Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

KISTA OVARIUM

PELAKSANA :
NITA AULIATUS SHOLIHAH
433131420120018

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES HORIZON KARAWANG
JL. PANGKAL PERJUANGAN KM 1 BYPASS KARAWANG 41316
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Kista Ovarium

A. Definisi
Kista ovarium adalah suatu pengumpulan cairan yang terjadi pada
indung telur atau ovarium. Cairan yang terbentuk ini dibungkus oleh selaput
yang terbentuk dari lapisan terluar ovarium (Wirawan, 2013). Kista ovarium
merupakan keadaan dimana terdapat benjolan yang berisi cairan, nanah atau
jaringan padat pada ovarium atau indung telur, sedangkan ovarium sendiri
merupakan dua buah kelenjar berukuran kecil berada pada kedua sisi kanan dan
kiri uterus, memproduksi hormon untuk fungsi tubuh dan berisi sel telur yang
akan dikeluarkan saat ovulasi (Ricci & Kyle, 2009).
Kista ovarium adalah sebuah struktur tidak normal yang berbentuk
seperti kantung yang bisa tumbuh dimanapun dalam tubuh. Kista ovarium
biasanya berupa kantung yang tidak bersifat kanker yang berisi zat gas, cair,
atau solid. Dinding luar kantung menyerupai sebuah kapsul (Andang, 2013).
Kista ovarium merupakan pembesaran dari indung telur yang mengandung
cairan. Besarnya bervariasi dapat kurang dari 5 cm sampai besarnya memenuhi
rongga perut sehingga menimbulkan sesak nafas (Nugroho, 2010)

B. Etiologi
Kista ovarium disebabkan oleh gangguan (pembentukan) hormon pada
hipotalamus, hipofsis dan ovarium. Faktor penyebab terjadinya kista antara lain
yaitu adanya penumpukan lemak berlebih atau lemak yang tidak sehat yang
mengakibatkan zat-zat lemak tidak dapat dipecah dalam proses metabolisme
sehingga akan meningkatkan resiko tumbuhnya kista, dan faktor genetik
(Andang, 2013).

Menurut Susianti (2017) penyebab dari kista ovarium belum diketahui


secara pasti, terdapat beberapa faktor pendukung antara lain :
1. Gangguan Hormon

Kelebihan atau peningkatan hormon progesteron dan esterogen


dapat memicu terjadinya kista ovarium. Penggunaan alat kontrasepsi yang
mengandung hormon esterogen dan progesteron yaitu pil KB atau IUD
(Intrauterine Device) dapat menurunkan resiko terbentuknya kista
ovarium.
2. Faktor Genetik

Di dalam tubuh manusia terdapat gen pemicu kanker yaitu disebut


dengan gen protoonkogen. Protoonkogen dapat bereaksi akibat dari
paparan karsinogen (lingkungan, makanan, kimia), polusi dan paparan
radiasi.
3. Pengobatan Infertilitas

Pengobatan infertilitas dengan konsumsi obat kesuburan dilakukan


induksi ovulasi dengan gonadotropin. Gonadotropin yang terdiri dari FSH
dan LH dapat menyebabkan kista berkembang.
4. Hipotiroid

Hipotiroid merupakan kondisi menurunnya sekresi hormon tiroid


yang dapat menyebabkan kelenjar pituitari memproduksi TSH (Thyroid
Stimulating Hormone) lebih banyak sehingga kadar TSH meningkat. TSH
merupakan faktor yang memfasilitasi perkembangan kista ovarium folikel.
5. Faktor Usia

Kista ovarium jinak terjadi pada wanita kelompok usia reproduktif.


Pada wanita yang memasuki masa menopause (usia 50-70 tahun) lebih
beresiko memiliki kista ovarium ganas. Ketika wanita telah memasuki
masa menopause, ovarium dapat menjadi tidak aktif dan dapat
menghasilkan kista akibat tingkat aktifitas wanita menopause yang rendah.
6. Faktor Lingkungan

Perubahan pola struktur masyarakat agraris ke masyarakat industri


banyak memberikan andil terhadap perubahan pola fertilitas, gaya hidup,
dan sosial ekonomi. Perubahan gaya hidup juga mempengaruhi pola
makan yaitu konsumsi tinggi lemak dan rendah serat, merokok, konsumsi
alkohol, zat tambahan pada makanan, terpapar polusi asap rokok atau zat
berbahaya lainnya, stress dan kurang aktivitas atau olahraga memicu
terjadinya suatu penyakit.

C. Patofisiologi
Pada ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang
disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan
diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang rupture
akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5 – 2
cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus
luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila
terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara
gradual akan mengecil selama kehamilan (Price & Sylvia, 2010).
Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista
fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang
kadangkadang disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh
gonadotropin, termasuk FSH dan HCG. Kista fungsional multiple dapat
terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap gonadotropin
yang berlebih. Pada neoplasia tropoblastik gestasional (hydatidiform mole dan
choriocarcinoma) dan kadang-kadang pada kehamilan multiple dengan diabetes,
HCg menyebabkan kondisi yang disebut hiperreaktif lutein. Pasien dalam terapi
infertilitas, induksi ovulasi dengan menggunakan gonadotropin (FSH dan LH)
atau terkadang clomiphene citrate, dapat menyebabkan sindrom hiperstimulasi
ovari, terutama bila disertai dengan pemberian HCG. Kista neoplasia dapat
tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan tidak terkontrol dalam ovarium
serta dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasia yang ganas dapat berasal dari
semua jenis sel dan jaringan ovarium (Price & Sylvia, 2010).

D. Klasifikasi
Menurut Ricci & Kyle (2009), kista ovarium merupakan gangguan
indung telur yang bersifat fisiologis atau patologis. Berdasar tingkat keganasan
kista dibagi menjadi dua yaitu nonneoplastik dan neoplastik. Kista ovarium
nonneoplastik jinak yaitu :
a. Follicular Cyst (Kista Folikel)
Kista folikel disebabkan oleh kegagalan folikel ovarium yang pecah
pada saat ovulasi. Ukuran diameter kista folikel pada umumnya tidak lebih
dari 5 cm. Kista folikel bersifat fisiologis dan tidak memerlukan
perawatan. Kista folikel dapat terjadi pada segala usia tetapi lebih sering
terjadi pada wanita usia produktif dan menopause. Kista folikel ini dapat
dideteksi dengan vaginal ultrasound/USG vagina (Ricci & Kyle, 2009).
Kista folikel biasanya tidak menunjukkan gejala dan menghilang
dalam waktu <60 hari. Jika muncul gejala akan menyebabkan siklus
menstruasi periode berikutnya memanjang atau memendek. Pemeriksaan
untuk kista < 4 cm adalah pemeriksaan ultrasonografi awal dan
pemeriksaan ulang dalam waktu 4-8 minggu. Sedangkan pada kista > 4 cm
atau kista menetap dapat diberikan pemberian kontrasepsi oral selama 4-8
minggu yang akan menyebabkan kista menghilang sendiri
(Prawirohardjo, 2014).
b. Corpus Luteum Cyst (Kista Korpus Luteum)

Dalam keadaan normal korpus luteum akan mengecil dan menjadi


korpus albikans. Terkadang korpus luteum mempertahankan diri (korpus
luteum persistens), perdarahan yang terjadi di dalamnya menyebabkan
terjadinya kista. Kista korpus luteum berukuran ≥ 3 cm, diameter kista
sebesar 10 cm dan cairan berwarna merah coklat karena darah tua (Ricci
& Kyle, 2009).
Kista korpus luteum merupakan perdarahan yang terjadi pada
korpus luteum dan tidak dapat berdegenerasi di 14 hari setelah periode
menstruasi terakhir. Keluhan yang dirasakan yaitu nyeri pada panggul,
amenorea diikuti oleh perdarahan tidak teratur dan gangguan haid.
Pemeriksaan untuk kista korpus luteum dengan pelvic ultrasound.
Dilakukan tindakan operasi (kistektomi ovari) atas dugaan kehamilan
ektopik terganggu (Prawirohardjo, 2014).

c. Lutein Cyst (Kista Lutein)

Kista lutein biasanya bilateral, kecil dan jarang terjadi


dibandingkan kista folikel atau korpus luteum. Kista lutein berisi cairan
berwarna kekuning-kuningan. Kista lutein merupakan kista yang tumbuh
akibat pengaruh hormon human corionigonadotropin (HCG). Meskipun
jarang ditemui, kista ini berhubungan dengan mola hidatidosa,
koriokarsinoma dan sindrom ovarium polikistik. Kista ini biasanya
bilateral dan bisa menjadi sebesar ukuran tinju. Kista lutein dapat terjadi
pada kehamilan, umumnya berasal dari corpus luteum hematoma. Gejala
yang timbul biasanya rasa penuh atau menekan pada pelvis
(Prawirohardjo, 2014).
d. Polycystic Ovarian Syndrome (Sindrom Ovarium Polikistik)

Sindrom ovarium polikistik biasa disebut dengan kista


steinlaventhal. Keadaan ini menunjukkan adanya beberapa kista folikel
inaktif pada ovarium yang mengganggu fungsi ovarium. Kista ini
disebabkan oleh ketidakseimbangan hormonal.Ditandai dengan kedua
ovarium membesar 2 – 3 kali, bersifat polikistik, ovarium berwarna pucat,
permukaan rata dan licin, dan berdinding tebal. Pemeriksaan untuk stein-
laventhal yaitu laparoskopi (Prawirohardjo, 2014).
Kista ovarium neoplastik jinak yaitu :
a. Kista Ovarii Simpleks
Kista ovari simpleks merupakan kista yang permukaannya rata dan
halus, biasanya bertangkai, sering kali bilateral dan menjadi besar, dinding
tipis dan cairan dialam kista jernih. Dinding kista tampak lapisan epitel
kubik. Pengangkatan kista ini dengan reseksi ovarium, namun jaringan
yang dikeluarkan untuk segera diperiksa secara histologik untuk
mengetahui adanya keganasan (Andang, 2013)
b. Kistadenoma Ovarii Musinosum

Kista ini berbentuk multilokuler dan biasanya unilateral, dapat


tumbuh menjadi ukuran sangat besar. Pada kista yang ukurannya besar
tidak lagi dapat ditemukan ovarium yang normal. Gambaran klinik terjadi
perdarahan dalam kista dan perubahan degeneratif, yang menimbulkan
perlekatan kista dengan omentum, usus-usus dan peritoneum parietale.
Dinding kista agak tebal, berwarna putih keabu-abuan. Pada pembukaan
terdapat cairan lendir, kental, melekat dan berwarna kuning hingga coklat.
Penatalaksanaan dengan pengangkatan in toto terlebih dahulu tanpa pungsi
terlebih dahulu dengan atau tanpa salpingo-ooforektomi tergantung
besarnya kista (Andang, 2013).
c. Kistadenoma Ovarii Serosum

Kista ini berasal dari epitel permukaan ovarium (germinal


epithelium). Pada umumnya kista ini tidak mencapai ukuran yang sangat
besar dibandingkan kistadenoma ovarii musinosum. Permukaan tumor
biasanya licin, berongga satu, berwarna keabu-abuan. Ukuran kista yang
kecil, tetapi permukaaannya penuh dengan pertumbuhan papiler (solid
papilloma). Penatalaksanaan pada kista ini umumnya sama seperti pada
kistadenoma ovarii musinosum. Namun karena kemungkinan keganasan
lebih besar, maka diperlukan pemeriksaan teliti terhadap tumor yang
dikeluarkan. Bahkan kadang-kadang perlu diperiksa sediaan yang
dibekukan untuk menentukan tindakan selanjutnya saat operasi (Andang,
2013).
d. Kista Endometroid

Kista ini biasanya unilateral dengan permukaan licin, terdapat satu


lapisan sel-sel pada dinding menyerupai lapisan epitel endometrium.
Terjadi akibat adanya bagian endometrium yang berada diluar rahim.
Kista ini berkembang bersamaan dengan tumbuhnya lapisan endometrium
setiap bulannya yang mengakibatkan nyeri hebat, terutama saat menstruasi
dan infertilitas (Andang, 2013).
e. Kista dermoid

Kista dermoid merupakan teratoma kistik jinak dengan struktur


ektodermal diferensiasi sempurna dan lebih menonjol daripada entoderm
dan mesoderm. Kista ini diduga berasal dari sel telur melalui proses
partenogenesis dan bisa menjadi ganas seperti karsinoma epidermoid.
Dinding kista terlihat putih keabu-abuan, agak tipis, konsistensi sebagian
kistik kenyal dan sebagian padat. Kandungan tidak hanya cairan
melainkan elemen ektodermal, mesodermal dan entoderm. Dapat
ditemukan kulit, rambut, kelenjar sebasea, gigi (ektodermal), tulang
rawan, serat otot jaringan ikat (mesodermal), mukosa traktus
gastrointestinal, epitel saluran pernafasan, dan jaringan tiroid
(endotermal).
Gejala klinik kista dermoid dapat terjadi torsi tangkai dengan nyeri
mendadak pada lower abdomen. Terjadi sobekan dinding kista sehingga
isi kista keluar dalam rongga peritoneum. Terapi pada kita dermoid
dengan pengangkatan seluruh ovarium (Andang, 2013).

E. Tanda dan Gejala


Kebanyakan kista ovarium tumbuh tanpa adanya keluhan. Keluhan
biasanya muncul jika kista sudah membesar dan mengganggu organ tubuh yang
lain. Jika kista mulai menekan saluran kemih, usus, saraf, atau pembuluh darah
besar di sekitar rongga panggul akan menimbulkan keluhan berupa gangguan
pencernaan, susah buang air kecil dan air besar, kesemutan dan bengkak pada
kaki (Andang, 2013). Gejala klinis kista ovarium antara lain nyeri di lower
abdomen, nyeri saat menstruasi, dan gangguan siklus menstruasi (Nugroho,
2010).
Menurut Yeika (2017), gejala klinis kista ovarium yaitu distensi
abdomen progresif, nyeri perut difus non spesifik, perdarahan vagina, sembelit,
cepat kenyang, muntah dan ering berkemih.

F. Pemeriksaan Penunjang
Apabila tumor sudah diketahui maka perlu diketahui apakah tumor
bersifat neoplastik atau nonneoplastik. Kista nonneoplastik umumnya tidak
besar, mengecil secara spontan, dan dapat menghilang sendiri. Dalam hal ini
hendaknya menunggu selama 2 – 3 bulan dengan melakukan pemeriksaan
ginekologi berulang. Jika selama waktu observasi terdapat peningkatan
pertumbuhan tumor dapat diambil kesimpulan kemungkinan tumor tersebut
bersifat neoplastik dan dapat dipertimbangkan pengobatan operatif (Andang,

2013)

Jika kista ovarium bersifat neoplastik timbul persoalan tumor tersebut


jinak atau ganas. Dapat dipastikan dengan pemeriksaan cermat dan menganalisa
gejala yang ditemukan untuk membantu menegakkan diagnosa (Andang, 2013).
Metoda yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa antara lain:
1. Laparoskopi

Laparoskopi adalah sebuah teknik melihat ke dalam perut tanpa


melakukan pembedahan mayor. Pemeriksaan ini untuk mengetahui
tumor berasal dari ovarium atau tidak, dan menentukan sifat tumor
tersebut.

2. Ultrasonografi

Ultrasonografi (USG) adalah alat pemeriksaan dengan


menggunakan ultrasound (gelombang suara) yang dipancarkan oleh
transduser. Pemeriksaan ini untuk mengetahui letak dan batas
tumor, sifat tumor, dan cairan dalam rongga perut yang bebas dan
yang tidak.

3. Foto Rontgen

Foto rontgen merupakan prosedur pemeriksaan dengan


menggunakan radiasi gelombang elektromagnetik guna
menampilkan gambaran bagian dalam tubuh. Pemeriksaan ini
untuk menentukan adanya hidrotoraks. Pada kista dermoid dapat
dilihat adanya gigi dalam tumor.

4. Pemeriksaan CA-125

Memeriksa kadar protein di dalam darah yang disebut CA-125.


Kadar CA-125 pada pasien kista ovarium dapat meningkat pada
fase subur, meskipun tidak ada proses keganasan. Namun secara
umum tahap pemeriksaan CA-125 dilakukan pada perempuan yang
beresiko terjadi proses keganasan, kadar normal CA-125 yaitu 0-35
u/ml (Prawirohardjo, 2014).

G. Penatalaksanaan

Pengobatan dengan tindakan operasi kista ovarium perlu


mempertimbangkan beberapa kondisi antara lain, usia penderita dan ukuran kista.
Apabila kista kecil atau besarnya kurang dari 5 cm pada pemeriksaan
ultrasonografi (USG) tidak terlihat tanda-tanda proses keganasan, pada kista ini
biasa dilakukan operasi dengan laparoskopi dengan cara, alat laparoskopi
dimasukkan ke dalam rongga panggul dengan melakukan sayatan kecil pada
dinding perut. Apabila kista ukurannya besar, biasanya dilakukan pengangkatan
kista dengan laparotomi. Teknik ini dilakukan dengan pembiusan total. Pada
teknik ini kista dapat diperiksa atau uji patologi apakah mengalami proses
keganasan (Nugroho, 2010). Pada operasi kista ovarium yang diangkat harus
segera dibuka untuk mengetahui apakah tumor ganas atau tidak. Jika keadaan
meragukan perlu dilakukan pemeriksaan sediaan yang dibekukan (frozen section)
oleh ahli patologi. Apabila kista mengalami proses keganasan maka dilakukan
pembedahan dengan cara histerektomi atau salpingo-ooforektomi bilateral
(Kenny & Helen, 2017).

H. Pengobatan Non Farmakologi


Pengobatan non farmakologi merupakan pengobatan tanpa
menggunakan obat-obatan. Pengobatan non farmakologi sudah banyak
dikembangkan sebagai pengganti pengobatan konvensional. Pengobatan non
farmakologi mempunyai makna serupa dengan pengobatan komplementer
alternatif. Pengobatan komplementer alternatif merupakan penggabungan
pengobatan konvensional dengan kesehatan tradisional dan/atau hanya sebagai
alternatif menggunakan pelayanan kesehatan tradisional, terintegrasi dalam
pelayanan kesehatan formal (Maryani, 2016).

Penyelenggaraan pengobatan komplementer alternatif diatur dalam


standar pelayanan medik herbal menurut Kepmenkes
No.121/Menkes/SK/II/2008 yang meliputi melakukan anamnesis; melakukan
pemeriksaan meliputi pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi) maupun pemeriksaan penunujang (laboratorium, radiologi, EKG);
menegakkan diagnosis secara ilmu kedoktearan; memberikan obat herbal
hanya pada pasien dewasa; pemberian terapi berdasarkan hasil diagnosis yang
telah ditegakkan; penggunaan obat herbal dilakukan dengan menggunakan
tanaman berkhasiat obat sebagai contoh yang selama ini telah digunakan di
beberapa rumah sakit; mencatat setiap intervensi (dosis, bentuk sediaan, cara
pemberian) dan hasil pelayanan yang meliputi setiap kejadian atau perubahan
yang terjadi pada pasien termasuk efek samping (Widowati & Hasanah, 2016).
Bahan-bahan hayati telah digunakan oleh manusia untuk memenuhi
berbagai keperluan hidup. Dari segi kimia, sumber daya alam hayati
merupakan sumber senyawa kimia yang tak terbatas jenis maupun jumlahnya.
Dengan demikian keanekaragaman hayati dapat diartikan sebagai
keanekaragaman kimiawi yang mampu menghasilkan bahan-bahan kimia, baik
untuk kebutuhan manusia maupun organisme lain seperti obat-obatan,
insektisida dan kosmetika (Maryani, 2016)

Pengobatan secara tradisional sebagian besar menggunakan ramuan


yang berasal dari tumbuh-tumbuhan baik akar, kulit, batang, kayu, daun,
bunga, air, atau bijinya. Agar pengobatan secara tradisional dapat
dipertanggungjawabkan maka diperlukan penelitian ilmiah seperti penelitian di
bidang farmakologi, toksikologi, identifikasi, dan isolasi zat kimia aktif yang
terdapat dalam tumbuhan (Maryani, 2016)

Salah satu tumbuhan yang banyak digunakan sebagai obat tradisioanal


adalah kunyit putih, dengan nama ilmiah Curcuma zedoaria dan kelapa,
dengan nama ilmiah Cocos nucifera (Mutiah, 2015).
2. PENGAKAJIAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama dan
alamat, serta data penanggung jawab
2. Keluhan klien saat masuk rumah sakit
Biasanya klien merasa nyeri pada daerah perut dan terasa ada massa di
daerah abdomen, menstruasi yang tidak berhenti-henti.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang Keluhan yang dirasakan klien adalah nyeri
pada daerah abdomen bawah, ada pembengkakan pada daerah perut,
menstruasi yang tidak berhenti, rasa mual dan muntah.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Sebelumnya tidak ada keluhan.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Kista ovarium bukan penyakit menular/keturunan.
d. Riwayat perkawinan
Kawin/tidak kawin ini tidak memberi pengaruh terhadap timbulnya kista
ovarium.
4. Riwayat kehamilan dan persalinan
Dengan kehamilan dan persalinan/tidak, hal ini tidak mempengaruhi untuk
tumbuh/tidaknya suatu kista ovarium.
5. Riwayat menstruasi
Klien dengan kista ovarium kadang-kadang terjadi digumenorhea dan
bahkan sampai amenorhea.
6. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan mulai dari kepala sampai ekstremitas bawah secara sistematis.
a. Kepala
1) Hygiene rambut
2) Keadaan rambut
b. Mata
1) Sklera : ikterik/tidak
2) Konjungtiva : anemis/tidak
3) Mata : simetris/tidak
c. Leher
1) pembengkakan kelenjer tyroid
2) Tekanan vena jugolaris.
d. Dada
e. Pernapasan
1) Jenis pernapasan
2) Bunyi napas
3) Penarikan sela iga
f. Abdomen
1) Nyeri tekan pada abdomen.
2) Teraba massa pada abdomen.
g. Ekstremitas
1) Nyeri panggul saat beraktivitas.
2) Tidak ada kelemahan.
h. Eliminasi, urinasi
1) Adanya konstipasi
2) Susah BAK
7. Data Sosial Ekonomi
Kista ovarium dapat terjadi pada semua golongan masyarakat dan berbagai
tingkat umur, baik sebelum masa pubertas maupun sebelum menopause.
8. Data Spritual
Klien menjalankan kegiatan keagamaannya sesuai dengan kepercayaannya.
9. Data Psikologis
Ovarium merupakan bagian dari organ reproduksi wanita, dimana ovarium
sebagai penghasil ovum, mengingat fungsi dari ovarium tersebut sementara
pada klien dengan kista ovarium yang ovariumnya diangkat maka hal ini
akan mempengaruhi mental klien yang ingin hamil/punya keturunan.
10. Pola kebiasaan Sehari-hari
Biasanya klien dengan kista ovarium mengalami gangguan dalam aktivitas,
dan tidur karena merasa nyeri
11. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan Hb
b. Ultrasonografi Untuk mengetahui letak batas kista.
12. Pemeriksaan penunjang
Pemastian diagnosis untuk kista ovarium dapat dilakukan dengan
pemeriksaan:
1. Ultrasonografi (USG) Tindakan ini tidak menyakitkan, alat peraba
(transducer) digunakan untuk mengirim dan menerima gelombang suara
frekuensi tinggi (ultrasound) yang menembus bagian panggul, dan
menampilkan gambaran rahim dan ovarium di layar monitor. Gambaran ini
dapat dicetak dan dianalisis oleh dokter untuk memastikan keberadaan kista,
membantu mengenali lokasinya dan menentukan apakah isi kista cairan atau
padat. Kista berisi cairan cenderung lebih jinak, kista berisi material padat
memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
2. Laparoskopi
Dengan laparoskopi (alat teropong ringan dan tipis dimasukkan melalui
pembedahan kecil di bawah pusar) dokter dapat melihat ovarium,
menghisap cairan dari kista atau mengambil bahan percontoh untuk biopsi.
3. Hitung darah lengkap
Penurunan Hb dapat menunjukkan anemia kronis.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
2. Nausea
3. Ansietas
C. Intervensi
Diagnosa
Kriteria hasil Intervensi
keperawatan
Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
tindakan 2x24 jam Observasi
diharapkan Tingkat • Identifikasi lokasi,
Nyeri menurun dengan karakterisitik, durasi,
kriteria hasil : frekuensi, kualitas,
1. Keluhan nyeri intensitas nyeri
menurun • Identifikasi skala
2. Meringis menurun nyeri
• Identifikasi faktor
yang memperberat
dan memperingan
nyeri
Terapeutik
• Berikan teknik
nonfarmakologis
Edukasi
• Anjurkan teknik
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
• Kolaborasi
pemberian analgetik

Neusa Setelah dilakukan Manajemen mual


tindakan 2x24 jam Observasi
Tingkat Neusa menurun • Identifikasi dampak
dengan kriteria hasil : mual terhadap
1. Perasaan ingin kualitas hidup
muntah menurun • Monitor mual
2. Pucat membaik
Terapeutik
3. 3. Nafsu makan • Berikan makanan
membaik jumlah kecil dan
menarik
• Berikan makanan
cairan bening
Edukasi
• Anjurkan istirahat
dan tidur yang cukup
• Anjurkan teknik
nonfarmakologis

Ansietas Setelah dilakukan Reduksi Ansietas


tindakan 2x24 jam Terapeutik
Tingkat Ansietas • Ciptakan suasana
menurun dengan kriteria untuk menumbuhkan
hasil : kepercayaan
1.verbalisasi khawatir • Pahami situasi pasien
akibat kondisi yang yang membuat
dihadapi menurun ansietas
2. Perilaku gelisah • Dengarkan dengan
menurun penuh perhatian
3. Perilaku tegang Edukasi
menurun • Anjurkan
4. Konsentrasi membaik mengungkapkan
perasaan dan persepsi
• Latih teknik relaksasi
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI., 2015. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2015.

Manuaba, Ida A.C (2013). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB untuk

pendidikan bidan Edisi 2. Yogyakarta: pustaka pelajar.

Muttaqin, Arif. 2011. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan

Gangguan Sistem Reproduksi. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai