Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

TINJAUAN TEORITIS

A. DEFENISI

Sinusitis adalah suatu keradangan yang terjadi pada sinus. Sinus sendiri adalah rongga
udara yang terdapat di area wajah yang terhubung dengan hidung. Fungsi dari rongga sinus
adalah untuk menjaga kelembapan hidung & menjaga pertukaran udara di daerah hidung.
Rongga sinus sendiri terdiri dari 4 jenis, yaitu :
a.    Sinus Frontal, terletak di atas mata dibagian tengah dari masing-masing alis
b.    Sinus Maxillary, terletak diantara tulang pipi, tepat disamping hidung
c.    Sinus Ethmoid, terletak diantara mata, tepat di belakang tulang hidung
d.    Sinus Sphenoid, terletak dibelakang sinus ethmoid & dibelakang mata
Didalam rongga sinus terdapat lapisan yang terdiri dari bulu-bulu halus yang disebut
dengan cilia. Fungsi dari cilia ini adalah untuk mendorong lendir yang di produksi didalam
sinus menuju ke saluran pernafasan. Gerakan cilia mendorong lendir ini berguna untuk
membersihkan saluran nafas dari kotoran ataupun organisme yang mungkin ada. Ketika
lapisan rongga sinus ini membengkak maka cairan lendir yang ada tidak dapat bergerak keluar
& terperangkap di dalam rongga sinus.
Jadi sinusitis terjadi karena peradangan didaerah lapisan rongga sinus yang menyebabkan
lendir terperangkap di rongga sinus & menjadi tempat tumbuhnya bakteri. Sinusitis paling
sering mngenai sinus maksila (Antrum Highmore), karena merupakan sinus paranasal yang
terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drenase) dari sinus
maksila hanya tergantung dari gerakan silia, dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi
(prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila, ostium sinus
maksila terletak di meatus medius di sekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah
tersumbat.
B. ETIOLOGI
Penyebab-penyebab sinusitis adalah :

1.     Infeksi virus

Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas
(misalnya Rhinovirus, Influenza virus, dan Parainfluenza virus).
2.     Bakteri
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan normal
tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus
influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat
akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya
akan berkembang biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.
3.    Infeksi jamur
Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan sistem
kekebalan, contohnya jamur Aspergillus.
4.     Peradangan menahun pada saluran hidun
Pada penderita rhinitis alergi dan juga penderita rhinitis vasomotor.
5.     Septum nasi yang bengkok
6.    Tonsilitis yg kronik
Pada Sinusitis Kronik, yaitu:
1. Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh.
2. Alergi
3. Karies dentis ( gigi geraham atas )
4. Septum nasi yang bengkok sehingga menggagu aliran mucosa.
5. Benda asing di hidung dan sinus paranasal
6. Tumor di hidung dan sinus paranasal.
C. MANIFESTASI KLINIK

1.  Sinusitis  akut


Gejala objektif : tampak pembengkakan di daerah muka.
Gejala subjektif : terbagi atas gejala sistemik, yaitu : demam dan rasa lesu, pusing, ingus
kental di hidung, serta hidung tersumbat.
2. Sinusitis sub akut
Gejala  klinisnya sama denga sinusitis akut hanya tanda-tanda radang akutnya (demam,
sakit kepala hebat, nyeri tekan,) sudah reda..
3. Sinusitis Kronis
Gejala : pilek yang sering kambuh, ingus kental dan kadang-kadang berbau,selalu
terdapat ingus di tenggorok.
D. PATOFISIOLOGI
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi
antimicrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap
kuman yang masuk bersama udara pernafasan.
Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa
yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium
tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negative di dalam ronga sinus yang menyebabkan
terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini biasa dianggap sebagai rinosinusitis non-
bacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan.
Bila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik
untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Secret menjadi purulen. Keadaan ini disebut
sebagai rinosinusitis akut bacterial dan memerlukan terapi antibiotic.
Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada factor predisposisi), inflamasi berlanjut,
terjadi hipoksia dan bacteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini
merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi
kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin
diperlukan tindakan operasi.
E.  DIAGNOSIS
·         Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan naso-
endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah
adanya pus di meatus medius (pada sinusistis maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau
di meatus superior (pada sinusitis etmoid posterior dan sphenoid).
Pemerikasaan pembantu yang penting adalh foto polos atau CT scan. Foto polos posisi
Waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti
sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara, cairan (air fluid
level) atau penebalan mukosa.
CT scan sinus merupakan golg standard diagnosis sinusitis karena mampu manila
anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secacra keseluruhan dan
perluasannya. Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusistis
kronik yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator
saat melakukan operasi sinus.
Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.
Pemeriksaan ini sudah jarang digunakan karena sangat terbatas kegunaannya. Pemeriksaan
mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil secret dari meatus
medius/superior, untuk mendapat antibiotic yang tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil
secret yang keluar dari pungsi sinus maksila.
Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila melalui
meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya,
selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi.
F. PENATALAKSANAAN MEDIK
Tujuan terapi sinusitis ialah:
1.     Mempercepat penyembuhan
2.    Mencegah komplikasi
3.    Mencegah perubahan menjadi kronik
Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehinggan drenase dan ventilasi
sinus-sinus pulih secara alami.
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bacterial,
untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan maukosa serta membuka sumbatan ostium
sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksilin.
Jika diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat
diberikan amoksilin-klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis antibiotic
diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang. Pada sinusitis kronik
diberikan antibiotic yang sesuai untuk kuman negative gram dan anaerob.
Selain dekongestan oral dan topical, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan, seperti
analgetik, mukolitik, teroid oral/topical, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau
pemanasan (diatermi). Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat antikolinergiknya dapat
menyebabkan secret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin
generasi ke-2. Irigasi sinus maksila atau Proetz displacement therapy juga merupakan terapi
tambahan yang bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita
kelainan alergi yang berat.
Tindakan operasi. Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan operasi
terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan
hampir semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan
dan tindakan ringan dan tidak radikal. Indikasinya berupa: sinusitis kronik yang tidak
membaik setelah terapi adekuat; sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang irreversible;
polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.
G. KOMPLIKASI
Komplikais sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotic.
Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik dengan
eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intracranial.
Kelainan orbita disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata
(orbita). Yang paling sering adalah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila.
Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat
timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, asbes subperiostal, abses orbita dan selanjutnya
dapat terjadi thrombosis sinus kavernosus. Kelainan Intrakranial. Dapat berupa meningitis,
abses ekstradural atau subdural, abses otak dan thrombosis sinus kavernosus.
Komplikasi juga dapat terjadi padasinusitis kronis berupa:  Osteomielitis dan abses
suberiostal. Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-
anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi.
Kelainan paru, seperti bronchitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus
paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga
menyebabkan kambuhnya asma bronchial yang sukar dihilangkan sebalum sinusitisnya
disembuhkan.
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

A.   PENGKAJIAN

Menurut Rusari, (2008) pengkajian dari sinusitis adalah :

a.       Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan.

b.      Riwayat Penyakit sekarang : Gejala : Riwayat bernafas melalui mulut, kapan, onset,

frekwensinya, riwayat pembedahan hidung atau trauma dan penggunaan obat tetes atau

semprot hidung : jenis, jumlah, frekwensinya , lamanya. Sekret hidung : warna, jumlah,

konsistensi secret, epistaksis, ada tidaknya krusta/nyeri hidung. Riwayat Sinusitis : nyeri

kepala, lokasi dan beratnya, hubungan sinusitis dengan musim/ cuaca dan gangguan umum

lainnya : kelemahan. Tanda : Demam, drainage, purulen, polip mungkin timbul dan biasanya

terjadi bilateral pada hidung dan sinus yang mengalami radang sampai Pucat, odema keluar

dari hidng atau mukosa sinus, kemerahan dan odema membran mukosa. Pemeriksaan

penunjung : kultur organisme hidung dan tenggorokan, pemeriksaan rongent sinus

c.       Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus, malaise, dan nyeri

tenggorokan.

d.      Riwayat penyakit dahulu :Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung

atau trauma, Pernah mempunyai riwayat penyakit THT, Pernah menderita sakit gigi geraham

e.       Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga klien yang

mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.

f.       Riwayat Psikososial : Intrapersonal yaitu perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih),

interpersonal : hubungan klien dengan orang lain sangat baik.


g.      Pola fungsi kesehatan

1)      Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat : Untuk mengurangi flu biasanya klien

menkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping.

2)      Pola nutrisi dan metabolisme : biasanya nafsumakan klien berkurang karena terjadi

gangguan pada hidung

3)      Pola istirahat dan tidur : selama di rumah sakit klien merasa tidak dapat istirahat karena

klien sering pilek

4)      Pola Persepsi dan konsep diri : klien sering pilek terus menerus dan berbau

menyebabkan konsepdiri menurun

5)      Pola sensorik : daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus

menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).

h.      Pemeriksaan fisik

1)      Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.

2)      Pemeriksaan fisik data fokus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinoskopi (mukosa merah

dan bengkak).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Menurut Rusari (2008) diagnosa yang timbul adalah :

a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan dengan obstruksi sekunder dari

peradangan sinus.

b. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada sinus.

c. Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafus makan

menurun sekunder dari peradangan sinus.


d. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hidung buntu, nyeri sekunder peradangan

sinus.

C.    RENCANA KEPERAWATAN

a.       Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan dengan obstruksi

sekunder peradangan sinus.

Tujuan : Bersihan jalan nafas kembali efektif.

Kriteria Hasil: Jalan napas kembali normal terutama hidung dan klien bernapas tidak

lagi melalui mulut.

Intervensi :

1)      Kaji penumpukkan sekret yang ada.

Rasional : Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya.

2)      Kaji pasien untuk posisi semi fowler, misalnya : Peninggian kepala tempat tidur,

duduk pada sandaran tempat tidur.

Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan

menggunakan gravitasi.

3)      Pertahankan posisi lingkungan minimum, misalnya debu, asap dan bulu bantal yang

berhubungan dengan kondisi individu.

Rasional : Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut.

4)      Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir.

Rasional : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol

pernapasan.

b.         Nyeri berhubungan dengan peradangan pada sinus.

Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang.


Kriteria Hasil : Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau

hilang, klien tidak menyeringai kesakitan

Intervensi :

1)      Kaji tingkat nyeri klien dengan Provokatif, Quality, Region, Severity, Thine.

Rasional : Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan selanjutnya.

2)      Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya. Rasional : Dengan

mengetahui sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan

untuk mengurangi nyeri.

3)      Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi.

Rasional : Dengan tehnik distraksi dan relaksasi klien dapat mempraktekkannya bila

mengalami nyeri sehingga nyerinya dapat berkurang.

4)      Observasi tanda tanda vital dan keluhan klien.

Rasional : Mengetahui keadaan umum dan perkembangan kondisi klien.

5)      Kolaborasi untuk penggunaan analgetik.

Rasional : Dapat mengurangi nyeri.

c.         Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafus makan

menurun sekunder dari peradangan sinus.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kriteria hasil : Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.

Menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan

dan/atau mempertahankan berat yang tepat.


Intervensi :

1)      Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini, catat kesulitan makan,

evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.

Rasional : Untuk mengetahui tingkat kesulitan klien dan tindakan yang harus

dilakukan.

2)      Auskultasi bunyi usus.

Rasional : Penurunan atau hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan

mobilitas gaster dan konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan dengan

pembatasan pemasukkan cairan, pilihan makanan buruk, penurunan aktivitas, dan

hipoksemia.

3)      Beri perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali

pakai dan tisu.

Rasional : Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap

nafsu makan dan dapat membuat mual muntah dengan peningkatan kesulitan

nafas.

d.      Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hiidung buntu, nyeri sekunder

peradangan sinus.

Tujuan : Istirahat tidur kembali normal.

Kriteria Hasil: Menyatakan pemahaman penyebab/faktor resiko individu. Klien dapat

tidur 6 sampai 8 jam setiap hari.

Intervensi :

1)      Kaji kebutuhan tidur klien.

Rasional : Mengetahui permasalahan klien dalam pemenuhan kebutuhan istirahat tidur.


2)      Ciptakan suasana yang nyaman.

Rasional : Agar klien dapat tidur dengan tenang

3)      Anjurkan klien bernafas lewat mulut.

Rasional : Pernafasan tidak terganggu.

4)      Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat.

Rasional : Pernapasan dapat efektif kembali lewat hidung.


DAFTAR PUSTAKA

Adams, G.L (1997), Boies : Buku Ajar Penyakit THT, Edisi 6. EGC : Jakarta.

Budisantoso, A (2009). www. com/index.php/option diakses 4 April 2009.

Charlene J.R, dkk. (2001), Keperawatan Medikal Bedah. Buku I. Salemba Medika,

Jakarta.

Smeltzer, Susanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah Brunner &

Suddart, Edisi 8, EGC : Jakarta.

Soeparti, E.A (2001). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga – Hidung – Tenggorokan

Kepala Leher, Gaya Baru : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai