Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

KISTA OVARIUM

Dosen Pembimbing :
dr. Hendrawan Dwijanto, Sp. OG

Disusun oleh:
Aulia Adilah
2017730019

KEPANITERAAN KLINIK STASE OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD SEKARWANGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.

Segala puji atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Referat ini yang berjudul “Kista Ovarium”.

Makalah ini membahas mengenai Kista Ovarium, dimana makalah ini dibuat untuk
memenuhi tugas kepaniteraan di stase Obstetri dan Ginekologi.

Saya sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan
saran yang membangun sangat saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Terakhir, saya ucapkan kepada semua pihak yang terlah berperan dalam penyusunan
makalah ini. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan kita dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Khususnya bagi penulis.

Wassalamualaiku Wr. Wb.

Sukabumi, September 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Ovarium mempunyai tugas penting terhadap reproduksi. Fungsi ovarium adalah sebagai
penghasil hormon dan penghasil sel telur. Gangguan pada ovarium tentu dapat menyebabkan
terhambatnya pertumbuhan, perkembangan, dan pematangan sel telur. Gangguan tersebut dapat
berupa kista ovarium, sindrom ovarium polikistik, dan kanker ovarium. Kista ovarium merupakan
suatu pengumpulan cairan yang terjadi pada indung telur (ovarium). Cairan ini dapat terkumpul
dan dibungkus oleh semacam kapsul yang terbentuk dari lapisan terluar ovarium. Kista ovarium
adalah kantung berisi cairan yang terdapat pada ovarium.

Angka kejadian kista ovarium di dunia yaitu 7% dari populasi wanita, dan 85% bersifat
jinak. Sedangkan angka kejadian di Indonesia tidak diketaui secara pasti dikarenakan pencatatan
kasus yang kurang baik. Namun, diperkirakan prevalensi kista ovarium sebesar 60% dari seluruh
kasus gangguan ovarium. Kistadenoma ovarii musinosum sebesar 40% dari seluruh kasus
neoplasma ovarium. Frekuensi kistadenoma ovarii musinosum ditemukan Hariadi (1970) sebesar
27%, Gunawan (1977) menemukan 29,9%, Sapardan (1970) menemukan 37,2%, dan Djaswadi
menemukan 15,1%. Frekuensi kistadenoma ovarii serosum ditemukan Hariadi dan Gunawan di
Surabaya sebesar masing-masing 39,8% dan 28,5%. Di Jakarta Sapardan menemukan 20%, dan
di Yogyakarta ditemukan Djaswadi sebesar 36,1%. Frekuensi kista dermoid ditemukan Sapardan
sebesar 16,9%. Djaswadi menemukan 15,1%, Hariadi dan Gunawan masing-masing menemukan
11,1% dan 13,5% (Wiknjosastro et.al, 2009).

Kista ovarium merupakan tumor baik kecil maupun besar, kistik atau padat, jinak atau
ganas yang berada di ovarium. Kista ovarium umum ditemukan pada wanita usia reproduktif. Kista
menimbulkan angka kematian yang cukup tinggi. Karena 20-30% kista dapat berpotensi menjadi
ganas terutama pada wanita diatas 40 tahun. Perjalanan penyakit dianggap berlangsung secara
diam-diam (silent killer), sehingga wanita umumnya tidak menyadari sudah menderita kista
ovarium. Wanita umumnya sadar setelah benjolan teraba dari luar. Sekarang ini semakin sering
ditemukan kista ovarium pada seorang wanita dikarenakan pemeriksaan fisik dan semakin
majunya teknologi. Sebagian besar kista tidak menimbulakan gejala yang nyata, namun sebagian
lagi menimbulkan masalah seperti rasa sakit dan perdarahan. Bahkan kista ovarium yang maligna
tidak menimbulkan gejala pada sadium awal, sehingga sering ditemukan dalam stadium lanjut.

Kista dapat berkembang pada wanita pada setiap tahap kehidupan, dari periode neonatal
sampai postmenopause. Kebanyakan kista ovarium,terjadi selama masa kanak-kanak dan remaja,
yang merupakan periode hormon aktif untuk pertumbuhan. Kebanyakan kista bersifat fungsional
dan dapat hilang dengan pengobatan sederhana.

Komplikasi yang paling sering dan paling serius pada kista ovarium yang terjadi dalam
kehamilan adalah peristiwa torsio atau terpuntir. Penatalaksanaan kista ovarium sebagian besar
memerlukan pembedahan untuk mengangkat kista tersebut. Penangannya melibatkan keputusan
yang sukar dan dapat mempengaruhi status hormon dan fertilitas seorang wanita.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kista ovarium merupakan perbesaran sederhana ovarium normal, folikel de graff atau korpus
luteum atau kista ovarium dapat timbul akibat pertumbuhan dari epithelium ovarium
(Dorland,2002).

Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil maupun yang besar, kistik atau padat, jinak
atau ganas yang berada di ovarium. Dalam kehamilan, tumor ovarium yang dijumpai paling sering
ialah kista dermoid, kista coklat atau kista lutein. Tumor ovarium yang cukup besar dapat
menyebabkan kelainan letak janin dalam rahim atau dapat menghalang – halangi masuknya kepala
ke dalam panggul (Wiknjosastro et al, 2009).

Kistoma ovarium adalah kista yang permukaannya rata dan halus, biasanya bertangkai,
bilateral dan dapat menjadi besar. Dinding kista tipis berisi cairan serosa dan berwarna kuning.
Pengumpulan cairan tersebut terjadi pada indung telur atau ovarium (Mansjoer, 2000)

Jadi, dapat disimpulkan kista ovarium adalah kantong abnormal yang berisi cairan atau
neoplasma yang timbul di ovarium yang bersifat jinak juga dapat menyebabkan keganasan.

2.2 Epidemiologi

Berdasarkan data penilitian Jurnal Medscape di Amerika Serikat, umumnya kista ovarium
ditemukan saat pasien melakukan pemeriksaan USG baik abdominal maupun transvaginal dan
transrektal. Kista ovarium terdapat disekitar 18% yang sudah postmenopause. Sebagian besar kista
yang ditemukan merupakan kista jinak, dan 10% sisanya adalah kista yang mengarah ke
keganasan. Kista ovarium fungsional umumnya terjadi pada usia produktif dan relatif jarang pada
wanita postmenopause. Secara umum, tidak ada persebaran umur yang spesifik mengenai usia
terjadinya kista ovarium.
2.3 Etiologi

Etiologi dari kista ovarium belum diketahui secara pasti. Namun secara umum dapat
digolongkan etiologi terhadap jenis kista yang dialami. Penyebab terjadinya kista ovarium yaitu
terjadinya gangguan pembentukan hormon pada hipotalamus hipofisis atau indung telur itu sendiri.

2.4 Patomekanisme

Fungsi ovarium yang abnormal dapat menyebabkan penimbunan folikel yang terbentuk secara
tidak sempurna di dalam ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami pematangan dan gagal
melepaskan sel telur, terbentuk secara tidak sempurna di dalam ovarium karena itu terbentuk kista
di dalam ovarium.

Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut Folikel de
Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan
melepaskan oosit mature. Folikel yang ruptur akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang
memiliki struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit,
korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi
fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara gradual akan mengecil
selama kehamilan. Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional
dan selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang kadang-kadang disebut kista theca-
lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG.

Kista fungsional multiple dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas
terhadap gonadotropin yang berlebih. Pada neoplasia tropoblastik gestasional (hydatidiform mole
dan choriocarcinoma) dan kadang-kadang pada kehamilan multiple dengan diabetes, hcg
menyebabkan kondisi yang disebut hiperreaktif lutein. Pasien dalam terapi infertilitas, induksi
ovulasi dengan menggunakan gonadotropin (FSH dan LH) atau terkadang clomiphene citrate,
dapat menyebabkan sindrom hiperstimulasi ovari, terutama bila disertai dengan pemberian HCG.
2.5 Faktor Resiko
Faktor resiko terjadinya kista ovarium:
 Riwayat kista ovarium sebelumnya
 Siklus menstruasi yang tidak teratur
 Meningkatnya distribusi lemak tubuh bagian atas
 Tingkat kesuburan
 Hipotiroid atau hormon yang tidak seimbang

2.6 Manifestasi Klinis


Kebanyakan wanita yang memiliki kista ovarium tidak memiliki gejala. Namun kadang-
kadang kista dapat menyebabkan beberapa masalah seperti:
 Bermasalah dalam pengeluaran urin secara komplit
 Nyeri selama hubungan seksual
 Masa di perut bagian bawah dan biasanya bagian-bagian organ tubuh lainnya sudah
terkena
 Nyeri hebat saat menstruasi dan gangguan siklus menstruasi
 Wanita post menupause: nyeri pada daerah pelvik, disuria, konstipasi atau diare,
obstruksi usus dan asietas.

2.7 Diagnosis
Anamnesis
Pasien dengan kista ovarium seringkali tidak menunjukan gejala apapun (asimtomatis).
Keluhan yang mungkin dirasakan adalah rasa nyeri atau sensasi tidak nyaman pada abdomen
bagian bawah, terutama di sisi ovarium di mana kista tersebut berada. Keluhan akan memberat
jika ukuran kista membesar, terjadi komplikasi seperti torsio ovarium atau ruptur kista, dan jika
pada kista ovarium ganas sudah mencapai stadium lanjut. Pada nyeri yang mendadak, unilateral,
dan tajam, perlu dipikirkan kemungkinan terjadinya ruptur kista. Berikut ini merupakan tanda dan
gejala klinis yang bisa terjadi pada pasien dengan kista ovarium:

 Nyeri atau rasa tidak nyaman muncul abdomen bagian bawah. Nyeri ini dapat terasa
tumpul atau tajam, dapat juga konstan atau hilang timbul.
 Pasien dapat mengalami rasa tidak nyaman saat koitus, khusunya pada saat
penetrasi yang dalam.
 Mikturisi dapat sering terjadi akibat tekanan pada kandung kemih
 Siklus menstruasi yang tidak teratur dan perdarahan vagina yang abnormal dapat
terjadi; interval intermenstruasi dapat memanjang, diikuti oleh menoragia.
 Pasien dapat mengalami rasa penuh dan kembung.
 Pada pasien dengan penyakit ovarium polikistik dapat terjadi hirsutisme,
infertilitas, oligomenorea, obesitas, dan akne.

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan palpasi, kista yang berukuran besar mungkin dapat teraba pada
abdomen. Namun, pada pasien obsitas, hal tersebut sulit dilakukan. Ovarium normal dapat teraba
pada perempuan muda yang kurus, tetapi perlu diwaspadai abnormal jika ovarium teraba pada
perempuan yang sudah menopause.

Pemeriksaan penunjang
 Ultrasonografi (USG) Alat peraba (transducer) digunakan untuk memastikan keberadaan
kista, membantu mengenali lokasinya dan menentukan apakah isi kista cairan atau padat.
Kista berisi cairan cenderung lebih jinak, kista berisi material padat memerlukan
pemeriksaan lebih lanjut.
 Pemeriksaan Lab
Pemeriksaan lab dapat berguna sebagai screening maupun diagnosis apakah tumor
tersebut bersifat jinak atau ganas. Berikut pemeriksaan yang umum dilakukan untuk
mendiagnosis kista ovarium.
Pemeriksaan Beta-HCG
Pemeriksaan ini digunakan untuk screening awal apakah wanita tersebut hamil atau
tidak. Pemeriksaan ini dapat menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik.
Pemeriksaan Darah Lengkap
Untuk sebuah penyakit keganasan, dapat diperkirakan melalui LED. Parameter lain
seperti leukosit, HB, HT juga dapat membantu pemeriksa menilai keadaan pasien.
Urinalisis
Urinalisis penting untuk mencari apakah ada kemungkinan lain, baik batu saluran
kemih, atau infeksi dan untuk menyingkirkan diagnosis banding.
Pemeriksaan Tumor Marker
Tumor marker spesifik pada keganasan ovarium adalah CA125. CEA juga dapat
diperiksa, namun CEA kurang spesifik karena marker ini juga mewakili keganasan
kolorektal, uterus dan ovarium.
 Pemeriksaan Patologi Anatomi Merupakan pemeriksaan untuk memastikan tingkat
keganasan dari tumor ovarium. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan bersama dengan proses
operasi, kemudian sampel difiksasi dan diperiksa dibawah mikroskop.

2.8 Kista Ovarium Non-Neoplastik


Kista Folikel
a. Gambaran Umum
Kista Folikel merupakan kista yang paling sering ditemukan di ovarium dan
biasanya berukuran sedikit lebih besar (3 - 8 cm) dari folikel pra-ovulasi (2,5 cm). Kista
ini terjadi karena kegagalan proses ovulasi (LH surge) dan kemudian cairan intrafolikel
tidak diabsorbsi kembali. Pada beberapa keadaan, kegagalan ovulasi juga dapat terjadi
secara artifisial di mana gonadotropin diberikan secara berlebihan untuk menginduksi
ovulasi. Kista ini tidak menimbulkan gejala yang spesifik, jarang sekali terjadi torsi, ruptur,
atau perdarahan. Ada yang menghubungkan kista folikel dengan gangguan menstruasi
(perpanjangan interval antar menstruasi atau pemendekan siklus). Kista folikel yang besar
dapat dihubungkan dengan nyeri pelvik, dispareunia, dan kadang-kadang perdarahan
abnormal uterus.
b. Gambaran Klinik
Penemuan kista folikel umumnya dilakukan melalui pemeriksaan USG transvaginal
atau pencitraan MRI. Diagnosis banding kista folikel adalah salfingitis, endometriosis,
kista lutein, dan kista neoplastik lainnya. Sebagian kista dapat mengalami obliterasi dalam
60 hari tanpa pengobatan. Pil kontrasepsi dapat digunakan untuk mengatur siklus dan atresi
kista folikel.
c. Terapi
Tatalaksana kista folikel dapat dilakukan dengan melakukan pungsi langsung pada
dinding kista menggunakan peralatan laparoskopi. Pastikan dulu bahwa kista yang akan
dilakukan pungsi adalah kista folikel karena bila terjadi kesalahan identifikasi dan
kemudian kista tersebut tergolong neoplastik ganas, maka cairan tumor invasif akan
menyebar di dalam rongga peritoneum.

Kista Korpus Luteum


Kista luteum terjadi akibat pertumbuhan lanjut korpus luteum atau perdarahan yang
mengisi rongga yang terjadi setelah ovulasi. Terdapat 2 jenis kista lutein, yaitu kista
granulosa dan kista teka.
Kista Granulosa
Kista granulosa merupakan pembesaran non-neoplastik ovarium. Setelah ovulasi,
dinding sel granulosa mengalami luteinisasi. Pada tahap terbentuknya vaskularisasi baru,
darah terkumpul di tengah rongga membentuk korpus hemoragikum. Resorbsi darah di
ruangan ini menyebabkan terbentuknya kista korpus luteum. Kista lutein yang persisten
dapat menimbulkan nyeri lokal dan tegang dinding perut yang juga disertai amenorea atau
menstruasi terlambat yang menyerupai gambaran kehamilan ektopik. Kista iutein juga
dapat menyebabkan torsi ovarium sehingga menimbulkan nyeri hebat atau perdarahan
intraperitoneal yang membutuhkan tindakan pembedahan segera untuk menyelamatkan
penderita.
Kista Teka
Kista jenis ini tidak pernah mencapai ukuran yang besar. Umumnya bilateral dan berisi
cairan jernih kekuningan. Kista teka seringkali dijumpai bersamaan dengan ovarium
polikistik, mola hidatidosa, korio karsinoma, terapi hCG, dan klomifen sitrat. Tidak banyak
keluhan yang ditimbulkan oleh kista ini. Pada umumnya tidak diperlukan tindakan bedah
untuk menangani kista ini karena kista dapat menghilang secara spontan setelah evakuasi
mola, terapi korio karsinoma, dan penghentian stimulasi ovulasi dengan klomifen.
Walaupun demikian, apabila terjadi ruptur kista dan terjadi perdarahan ke dalam rongga
peritoneum maka diperlukan tindakan laparostomi segera untuk menyelamatkan
penderita.

Polikistik Ovarium Sindrom


a. Gambaran umum
Penyakit ovarium poilikistik ditandai dengan pertumbuhan polikistik ovarium kedua
ovarium, amenorea sekunder atau oligomenorea, dan infertilitas. Sekitar 50% pasien
mengalami hirsutisme dan obesitas. Gangguan ini terjadi pada perempuan berusia 15 - 30
tahun. Banyak kasus infertilitas terkait dengan sindroma ini. Tampaknya hal ini
berhubungan dengan disfungsi hipotalamus.

b. Gambaran klinik
Walaupun mengalami pembesaran ovarium juga mengalami proses sklerotika yang
menyebabkan permukaannya berwarna putih tanpa identasi seperti mutiara sehingga
disebut sebagai ovarium kerang. Ditemukan banyak folikel berisi cairan di bawah dinding
fibrosa korteks yang mengalami penebalan. Teka interna terlihat kekuningan karena
mengalami luteinisasi, sebagian stroma juga mengalami hal yang sama.

Diagnosis penyakit ini dibuat berdasarkan anamnesis yang mengarah pada beberapa
gejala di atas dan pemeriksaan fisik terarah. Riwayat menarke dan haid yang normal
kemudian berubah menjadi episode amenorea yang semakin lama. Pembesaran ovarium
dapat dipalpasi pada sekitar 50% Terjadi peningkatan l7-ketosteroid dan LH tetapi tidak
ditemukan fase lonjakan FH (LH surge) yang akan menjelaskan mengapa tidak terjadi
ekskresi estrogen, FSH, dan ACTH masih dalam batas normal. Pemeriksaan yang dapat
diandalkan adalah USG (Gambar 13-47) dan laparoskopi. FSH biasanya normal LH tinggi
rasio LH > FSH > 2. E tinggi/normal Prolaktin normal atau tinggi.
c. Terapi
Klomifen sitrat 50 - 100 mg per hari untuk 5 - 7 hari per siklus. Beberapa praktisi juga
menambahkan hCG untuk memperkuat efek pengobatan. Walaupun reseksi baji (wedge)
cukup menjanjikan, hai tersebut jarang dilakukan karena dapat terjadi perlengketan
periovarial. Karena endometrium lebih banyak terpapar oleh estrogen, maka dianjurkan
juga untuk memberikan progesteron (LNG, desogestrel, CPA).

2.9 Kista Ovarium Neoplastik Jinak


Kistaadenoma Ovarii Serosum
a. Gambaran umum
Kistadenoma serosum mencakup sekitar 15 - 25% dari keseluruhan tumor jinak
ovarium. (Gambar 13-48) Usia penderita berkisar antara 2a - 50 tahun. Pada 12 – 50%
kasus, kista ini terjadi pada kedua ovarium (bilateral). Ukuran kista berkisar antara 5 - 15
cm dan ukuran ini lebih kecil dari rata-rata ukuran kistadenoma musinosum. Kista berisi
cairan serosa, jernih kekuningan. Proliferasi fokal pada dinding kista menyebabkan
proyeksi papilomatosa ke tengah kista yang dapat bertransformasi menjadi kistadeno
fibroma. Proyeksi papilomatosa ini harus diperhatikan secara saksama dalam upaya untuk
membedakannya dengan proliferasi atipik.
b. Gambaran klinik
Kistadenoma serosum yang ditemukan pada usia 20 - 30 tahun digolongkan sebagai
neoplasma potensi rendah untuk transformasi ganas dan hal ini bertolak beiakang dengan
penderita pada usia peri atau pascamenopause yang memiliki potensi anaplastik yang
tinggi. Seperti dengan sebagian besar tumor epitelial ovarium, tidak dijumpai gejala klinik
khusus yang dapat menjadi petanda kista denoma serosum. Pada sebagian besar kasus,
tumor ini ditemukan secara kebetulan saat dilakukan pemeriksaan rutin. Pada kondisi
tertentu, penderita akan mengeluhkan rasa tidak nyaman di dalam pelvis, pembesaran
perut, dan gejala seperti asites.

c. Terapi
Pengobatan terpilih untuk kistadenoma serosum adalah tindakan pembedahan (eksisi)
dengan eksplorasi menyeluruh pada organ intrapelvik dan abdomen. Untuk itu, jenis insisi
yang dipilih adalah mediana karena dapat memberikan cukup akses untuk tindakan
eksplorasi. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan PA selama operasi sebagai antisipasi
terhadap kemungkinan adanya keganasan.
Kista Ovarium Simplex
Kista ini mempunya permukaan rata dan halus, biasanya bertangkai, seringkali
bilateral, dan dapat menjadi besar. Dinding kista tipis dan cairan di dalam kista jernih, dan
berwarna putih. Terapi terdiri atas pengangkatan kista dengan reseksi ovarium, akan tetapi
jaringan yang di keluarkan harus segera di periksa secara histologik untuk megetahui ada
keganasan atau tidak.

Kista Dermoid
a.Gambaran umum
Kista dermoid merupakan tumor terbanyak (1,0% dari total tumor ovarium) yang
berasal dari sel germinativum. Tumor ini merupakan tumor jinak sel germinativum dan
paling banyak diderita oleh gadis yang berusia di bawah 20 tahun. Tumor sel germinal ini
mencakup 60% kasus dibandingkan yang berasal dari sel nongerminal untuk kelompok
umur yang telah disebutkan terdahulu.

b. Gambaran klinik
Walaupun terdapat beberapa jaringan penyusun tumor, tetapi ektodermal merupakan
komponen utama, yang kemudian diikuti dengan mesodermal dan entodermal. Semakin
lengkap unsur penyusun, akan semakin solid konsistensi tumor ini. Kista dermoid jarang
mencapai ukuran yang besar, tetapi kadang-kadang bercampur dengan kistadenoma ovarii
musinosum sehingga diameternya akan semakin besar. Unsur penyusun tumor terdiri dari
sel-sel yang telah matur sehingga kista ini juga disebut sebagai teratoma matur. Terotoma
Kistik yang jinak, dimana struktur-struktur ektodermal dengan diferensiasi sempurna
seperti epitel kulit, rambut, gigi, dan produksi glandula sebasea berwarna putih kuning
menyerupai lemak. Dinding kista kelihatan putih, keabu-abuan, dan agak tipis. Konsistensi
tumor sebagian kistik kenyal, dan dibagian lain padat. Tidak ada ciri yang khas pada kista
dermoid. Kista dermoid mempunyai dinding berwarna putih dan relatif tebal, berisi cairan
kental dan berminyak karena dinding tumor mengandung banyak kelenjar sebasea dan
derivat ektodermal (sebagian besar adalah rambut). Dalam ukuran kecil, kista dermoid
tidak menimbulkan keluhan apa pun dan penemuan tumor pada umumnya hanya melalui
pemeriksaan ginekologi rutin. Rasa penuh dan berat di dalam perut hanya dirasakan apabila
ukuran tumor cukup besar. Komplikasi kista dermoid dapat berupa torsi, ruptura,
perdarahan, dan transformasi ganas.

c.Terapi
Laparotomi dan kistektomi.

Kista Endometriosis
Merupakan kista yang terjadi karena ada bagian endometrium yang berada di luar rahim.
Kista ini tumbuh bersamaan dengan tumbuhnya lapisan endometrium setiap bulan sehingga
menimbulkan nyeri hebat, terutama saat menstruasi.

Kistaadenoma Ovarii Musinosum


a. Gambaran umum
Kistadenoma ovarii musinosum mencakup 16 - 30t/. dari total tumor jinak ovarium dan
85% di antaranya adalah jinak. Tumor ini bilateral pada 5 – 7% kasus. Tumor ini pada
umumnya adalah multilokuler dan lokulus yang berisi cairan musinosum tampak berwarna
kebiruan di dalam kapsul yang dindingnya tegang. Dinding tumor tersusun dari epitel
kolumner yang tinggi dengan inti sel berwarna gelap terletak di bagian basal. Dinding
kistadenoma musinosum ini, pada 50% kasus mirip dengan struktur epitel endoserviks dan
50% lagi mirip dengan struktur epitel kolon di mana cairan musin di dalam lokulus kista
mengandung sel-sel goblet. Perlu untuk memilih sampel pemeriksaan PA dari beberapa
tempat karena sebaran area-area dengan gambaran jinak, potensial ganas, atau ganas adalah
sangat variatif.

b. Gambaran klinik
Tumor musin ini merupakan tumor dengan ukuran terbesar dari tumor dalam tubuh
manusia. lerdapat 15 laporan yang menyebutkan berat tumor di atas 70 kg (150 lbs).
Sebagai konsekuensi, semakin besar ukuran tumor di ovarium, semakin besar pula
kemungkinan diagnosisnya adalah kistadenoma ovarii musinosum. Tumor ini juga
asimtomatik dan sebagian besar pasien hanya merasakan pertambahan berat badan atau
rasa penuh di perut. Pada kondisi tertentu, perempuan pascamenopause dengan rumor ini
dapat mengalami hiperplasia atau perdarahan pervaginam karena stroma sel tumor
mengalami proses luteinisasi sehingga dapat menghasilkan hormon (terutama estrogen).
Bila hal ini terjadi pada perempuan hamil, maka dapat terjadi pertumbuhan rambut yang
berlebihan (virilisasi) pada penderita.

c. Terapi
Apabila ternyata stroma kistadenoma ovarii musinosum mendiseminasi cairan
musin ke rongga peritoneum (pseudomyxoma) dan hai ini ditemukan pada saat melakukan
tindakan laparotomi, maka sebaiknya dilakukan salpingo-ooforektomi unilateral. Untuk
mengosongkan cairan musin dari kavum peritoneum, encerkan terlebih dulu musin dengan
larutan dextrose 5% - 1.0% sebelum dilakukan pengisapan (suction)
DAFTAR PUSTAKA
Anurogo D. 2009. Kista ovarium. Available from http://www.netsains.com.

Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD. Obstetri Williams
Edisi ke-21 Vol. 2. Jakarta : ECG; 2004. p. 934, 1035 - 72.
DeChemey AH, Pernoll ML. Current Obstetric and Gynecologic Diagnosis and Treatment 8th
edition. Norwalk : Appleton & Lange; 1994. p. 744 - 51.
Dorland N. Dalam: Hartanto H, Koesoemawati H, Salim IN, dkk (eds). Kamus Kedokteran
Dorland, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC;2002.
Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Tumor Ovarium Neoplastik
Jinak. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2000. p. 388 - 9.
Medscape Reference, Ovarium Anatomy, Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1949171-overview#aw2aab6b3, Last Update October 3,
2013.

Medscape Reference, Ovarian Cyst http://emedicine.medscape.com/article/255865-


overview#a0101, Last Update August 19, 2013.

Moeloek FA, Nuranna L, Wibowo N, Purbadi S. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan
Ginekologi. Jakarta : Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia; 2006. p.130 - 16. Ovarian
Cyst. 6 April 2008
Nugroho, Taufan. 2010. Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahan Permasalahannya.
Yogyakarta : Nuha Medika

Respiratory Unimus. Kista Ovarium.

Sastrawinata, Sulaiman. dkk. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi. Edisi 2.
Jakarta: EGC hal :104.
Sjamsuhidayat, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, l 1027; Jakarta, 1998 3.

Winkjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Ilmu Kandungan. Jakarta.


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009. p. 346-65.

Anda mungkin juga menyukai