Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN PREKLINIK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SINUSITIS DI RUANGAN


POLI THT RUMAH SAKIT UNAND
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Individu Preklinik Mata Kuliah Keperawatan Dewasa
System Muskuloskeletal, Integument, Persepsi Sensori, Dan Persyarafan

Oleh :
Zaky El-karim
2111311050

KELOMPOK B KELAS A2
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Ns. Boby Febri Krisdianto, M.Kep) (Ns. Hilma Adha, S.Kep)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2023
A. Pengertian Sinusitis
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemui dalam praktik medis dan bahkan
dianggap sebagai salah satu penyebab paling umum terkait masalah kesehatan di dunia.
Sinusitis diartikan dengan inflamasi mukosa sinus paranasal yang sering diikuti dengan
rinitis sehingga sehingga umunya disebut rinosinusitis.
Sinusitis merupakan suatu proses peradangan pada mukosa atau selaput lender sinus
paranasal. Akibat peradangan ini dapat menyebabkan pembentukan cairan atau kerusakan
tulang dibawahnya. (Efiaty,2007 dalam Nurarif,2015).
Sinusitis adalah merupakan penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh kuman atau
virus. Sinusitis adalah suatu keradangan yang terjadi pada sinus. Sinus sendiri adalah
rongga udara yang terdapat di area wajah yang terhubung dengan hidung. Fungsi dari
rongga sinus adalah untuk menjaga kelembapan hidung & menjaga pertukaran udara di
daerah hidung. Sinus paranasal adalah rongga-rongga yang terdapat pada tulang-tulang
diwajah.
Rongga sinus sendiri terdiri dari 4 jenis, yaitu :
1. Sinus Frontal, terletak di dahi
2. Sinus Maxillary, terletak diantara tulang pipi, tepat disamping hidung
3. Sinus Ethmoid, terletak dipangkal hidung
4. Sinus Sphenoid, terletak dibelakang sinus ethmoid & dibelakang mata

Sinusitis kronis secara umum dapat terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa.
Sinusitis kronis pada orang dewasa dapat didefinisikan apabila terdapat dua atau lebih
gejala, dan salah satunya berupa sumbatan/obstruksi/kongesti nasal atau discharge pada
nasal (nasal drip anterior/posterior), dengan keluhan tambahan seperti terdapat tekanan
atau nyeri wajah, dan penurunan kualitas penghidu selama >12 minggu. Pada anak-anak,
dapat dikatakan sinusitis kronis apabila terdapat dua atau lebih gejala seperti pada dewasa
dengan perbedaan keluhan tambahan yang dapat disertai batuk

B. Etiologi Sinusitis
Sinus paranasal salah satu fungsinya adalah menghasilkan lender yang dialirkan kedalam
hidung, untuk selanjutnya dialirkan kebelakang, kearah tenggorookan untuk ditelan
kesaluran pencernaan. Semua keadaan yang mengakibatkan tersumbatnya aliran lendir
dari sinus kerongga hidung akan menyebabkan terjadinya sinusitis. Secara garis besar
penyebab sinusitis ada 2 macam yaitu :
1. Faktor local Semua kelainan pada hidung yang dapat mengakibatkan terjadinya
sumbatan ; antara lain infeksi, alergi, kelainan anatomi, tumor, benda asing, iritasi
polutasn dan gangguan pada mukosili (rambut halus pada selaput lendir).
2. Faktor sistemik Keadaan diluar hidung yang dapat menyebabkan sinusitis; antara lain
gangguan daya tahan tubuh (diabetes, AIDS) penggunaan obat-obatan yang dapat
mengakibatkan sumbatan hidung. Beberapa kuman yang sering ditemukan pada
pasien sinusitis,
a. Sinusitis akut dan sinusitis berulang :
 Streptococcus pneumonia
 Moraxella catarrhalis
 Haemophilus influenza
 Staphylococcus aureus
b. Sinusitis kronis :
 Staphylococcus aureus
 Streptococcus pneumonia
 Haemophilus influenza
 Pseudomonas aeruginosa
 Peptostreptococcus Sp
 Aspergilus Sp

C. Manifestasi Klinik /Tanda dan Gejala


Manifestasi Klinis secara Umum :
 Hidung tersumbat
 Nyeri didaerah sinus
 Sakit kepala
 Hiposmia/anosmia
 Halitosis
Secara Klasifikasi nya :
Sinusitis umumnya diklasifikasikan berdasarkan durasi waktu dari gejala klinis
penyakit tersebut, seperti akut, subakut, akut rekurens, dan kronis.Sinusitis akut terjadi
apabila gejala yang muncul terjadi selama kurang dari 12 minggu, sedangkan sinusitis
kronis yaitu sindrom klinis yang ditandai dengan munculnya gejala inflamasi mukosa
hidung dan sinus paranasal yang terus menerus atau menetap seperti nyeri pada wajah,
hidung tersumbat, gangguan penghidu, lendir hidung mukopurulen, atau batuk lebih dari
12 minggu. Sinusitis kronis termasuk penyakit yang sering terjadi di masyarakat dan
mengenai 5-12% pada populasi umum.Terdapat empat pasang sinus paranasal, dimulai
sinus yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid
kanan maupun kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi dari tulang-tulang pada
kepala sehingga membentuk rongga di dalam tulang. Setiap sinus mempunyai muara
(ostium) ke dalam rongga hidung.

D. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik


1. Rinoskopi anterior :
 Mukosa merah
 Mukosa bengkak
 Mukopus di meatus medi
2. Rinoskopi postorior
 Mukopus nasofaring
3. CT Scan : Konka bulosa bilateral, hipertropi konka nasalis
4. Transiluminasi : kesuraman pada sisi yang sakit 5.
5. X Foto sinus paranasalis
 Kesuraman
 Gambaran “airfluidlevel”
 Penebalan mukosa

E. Penatalaksanaan medis dan Keperawatan


1. Sinusitis akut
a. Terapi
Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik selama 10-14 hari. Beberapa
antibiotik yang direkomendasikan untuk sinusitis akut adalah Amoxicillin,
Amoxicillin-clavulanate, cefpodoxime proxetil dan cefuroxim, Trimethoprim-
sulfamethoxazole, clarithromycin dan Azithomycin. Jika obat-obatan garis depan
tersebut di atas mengalami kegagalan dan kurang memberikan respon dalam
waktu 72 jam pada terapi awal, maka pemberian antibiotik dengan spektrum lebih
luas bisa dipertimbangkan. Ini termasuk fluoroquinolone generasi lebih baru,
gatifloxacin, moxifloxacin dan lefofloxaci. Selain antibiotik dapat diberikan
decongestan untuk memperlancar drainase sinus, analgetik untuk menghilangkan
rasa nyeri dan mukolitik untuk mengurangi kekentalan mukus. Bila ada rinitis
alergi dapat diberikan antihistamin. Pemberian kortikosteroid tidak
direomendasikan pada sinusitis akut. Terapi pembedahan pada sinusitis akut
jarang diperlukan, kecuali bila ada komplikasi ke orbita atau intrakranial atau ada
nyeri yg hebat karena ada sekret yang tertahan karna sumbatan
2. Sinusitis kronik
Terapi medis harus melibatkan antibiotik dengan spektrum luas, dan steroid
itranasal topikal untuk mengobati komponen inflamasi yang kuat dari penyakit ini.
Antibiotik yang menjadi pilihan diantaranya amoxicillin-clavulanate, Clindamycin,
Cefpodoksime proxetil, cefuroxime, gativloxacin, moxifloxacin, dan levofloxacin.
Juga diberikan dekongestan, mukolitik dan antihistamin bila ada rinitis alergi dan
dapat juga dibantu dengan diatermi. Berbeda dengan sinusitis akut yang biasanya
segera senbuh dengan pengobatan yang tepat, penyakit sinusitis kronis atau sinusitis
akut berulang sering kali sulit disembuhkan dengan pengobatan konservatif biasa.
Dahulu, bila pengobatan konservatif gagal, dilakukan operasi radikal pada sinus yang
terkena antara lain etmoidektomi intra nasal, yang merupakan operasi yang
berbahaya karena dilakukan secara membuta, dan banyak komplikasi berbahaya
karena sinus etmoid terletak di midfasial yang berhubungan dengan struktur-struktur
penting seperti orbita, otak, sinus kavernosus dan kelenjar hipofisis. Berdasarkan
penemuan baru dari Messerklinger mengenai patofisiologi sinusitis disertai bantuan
pemeriksaan radiologi canggih yaitu CT scan, maka teknik operasi lama ditinggalkan
dan dikembangkan teknik baru yaitu Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) atau
lebih dikenal dengan Fungsional Endoscopic Sinus urgery (FESS ).
Prinsip BSEF ialah membuka dan membersihkan KOM ini sehingga nantinya
tidak ada lagi hambatan ventilasi dan drainase. Keuntungan BSEF ialah tindakan ini
biasanya sudah cukup untuk menyembuhkan kelainan sinus yang berat-berat sehingga
tidak perlu tindakan radikal.
3. Pembedahan
a. Pada sinus maksila Dilakukan fungsi sinus maksila, dan dicuci 2 kali
seminggu dengan larutan garam fisiologis. Caranya ialah, dengan sebelumnya
memasukkan kapas yang telah diteteskan xilokain dan adrenalin ke daerah
meatus inferior. Setelah 5 menit, kapas dikeluarkan, lalu dengan trokar ditusuk
di bawah konka inferior, ujung trokar diarahkan ke batas luar mata. Setelah
tulang dinding sinus maksila bagian medial tembus, maka jarum trokar
dicabut, sehingga tinggal pipa selubungnya berada di dalam sinus maksila.
Pipa itu dihubungkan dengan semprit yang berisi larutan garam fisiologis, atau
dengan balon yang khusus untuk pencucian sinus itu
Pasien yang telah ditataki plastik di dadanya, diminta untuk membuka mulut.
Air cucian sinus akan keluar dari mulut, dan ditampung di tempat bengkok.
Tindakan ini diulang 3 hari kemudian. Karena sudah ada lubang fungsi, maka
untuk memasukkan pipa dipakai trokar yang tumpul. Tapi tindakan seperti ini
dapat menimbulkan kemungkinan trokar menembus melewati sinus ke
jaringan lunak pipi,dasar mata tertusuk karena arah penusukan salah, emboli
udara karena setelah menyemprot dengan air disemprotkan udara dengan
maksud mengeluarkan seluruh cairn yang telah dimasukkan serta perdarahan
karena konka inferior tertusuk. Lubang fungsi ini dapat diperbesar, dengan
memotong dinding lateral hidung, atau dengan memakai alat, yaitu busi.
Tindakan ini disebut antrostomi, dan dilakukan di kamar bedah, dengan pasien
yang diberi anastesi.
b. Pada sinus frontal, etmoid dan sfenoid Pencucian sinus dilakukan dengan
pencucian Proetz. Caranya ialah dengan pasien ditidurkan dengan kepala
lebih rendah dari badan. Kedalam hidung diteteskan HCL efedrin 0,5-1,5 %.
Pasien harus menyebut “kek - kek” supaya HCL efedrin yang diteteskan tidak
masuk ke dalam mulut, tetapi ke dalam rongga yang terletak dibawah ( yaitu
sinus paranasal, oleh karena kepala diletakkan ebih rendah dari badan). Ke
dalam lubang hidung dimasukkan pipa gelas yang dihubungkan dengan alat
pengisap untuk menampung ingus yang terisap dari sinus. Pada pipa gelas itu
dibuat lubang yang dapat ditutup dan dibuka dengan ujung jari jempol. Pada
waktu lubang ditutup maka akan terisap ingus dari sinus. Pada waktu
meneteskan HCL ini, lubang di pipa tidak ditutup. Tindakan pencucian
menurut cara ini dilakukan 2 kali seminggu.

F. Komplikasi
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotic.
Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan
eksaserbasi akut. Komplikasi yang dapat terjadi ialah :
1. Osteomielitis dan abses subperiostal. Paling sering timbul akibat sinusitis frontal
dan biasanya ditemukan pada anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul
fistula oroantral.
2. Kelainan otbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata
(orbita). Yang paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan
maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum.
Kelainan yang dapat ditimbulkan ialah edem palpebra, selulitis orbita, abses
subperiotal, abses orbita, dan selanjutnya dapat terjadi thrombosis sinus
kavernosus.
3. Kelainan intracranial, seperti meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses
otak dan thrombosis sinus kavernosus.
4. Kelainan paru, seperti bronchitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus
paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Disamping itu
dapat timbul asma bronkhial

G. WOC dan Patofisiologi


Proses terjadinya sinusitis diawali oleh adanya oklusi atau penyumbatan ostium sinus
yang akan menghambat ventilasi dan drainase sinus sehingga terjadi penumpukan sekret
dan mengakibatkan penurunan oksigenisasi serta tekanan udara di rongga sinus.
Penurunan oksigenisasi sinus akan menyuburkan pertumbuhan bakteri anaerob.Tekanan
dalam rongga sinus yang menurun pada akan menimbulkan rasa nyeri di daerah sinus
yang terkena sinusitis. Karena ventilasi terganggu, PH dalam sinus akan menurun dan hal
ini akan menyebabkan silia menjadi hipoaktif dan mukus yang diproduksi menjadi lebih
kental. Bila sumbatan berlanjut akan terjadi hipoksia dan retensi mukus yang merupakan
kondisi ideal untuk tumbuhnya kuman patogen. Infeksi dan toksin bakteri selanjutnya
akan mengganggu fungsi mukosa karena menimbulkan inflamasi pada lamina propia dan
mukosa menjadi bertambah tebal yang kemudian memperberat terjadinya oklusi,
sehingga terjadi semacam lingkaran setan. Sinus grup anterior lebih sering terkena
sinusitis karena di meatus media terdapat celah-celah sempit yang mudah mengalami
penyumbatan, daerah tersebut disebut komplek osteomeatal yung terdiri dari resesus
frontal, infundibulum dan bulaetmoid. Permukaan mukosa di daerah osteomeatal
komplek berdekatan satu sama lain, bila terjadi edema maka mukosa yang berhadapan
pada daerah sempit ini akan menempel erat atau kontak sesamanya sehingga silia tidak
dapat bergerak dan mukus tidak dapat dialirkan dan pada saat yang bersamaan dapat
terjadi edeme serta oklusi ostium sinus grup anterior yang merupakan awal dari proses
terjadinya sinusitis. Khusus untuk sinus maksilaris dasarnya berbatasan dengan akar gigi
premolar I sampai molar III atas dan bila terjadi infeksi pada gigi tersebut dapat menyebar
ke sinus maksila dan biasanya unilateral
A. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan Sinusitis
1. Pengkajian
1. Identitas Klien
Meliputi nama lengkat, tempat tinggal, umur, tempat lahir, asal suku bangsa,
nama orang tua, pekerjaan orang tua.
2. Riwayat Keperawatan
 Keluhan utama
Pada saat pengkajian, tanyakan pada Klien apa keluhan saat ini apakah
merasakan nyeri, susah bernafas melalui hidung, merasa hidungnya
berlendir dan bau.
 Riwayat penyakit sekarang
Kaji penurunan kesadaran, perubahan pola napas, kelemahan fisik, adanya
perubahan kulit, adanya napas berbau dan hidung keluar lendir, serta
perubahan pemenuhan nutrisi. (García Reyes, 2013)
 Riwayat penyakit dahulu
Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit penafasan pasien. Secara
umum perawat perlu menanyakan mengenai riwayat merokok, karena
merokok merupakan penyebab utama masalah kesehatan pada sistem
pernafasan, anamnesis yang harus dilakukan mencakup hal-hal berikut
usia mulai merokok, rata-rata jumlah rokok yang dihisap dalam sehari,
usia menghentikan kebiasaan merokok.
 Riwayat psikososial
Pengkajian psikososial meliputi pengkajian tentang aspek kebiasaan hidup
pasien yang secara signfikan berpengaruh terhadap fungsi respirasi.
Beberapa kondisi respiratori timbul akibat stres. Penyakit pernafasan
kronis dapat menyebabkan perubahan dalam peran keluarga dan hubungan
dengan orang lain, isolasi sosial, masalah keuangan, pekerjaan atau
ketidakmampuan. Dengan mendiskusikan mekanisme pengobatan perawat
dapat mengkaji reaksi pasien terhadap masalah stress psikososial dan
mencari jalan keluarnya. (Hidayat.2016)
3. Pola fungsional gordon
 Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
 Pola aktifitas dan latihan (Pada klien Chronic Pansinusitis akan terjadi
kelemahan otot dan kelelahan yang ekstrem (Parwati, 2019)
 Pola nutrisi dan metabolisme
 Pola tidur dan istirahat (Pada klien Chronic Pansinusitis istirahat dan tidur
akan terganggu karena terdapat gejala nyeri hidung).
 Pola kognitif dan perseptual (Perilaku penderita apakah konsisten dengan
keluhan nyerinya (kemungkinan kelainan psikiatrik)
 Persepsi diri/konsep diri
 Pola toleransi dan koping stress
 Pola seksual reproduksi
 Pola hubungan dan peran
 Pola nilai dan keyakinan
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pertama harus dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan fisik
meliputi (Parwati, 2019)
o Tekanan darah: pada klien Chronic Pansinusitis tekanan darah masih bisa
dikatakan normal.
o Nadi: Frekuensi normal nadi orang dewasa yaitu 60-100 x/menit.
o Suhu: Suhu pada dewasa normalnya berbeda pada setiap lokasi. Pada aksila
36,4⁰C, rektal 37,6°C, oral 37,0°C.
o Frekuensi pernapasan pada klien Chronic Pansinusitis akan cenderung
meningkat. Rentang normal frekuensi pernapasan pada dewasa 12-20 x/menit
dengan rata-rata 18 x/menit.
o Keadaan umum pada klien Chronic Pansinusitis cenderung lemah dan
nampak sakit berat sedangkan untuk tingkat kesadaran menurun. (Parwati,
2019).
Setelah pemeriksaan TTV selesai dilanjutkan pemeriksaan fisik
o Kepala
Inspeksi: Pada klien Chronic Pansinusitis, rambut normal, wajah akan
tampak pucat, kulit tampak kering dan kusam
o Telinga
Inspeksi: Periksa kesimetrisan dan posisi kedua telinga, produksi serumen,
warna, kebersihan dan kemampuan mendengar.Palpasi: Periksa ada tidaknya
massa, elastisitas atau nyeri tekan pada tragus. (Parwati, 2019)
o Mata
Inspeksi: Pada klien Chronic Pansinusitis akan tampak penglihatan kabur dan
konjungtiva akan terlihat pucat jika ada yang mengalami anemia berat.
(Parwati, 2019)
o Hidung
Inspeksi: Periksa adanya produksi sekret, ada atau tidak pernapasan cuping
hidung, kesimetrisan kedua lubang hidung, pada kulit akan telihat kotor dan
berbau. Palpasi: Periksa ada massa dan nyeri tekan pada sinus atau tidak, ada
dislokasi tulang hidung atau tidak. (Martin, 2017)
o Mulut
Inspeksi: Apakah bibir tampak lembab/kering karena dehidrasi
o Leher
Inspeksi: Periksa ada massa atau tidak, pembengkakan atau kekakuan leher,
kulit kering, pucat, kusam atau tidak Palpasi: Periksa adanya pembesaran
kelenjar limfe, massa atau tidak. Periksa posisi rakea ada pergeseran atau
tidak, kulit terasa kasar (Parwati, 2019)
o Dada
Inspeksi: Pada klien Chronic Pansinusitis pergerakan dada akan cepat karena
pola napas juga cepat. Palpasi: Periksa pergerakan dinding dada teraba sama
atau tidak, terdapat nyeri dan edema atau tidak, kulit terasa kasar dan
permukaan tidak rata. (Parwati, 2019)
o Abdomen
Inspeksi: Kulit abdomen apakah tampak pucat, bersisik, warna cokelat
kekuningan atau tidak
o Kulit dan kuku
Apakah kulit kuku pucat, kering dan mengelupas,
o Genetalia
Inspeksi: Lihat kebersihan genetalia, tampak lesi atau tidak.
o Ekstermitas
Inspeksi: Pada klien Chronic Pansinusitis kelemahan, kelelahan, kulit kering
3. Diagnosa
Diagnosis keperawatan yang mungkin ada dalam penyakit Chronic Pansinusitis
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017), antara lain :
o Nyeri akut berhubungan dengan prosedur operasi dibuktikan dengan
mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi
meningkat, sulit tidur.
o Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit dibuktikan
dengan mengeluh tidak nyaman, gelisah.
o Resiko perdarahan berhubungan dengan pembedahan

4. SLKI DAN SIKI

1. Nyeri akut b.d prosedur operasi d.d mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap
protektif, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat nyeri
menurun
Kriteria hasil :
a. Keluhan nyeri menurun
b. Gelisah menurun
c. Nafsu makan meningkat
d. Pola tidur normal
e. Kesulitan tidur menurun
Intervensi:
Intervensi Rasional
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Mengetahui lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas,intensitas durasi, frekuanesi, kualitas, intensitas
nyeri. nyeri
2. Identifikasi skala nyeri 2. Mengetahui skala nyeri
3. Identifikasi nyeri non verbal 3. Mengetahui nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang 4. Mengetahui factor yang
memperberat memperberat
dan memperingan nyeri dan meringankan nyeri
5. Jelaskan penyebab, periode dan 5. Menjelaskan penyebab dan pemicu
pemicu nyeri nyeri
6. Jelaskan strategi meredakan nyeri 6. Menjelaskan strategi meredahkan
7. Anjurkan memonitor nyeri secara nyeri
mandiri 7. Menganjurkan monitor nyeri secara
mandiri

2. Gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit d.d mengeluh tidak nyaman,
gelisah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status
kenyamanan membaik
Kriteria hasil :
a. Keluhan tidak nyaman menurun
b. Kesejahteraan psikologis meningkat
c. Pola hidup membaik
d. Gelisah menurun
e. Keluhan sulit tidur menurun
f. Pola tidur normal
Intervensi:
Intervensi Rasional
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Mengetahui lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas,intensitas durasi, frekuanesi, kualitas, intensitas
nyeri. nyeri
2. Identifikasi skala nyeri 2. Mengetahui skala nyeri
3. Identifikasi nyeri non verbal 3. Mengetahui nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang 4. Mengetahui factor yang
memperberat memperberat
dan memperingan nyeri dan meringankan nyeri
5. Jelaskan penyebab, periode dan 5. Menjelaskan penyebab dan pemicu
pemicu nyeri nyeri
6. Jelaskan strategi meredakan nyeri 6. Menjelaskan strategi meredahkan
7. Anjurkan memonitor nyeri secara nyeri
mandiri 7. Menganjurkan monitor nyeri secara
mandiri

3. Risiko perdarahan berhubungan dengan pembedahan


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat
perdarahan berkurang
Kriteria hasil :
a. Perdarahan pada hidung menurun
b. Hemoglobin membaik
c. Hematokrit normal
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Monitor tanda dan gejala 1. mengetahui tanda dan gejala
perdarahan perdarahan
2. Monitor hematokrit atau 2. Mengetahui nilai hematokrit atau
hemoglobin hemoglobin
3. Anjurkan pasien bedrest 3. Menganjurkan pasien bedrest
4. Jelaskan tanda dan gejala 4. Menjelaskan tanda dan gejala
perdarahan perdarahan
5. Anjurkan meningkatkan asupan 5. Menganjurkan meningkatkan
cairan untuk menghindari konstipasi asupan
cairan untuk menghindari konstipasi

5. Implementasi Keperawatan
Implementasi digunakan untuk membantu klien dalam mencapai tujuan
yang sudah ditetapkan melalui penerapan rencana asuhan keperawatan dalam
bentuk intervensi. Pada tahap ini perawat harus memiliki kemampuan dalam
berkomunikasi yang efektif, mampu menciptakan hubungan saling percaya serta
saling bantu, observasi sistematis, mampu memberikan pendidikan kesehatan,
kemampuan dalam advokasi serta evaluasi. Implementasi merupakan tindakan
yang sudah direncanakan dalam rencana perawatan. Tindakan ini mecangkup
tindakan mandiri dan kolaborasi(Parwati, 2019).

6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang bertujuan untuk mencapai tujuan sudah disesuaikan dengan
kriteria hasil selama tahap perencanaan dapat dilihat melalui kemampuan klien
untuk mencapai tujuan tersebut(Parwati, 2019). Tahap penilaian atau evaluasi
merupakan perbandingan yang sistematis serta terencana tentang kesehatan
keluarga dengan tujuan/kriteria hasil yang telah ditetapkan, dilakukan dengan
cara berkesinambungan dengan melibatkan keluarga agar mencapai
tujuan/kriteria hasil yang telah ditetapkan. (Sherly. I, 2019).
DAFTAR PUSTAKA
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku ajar ilmu kesehatan: telinga,
hidung, tenggorok, kepala & leher. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2017.
Battisti AS, Modi P, Pangia J. Sinusitis. Dalam: StatPearls [internet]. Treasure Islands
(Florida): StatPearls Publishing; 2022.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional pelayanan kedokteran
tata laksana rinosinusitis kronik. Jakarta: Kepmenkes RI; 2022.
Sa'dyah, A. S. H., & Himayani, R. (2023). Sinusitis Kronis: Definisi, Etiologi,
Klasifikasi, dan Diagnosis. Jurnal Agromedicine, 10(1), 45-49.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
PPNI. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI

Anda mungkin juga menyukai