KEPERAWATAN ANAK
DOSEN PENGAMPU :
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK V
Juliani
I Komang Winaria P
Ihtisamudin
NGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat-
Nya sehingga makalah mengenai “Konsep Teori dan Asuhan Keperawatan Bayi Baru Lahir
Dengan Resiko Tinggi ( Berat Badan Lahir Rendah, Sepsis Neonatorum dan Tetanus
Neonatorum) ” ini dapat tersusun sampai dengan selesai.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada
mata kuliah Keperawatan Anak. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
pengetahuan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami menyadari, makalah yang saya tulis masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok V
2.1 KONSEP TEORI BBLR ( Berat Badab Lahir Rendah )
2.1.1 PENGERTIAN
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bila berat badannya kurang dari
2500 gram (sampai dengan 2499 gram). Bayi yang dilahirkan dengan BBLR
umumnya kurang mampu meredam tekanan lingkungan yang baru sehingga dapat
mengakibatkan pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, bahkan
dapat menggangu kelangsungan hidupnya (Prawirohardjo, 2006).
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500 gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi kurang
bulan (< 37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth restriction)
(Pudjiadi, dkk., 2010).
1. ETIOLOGI
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah (Proverawati
dan Ismawati, 2010), yaitu:
a. Faktor ibu
1) Penyakit
a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan
antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual, hipertensi,
HIV/AIDS, TORCH(Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus (CMV)
dan Herpes simplex virus), danpenyakit jantung.
c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu
a) Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20
tahun atau lebih dari 35 tahun.
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun).
c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
3) Keadaan sosial ekonomi
a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini
dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.
b) Aktivitas fisik yang berlebihan
c) Perkawinan yang tidak sah.
b. Faktor janin Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin kronik
(inklusi sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.
c. Faktor plasenta Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta
previa, solutio plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik),
ketuban pecah dini.
d. Faktor lingkungan Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal
di dataran tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.
2. PATOFISIOLOGI
Semakin kecil dan semakin premature bayi itu maka akan semakin tinggi
resiko gizinya. Beberapa faktor yang memberikan efek pada masalah gizi.
a. Menurunnya simpanan zat gizi padahal cadangan makanan di dalam tubuh
sedikit, hamper semua lemak, glikogen dan mineral seperti zat besi, kalsium,
fosfor dan seng di deposit selama 8 minggu terakhir kehamilan. Dengan
demikian bayi preterm mempunyai potensi terhadap peningkatan
hipoglikemia, anemia dan lain-lain. Hipoglikemia menyebabkan bayi kejang
terutama pada bayi BBLR Prematur.
b. Kurangnya kemampuan untuk mencerna makanan. Bayi preterm mempunyai
lebih sedikit simpanan garam empedu, yang diperlukan untuk mencerna dan
mengabsorpsi lemak dibandingkan dengan bayi aterm.
c. Belum matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan, koordinasi antara
refleks hisap dan menelan belum berkembang dengan baik sampai kehamilan
32-34 minggu, padahal bayi BBLR kebutuhan nutrisinya lebih tinggi karena
target pencapaian BB nya lebih besar. Penundaan pengosongan lambung dan
buruknya motilitas usus terjadi pada bayi preterm.
d. Paru yang belum matang dengan peningkatan kerja napas dan kebutuhan
kalori yang meningkat.
e. Potensial untuk kehilangan panas akibat luas permukaan tubuh tidak
sebanding dengan BB dan sedikitnya lemak pada jaringan di bawah kulit.
Kehilangan panas ini akan meningkatkan kebutuhan kalori.
4. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Proverawati (2010), Gambaran Klinis atau ciri- ciri Bayi BBLR :
a. Berat kurang dari 2500 gram
b. Panjang kurang dari 45 cm
c. Lingkar dada kurang dari 30 cm
d. Lingkar kepala kurang dari 33 cm
e. Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang
f. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
g. Kepala lebih besar
h. Kulit tipis transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang
i. Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya
j. Otot hipotonik lemah merupakan otot yang tidak ada gerakan aktif pada
lengan dan sikunya
k. Pernapasan tidak teratur dapat terjadi apnea
l. Ekstermitas : paha abduksi, sendi lutut/ kaki fleksi-lurus, tumit mengkilap,
telapak kaki halus.
m. Kepala tidak mampu tegak, fungsi syaraf yang belum atau tidak efektif dan
tangisnya lemah.
n. Pernapasan 40 – 50 kali/ menit dan nadi 100-140 kali/ menit
5 5. PATHWAYS
(Proverawati, 2010)
6. PENATALAKSANAAN
Penanganan dan perawatan pada bayi dengan berat badan lahir rendah
menurut Proverawati (2010), dapat dilakukan tindakan sebagai berikut:
a. Mempertahankan suhu tubuh bayi
Bayi prematur akan cepat kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia,
karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik,
metabolismenya rendah, dan permukaan badan relatif luas. Oleh karena itu,
bayi prematuritas harus dirawat di dalam inkubator sehingga panas badannya
mendekati dalam rahim. Bila belum memiliki inkubator, bayi prematuritas
dapat dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi air
panas atau menggunakan metode kangguru yaitu perawatan bayi baru lahir
seperti bayi kanguru dalam kantung ibunya.
b. Pengawasan Nutrisi atau ASI
Alat pencernaan bayi premature masih belum sempurna, lambung kecil,
enzim pecernaan belum matang. Sedangkan kebutuhan protein 3 sampai 5 gr/
kg BB (Berat Badan) dan kalori 110 gr/ kg BB, sehingga pertumbuhannya
dapat meningkat. Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan
didahului dengan menghisap cairan lambung. Reflek menghisap masih
lemah, sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi
dengan frekuensi yang lebih sering. ASI merupakan makanan yang paling
utama, sehingga ASI-lah yang paling dahulu diberikan. Bila faktor
menghisapnya kurang maka ASI dapat diperas dan diminumkan dengan
sendok perlahan-lahan atau dengan memasang sonde menuju lambung.
Permulaan cairan yang diberikan sekitar 200 cc/ kg/ BB/ hari.
c. Pencegahan Infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh
yang masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang, dan pembentukan
antibodi belum sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif dapat dilakukan
sejak pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi persalinan prematuritas
atau BBLR. Dengan demikian perawatan dan pengawasan bayi prematuritas
secara khusus dan terisolasi dengan baik.
d. Penimbangan Ketat
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi dan erat
kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan
harus dilakukan dengan ketat.
e. Ikterus
Semua bayi prematur menjadi ikterus karena sistem enzim hatinya belum
matur dan bilirubin tak berkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien
sampai 4-5 hari berlalu . Ikterus dapat diperberat oleh polisetemia, memar
hemolisias dan infeksi karena hperbiliirubinemia dapat menyebabkan
kernikterus maka warna bayi harus sering dicatat dan bilirubin diperiksa bila
ikterus muncul dini atau lebih cepat bertambah coklat.
f. Pernapasan
Bayi prematur mungkin menderita penyakit membran hialin. Pada penyakit
ini tanda- tanda gawat pernaasan sealu ada dalam 4 jam bayi harus dirawat
terlentang atau tengkurap dalam inkubator dada abdomen harus dipaparkan
untuk mengobserfasi usaha pernapasan.
g. Hipoglikemi
Mungkin paling timbul pada bayi prematur yang sakit bayi berberat badan
lahir rendah, harus diantisipasi sebelum gejala timbul dengan pemeriksaan
gula darah secara teratur.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. PENGKAJIAN
a. Biodata
Terjadi pada bayi prematur yang dalam pertumbuhan di dalam kandungan terganggu
b. Keluhan utama
Menangis lemah, reflek menghisap lemah, bayi kedinginan atau suhu tubuh
rendah
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Lahir spontan, SC umur kehamilan antara 24 sampai 37 minnggu ,berat
badan kurang atau sama dengan 2.500 gram, apgar pada 1 sampai 5 menit, 0
sampai 3 menunjukkan kegawatan yang parah, 4 sampai 6 kegawatan sedang, dan 7-10
normal
e. Riwayat penyakit dahulu
Ibu memliki riwayat kelahiran prematur,kehamilan ganda,hidramnion
f. Riwayat penyakit keluarga
Adanya penyakit tertentu yang menyertai kehamilan seperti DM,TB Paru,
tumor kandungan, kista, hipertensi
g. ADL
1) Pola Nutrisi : reflek sucking lemah, volume lambung kurang, daya
absorbsi kurang atau lemah sehingga kebutuhan nutrisi terganggu
2) Pola Istirahat tidur: terganggu oleh karena hipotermia
3) Pola Personal hygiene: tahap awal tidak dimandikan
4) Pola Aktivitas : gerakan kaki dan tangan lemas
5) Pola Eliminasi: BAB yang pertama kali keluar adalah mekonium,
produksi urin rendah
h. Pemeriksaan
1) Pemeriksaan Umum
a) Kesadaran compos mentis
b) Nadi : 180X/menit pada menit, kemudian menurun sampai 120-
140X/menit
c) RR : 80X/menit pada menit, kemudian menurun sampai 40X/menit
d) Suhu : kurang dari 36,5 C
2) Pemeriksaan Fisik
a) Sistem sirkulasi/kardiovaskular : Frekuensi dan irama jantung rata-
rata 120 sampai 160x/menit, bunyi jantung (murmur/gallop), warna
kulit bayi sianosis atau pucat, pengisisan capilary refill (kurang dari 2-
3 detik).
b) Sistem pernapasan : Bentuk dada barel atau cembung, penggunaan
otot aksesoris, cuping hidung, interkostal; frekuensi dan keteraturan
pernapasan rata-rata antara 40-60x/menit, bunyi pernapasan adalah
stridor, wheezing atau ronkhi.
c) Sistem gastrointestinal : Distensi abdomen (lingkar perut bertambah,
kulit mengkilat), peristaltik usus, muntah (jumlah, warna,
konsistensi dan bau), BAB (jumlah, warna, karakteristik, konsistensi
dan bau), refleks menelan dan mengisap yang lemah.
d) Sistem genitourinaria : Abnormalitas genitalia, hipospadia, urin
(jumlah, warna, berat jenis, dan PH).
e) Sistem neurologis dan musculoskeletal : Gerakan bayi, refleks moro,
menghisap, mengenggam, plantar, posisi atau sikap bayi fleksi,
ekstensi, ukuran lingkar kepala kurang dari 33 cm, respon pupil,
tulang kartilago telinga belum tumbuh dengan sempurna, lembut dan
lunak.
f) Sistem thermogulasi (suhu) : Suhu kulit dan aksila, suhu lingkungan.
g) Sistem kulit : Keadaan kulit (warna, tanda iritasi, tanda lahir, lesi,
pemasangan infus), tekstur dan turgor kulit kering, halus, terkelupas.
h) Pemeriksaan fisik : Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500
gram, panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm, lingkar
kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm, lingkar dada sama
dengan atau kurang dari 30cm, lingkar lengan atas, lingkar perut,
keadaan rambut tipis, halus, lanugo pada punggung dan wajah, pada
wanita klitoris menonjol, sedangkan pada laki-laki skrotum belum
berkembang, tidak menggantung dan testis belum turun., nilai
APGAR pada menit 1 dan ke 5, kulitkeriput.
(Pantiawati, 2010)
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
3. RENCANA TINDAKAN
Sepsis pada bayi baru lahir (BBL) adalah infeksi aliran darah yang bersifat invasif dan
ditandai dengan ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum
tulang atau air kemih. Sepsis merupakan suatu infeksi yang mengindikasikan sekumpulan
gejala dan gambaran inflamasi sistemik berupa suhu tubuh abnormal (hipotermi/hipertermi),
leukositosis/leukopenia, takikardi dan takipnea.(1)
Sejak adanya konsensus dari American College of Chest Physicians/Society of
Critical Care Medicine (ACCP/SCCM) telah timbul berbagai istilah dan definisi dibidang
infeksi yang banyak pula dibahas pada kelompok BBL dan penyakit anak.
Istilah/definisi tersebut antara lain :(2)
Sepsis merupakan sindrom respon inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory Respons
Syndrome) yang terjadi sebagai akibat infeksi bakteri, virus, jamur ataupun parasit.
Sepsis berat adalah keadaan sepsis yang disertai disfungsi organ kardiovaskular dan
gangguan napas akut atau terdapat gangguan dua organ lain (seperti gangguan nefrologi,
hematologi, urogenital dan hepatologi).
Syok sepsis terjadi apabila bayi masih dalam keadaan hipotensi walaupun telah
mendapatkan cairan adekuat.
Sindroma disfungsi multi organ terjadi apabila bayi tidak mampu lagi mempertahankan
homeostasis tubuh sehingga terjadi perubahan fungsi dua atau lebih organ tubuh.
Keadaan ini sering terjadi pada bayi berisiko misalnya pada bayi kurang bulan (BKB),
bayi berat lahir rendah (BBLR), bayi dengan sindrom gangguan napas atau bayi lahir dari ibu
berisiko.(3)
Angka kejadian/insidens sepsis di negara yang sedang berkembang masih cukup
tinggi (1,8 – 18 pasien / 1000 kelahiran) dibanding dengan negara maju (1 – 5 pasien / 1000
kelahiran). Pada bayi laki-laki risiko sepsis 2 kali lebih besar dari bayi perempuan. Kejadian
sepsis juga meningkat pada BKB (Bayi Kurang Bulan) dan BBLR (Bayi Berat Lahir
Rendah).(4)
Diagnosis klinis sepsis neonatal mempunyai masalah tersendiri. Gambaran klinis
pasien sepsis neonatal tidak spesifik. Tanda dan gejala sepsis neonatal tidak berbeda dengan
penyakit non-infeksi BBL lain seperti sindrom gangguan napas, perdarahan intrakranial dan
lain-lain. Sampai saat ini, biakan darah masih merupakan baku emas (Gold Standar) dalam
diagnosis sepsis BBL.(2)
Eliminasi kuman merupakan pilihan utama dalam manajemen sepsis neonatal. Pada
kenyataannya menentukan kuman secara pasti tidak mudah dan membutuhkan waktu. Untuk
memperoleh hasil yang optimal pengobatan sepsis harus cepat dilaksanakan. Sehubungan
dengan hal tersebut pemberian antibiotik secara empiris terpaksa cepat diberikan untuk
menghindarkan berlanjutnya perjalanan penyakit.(4)
Berikut ini akan dibahas sebuah refleksi kasus sepsis neonatorum pada seorang bayi
yang dirawat di bagian neonatologi RSUD Undata Palu.
REFLEKSI KASUS
IDENTITAS
Seorang bayi laki-laki, umur 1 jam, berat badan 2800 gram, panjang badan 51 cm, masuk
rumah sakit tanggal 4 November 2012 jam 17.00 WITA dengan keluhan utama bayi tidak
menangis saat dilahirkan dan tampak sesak napas.
ANAMNESIS
Dari anamnesis didapatkan bahwa bayi lahir di rumah, spontan dengan latar belakang
kepala, dibantu oleh seorang dukun. Ketuban pecah dini (-) dan ketuban berwarna hijau
(+). Riwayat penyakit yang diderita ibu : ISK (-), demam intrapartum (-) dan riwayat
konsumsi obat-obatan atau jamu (-). Ibu hamil yang pertama kalinya, ANC di Puskesmas
Kawatuna dan satu kali pemeriksaan ke dokter praktek. Saat dilahirkan, bayi tidak
menangis dan tampak sesak napas sehingga segera dibawa ke rumah sakit.
PEMERIKSAAN FISIK
4 November 2012
Berat Badan : 2800 gram Ling. Kepala : 32 cm Ling. Perut : 29 cm
Panjang Badan : 51 cm Ling. Dada : 31 cm Ling. Lengan : 10 cm
TTV
Denyut Jantung : 148 x/menit Suhu : 36 ºC
Frekuensi Napas : 82 x/menit CRT : < 2 detik
Sistem Pernapasan.
Sianosis (+), merintih (+), apnea (-), retraksi dinding dada (+), pergerakan dinding dada
simetris (+), Skor DOWN : 5.
Sistem Kardiovaskuler.
Bunyi jantung reguler (+), murmur (-).
Sitem Hematologi.
Pucat (-), ikterus (-).
Sistem Gastrointestinal.
Kelainan dinding abdomen (-), massa/organomegali (-).
Sistem Saraf.
Aktivitas bayi diam, tingkat kesadaran letargi, fontanela datar, kejang (+).
Sistem Genitalia.
Hipospadia (-), hidrokel (-), hernia (-), testis belum turun ke skrotum.
Pemeriksaan Lain.
Ektremitas : akral dingin, turgor normal, kelainan kongengital (-), trauma lahir : kaput
suksadaneum. Skor BALLARD : 33 (37 minggu).
Pemeriksaan Penunjang.
GDS : 57 (N : 70-100)
DIAGNOSIS :
Aterm + SMK + gangguan napas + kejang + hipoglikemik + curiga sepsis.
TERAPI :
Oksigen 1 L/menit.
IVFD Dextrosa 5 % 10 tetes/menit.
Inj. Sefotaksim 2 x 150 mg IV.
Inj. Gentamisin 2 x 8 mg IV.
Inj. Sibital 50 mg IV (kejang I).
Inj. Sibital 50 mg IV (kejang II).
Inj. Sibital 25 mg IV (kejang III).
Inj. sibital 2 x 6 mg IV (maintenance).
Bolus 6 cc Dextrosa 10 %.
FOLLOW UP
5 November 2012
TTV
Denyut Jantung : 147 x/menit Suhu : 36,5 ºC
Frekuensi Napas : 75 x/menit CRT : < 2 detik
Sistem Pernapasan.
Sianosis (-), merintih (+), apnea (-), retraksi dinding dada (+), pergerakan dinding dada
simetris (+), Skor DOWN : 4.
Sistem Kardiovaskuler.
Bunyi jantung reguler (+), murmur (-).
Sitem Hematologi.
Pucat (-), ikterus (-).
Sistem Gastrointestinal.
Kelainan dinding abdomen (-), massa/organomegali (-).
Sistem Saraf.
Aktivitas bayi gelisah, tingkat kesadaran letargi, fontanela datar, kejang (-).
Pemeriksaan Penunjang.
Pukul 10.00 WITA
GDS : 81 (N : 70-100)
DR : Normal.
DIAGNOSIS :
Aterm + SMK + gangguan napas + hipoglikemik + curiga sepsis.
TERAPI :
Oksigen 1-2 L/menit.
Infus Dextrosa 5 % 10 tetes/menit.
Inj. Sefotaksim 2 x 150 mg IV.
Inj. Gentamisin 2 x 8 mg IV.
Inj. Sibital 2 x 6 mg IV (maintenance).
Bolus 6 cc Dextrosa 10 %.
6 November 2012
TTV
Denyut Jantung : 154 x/menit Suhu : 36 ºC
Frekuensi Napas : 64 x/menit CRT : < 2 detik
Sistem Pernapasan.
Sianosis (-), merintih (+), apnea (+), retraksi dinding dada (+), pergerakan dinding dada
simetris (+), Skor DOWN : 4.
Sistem Kardiovaskuler.
Bunyi jantung reguler (+), murmur (-).
Sitem Hematologi.
Pucat (-), ikterus (+).
Sistem Gastrointestinal.
Kelainan dinding abdomen (-), massa/organomegali (-).
Sistem Saraf.
Aktivitas bayi tidur, fontanela datar, kejang (-).
DIAGNOSIS :
Aterm + SMK + gangguan napas + curiga sepsis.
TERAPI :
Oksigen 2-3 L/menit.
Infus Dextrosa 5 % 10 tetes/menit.
Inj. Meropenem 2 x 50 mg IV.
Inj. Sibital 2 x 6 mg IV (maintenance).
DISKUSI
Diagnosa pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sepsis pada bayi baru lahir antara lain :(2)
1) Faktor ibu/maternal
Usia kehamilan kurang bulan.
Persalinan yang lama.
Ketuban pecah lebih dari 18-24 jam.
Chorioamnionitis.
Persalinan dengan tindakan.
Demam pada ibu (> 38,4 ºC).
Infeksi saluran kencing pada ibu.
Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu.
2) Faktor bayi
Asfiksia perinatal.
Berat lahir rendah.
Bayi kurang bulan.
Prosedur invasif.
Kelainan bawaan.
3) Faktor lingkungan
Pengaruh lingkungan yang dapat menjadi predisposisi bayi yang terkena sepsis antara lain
yaitu buruknya praktek cuci tangan dan teknik persalinan serta perawatan umbilikus dan
pemberian susu formula yang tidak higienis.
Pada kasus ini, dari anamnesis didapatkan bahwa bayi lahir di rumah dibantu oleh
seorang dukun dan ketuban berwarna hijau. Hal ini menunjukkan adanya faktor resiko
terjadinya sepsis, dimana persalinan yang ditolong oleh bukan tenaga kesehatan dapat
diragukan higienitasnya dan ditemukannya ketuban berwarna hijau.
Gejala – gejala yang masuk dalam kelompok temuan yang berhubungan dengan
sepsis.(1)
Sepsis kategori A :
Sespsis kategori B :
Tremor
Letargi atau lunglai.
Mengantuk atau aktivitas berkurang.
Irritabel/rewel.
Muntah.
Perut kembung.
Air ketuban bercampur mekonium.
Malas minum, padahal sebelumnya minum dengan baik.
Tanda-tanda mulai muncul sesudah hari ke empat.
Pada kasus ini, dari pemeriksaan fisik ditemukan suhu tubuh yang relatif tidak normal
(hipotermia), adanya gangguan napas (sianosis, takipnea, grunting/merintih, retraksi dinding
dada, apnea), adanya kejang dan kondisi memburuk dengan cepat.
Diagnosa sepsis terbagi dua yaitu dugaan sepsis dan curiga sepsis. Dugaan sepsis jika
ditemukan 2 kategori A dan 1 atau lebih kategori B, sedangkan curiga sepsis jika ditemukan 3
ketagori A dan 2 atau lebih kategori B.(3)
Pada kasus ini, pasien didiagnosa sebagai curiga sepsis, dimana ditemukan 4 kategori
A (kesulitan bernapas, kejang, suhu tubuh abnormal dan persalinan ditempat yang tidak
higienis) dan 2 kategori B (lethargi dan air ketuban bercampur mekonium).
Dari hasil pemeriksaan laboratorium pada kasus ini, ditemukan leukositosis dan
hitung jenis neutrofil yang tinggi. Hal ini menunjukkan adanya infeksi bakteri yang berat
dalam tubuh.
Terapi yang diberikan untuk sepsis neonatal yaitu dengan memberikan antibiotik
spektrum luas sambil menungggu biakan darah dan uji resitensi.(4)
1) Antibiotika yang menjadi pilihan pertama ialah sefalosporin (sefotaksim) dengan dosis
200 mg/kgBB/hari intravena dibagi dalam 2 dosis, dikombinasikan dengan amikasin yang
diberikan dengan dosis awal 10 mg/kgBB/hari intravena, atau dengan gentamisin 6
mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis.
2) Pilihan kedua ialah ampisilin 300-400 mg/kgBB/hari intravena, dibagi dalam 4 dosis,
dikombinasikan dengan kloramfenikol 50 mg/kgBB/hari intravena dibagi dalam 4 dosis.
3) Pilihan selanjutnya ialah kotrimoksazol 10 mg/kgBB/hari intravena dibagi dalam 2 dosis.
Pada kasus ini, antibiotik yang diberikan untuk terapi sepsis adalah kombinasi
sefotaksim dan gentamisin.
KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN
Tetanus berasal dari bahasa Yunani “ Tetanos” yang berarti peregangan. Tetanus
Neonatorum adalah penyakit tetanus pada bayi baru lahir dengan tanda klinik yang khas,
setelah 2 hari pertama bayi baru hidup, menangis dan menyusu secara normal, pada hari
ketiga atau lebih timbul kelakuan seluruh tubuh dengan kesulitan membuka mulut dan
menetek di susul dengan kejang-kejang.(WHO,1989)
Tetanus Neonatorum adalah kejang-kejang yang diojumpai pada BBL yang bukan
karena trauma, kelahiran atau asfiksia, tetapi disebabkan oleh infeksi selama masa
neonatal yang antara lain terjadi sebagai akibat pemotongan tali pusat atau perawatannya
yang tidak bersih.(Ngastijah,1987)
Tetanus Neonatorum merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat
disebabkan adanya infeksi melalui tali pusat yang tidakbersih.(Maryunani,2011)
2. ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh karena clostridium tetani yang bersifat anaerob dimana
kuman tersebut berkembang tanpa adanya oksigen. Tetanus pada bayi dapat disebabkan
karena tindakan pemotongan tali pusat yang kurang steril, untuk penyakit ini masa
inkubasinya antara 5-14 hari.(Hidayat,2008)
3. PATOFISIOLOGI
Virus yang masuk berada dalam lingkungan anaerobit berubah menjadi bentuk
vegetatif dan berbiak sambil menghasilkan toksin dalam jaringan yang anaerobit ini
terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oksigen
jaringan adanya pus, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi. Secara intra
aksonal toksin disalurkan ke sel syaraf yang memakan waktu sesuai dengan panjang
aksonnya dan aktifitas serabutnya. Belum terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel
syaraf walaupun toksin telah terkumpul dalam sel. Dalam sum-sum tulang belakang
toksin menjalar dari sel syaraf lower motorneurom kelusinafs dari spinal inhibitorineurin.
Pada daerah inilah toksin menimbulkan gangguan pada inhibitoritransmiter dan
menimbulkan kekakuan. (Aang, 2011)
4. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejalanya meliputi :
a) Kejang sampai pada otot pernafasan
b) Leher kaku
c) Dinding abdomen keras
d) Mulut mencucu seperti mulut ikan
e) Suhu tubuh dapat meningkat
f) Kekauan otot, disusul dengan kesulitan membuka mulut (trismus)
g) Di ikuti gejala risus sardonikus, kekakuan otot dinding perut dan ekstremitas (fleksi
pada lengan bawah, ekstensi pada telapak kaki
h) Pada keadaan berat, dapat terjadi kejang spontan yang makin sering dan lama,
gangguan saraf otonom seperti hiperpireksia, hiperhidrosis, kelainan irama jantung
dan akhirnya hipoksia yang berat
5. PATHWAY
Gangguan suhu
Kekakuan otot
6. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan tetanus neonatorum adalah perawatan tali pusat dengan alat-alat
yang steril. (Deslidel, 2011)
Pengobatan tetanus ditujukan pada :
a. Netralisasi toksin yang masih ada di dalam darah sebelum kontak dengan sistem
syaraf, dengan serum antitetanus (ATS terapeutik)
b. Membersihkan luka tempat masuknya kuman untuk menghentikan produksi toksin
c. Pemberian antibiotika penisilin atau tetrasiklin untuk membunuh kuman
d. Pemberian nutrisi, cairan dan kalori sesuai kebutuhan
e. Merawat penderita ditempat yang tenang dan tidak terlalu terang
f. Mengurangi serangan dengan memberikan obat pelemas otot dan sedikit mungkin
manipulasi pada penderita. (Maryunani, 2011)
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Pemeriksaan laboratorium di dapati peninggian leukosit
b) Pemeriksaan cairan otak biasanya normal
c) Pemeriksaan elektroniogram dapat memperlihatkan adanya lepas muatan unit motorik
secara terus-menerus. (Teddi, 2010)
KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a) Pengkajian umum : Riwayat penyakit sekarang : adanya luka parah dan luka bakar
dan imunisasi yang tidak adekuat.
b) Pengkajian khusus :
Sistem pernafasan dyspnea asfiksia dan sianosis akibat kontraksi otot pernafasan.
Sistem cardiovaskuler : disritmia, takicardia, hipertensi dan perdarahan, suhu
tubuh awalnya38-40 o C.
Sistem neuorologis : irritability (awal), kelemahan, konvulsi (akhir), kelumpuhan
satu atau beberpa saraf otak.
Sistem perkemihan, retensi urine(distensi kandung kemih dan urine output tidak
ada/oliguria.
Sistem pencernaan : konstipasi akibat tidak ada pergerakan usus.
Sistem integumen dan muskuloskeletal : nyeri kesemutan pada tempat luka,
berkeringatan (hiperhidrasu), pada awalnya didahului trismus, spasme otot muka
dengan peningkatan kontraksi alis mata, risus sardonicus, otot kaku dan kesulitan
menelan. Apabila hal ini berlanjut terus maka akan terjadi status konvulsi dan
kejang umum. (Marlyn Doengoes, Nursing Care Plan, 1993)
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Hipertermia yang berhubungan dengan proses infeksi tali pusat yang ditandai dengan
peningkatan suhu
b) Gangguan menelan yang berhubungan dengan kekuatan otot menelan
c) Defisit nutrisi yang berhubungan dengan bayi tidak menelan (ketidakmampuan
menelan makanan
d) Bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan proses infeksi
e) Resiko aspirasi yang berhubungan dengan ketidakmatangan kooordinasi menghisap,
menelan dan bernafas
3. RENCANA TINDAKAN
4. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan
yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Ukuran intervensi
keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan dan pengobatandan
tindakan untuk memperbaiki kondisi dan pendidikan untuk klien dan keluarga atau
tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien dan faktor-faktor lain
yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan dan startegi implementrasi keperawatan dan
kegiatan komunikasi. Implementasi keperawatan adalah kegiatan mengkoordinasikan
aktivitas pasien, keluarga, dan anggota tim kesehtan lain untuk mengawasi dan mencatat
respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan (Nettina, 2002).
5. EVALUASI
a) Masalah keperawatan hipertermia pada klien dapat teratasi
b) Masalah keperawatan gangguan menelan pada klien dapat teratasi
c) Masalah keperawatan defisit nutrisi pada klien dapat teratasi
d) Masalah keperawatan bersihan jalan nafas pada klien dapat teratasi
e) Masalah keperawatan resiko aspirasi pada klien dapat teratasi
DAFTAR PUSTAKA
Deslidel, Hajjah.2011. Buku Ajar Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta : EGC
Hidayat, Aziz Alimul A.2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta : Salemba
Medika
Nettina, 2002. Pedoman Praktek Keperawatan, EGC : Jakarta.
Maryunani, Anik.2010. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta : TIM
Hidayat, A.A.A.,2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan,
Jakarta : Salmeba Medika
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
DAFTAR PUSTAKA
1. IDAI, 2005. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi pertama. pp: 286-90. Jakarta
: Badan Penerbit IDAI.
2. IDAI, 2008. Buku Ajar Neonatologi. Edisi pertama. pp: 170-85. Jakarta : Badan Penerbit
IDAI.
3. Sari Pediatri, Vol. 6, No. 2, September 2004: 81-84.
4. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid
3. pp: 1124-5. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI.
DAFTAR PUSTAKA
Surasmi A., Handayani S., Kusuma H.2005. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta:
EGC