Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN POST

KISTEKTOMI DI RUANG BOUGENVIL RSUD Dr. SOEDIRMAN


KEBUMEN

NAMA : WITNA HASTITI


NIM : 2211040085
KELOMPOK : 24

PROGRAM STUUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2022
A. Pengertian
Kista ovarium merupakan penyakit tumor jinak yang bertumbuh pada
indung telur perempuan. Biasanya berupa kantong kecil yang berbeda
dengan penyakit kanker yang berisi cairan atau setengah cairan.
B. penyebab
Kista ovarium disebabkan oleh gangguan pembentukan hormone pada
hipotalamaus, hipofisis dan ovarium. Penyebab lain timbulnya kista adalah
ovarium adalah adanya penyumbatan pada saluran yang berisi cairan karena
adanya bakteri dan virus, adanya zat dioksin dan asap pabrik dan
pembakaran gas bermotor yang dapat menurunkan daya tahan tubuh
manusia yang akan membantu tumbuhnya kista, faktor makan makanan
yang berlemak yang mengakibatkan zat-zat lemak tidak dapat dipecah
dalam proses metabolisme sehingga akan meningkatkan resiko timbulnya
kista.
C. Faktor Resiko Terjadinya Kista
1. Usia
Umumnya, kista ovarium jinak (tidak bersifat kanker) pada wanita
kelompok usia reproduktif. Kista ovarium bersifat ganas sangat jarang,
akan tetapi wanita yang memasuki masa menopause (usia 50-70 tahun)
lebih beresiko memiliki kista ovarium ganas.
2. Status menopause
Ketika wanita telah memasuki masa menopause, ovarium dapat menjadi
tidak aktif dan dapat menghasilkan kista akibat tingkat aktifitas wanita
menopause yang rendah.
3. Pengobatan infertilitas
Pengobatan infertilitas dengan konsumsi obat kesuburan dilakukan
dengan induksi ovulasi dengan gonadotropin (konsumsi obat
kesuburan). Gonadotropin yang terdiri dari FSH dan LH dapat
menyebabkan kista berkembang.
4. Kehamilan
Pada wanita hamil, kista ovarium dapat terbentuk pada trimester kedua
pada puncak kadar hCG (human chorionic gonadotrpin).
5. Hipotiroid
Hipotiroid merupakan kondisi menurunnya sekresi hormone tiroid yang
dapat menyebabkan kelenjar pituitary memproduksi TSH (Thyroid
Stimulating Hormone) lebih banyak sehingga kadar TSH meningkat.
TSH merupakan faktor yang memfasilitasi perkembangan kista ovarium
folikel.
6. Merokok Kebiasaan merokok juga merupakan faktor resiko untuk
pertumbuhan kista ovarium fungsional. Semakin meningkat resiko kista
ovarium dan semakin menurun indeks massa tubuh (BMI) jika
seseorang merokok.
7. Ukuran massa
Kista ovarium fungsional pada umumnya berukuran kurang dari 5 cm
dan akan menghilang dalam waktu 4-6 minggu. Sedangkan pada wanita
pascamenopause, kista ovarium lebih dari 5 cm memiliki kemungkinan
besar bersifat ganas.
8. Kadar serum petanda tumor CA-125 Kadar CA 125 yang meningkat
menunjukkan bahwa kista ovarium tersebut bersifat ganas. Kadar
abnormal CA125 pada wanita pada usia reproduktif dan premenopause
adalah lebih dari 200 U/mL, sedangkan pada wanita menopause adalah
35 U/mL atau lebih.
9. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga menderita kanker ovarium, endometrium, payudara,
dan kolon menjadi perhatian khusus. Semakin banyak jumlah keluarga
yang memiliki riwayat kanker tersebut, dan semakin dekat tingkat
hubungan keluarga, maka semakin besar resiko seorang wanita terkena
kista ovarium.
10. Konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol dapat meningkatkan resiko terbentuknya kista
ovarium, karena alkohol dapat meningkatkan kadar estrogen. Kadar
estrogen yang meningkat ini dapat mempengaruhi pertumbuhan folikel.
11. Obesitas
Wanita obesitas (BMI besar sama 30kg/m2) lebih beresiko terkena kista
ovarium baik jinak maupun ganas. Jaringan lemak memproduksi banyak
jenis zat kimia, salah satunya adalah hormone estrogen, yang dapat
mempengaruhi tubuh. Hormone estrogen merupakan faktor utama
dalam terbentuknya kista ovarium
D. Klasifikasi
1. Kista ovarium neoplastik
Kista ovarium neoplastik yaitu jenis kista yang terdiri dari beberapa
jenis, yaitu:
a. Kistadenoma ovari serosum
b. Kistadenoma ovari musinosum
c. Kista dermoid
d. Kista ovari simplek
e. Kista endometroid
2. Kista ovarium non-neoplastik
Kista ovarium non-neoplastik yaitu jenis kista yang terdiri dari
beberapa jenis, yaitu:
a. Ovarium polisistik
b. Kista folikuler
c. Kista korpus luteum
d. Kista inklusi germinal
E. Manifestasi Klinis
Menurut Nugroho (2012), tanda dan gejala kista ovarium antara lain:
1. Sering tanpa gejala.
2. Nyeri saat menstruasi.
3. Nyeri pada perut bagian bawah.
4. Nyeri saat berhubungan badan.
5. Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai kaki.
6. Terkadang disertai nyeri saat buang air kecil.
7. Siklus menstruasi tidak teratur, bisa juga jumlah darah yang keluar
banyak.
F. Patofisiologi
Perkembangan ovarium setelah lahir didapatkan kurang lebih
sebanyak 1.000.000 sel germinal yang akan menjadi folikel, dan sampai
pada umur satu tahun ovarium berisi folikel kistikdalam berbagai ukuran
yang dirasngsang oleh peningkatan gonadotropin secara mendadak,
bersamaan dengan lepasnya steroid fetoplasental yang merupakan umpan
balik negative pada hipotalamus pituitari neonatal. Pada awal pubertas sel
germinal berkurang menjadi 300.000 sampai 500.000 unit dari selama 35-
40 tahun dalam masa kehidupan reproduksi, 400-500 mengalamai proses
ovulasi, folikel primer akan menipis sehingga pada saat menopause tinggal
beberapa ratus sel germinal.pada rentang 10-15 tahun sebelum menopause
terjadi peningkatan hilangnya folikel berhubungan dengan peningkatan
FSH.
Peningkatan hilangnya folikel kemungkinan disebabkan
peningkatan stimulasi FSH. Pada masa reproduksi akan terjadi maturasi
folikel yang khas termasuk ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Proses
ini terjadi akibat interaksi hipotalamus hipofisis-gonad di mana melibatkan
folikel dan korpus luteum, hormone steroid, gonadotropin hipofisis dan
faktor autokrin atau parakrin bersatu untuk menimbulkan ovulasi. Kista
ovarium yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional
jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal. Kista ini terjadi karena
kegagalan ovulasi (LH surge) dan kemudian cairan intrafolikel tidak
diabsorpsi kembali. Pada beberapa keadaan, kegagalan ovulasi juga dapat
terjadi secara artificial dimana gonatropin diberikan secara berlebihan untuk
menginduksi ovulasi. Hipotalamus menghasilkan gonadotrophin releasing
hormone (GnRH), yang disekresi secara pulpasi dalam rentang kritis.
Kemudian GnRH memacu hipofisis untuk menghasilkan gonadotropin
(FSH dan LH) yang disekresi secara pulpasi juga.
Ukuran kista ovarium bervariasi, misalnya kista korpus luteum yang
berukuran sekitar 2 cm-6 cm, dalam keadaan normal lambat laun akan
mengecil dan menjadi korpus albikans. Kadang-kadang korpus luteum akan
mempertahankan diri, perdarahan yang sering terjadi di dalamnya
menyebabkan terjadinya kista, berisi cairan bewarna merah coklat tua
karena darah tua. Korpus luteum dapat menimbulkan gangguan haid, berupa
amnorea diikuti perdarahan tidak teratur. Adanya kista dapat pula
menyebabkan rasa berat di perut bagian bawah dan perdarahan berulang
dalam kista dapat menyebabkan ruptur
G. Pathway
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laparoskopi
2. USG
3. MRI
4. CT-Scan
I. Penatalaksanaan
Kista ovarium memiliki beragam tata laksana, mulai dari observasi
ketat sampai dengan melakukan pembedaan untuk mengangkat kista seperti
dengan laparoskopi atau laparotomi. Penentuan terapi didasarkan pada
ukuran kista, tingkat keganasan, dan gejala yang ditimbulkan. Metode
observasi dapat dilakukan pada kista yang ditemukan pada perempuan
prepubertas dan wanita yang berada dalam masa reproduksi ataupun pada
kista yang asimptomatik. Pada kelompok tersebut kebanyakan kista
ovarium yang diderita merupakan kista fungsional yang akan terregresi
spontan dalam waktu 6 bulan. Sebaliknya, wanita postmenopause memiliki
risiko yang lebih tinggi untuk berkembang menjadi keganasan. Prevalensi
kista ganas lebih tinggi daripada kista jinak pada wanita postmenopause.
Pembedahan dapat dilakukan apabila kista berukuran cukup besar
sehingga menimbulkan gejala ataupun pada kecurigaan keganasan.
Pembedahan yang dapat dilakukan berupa cystectomy ataupun
oophorectomy. Pada cystectomy hanya dilakukan pengangkatan kista tanpa
mengangkat seluruh ovarium. Dengan metode ini fertilitas tetap dapat
dipertahankan. Metode ini umumnya dilakukan untuk lesi yang berukuran
kecil dan pasien masih dalam usia reproduktif dan masih ingin untuk hamil.
Sedangkan untuk lesi yang lebih besar lebih dianjurkan untuk dilakukan
oophorectomy yaitu metode dnegan mengangkat seluruh ovarium karena
pada kista yang berukuran lebih besar lebih rendah untuk terjadi ruptur pada
saat dilakukan enukleasi.
J. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
A. Data Umum Klien meliputi: nama klien, usia, agama, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan terakhir, nama suami, umur suami,
agama, pekerjaan suami, pendidikan terakhir suami, dan alamat
B. Anamnesa meliputi: keluhan utama, keluhan saat pengkajian, riwayat
penyakit sekarang, riwayat menstruasi (menarchea, siklus, jumlah,
lamanya, keteraturan, dan apakah mengalami dismenorhea), riwayat
perkawinan, riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu, riwayat
kehamilan sekarang (ANC).
C. Riwayat persalinan sekarang meliputi:
a. Jenis persalinan apakah spontan atau operasi SC
b. Tanggal/jam persalinan
c. Jenis kelamin bayi
d. Jumlah perdarahan
e. Penyulit dalam persalinan baik dari ibu maupun bayi
f. Keadaan air ketuban meliputi warna dan jumlah
D. Riwayat genekologi kesehatan masa lalu apakah ibu pernah mengalami
operasi atau tidak
E. Riwayat KB baik jenis maupun lama penggunaan
F. Riwayat kesehatan keluarga apakah ada penyakit menurun atau
menular dari keluarga
G. Pola aktivitas sehari-hari meliputi Eliminasi, nutrisi, istirahat.
Kebersihan
H. Pemeriksaan Fisik meliputi:
a. Status Obstetri
b. TTV: nadi, suhu, tekanan darah, dan pernapasan
c. Pemeriksaan mata: konjungtiva, sclera pucat atau tidak.
d. Pemeriksaan mulut: mukosa bibir kering atau tidak.
e. Pemeriksaan thorax: retraksi otot dada, bunyi nafas, bunyi jantung.
f. Pemeriksaan abdomen: luka jaritan operasi, keadaan luka, bising
usus.
g. Pemeriksaan ekstremitas: pergerakan, edema, sianosis, terpasang
infus IVFD atau tidak, akral dingin.
h. Pemeriksaan genetalia: pengeluaran lochea, kebersihan.
i. Obat-obatan yang dikonsumsi
2. Pemeriksaan penunjang seperti darah lengakap: WBC, HCT, HGB, USG, dan
CT-Scan
3. Diagnosa yang mungkin muncul
1. Nyeri akut
2. Hambatan Moblitas Fisik
Hari/ tanggal/ No. Perencanaan
jam DX Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional
Kamis/ 8-12-22 1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan O: - mengidentifikasi lokasi
07.0 IB diharapkan nyeri berkurang. Dengan 1. Identifikasi lokasi nyeri, nyeri, karakteristik, durasi,
kriteria hasil: karakteristik, durasi, frekuenasi, frekuenasi, kulaitas dan
Kriteria A T kulaitas dan intensitas nyeri intensitas nyeri serta skala
Keluhan nyeri 1 5 2. Identifikasi skala nyeri nyeri dapat membantu untuk
Meringis 1 5 3. Identifikasi respon nyeri mengetahui terapi yang
Gelisah 1 5 nonverbal tepat
T: - respon nyeri dapat dilihat
1. Berikan teknik dari respon nonverbal
nonfarmakologis untuk seperti meringis atau
mengurangi nyeri merintih
2. Kontrol lingkingan yang - terapi nonfarmakologis
memperberat nyeri dapat membantu
E: menurunkan nyeri tanpa
1. Anjurkan memonitor nyeri menggunakan obat
secara mandiri - kontrol lingkungan
2. Ajarkan teknik nonfarmakologi bermanfaat untuk
untuk mengurangi nyeri memberikan kenyamanan
K: pada pasien sehingga tidak
1. Kolaborasi pemberian memperparah kondisi nyeri
analgetik, jika perlu - memonitor nyeri secara
mandiri dapat membant
pasien untuk mengontrol
nyeri jika tidak ada perawat
- obat analgetik adalah obat
yang bermanfaat untuk
menurunkan nyeri.
Kamis/ 8-12-22 2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan O: - Mobilitas fisik dapat
07.00 WIB diharapkan mobilitas fisik meningkat. - Identifikasi adanya nyeri dipengaruhi oleh keluhan
Dengan kriteria hasil: atau keluhan fisik lainnya fisik, sehingga
Kriteria A T - Identifikasi toleransi fisik mengidentifikasi hal
Pergerakan ekstremitas 1 5 melakukan pergerakan tersebut dapat membantu
Kekuatan otot 1 5 N: perawat penyebab pasien
Kaku sendi 1 5 - Fasilitasi aktivitas mengalami gangguan
Kelemahan fisik 1 5 mobilisasi dengan alat mobilitas
bantu - Mengidentifikasi
- Fasilitasi melakukan toleransi pergerakan
pergerakan dapat membantu pasien
E: untuk tetap melakukan
- Anjurkan melakukan pergerakan
mobilisasi dini - Memfasilitasi pasien
- Anjurkan mobilisasi dengan alat bantu yang
sederhana yang harus diberikan dapat
dilakukan membantu pasien untuk
C: melakukan aktivitas dini.
- Libatkan keluarga untuk - Melatih diri dengan
membantu pasien dalam melakukan mobilisasi
meningkatkan pergerakan. dini dan sederhana dapat
melatih fisik agar tidak
kaku pada sendi
- Melibatkan keluarga
membantu pasien
mendapat dukungan

Anda mungkin juga menyukai