Anda di halaman 1dari 8

KISTA OVARIUM

A. Definisi
Kista ovarium merupakan kantung yang membesar dan tumbuh didalam ovarium atau
indung telur. Pembesaran ovarium dapat bersifat fungsional dan disfungsional, berupa
kistik serta dapat bersifat neoplastic dan non neoplastic. Kista ovarium dapat berisi
material cair ataupun setengah cair dan bisa pula berisi bagian yang padat.
Kista ovarium addalah suatu kantung yang berisi cairan, normalnya memiliki ukuran
yang kecil dan terletak di ovarium. Kista ovarium dapat terjadi kapan saja, pada saat
masa pubertas hingga masa menopause, dan juga selama masa kehamilan.
Berdasaarkan beberapa penelitian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kista
ovarium adalah kantung yang membesar karena adanya pengumpulan cairan didalam
ovarium atau indung telur dan dibungkus oleh selaput dari ovarium. Kista ovarium dapat
berukuran besar atau kecil, kistik atau solid, dan jinak maupun ganas. Serta kista
ovarium dapat terjadi saat masa pubertas hinggga menopause.

B. Etiologi
Penyebab pasri dari kista ovarium masih belum diketahui secara pasti, akan tetapi
salah satu pemicunya adalah hormonal. Penyebab terjadinya kista ovarium dipengaruhi
oleh beberapa faktor yang saling berhubungan. Faktor risiko yang dapat menimbulkan
terjadinya kista ovarium meliputi :
 Gaya hidup yang tidak sehat
Gaya hidup yang tidak sehat, diantaranya adalah :
- Mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak dann kurang akan serat
Makanan yang mengandung tinggi lemak memiliki indeks glikemi yang tinggi.
Apabila indeks glikemi tinggi dapat mengakibatkan kadar gula darah cepat naik
dan mengakibatkan pelepasan kadar insulin. Oleh karena itu, akibat dari hal
tersebut dapat memicu hormone estrogen yang berlebihan, sehingga dapat menjadi
penyebab terjadinya kista ovarium
- Terdapat zat tambahan pada makanan
Zat makanan yang mengandung fistoestrogen dapat mengakibatkan terjadinya
kista ovarium, dikarenakan fistoestrogen memiliki rumus kima yang sama dengan
estrogen dalam tubuh. kadar estrogen yang tinggi dapat berpengaruh pada
meningkatnya proses inflamasi pada kasus kista ovarium.
- Kurang berolahraga
Kurang berolahraga dapat mennyebabkann timbunan lemak yang berlebihan
dalam tubuh. Timbunan lemak tersebut dapat dikaitkan dengan terjadinya
resistensi insulin. Sehingga dapat memicu produksi hormone estrogen yang
berlebihan dalam tubuh
- Merokok
Rokok mengandung zat adiktif yang tidak baik bagi kesehatan. Zat adiktif tersebut
dapat mengganggu rahim dan menjadi pemicu terjadinya kista pada indung telur
atau ovarium.
- Mengkonsumsi alkohol
Kandungan alami dalam alkohol memicu terjadinya kista ovarium.
Pengonsumsian alkohol mengakibatkan keseimbangan hormone dalam tubuh akan
terganggu sehingga kista dapat terbentuk.
- Terpapar dengan zat polutann dana gen infeksius
Pencemaran udara akibat debu dan asap pembakaran kendaraan maupun pabrik
dapat melemahkan daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh yang lemah menyebabkan
agen infeksius mudah masuk kedalam tubuh.
- Sering mengalami stress
Sering mengalami stress dapat mempengaruhi keseimbangan hormone dalam
tubuh. Sehingga dapat mengakibatkan terjadinya kista ovarium.
 Gangguan pada pembentukan hormone
Kista ovarium terjadi karena disebabkan oleh dua gangguan pada pembentukan
hormone yaitu pada mekanisme umpan balik ovarium dan hipotalamus. Estrogen
merupakan hormonn sekresi yang berperan dalam respon hipersekresi folikel
stimulasi hormone. Penggunaan obat-obat yang dapat merangsang ovulasi atau pola
hidup yang tidak sehat dapat menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan hormone
dalam tubuh.
C. Patofisiologi
Pada ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut dengan
folikel de graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter 2.8 cm
akan melepaskan oosit matur. Folikel yang ruptur akan menjadi korpus luteum. Bila
terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan
secara progresif.
Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan
selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal, kista tersebut dapat distimulasi
oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG. Kista fungsional multiple dapat
terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap gonadotropin yang
berlebih. Pada neoplasia tropoblastik gestasional dan pada kehamilan multiple dengan
diabetes, HCG menyebabkan kondisi yang disebut dengan hiperreaktif lutein.

D. Klasifikasi
1. Kista ovarium fungsional
 Kista folikuler
Kista folikuler berawal dari folikel yang gagal pecah saat terjadinya ovulasi
terutama pada fase folikuler. Apabila terjadi kelebihan FSH atau kekurang LH
pada fase puncak LH, ovum dapat tidak dilepas saat proses ovulasi.
 Kista lutein
Pada kista korpus luteum, terjadi kegagalan degradasi pada korpus luteum. Kista
lutein memiliki dua jenis, yaitu kista granulosa dan kista teka.
2. Kista neoplasma
Kista neoplasma merupakan akibat adanya pertumbuhan yang abnormal pada daerah
ovarium. Pertumbuhan ini dapat bersifat jinak ataupun ganas, beberapa jenis kista
jinak adalah kostadennoma serosum, kista dermoid, dan kista musinosum.

E. Diagnosis
Kejadian kista pada ovarium umumnya ditemukan secara tidak sengaja saat pasien
sedang melakukan pemeriksaan rutin atau pemeriksaan ginekologi lainnya. Hal
tersebut dikarenakan kista ovarium yang dapat bersifat asimtomatis pada kista yang
berukuran kecil. Pada kista yang berukuran besar umumnya dapat menyebabkan
gejala seperti terjadi perasaan begah, mudah kenyang, ingin berkemih, dan rasa nyeri
pada perut.
Gejala yang dapat ditemukan pada kista ovarium ganas berupa malaise, penurunan
berat badan, nyeri pada daerah yang terdampak, dan kesulitan untuk bernapas.
Manifestasi yang umum dikeluhkan pada pasien dengan kista ovarium adalah adanya
rasa nyeri yang menetap pada rongga panggul, nyeri pada abdomen, saat bersetubuh,
serta rasa nyeri yang langsung timbul pada saat siklus menstruasi dan saat selesai
menstruasi serta perdarahan menstruasi yang tidak seperti biasanya, terdapat
pembesaran pada bagian perut, adanya perasaan penuh tertekan pada perut bagian
bawah, nyeri saat buang air kecil, nyeri spontan pada perut.
Apabila ditemukan kecurigaan adanya kista ovarium atau ada temuan massa, perlu
dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah
TTV, pemeriksaan abdomen, dan pemeriksaan dalam. Apabila kista sudah membesar,
dapat dirasakan adanya masa atau benjolan pada pemeriksaan abdomen. Pada
pemeriksaan dalam dilakukan pemeriksaann inspeksi, inspekulo, VT atau RT untuk
menentukan massa pada adneksa.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah :
1. Ultrasonografi
USG transvaginal menjadi modalitas pilihan awal pada pemeriksaan ginekologi
massa adneksa. Namun, apabila pada kasus dimana USG transvaginal tidak dapat
dilakukan, USG transabdominal dapat dijadikan alternative. Ukuran USG ovarium
normal adalah 20 cm3 pada wanita usia subur, dan 10 cm3 pada wanita menopause.
Selain ukuran dari ovarium, USG dapat melihat komposisi massa, bentuk papiler,
ada tidak caiaran di pelvis, dan lateralisasi.

Gambar Tampilan USG Transvaginal


Gambar Tampilan USG Kista Folikular Simpleks

Gambar Tampilan USG Kista Korpus Luteum

Gambar Tampilan USG Kista Dermoid

Gambar Tampilan USG: Kiri. Kistadenoma Serosum. Kanan. Kistadenokarsinoma


serosum

Gambar Tampilan USG Kistadenoma Musinosum


2. Foto rontgen
Modalitas ini lebih jarang digunakan, namun penggunaan modalitas ini tetap dapat
dilakukan guna menegakkan diagnosis kista ovarium. Umumnya kista ovarium
akan memberikan gambaran densitas lebih tinggi dan opak. Pada kista yang sudah
membesar, dapat terjadi penempelan pada organ abdominopelvic lainnya sehingga
menyamarkan struktur atau menekan organ lain seperti usus.

3. CT scan
Pemeriksaan CT scan umumnya digunakan pada evaluasi preoperative pada
suspek keganasan ovarium. CT Scan memiliki kelebihan seperti lebih banyak
tersedia dan lebih cepat dan mudah untuk dilakukan. Pemeriksaan CT Scan
abdomen atau pelvis sekaligus dapat mengevaluasi lokasi yang berpotensi terjadi
implantasi peritoneal atau limfadenopati serta situs tumor secara lebih
komprehensif.
4. MRI
Modalitas ini menjadi pilihan apabila hasil pemeriksaan USG tidak dapat
ditentukan atau kompleks. Pemeriksaan ini dapat memberikan keuntungan seperti
kemudahan dalam mengevaluasi lesi serta informasi untuk perencanaan operatif
dengan paparan radiasi yang minim.
5. Pemeriksaan CA-125
Memeriksa kadar protein dalam darah yang disebut CA-125. Kadar CA-125 pada
pasien kista ovarium dapat meningkat pada fase subur, meskipun tidak ada proses
keganasan. Namun secara umum tahap pemeriksaan CA-125 dilakukan pada
perempuan yang beresiko terjadi proses keganasan.
F. Tatalaksana
Kista ovarium memiliki beragam tatalaksana, mulai dari observasi ketat sampai
dengan pembedahan untuk mengangkat kista. Pembedahan dapat dilakukan secara
laparoskopi atau laparotomi. Penentuan terapi ditentukan berdasarkan ukuran kista,
tingkat keganasan, dan gejala yang ditimbulkan.
Metode observasi dapat dilakukan pada kista yang ditemukan pada perempuan
pubertas dan wanita yang berada dalam masa reproduksi ataupun pada kista yang
asimptomatik. Pembedahan dapat dilakukan apabila kista berukuran cukup besar
sehingga menimbulkan gejala ataupun pada kecurigaan keganasan. Pembedahan yang
dapat dilakukan berupa cystectomy ataupun oophorectomy pada cyctectomy hanya
dilakukan pengangkatan kista tanpa mengangkat seluruh ovarium. Metode ini
dilakukan untuk lesi yang berukuran kecil dan pasien masih dalam usia reproduktif
dan masih ingin untuk hamil. Sedangkan untuk lesi yang lebih besar lebih dianjurkan
untuk dilakukan oophorectomy, metode ini mengangkat seluruh ovarium karena pada
kista yang berukuran besar lebih rendah untuk terjadi ruptur saat dilakukan enukleasi.
Selain itu pada kista yang lebih besar juga akan semakin sulit untuk dilakukan
rekonstruksi anatomi ovarium serta adanya risiko keganasan yang lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Akbar, Muhammad Ilham Aldika, dkk. Seri Buku Ajar Obstetri dan Ginekologi,
Ginekologi Praktis Komprehensif. Surabaya: Airlangga University Press; 2020. h.
185.
2. Soegondo, Sidartawan. Seri Diet Korektif Diet South Beach. Jakarta: Kelompok
Gramedia; 2010.
3. Mobeen S. Ovarian Cyst [Internet]. StatPearls [Internet]. U.S. National Library of
Medicine; 2020 [cited 2021Mar30]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/ NBK560541/
4. Hoffman BL, Schorge JO, Halvorson LM, Hamid C, Corton M, Schaffer JI.
Williams gynecology. 3rd ed. New York: McGraw-Hill; 2020.
5. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. 4th ed. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono; 2010.
6. Sahil F, Saleh AZ, Khoman JS, Edianto D, Sanif R, Sastradinata I, et al. Pedoman
nasional pelayanan kedokteran: kanker ovarium. Jakarta: Himpunan Onkologi
Ginekologi Indonesia; 2018. p.11-2.
7. Andonotopo W, Kristano H, Dewantiningrum J, et al. Ultrasonografi Obstetri dan
Ginekologi Praktis. 1st ed. Jakarta: Sagung Seto; 2017. p. 29-38
8. Ultrasound of the ovaries – Normal [Internet]. Ultrasoundpaedia; 2020 [3
November 2020]. Available from: https://www.ultrasoundpaedia.com/n ormal-
ovaries/
9. Norton Me, Scoutt LM, Feldstein VA. Callen’s ultrasonography in obstetrics and
gynaecology. 6th ed. Philadelphia: Elsevier, Inc.; 2017.
10. Rezacova M. Ovarian cyst seen on plain abdominal radiograph. Surg Case Rep
Rev. 2018. DOI: 10.15761/SCRR.1000110
11. National Center for Biotechnology Information. Ovarian cysts: Overview.
Cologne: Institute for Quality and Efficiency in Health Care; 2019

Anda mungkin juga menyukai