Anda di halaman 1dari 11

RHINOSINUSITIS

Dosen Pembimbing:
dr. Fikri Mirza, Sp.THT-KL

Oleh:
Vika Rachma

KEPANITERAAN KLINIK STASE THT


RUMAH SAKIT ISLAM CEMPAKA PUTIH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN
KESEHATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH JAKARTA TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadiran Allah SWT atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya kepada penyusun sehingga dapat menyelesaikan tugas mengenai
“Rhinosinositis”.

Pada kesempatan ini penyusun menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang
tulus kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan tugas ini
khususnya kepada dr. Fikri Mirza, Sp.THT-KL selaku pembimbing.

Penyusun menyadari bahwa dalam proses penulisan tugas ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penyusun telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai
dengan baik dan oleh karenanya, penyusun dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka
menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan tugas ini.

Penyusun berharap semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.

Jakarta, 10 September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
BAB II........................................................................................................................................2
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................................2
2.1. Rhinosinusitis..............................................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................8

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Rinosinusitis merupakan suatu penyakit peradangan mukosa yang melapisi


hidung dan sinus paranasalis. Rinosinusitis adalah istilah yang lebih tepat karena
sinusitis jarang tanpa didahului rinitis dan tanpa melibatkan inflamasi mukosa
hidung. Inflamasi sering bermula akibat infeksi bakteri, virus, jamur, infeksi dari
gigi, serta dapat pula terjadi akibat tumor dan fraktur.
Rinosinusitis kronik memiliki prevalensi yang tinggi di masyarakat. Di
Eropa diperkirakan sekitar 10 – 15% menderita penyakit rinosinusitis. Sebanyak
14% penduduk Amerika, paling sedikit pernah mengalami episode rinosinusitis
dan sekitar 15% diperkirakan menderita rinosinusitis kronik.
Data dari respiratory surveillance program menunjukkan bahwa
rinosinusitis paling banyak ditemukan pada etnis kulit putih.4 Berdasarkan jenis
kelamin, penyakit rinosinusitis kronik lebih banyak terjadi pada perempuan
daripada laki – laki dengan perbandingan 2 : 1 dan sering pada usia 25 – 64 tahun.
Rinosinusitis kronik dapat disebabkan karena faktor non polip nasi dan faktor
polip nasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan klinik, seperti
pemeriksaan rinoskopi anterior dan nasoendoskopi untuk menentukan adanya
polip nasi di meatus media.
Angka kejadian rinosinusitis kronis baik di luar negeri maupun di
Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun. Namun, data di Indonesia
mengenai karakteristik profil pasien rinosinusitis belum banyak dilaporkan
terutama yang menjalani rawat jalan.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rhinosinusitis
Rinosinusitis adalah suatu kondisi peradangan yang melibatkan hidung dan
sinus paranasal. Secara klinik Rhinosinusitis adalah keadaan yang terjadi
sebagai manifestasi adanya peradangan yang mengenai mukosa rongga
hidung dan sinus paranasal dengan terjadinya pembentukan cairan atau
adanya kerusakan pada tulang di bawahnya.
Klasifikasi
a. Rhinosinusitis Akut : gejala < 12 minggu.
b. Reccurent Rhinosinusitis : sebagai ≥ 4 epsisode/tahun dengan interval
bebas gejala.
c. Rhinosinusitis Kronik : gejala > 12 minggu.
Etiologi dan faktor predisposisi
Penyebab utama dan terpenting dari rhinosinusitis adalah obstruksi
ostium sinus. Berbagai faktor baik lokal maupun sistemik dapat menyebabkan
inflamasi atau kondisi yang mengarah pada obstruksi ostium sinus. Berbagai
faktor tersebut meliputi infeksi saluran nafas atas, alergi, paparan bahan iritan,
kelainan anatomi, defisiensi imun dan lain-lain. Infeksi bakteri atau
virus,alergi dan berbagai bahan iritan dapat menyebabkan inflamasi mukosa
hidung. Infeksi akut saluran nafas atas yang disebabkan oleh virus merupakan
faktor penyebab terbanyak dari rhinosinusitis viral.
Edema mukosa hidung dan sinus maksila yang berakibat penyempitan
ostium sinus maksila ditemukan pada 80% pasien common cold. Adanya
cairan dapat diikuti pertumbuhan bakteri sekunder sehingga timbul gejala
peradangan akut (rhinosinusitis akut bakterial). Berbagai variasi atau kelainan
anatomi seperti sel agger nasi yang menonjol ke arah insersi antero-superior
dari konka media,bula etmoidalis yang kontak di bagian medial,deformitas
prosesus unsinatus,deformitas konka bulosa (pneumatisasi konka media) dan
septum deviasi dapat menyebabkan penyempitan ostiomeatal secara mekanik.

2
Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM. Mukus
juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai
mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara
pemafasan. Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila
terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia
tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif
di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula
serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan
biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan.
Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus
merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret
menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial dan
memerlukan terapi antibiotik. Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada
faktor predisposisi), inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob
berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus
yang terus berputar sampai akhirnya perubahan rnukosa menjadi kronik yaitu
hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini
mungkin diperlukan tindakan operasi.
Merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronik. Dasar sinus
maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga
rongga sinus maksila hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi,
bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas lnfeksi gigi rahang atas seperti
infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal mudah menyebar
secara langsung ke sinus, atau melalui pembuluh darah dan limfe. Harus
curiga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik yang mengenai
satu sisi dengan ingus purulen dan napas berbau busuk. Untuk mengobati
sinusitisnya, gigi yang terinfeksi harus dicabut atau dirawat, dan pemberian
antibiotik yang mencakup bakteri anaerob. Seringkali juga perlu dilakukan
irigasi sinus maksila.

3
Gejala Rhinosinusitis
Pasien Dewasa :
• Baik hidung tersumbat / obstruksi / kongesti atau nasal discharge (anterior
/ posterior nasal drip)
• Nyeri tekan wajah
• Berkurang atau hilangnya penciuman
dan salah satu dari
• temuan nasoendoskopi:
- Nasal polip dan/ atau
- Sekret mukopurulen terutama dari meatus medius dan / atau
- Edema / obstruksi mukosa di meatus medius
Dan / atau
• Gambaran CT Scan :
- perubahan mukosa di kompleks osteomeatal dan/atau sinus

Pasien Anak :
• Baik hidung tersumbat / obstruksi / kongesti atau nasal discharge (anterior
/ posterior nasal drip)
• Nyeri tekan wajah
• Batuk
dan salah satu dari
• temuan nasoendoskopi:
- Nasal polip dan/ atau
- Sekret mukopurulen terutama dari meatus medius dan / atau
- Edema / obstruksi mukosa di meatus medius
Dan / atau
• Gambaran CT Scan :
- perubahan mukosa di kompleks osteomeatal dan/atau sinus

4
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan
posterior, pemeriksaan naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis
yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya pus di meatus medius
(pada sinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau di meatus
superior (pada sinusitis etmoid posterior dan sfenoid). Pada rinosinusitis akut,
mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan
kemerahan di daerah kantus medius.
Pemeriksaan penunjang yang penting adalah foto polos atau CT scan.
Foto polos posisi Waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai
kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan
terlihat perselubungan, batas udara-cairan (air fluid levef) atau penebalan
mukosa.
CT scan sinus merupakan gold standard diagnosis rhinosinusitis karena
mampu menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan
sinus secara keseluruhan dan perluasannya. Namun karena mahal hanya
dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronik yang tidak membaik
dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan
operasi sinus.
Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram
atau gelap. Pemeriksaan ini sudah jarang digunakan karena sangat terbatas
kegunaannya.
Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan
mengambil sekret dari meatus medius/superior, untuk mendapat antibiotik
yang tepat. Lebih baik lagi bila diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus
maksila. Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial
sinus maksila melalui meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat
kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi
sinus untuk terapi.

5
Terapi
Tujuan terapi rhinosinusitis ialah
1) Mempercepat penyembuhan,
2) Mencegah komplikasi,
3) Mencegah perubahan menjadi kronik,
Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehingga drenase dan
ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis
akut bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta
membuka sumbatan ostium sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golongan
penisilln seperti amoksisilin. Jika diperkirakan kuman telah resisten atau
memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan amoksisilin-klavulanat
atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis antibiotik diberikan
selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang. Pada sinusitis kronik
diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman negatif gram dan anaerob.
Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika
diperlukan, seperti analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga
hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi). Antihistamin tidak rutin
diberikan, karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan sekret jadi lebih
kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2.
Irigasi sinus maksila atau Proetz displacement therapy juga merupakan terapi
tambahan yang dapat bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika
pasien menderita kelainan alergi yang berat.

Tindakan Operasi
Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF / FESS) merupakan operasi
terkini untuk rhinosinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini
telah menggantikan hampir semua jenis bedah sinus terdahulu karena
memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak
radikal. Indikasinya berupa, sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi
adekuat; sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang ireversibel; polip
ekstensif , adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.

6
Komplikasi
Komplikasi rhinosinusitis telah menurun secara nyata sejak
ditemukannya antibiotik Komplikasi berat biasanya terjadi pada rhinosinusitis
akut atau pada rhinosinusitis kronis dengan eksaserbasi akut, berupa
komplikasi orbita atau intrakranial.
Kelainan orbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan
dengan mata (orbita). Yang paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudian
sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis
dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah edema palpebra,
selulitis orbita, abses subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi
trombosis sinus kavernosus.
Kelainan intrakranial dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau
subdural, abses otak dan trombosis sinus kavernosus.
Komplikasi juga dapat terjadi pada rhinosinusitis kronis, berupa
Osteomielitis dan abses subperiostal. Paling sering timbul akibat rhinosinusitis
frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus
maksila dapat limbul fistula oroantral atrau fistula pada pipi.
Kelainan paru, seperti bronkitis kronik dan bronkiektasis. Adanya
kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut
sinobronkitis. Selain itu dapat juga menyebabkan kambuhnya asma bronkial
yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya disembuhkan.

7
DAFTAR PUSTAKA

Iskandar, N., Soepardi, E., & Bashiruddin, J., et al(ed). 2007. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyposis. 2020.
Rhinology,Supplement.

Anda mungkin juga menyukai