reaksi terhadap infeksi belum baik, karena sistem kekebalan bayi belum
matang
4. Sindroma Gangguan Pernafasan
Sindroma gangguan pernafasan pada BBLR adalah perkembangan imatur pada
sistem pernafasan atau tidak adekuat jumlah surfaktan pada paru-paru. Gangguan
nafas yang sering terjadi pada BBLR (masa gestasi pendek) adalah penyakit
membran hialin, dimana angka kematian ini menurun dengan meningkatnya umur
kehamilan.
5. Masalah Eliminasi
Kerja ginjal masih belum matang. Kemampuan mengatur pembuangan sisa
metabolisme dan air belum sempurna. Ginjal yang imatur baik secara anatomis
dan fungsinya.
6. Gangguan Pencernaan
Saluran pencernaan pada BBLR belum berfungsi sempurna sehingga
penyerapan makanan dengan lemah atau kurang baik. Aktivitas otot pencernaan
masih belum sempurna sehingga waktu pengosongan lambung bertambah.
G. PENATALAKSANAAN
1. Mempertahankan suhu tubuh bayi
Termoregulasi merupakan aspek yang sangat penting dalam perawatan bayi
baru lahir di mana suhutubuh normal dihasilkan dari keseimbangan antara produksi
dan kehilangan panas tubuh. Bayi prematur akan mudah kehilangan panas karena
kondisi fisiknya yang imatur sehingga memerlukan bantuan dari pemberi asuhan
untuk memenuhi kehangatan tubuh. Ringer 2013 menyatakan pengelolaan panas
pada bayi prematur antara lain penggunaan Radiant Warmer, penggunaan
inkubator, topi penutup kepala, plastic wrap dan perawatan metode kangguru.
Inkubator merupakan cara efektif untuk mempertahankan kisaran suhu yang
dinginkan oleh bayi serta mempertahankan suhu tubuh akibat kehilangan panas
secara radiasi dan konveksi. Perawat harus memantau suhu tubuh bayi dengan suhu
Inkubator karena peningkatan atau penurunan suhu udara lingkungan sebagai
respon dari inti tubuh bayi mungkin merupakan tanda sepsis.
Suhu inkubator yang direkomendasikan menurut berat dan usia bayi menurut
(Annisa,2019)
Usia BB 1200 BB 1201-1500 BB 1501-2500 BB 2500
0-24 jam 34°C-35°C 33,3°C-34,4°C 31,8°C-33,8°C 31,8°C-33,8°C
24-48 jam 33°C-35°C 33°C-34°C 31,1°C-33,6°C 30,6°C-33,5°C
48-72 jam 34°C-35°C 33°C-34°C 31°C-33,2°C 30,1°C-33,2°C
72-96 jam 34°C-35°C 33°C-34°C 31°C-33°C 29,8°C-32,8°C
2-3 hari 34°C-35°C 32°C-34,4°C 33°C-33,5°C 29°C-32°C
3-4 hari 32°C-33°C 31°C-33°C 30°C-32°C 29°C-30°C
4-5 hari 31°C-33°C 30°C-32°C 29°C-32°C 28,8°C-29,8°C
5-6 hari 30,8°C-32,6°C 30,6°C-32,3°C 29°C-31°C 28°C-29°C
Cara lain pengelolaan suhu tubuh bayi yang dapat menurunkan kejadian
hipotermi adalah penggunaan plastic wrap. Penelitian ini telah diujicobakan pada
bayi dengan usia gestasi < 30 minggu. Intervensi yang diberikan yaitu bayi segera
dibungkus dengan plastic wrap yang transparan setinggi leher sampai kaki, tanpa
mengeringkan bayi terlebih dahulu, tetapi kepala bayi dikeringkan dan
menggunakan topi (Smith,Usher.2013). Mekanisme dari plastic wrap adalah ketika
bayi yang masih basah dan dilapisi dengan cairan amnion dimasukkan ke dalam
kantong plastic wrap kehilangan cairan melalui permukaan kulit tidak terjadi
karena terhalang oleh lapisan kantung yang dapat meningkatkan kelembapan dan
tekanan uap air di udara antara lapisan udara dan kulit sehingga dapat menurunkan
kehilangan panas secara evaporasi (Torres,Liconna.2012).
Penggunaan topi pada kepala bayi merupakan cara menghindari kehilangan
panas akibat radiasi. Panas tubuh bayi memencar ke lingkungan sekitar bayi yang
lebih dingin. Kepala bayi merupakan permukaan tubuh yang paling luas kehilangan
panasnya. Cara hilangnya panas tubuh bayi dengan memancarkan panas dari
kepala. Oleh karena itu kepala bayi ditutupi dengan topi untuk menjaga tubuh tetap
stabil.
Perawatan metode kangguru atau skin to skin contact merupakan perawatan
bayi prematur dan BBLR dengan meletakkan bayi di antara kedua payudara ibu
sehingga terjadi kontak langsung kulit ibu ke kulit bayi. Perawatan metode
kangguru dapat menstabilkan suhu tubuh karena terjadi pemindahan panas ibu ke
tubuh bayi. Intervensi ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Santi dan
Kokilavani (2013); yang menyatakan bahwa terjadi peningkatan suhu tubuh setelah
dilakukan perawatan metode kangguru sehingga perawatan ini sangat efektif
mengontrol dan menstabilkan suhu tubuh bayi prematur.
2. Pengawasan Nutrisi atau ASI
Alat pencernaan bayi premature masih belum sempurna, lambung kecil, enzim
pecernaan belum matang. Sedangkan kebutuhan protein 3 sampai 5 gr/ kg BB
(Berat Badan) dan kalori 110 gr/ kg BB, sehingga pertumbuhannya dapat
meningkat. Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului dengan
menghisap cairan lambung. Reflek menghisap masih lemah, sehingga pemberian
minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi dengan frekuensi yang lebih sering.
ASI merupakan makanan yang paling utama, sehingga ASI-lah yang paling dahulu
diberikan. Bila faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat diperas dan
diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan memasang sonde menuju
lambung. Permulaan cairan yang diberikan sekitar 200 cc/ kg/ BB/ hari.
3. Pencegahan Infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh yang
masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang, dan pembentukan antibodi belum
sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif dapat dilakukan sejak pengawasan
antenatal sehingga tidak terjadi persalinan prematuritas atau BBLR. Dengan
demikian perawatan dan pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan terisolasi
dengan baik.
4. Penimbangan Berat Badan
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi dan erat
kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan
harus dilakukan dengan ketat.
5. Ikterus
Semua bayi prematur menjadi ikterus karena sistem enzim hatinya belum
matur dan bilirubin tak berkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien sampai 4-
5 hari berlalu . Ikterus dapat diperberat oleh polisetemia, memar hemolisias dan
infeksi karena hperbiliirubinemia dapat menyebabkan kernikterus maka warna
bayi harus sering dicatat dan bilirubin diperiksa bila ikterus muncul dini atau lebih
cepat bertambah coklat.
6. Pernapasan
Bayi prematur mungkin menderita penyakit membran hialin. Pada penyakit ini
tanda- tanda gawat pernapasan selalu ada dalam 4 jam bayi harus dirawat
terlentang atau tengkurap dalam inkubator, dada abdomen harus dipaparkan untuk
mengobservasi usaha pernapasan.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Pantiawati (2010) Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain :
1. Pemeriksaan skor ballard merupakan penilaian yang menggambarkan reflek dan
maturitas fisik untuk menilai reflek pada bayi tersebut untuk mengetahui apakah
bayi itu prematuritas atau maturitas.
2. Tes kocok (shake test), dianjurkan untuk bayi kurang bulan merupakan tes pada
ibu yang melahirkan bayi dengan berat kurang yang lupa mens terakhirnya.
3. Darah rutin, glokoa darah, kalau perlu dan tersedia faslitas diperiksa kadar
elektrolit dan analisa gas darah.
4. Foto dada ataupun babygram merupakan foto rontgen untuk melihat bayi lahir
tersebut diperlukan pada bayi lahir dengan umur kehamilan kurang bulan dimulai
pada umur 8 jam atau dapat atau diperkirakan akan terjadi sindrom gawat nafas.
Menurut Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi (2015) pemeriksaan penunjang
bayi BLLR antara lain :
1. Periksa jumlah sel darah putih : 18.000/mm3, netrofil meningkat sampai 23.000 –
24.000/mm3, hari pertama setelah lahir (menurun bila ada sepsis).
2. Hematokrit (Ht) : 43% - 61% (peningkatan sampai 65% atau lebih menandakan
polisetmia, penurunan kadar menunjukkan anemia atau hemoragic perinatal.
3. Hemoglobin (Hb): 15-20 gr/dl kadar lebih rendah berhubungan dengan anemia
atau hemolisis berlebih).
4. Bilirubin total: 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1-2 hari, dan 12
mg/dl pada 3-5 hari.
5. Destrosix: tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah kelahiran rata –
rata 40-50 mg/dl meningkat 60-70 mg/dl pada hari ketiga.
6. Pemeriksaan analisa gas darah.
KONSEP KEPERAWATAN
ANALISA DATA

A. Pengkajian
1. Identitas : Usia ibu saat hamil, usia kehamilan, kehamilan dengan penyakit
penyerta
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama : PB < 45 cm, LD < 30 cm, LK < 33 cm. Kesadaran apatis,
daya hisap lemah atau bayi tak mau minum, hipotonia letargi, dan mungkin
terjadi kelumpuhan otot ekstravaskuler
b. Riwayat penyakit sekarang
Bayi dengan ukuran fisik : UK < 37 minggu, BB < 2500 gram, panjang
badan < 45 cm. Gambaran fisik : kepala lebih besar dari badan, kulit tipis
transparan, rambut lanugo banyak, lemak subkutan tipis, daya hisap lemah
atau bayi tak mau minum, tangis yang melengking.
c. Riwayat penyakit dahulu
Bayi beresiko mengalami BBLR, jika ibu mempunyai riwayat penyakit
seperti hipertensi, plasenta pervia, kehamilan kembar, malnutrisi, kebiasaan
ibu merokok, minum alkohol, ibu yang memderita penyakit malaria, dll.
d. Riwayat kehamilan dan melahirkan
Adanya riwayat melahirkan sebelumnya,dan pada saat partus siapakah
yang berperan dalam proses pertolongan partus tersebut. Riwayat pemberian
ANC terpadu termasuk di dalamnya.
e. Riwayat imunisasi
Pemberian vaksin tetanus diberikan 2 kali pada ibu hamil, yaitu TT
(tetanus) I diberikan setelah bulan ke-3 dan TT II diberikan dengan interval
minimal 1 bulan, serta tidak boleh < 1 bulan sebelum persalinan agar kadar
anti tetanus serum bayi mencapai kadar optimal. Bila ibu hamil belum
mendapatkan polio, berikan vaksin polio yang aman untuk ibu hamil.
f. Riwayat nutrisi
Masalah pemberian ASI pada BBLR terjadi karena ukuran tubuh bayi
dengan BBLR kecil, kurang energi, lemah, lambungnya kecil dan tidak dapat
menghisap. Bayi dengan BBLR sering mendapatkan pemberian ASI dalam
jumlah yang lebih sedikit tetapi sering. Bayi BBLR dengan kehamilan lebih
dari 35 minggu dan berat lahir lebih dari 2000 gram umumnya bisa langsung
menetek (Proverawati.dkk, 2010).
3. ADL
a. Pola Nutrisi : reflek sucking lemah, volume lambung kurang, daya absorbsi
kurang atau lemah sehingga kebutuhan nutrisi terganggu
b. Pola Personal hygiene: tahap awal tidak dimandikan
c. Pola Aktivitas : gerakan kaki dan tangan lemas
d. Pola Eliminasi
BAB yang pertama kali keluar adalah mekonium, produksi urin
rendah, frekuensi BAB normal pada neonatus adalah lebih dari 4x dalam
sehari sedangkan frekuensi BAK normal lebih 6x dalam sehari, volume urin
normal berkisar antara 1-2 ml/kg berat badan per jam, jadi bila berat badan
bayi 2,5 -5 kg urin yang dihasilkan berkisar 60- 240 ml dalam sehari.
e. Pola Tidur : Bayi cenderung lebih banyak tidur.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Umum
 Pada umumnya pasien dengan BBLR dalam keadaan lemah, bayi terlihat
kecil, pergerakan masih kurang dan lemah, BB <2500 gram dan tangisan
masih lemah.
 Nadi : 180X/menit pada menit, kemudian menurun sampai 120-
140X/menit
 RR : 80X/menit pada menit, kemudian menurun sampai 40X/menit
 Suhu : kurang dari 36,5°C
b. Pemeriksaan ABCD
 Antropometri pada bayi dengan BBLR terutama berat badan terbagi
menjadi 3 yaitu : BBLR berat antara 1500- 2500 gram, BBLSR berat
antara 1000-1500 gram, dan 23 BBLER berat kurang dari 1000 gram,
lingkar dada < 33 cm (Proverawati,2010)
 Biokimia, pada bayi BBLR sering dijumpai adanya peningkatan kadar
hemogloblin, eritrosit karena imaturitas dari sel dan belum sempurnanya
enzim.
 Clinical, pada BBLR berat badan bayi belum memenuhi standar yakni
2500 gram dan pada kasus ini biasanya juga terjadi kelemahan reflek atau
fungsi menghisap.
 Diet Makanan atau nutrisi yang diberikan biasanya hanya ASI dan susu
formula khusu BBLR jika disarankan oleh dokter
c. Pemeriksaan fisik head to toe
 Kepala
Inspeksi : biasanya pada BBLR kepala lebih besar dari badan, kulit tipis,
ubun ubun besar dan kecil belum menutup
Palpasi : pada BBLR rambut tipis dan halus, lingkar kepala < 33 cm
(Sukarni & Sudarti,2014)
 Mata
Inspeksi : mata simetris, pupil isokor, terdapat banyak lanugo pada area
pelipis, konjungtiva anemis reflek (Manggiasih & Jaya, 2016)
 Hidung
Inspeksi : terdapat pernafasan cuping hidung akibat gangguan pola nafas,
terpasang selang oksigen 1-2 liter/menit
Palpasi : pada BBLR tulang hidung masih lunak, karena tulang rawan
belum sempurna (Pantiawati, 2010).
 Mulut
Inspeksi : pucat, sianosis, mukosa bibir kering, terpasang selang OGT
(Sudarti & Fauziah, 2013)
 Telinga
Inspeksi : pada BBLR terlihat banyak lanugo, daun telinga imatur
Palpasi : daun telinga pada BBLR lunak (Maryanti & Sujianti,
2011).
 Wajah
Inspeksi : warna kulit merah karena hipertermia, bentuk simetris, lanugo
banyak, kriput seperti orang tua (Manggiasih & Jaya, 2016)
 Leher
Inspeksi : pada BBLR mudah terjadi gangguan pernafasan akibat dari
inadekuat jumlah surfaktan, jika hal ini terjadi biasanya didapatkan
retraksi suprasternal (Proverawati & Ismawati, 2010)
 Paru-paru
I : Biasanya pada BBLR pernafasan tidak teratur, otot bantu pernafasan,
lingkar dada <30 cm, retraksi dada ringan.
P : dinding dada elastis, puting susu belum terbentuk (Ridha, 2014).
P : terdapat suara sonor
A : jika bayi mengalami gangguan pernafasan biasanya bayi mendengkur,
jika terjadi aspirasi meconium maka terdapat suara ronchi (Proverawati &
Ismawati, 2010)
 Jantung
I : biasanya ictus cordis Nampak di ICS mid klavikula
P : ictus cordis teraba ICS 4 mid klavikula sinistra
P : area jantung redup (Ridha, 2014).
A : S1 S2 tunggal, normalnya heat rate 120-160 kali/menit (Pantiawati,
2010, p. 29).
 Abdomen Biasanya pada BBLR tidak terjadi distensi abdomen, kulit perut
tipis, pembuluh darah terlihat (Sukarni & Sudarti, 2014)
 Punggung
Inspeksi : keadaan punggung simestris, terdapat lanugo (Proverawati &
Ismawati, 2010
 Genetalia
Pada bayi BBLR perempuan, labia minora belum tertutup oleh labia
mayora, klitoris menonjol. Pada bayi laki-laki testis belum turun dan rague
pada skrotum kurang (Maryanti & Sujianti, 2011
 Ekstremitas
Pada BBLR garis plantar sedikit, kadang terjadi oedem, pergerakan
otot terlihat lemah, terdapat lanugo pada lengan, akral teraba dingin
(Pantiawati, 2010
 Anus : Biasanya pada BBLR anus bisa berlubang atau tidak (Proverawati
& Ismawati, 2010).
d. Pemeriksaan Fisik
 Sistem sirkulasi/kardiovaskular
Frekuensi dan irama jantung rata-rata 120 sampai 160x/menit, bunyi
jantung (murmur/gallop), warna kulit bayi sianosis atau pucat, pengisisan
capilary refill (kurang dari 2-3 detik).
 Sistem pernapasan
Bentuk dada barel atau cembung, penggunaan otot aksesoris, cuping
hidung, interkostal; frekuensi dan keteraturan pernapasan rata-rata antara
40-60x/menit, bunyi pernapasan adalah stridor, wheezing atau ronkhi.
 Sistem gastrointestinal
Distensi abdomen (lingkar perut bertambah, kulit mengkilat),
peristaltik usus, muntah (jumlah, warna, konsistensi dan bau), BAB
(jumlah, warna, karakteristik, konsistensi dan bau), refleks menelan dan
mengisap yang lemah.
 Sistem genitourinaria
Abnormalitas genitalia, hipospadia, urin (jumlah, warna, berat jenis,
dan PH).
 Sistem neurologis dan musculoskeletal
Gerakan bayi, refleks moro, menghisap, mengenggam, plantar, posisi
atau sikap bayi fleksi, ekstensi, ukuran lingkar kepala kurang dari 33 cm,
respon pupil, tulang kartilago telinga belum tumbuh dengan sempurna, lembut
dan lunak.
 Sistem thermogulasi (suhu) : Suhu kulit dan aksila, suhu lingkungan.
 Sistem kulit
Keadaan kulit (warna, tanda iritasi, tanda lahir, lesi, pemasangan
infus), tekstur dan turgor kulit kering, halus, terkelupas.
 Pemeriksaan fisik
Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram, panjang badan
sama dengan atau kurang dari 46 cm, lingkar kepala sama dengan atau
kurang dari 33 cm, lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30cm,
lingkar lengan atas, lingkar perut, keadaan rambut tipis, halus, lanugo pada
punggung dan wajah, pada wanita klitoris menonjol, sedangkan pada laki-
laki skrotum belum berkembang, tidak menggantung dan testis belum turun., nilai APGAR pada menit 1
dan ke 5, kulitkeriput.
(Pantiawati, 2010)

B. Analisa Data
No Data senjang Etiologi Masalah
Ds: Imatuurasi paru Pola napas tidak
 Dispnea efektuf
 Ortopnea Membrabn healin
Do: belum terbentuk
 Penggunaan otot bantu
Dipsnea
pernapasan. Syndrom gangguan
 Fase ekspirasi memanjang. pernapasan

 Pola napas abnormal (mis. Pola napas tidak


takipnea.bradipnea, hiperventilasi efektif

kussmaul cheyne-
stokes).
 Pernapasan pursed-lip.
 Pernapasan cuping hidung.
 Diameter thoraks anterior—
posterior meningkat
 Ventilasi semenit menurun
 Kapasitas vital menurun
 Tekanan ekspirasi menurun
 Tekanan inspirasi menurun
 Ekskursi dada berubah
Ds BBLR Defisit nutrisi
 Cepet kenyang
 Kram/nyeri abdomen Otot menelan belum
 Nafsu makan menurun sempurna
Do
 Bising usus hiperaktif Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
 Berat badan ↓ minimal 10% kebutuhan tubuh
dibawah rentang ideal
 Otot mengunyah lemah Status nutrisi menurun
 Otot menelan lemah
Defisit nutrisi
 Membrane mukosa pucat
Ds Otak Termoregulasi
Do tidak efektif
 Kulit dingin/hangat Imaturasi setrum vital
 Menggigil Reflek menelan belum
 Suhu tubuh fluktuctif sempurna
 Piloreksi
 Pengisian kapiler >3 detik Ketidakseimbangan
 Tekanan darah meningkat nutrisi
 Pucat
Status nutrisi menurun
 Frekuensi napas meningkat
 Takikardi Metabolisme
 Kejang meningkat
 Kulit kemerahan
 Dasar kuku sianosis Ketidakefektifan
termogulasi
Faktor risiko BBLR Risiko infeksi
 Penyakit kronis
Imaturi imonologi
 Efek prosedur invasive
 Manutrisi Sistem imun rendah

 Peningkatan paparan organisme Risiko infeksi


pathogen lingkungan
 Ketidakadekuatan pertahanan
tubuh primer :
a. Gangguan peristaltic
b. Kerusakan integritas kulit
c. Perubahan sekresi PH
 Ketidakadekuatan pertahanan
tubuh sekunder :
a. Penurunan HB
b. Imununosupresi
c. Leukopenia
d. Supresi respon inflamasi
e. Vaksinasi tidak adekuat
C. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan maturitas pusat pernafasan,
keterbatasan perkembangan otot, penurunan energi/kelelahan, ketidakseimbangan
metabolik.
2. Defisit nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna nutrisi karena imaturitas.
3. Tergogulasi tidak efektif berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur dan
penurunan lemak tubuh subkutan.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang kurang
D. Intervensi Keperawatan
No Dx krp Tujuan Intervensi Rasional
1 Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas
efektif keperawatan, diharapkan pola
a. Observasi a. Observasi
napas membaik dengan kriteria
hasil: 1) Monitor pola napas 1) penurunan bunyi
nafas dapat
 Diameter thoraks 2) Monitor bunyi napas
menunjukkan
anterior-posterior 3) Monitor sputum atelektasis. Ronki,
meningkat
b. Teurapeutik mengi
 Dispnea menurun menunjukkan
1) Pertahankan kepatenan akumulasi sekret /
 Penggunaan otot bantu jalan napas dengan had tlit ketidakmampuan
napas menurun dan chin lift untuk membersihkan
 Pemanjangan fase 2) Lakukan fisioterapi dada jalan nafas yang
eskpirasi menurun jika perlu dapat menimbulkan
penggunaan otot
 Frekuensi napas 3) Lakukan penghisapa lendir aksesori pernafasan
membaik kurang dari 25 detik dan peningkatan
 Kedalaman napas 4) Berikan oksigen kerja pernafasan
membaik b. Teurapeutik
c. Edukasi
 Ekspirasi meningkat 1) Anjurkan asupan cairan 1) Untuk mencegah
 Inspirasi meningkat 2000 ml/hari jika tidak ada terjadinya
kontraindikasi penyumbatan pada
jalan napas
2) Ajarkan teknik batur efektif
2) Untuk mengeluarkan
d. Kolaborasi
sputum yang berlebih
1) Kolaborasi pemberian
3) Untuk menyedot lendir
bronkodilator,ekspekto
ran, mukolitik, jika yang ada
perlu
4) Untuk
mempertahankan
napas apabila pasien
sesak
c. Edukasi
1) Untukk mencegah
dehidrasi
2) Untuk
mengeluarkan
dahak secara
mandiri
d. Kolaborasi

Setelah dilakukan tindakan Managemen nutrisi


2 Defisit nutrisi
keperawatan maka status nutrisi a. Observasi.
membaik dengan kriteria: 1)Untuk mengetahui penurunan
1) Identifikasi status nutrisi
 Porsi makan yang atau peningatan pada nutrisi
dihabiskan meningkat 2) Identifikasi alergi dan
 Kekuatan otot pasien
intoleransi makanan
mengunyah meningkat 2)Untuk meminimalisir tingkat
 Kekutaan otot menelan 3) Identifikasi makanan yang
meningkat alergi dalam memberikan
disukai
 Perasaan cepat kenyang makanan
menurun 4) Identifikasi kebutuhan kalori
3)Untuk meningkatkan nafsu
 Nyeri abdomen menurun dan jenis nutrient
 Sariawan menurun makan pasien
5) Identifikasi perlunya
 Rambut rontok menrun 4)Untuk mengoptimalkan
 Diare menurun penggunaan selang nasogastrik
 Berat badan membaik kebutuhan pasien
 Indeks massa tubuh 6) Monitor BB 5)Agar memudahkan pasien
membaik 7) Monitor hasil pemeriksaan dalam pemirian asupan
 Frekuensi makan
membaik labolatoruim makanan
 Nafsu makan membaik 6)Untuk mengetahui
 Bising usus membaik
peningkatan atau penurunan
Membran mukosa b. Terapeutik
membaik berat badan pada pasien
1) Lakukan oral hygine sebelum
7)Untuk mengetahui masalah
makan, jika perlu
pada pasien
2) Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai
3) Berikan makanan tinggi serat
1)Untuk menimbulkan rasa
4) Berikan makanan tinggi kalori
nyaman pasa pasien
dan tinggi protein
2)Untuk meningkatkan nafsu
5) Berikan suplemen makanan
makan pasien
jika perlu
3)Untuk mencegah kontipasi
c. Edukasi 4)Untuk meningkatkan energi
1) Anjurkan posisi duduk, jika pada pasien
mampu 5)Untuk meningkatkan nafsu
2) Ajarkan diet yang di makan pada pasien
programkan

1)Untuk memandirikan pasien


b. Kolaborasi 2)Untuk meyeimbangkan asupan
1) Kolaborasi pemberiam nutrisi yang dibutuhkan
medikasi sebelum makan (mis.
Reda nyeri, aniemetik), jika 1)untuk mengurangi nyeri dan
perlu muntah
2) Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukanjumlah 2)untuk menentukan diet yang
kalori dan jenis nutrien yang tepat
dibutuhkan, jika perlu

3 Termogulasi tidak 1) Setelah dilakukan 8) Regulasi temperature


efektif tindakan keperawatan a. Observasi
a. Observasi
maka termogulasi 1) Untuk memonitor
membaik dengan kriteria 9) Monitor suhu tubuh bayi
suhu tubuh pasien
hasil : sampai stabil
2) Untuk mengetahui
2) Menggigil menurun 10) Monitor suhu tubuh anak
tiap 2 jam sekalai suhu bayi setiap jam
3) Kulit merah menurun
3) Memonitor apakah
11) Monitor warna dan suhu
4) Takikardia menurun terjadi kemerahan,
12) Monitor dan catat tanda
5) Takipnea menurun kulit mengelupas
hipotermia/hipertermia
6) Suhu tubuh membaik 4) Untuk mengetahui
7) Suhu kulit membaik perkembangannya
a. Teurapeutik
setiap hari
13) Pantaui alat pemantau suhu
b. Teurapeutik
kontiniu
1) Untuk mengetahui
14) Tingkatkan asupan cairan
tentang perubahan
15) Bedong bayi segera setelah
lahir suhu alat pemanas
2) Untuk menurunkan
suhu tubuh bayi
16) Gunakan topi bayi untuh
mencegah 3) Untuk

17) Tempatkan bayi baru lahir meminimalkan


dibawah radiant warmer bergerakan bayi
18) Atur suhu inkubator sesuai yang menyebabkan
kebutuhan suhu bayi
a. Edukasi meningkat
19) Demonstrasikan teknik 4) Untuk mencegah
keperawatan metode terjadinya
kangguru
hipotermia
a. Kolaborasi
5) Agar bayi terus
20) Kolaborasi pemberian merasa hangat
antipiretik, jika perlu
c. Edukasi
1) Untuk
meningkatkan BB
bayi BBLR, dan
untuk menjalin tras
antara ibu dan anak
d. Kolaborasi

Pencegahan infeksi
4 Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan a. Observasi
a. Observasi:
keperawatan maka tingkat
1) Monitor tanda gejala infeksi 1) Mencegah
infeksi menurun dengan kriteria lokal dan sistemik terjadinya infeksi
hasil: b. Terapeutik
1) Batasi jumlah pengunjung b. Teurapeutik
 Kemerahan menurun
2) Berikan perawatan kulit pada
 Demam menurun 1) Untuk mencegah
daerah edema
terjadinya infeksi
 Nyeri menurun 3) Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan dari luar
 Kadar sel darah putih pasien dan lingkungan pasien 2) Untuk
membaik 4) Pertahankan teknik aseptik meminimalkan
pada pasien berisiko tinggi proses terjadinya
c. Edukasi
infeksi
1) Jelaskan tanda dan gejala
infeksi c. Edukasi
2) Ajarkan cara memeriksa luka
1) Memberi
3) Anjurkan meningkatkan
asupan cairan informasi kepada
d. Kolaborasi keluarga tentang
tanda dan gejala
1) Kolaborasi pemberian
yang akan
imunisasi, Jika perlu
mnyebabkan
infeksi
2) Untuk
3) Untuk
mempercepat
proses
menyembuha
d. Kolaborasi
1) Untuk mencegah
penyakit
DAFTAR PUSTAKA

Buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Edisi 1 Penyusun Tim Pokja SDKI PPNI,
2017
Buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Edisi 1 Penyusun Tim Pokja SIKI PPNI,
2018
Buku Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Edisi 1 Penyusun Tim Pokja SLKI PPNI,
2019
Oktiawati & Erna (2019). Buku Ajar Konsep dan Aplikasi Keperawatan Anak. Jakarta:
Trans Info Media
Jumiarni (2006). Asuhan Keperawatan Perinatal. Jakarta: EGC
Prawirohardjo, Sarwono (2006). Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.Jakarta :
YBP –SP
Pantiawati, I. (2010). Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta: Nuha Medika
Pudjiadi Antonius, H., Hegar Badriul, dkk (2010). Pedoman Pelayanan Medis Ikatan
Dokter Anak Indonesia.Jakarta: IDAI
Proverawati, A., Ismawati, C (2010). Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta: Nuha Medika
Surasmi A., Handayani S., Kusuma H (2005). Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai